Anda di halaman 1dari 5

Hans Kung: Tanggungjawab Global: Pencarian Sebuah Etika

Dunia yang Baru dan Etika Global


Pada akhir tahun 1980an, Hans Kung, setelah melewati berbagai seri seminar dan
konperensi menulis buku Global Responsibility: In Search of a New World Ethic.
Berdasarkan buku ini, Kung lalu ditugaskan untuk menyiapkan sebuah naskah bagi
pertemuan yang disebut Parlemen Agama-Agama Dunia di Chicago tahun 1993.
Pertemuan ini merupakan peringatan 100 tahun pertemuan serupa tahun 1893 di Chicago
dengan maksud untuk menciptakan pemahaman bersama di antara agama-agama dunia
itu. Pertemuan tahun 1893 itu gagal mencapai tujuannya. Baru pada tahun 1993 itulah
pertemuan tersebut berhasil merumuskan suatu etika bersama yang disebut: Etika Global
(Global Ethic).

I. No Survival Without A World Ethic


Mengapa dibutuhkan sebuah Etika Dunia?

1. Dari Modernitas ke Posmodernitas

- Setiap menit, bangsa-bangsa di dunia mengeluarkan uang sebanyak $1.8 juta untuk
persenjataan mereka;
- Setiap jam 1500 anak mati karena kasus-kasus yang berhubungan dengan kelaparan;
- Setiap hari, suatu jenis mahluk hidup musnah;
- Setiap minggu, selama tahun 1980an, lebih banyak orang ditahan, disiksa, dibunuh,
menjadi pengungsi, atau dengan berbagai cara telah ditindas dengan berbagai
tindakan represif dari pada yang pernah terjadi dalam sejarah;
- Setiap bulan, sistem ekonomi dunia menambahkan lebih dari $7,5 miliar hutang yang
tak terbayarkan dari hutang yang sudah ada sebesar $1.500 milar pada bangsa-bangsa
Dunia Ketiga;
- Setiap tahun, suatu daerah seluas tiga perempat semenanjung Korea dirusak atau
hilang;
- Setiap dekade, kalau kecenderungan pemanasan bumi berlanjut, suhu bumi dapat
meningkat secara drastik (antara 1,5 – 4,5 derajat Celicius), dengan akibat terjadi
kenaikan permukaan laut, yang memiliki akibat berbahaya, khususnya bagi daerah-
daerah pesisir di bumi.

Berdasarkan data-data ini, masihkah diperlukan penjelasan panjang tentang, mengapa


kita membutuhkan sebuah etika dunia?

a. Awal Perubahan Paradgima


Perubahan paradiggma ini sudah dimulai sejak tahun 1918, dalam PD I, ketika kekuasaan
sentral Eropa mulai digantikan oleh kekuasaan-kekuasaan dunia lainnya, seperti Amerika,
Russia dan Jepang. Kekuasaan Kekaisaran Jerman mulai runtuh di Eropa Tengah dan
Timur dengan kekuasaan Gereja Protestan dan teologi modern yang liberal; juga
runtuhnya Kekaisaran Ottoman dan Cina.
2. Slogan-Slogan Tanpa Masa Depan
a. Negara Sosialisme
Sistem pemerintahan Marxis, apa pun keadaannya, ternyata tidak mampu menciptakan
keadilan dan perdamaian seperti yang dijanjikannya dengan runtuhnya tembok Berlin
tahun 1989 di Eropa Timur dan akhirnya tahun 1990 Russia menggantikannya dengan
sistem ekonomi pasar. Cina juga tidak akan lepas dari kenyataan itu.

b.Neo-Kapitalisme
Sejalan dengan runtuhnya Sosialisme, kapitalisme di dunia Barat ternyata juga kolaps,
dengan berkembangnya keserakahan, hidup tanpa makna, nilai dan norma. Amerika yang
pada tahun 1970an merupakan negara donor terbesar di dunia, pada akhir masa Reagan
berubah menjadi negara penghutang terbesar di dunia.

c. Runtuhnya Jepangisme
Jepang yang sebelumnya berhasil dalam bidang ekonomi dengan slogan kebanggaannya,
The Japan that Can Say No, ternyata harus mengakui bahwa sistem ekonominya
bangkrut juga.

3. Mengapa Etika?
Dalam setiap kehidupan masyarakat manusia, selalu saja ada orang yang berusaha
menjauhi kejahatan dan berusaha berbuat kebaikan, siapa pun masyarakat itu. Orang
tidak hanya selalu mengikuti keinginannya begitu saja, akan tetapi juga mengetahui yang
baik dan yang jahat.

Kesulitan dari kehidupan demokratik pada masyarakat plural adalah apabila tidak
diperoleh konsensus bersama, paling tidak untuk memungkinkan kelompok minoritas
turut menyumbangkan perannya dalam kehidupan bersama.

Karenanya dibutuhkan nilai, norma dan sikap bersama yang minimal supaya manusia
bisa hidup bersama.

Untuk itulah manusia harus menjadi tujuan dan kriterianya.

4. Koalisi antara Yang Percaya (believers) dan Yang Tidak Percaya (non-bbelievers).
Bahkan di antara orang-orang yang kini cenderung menolak agama, mereka masih hidup
secara bermoral karena memiliki tanggungjawab bagi mereka sendiri dan juga bagi dunia.

Karenanya, orang harus dibebaskan untuk mememiliki atau menolak agama dan harus
ada koalisi minimum antara Yang Percaya dan YangTidak Percaya kepada Tuhan untuk
bisa hidup bersama secara damai.

Ilmu pengetahuan (rasionalitas) dan agama ternyata memiliki keterbatasannya sendiri-


sendiri. Karenanya yang dibutuhkan sebuah etika.
Prasyarat bagi Posmodernitas:
- Not just freedom, but also justice;
- Not just equality, but also plurality;
- Not just brotherhood, but also sisterhood;
- Not just coexistence, but also peace;
- Not just productivity, but solidarity with the environment;
- Not just toleration, but ecumenism.

II. No World Peace Without Religious Peace.


Jalan Ekumenisme antara Fanatisme dan Kealpaan Kebenaran

1. Dua Wajah Agama:


a. Agama dan peperangan
Kasus-kasus Libanon, Jerusalem, India-Pakistan, Hindu-Sikhs, dsbnya. menunjukkan
bahwa salah satu wajah dari agama-agama adalah peperangan yang ditimbulkannya atau
yang menggunakan isu agama.

b. Agama dalam Perdamaian


Selain peperangan, agama-agama juga punya wajah damai, seperti yang terjadi di Jerman,
Perancis dan Polandia, yang untuk berabad-abad diwarnai oleh pertentangan dan
peperangan yang pada akhirnya setelah PD II masuk dalam perdamaian dengan dasar
teologi dan politik yang baik.

Tak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian agama.

2. Masalah Kebenaran
Perdamaian agama selalu terganggu dengan masalah kebenaran.

Tiga strategi yang muncul:

a. Strategi Benteng:
Dasarnya: Hanya agama saya sendiri yang yang benar (true), yang lainnya tidak dan
perdamian agama dijamin hanya oleh satu agama yang benar itu saja.

b. Strategi Mengabaikan Perbedaan-Perbedaan:


Dasarnya: Tidak ada masalah kebenaran secara eksistensial, karena setiap agama
memiliki kebenaran dengan cara dan hakikatnya sendiri-sendiri dan karenanya
perdamaian agama hanya akan diperoleh dengan cara mengabaikan perbedaan dan
kontradiksi yang ada.

c. Strategi Merangkul:
Dasarya: Hanya satu agama yang benar dan semua agama yang telah ada dalam sejarah
memeliki sebagian kebenaran dari agama yang benar itu, dan perdamaian agama akan
dicapai secara baik lewat integrasi semua agama itu.
Karenanya dibutuhkan strategi keempat, yaitu Ekumenisme.

Dalam strategi ini dibutuhkan satu kriteria bersama. Kung mengusulkan humanum
(manusia) sebagai satu-satunya kriteria.

III. No Religious Peace Without Religious Dialogue


Berdasarkan hal-hal diatas, yaitu perubahan paradigma dan keterbatasan agama-agama
dalam menciptakan perdamaian agama, maka satu-satunya jalan untuk menciptakan
perdamaian dunia dan kelangsungan keberadaan dunia hanyalah dialog antara agama.

Dialog ini harus terjadi pada semua tahap masyarakat dan meliputi semua lapisan
masyarakat dan tidak dapat hanya dibatasi oleh para pemuka agama saja.

Pada Pertemuan di Chicago tahun 1993, para peserta berhasil merumuskan Etika Global
itu.

Ajaran yang sama (Golden Rule = Kaidah Kencana) dari agama-agama dunia dalam
merumuskan Etika Global:

Confucius (c.551-489 BCE):


’Apa yang kau sendiri tidak inginkan, janganlah kau lakukan kepada orang lain.’
(Ucapan 15: 23)

Rabbi Hilel (60 BCE – 10 CE):


’Janganlah lakukan kepada orang apa yang kau sendiri tidak menginginkan
mereka lakukan kepadamu.’ (Shabbat 31a)

Yesus dari Nazareth:


’Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka.’ (Mat 7: 12; Luk 6: 31)

Islam:
’Tak seorang darimu adalah orang percaya selama ia tidak mengingikan bagi
sesamanya apa yang ia sendiri inginkan bagi dirinya sendiri.’ (40 Hadits dari an-
Nawawi, 13)

Jainism:
’Manusia tidaklah berbeda dengan hal-hal duniawi dan memperlakukan semua
ciptaan di dunia ini sebagaimana mereka ingin diperlakukan sendiri
(Sutrakritanga I, 11, 33).

Agama Buddha:
’Sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak mengenakkan bagi saya
seharusnyalah juga tidak bagi orang lain; bagaimana mungkin saya memaksakan
bagi orang lain sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak mengenakkan bagi
saya? (Samyutta Nikaya V, 353.35-342.2)

Agama Hindu:
’Tidaklah sepantasnya seseorang melakukan kepada sesamanya hal-hal yang dia
sendiri tidak menginginkannya: itulah inti moralitas.’ (Mahabharata XIII 114,8).

Etika Global
1. Tuntutan Mendasar:

Every human beings must be treated humanely (Setiap Manusia Harus


Diperlakukan Secara Manusiawi).

2. Empat Keharusan:

a. Komitmen kepada budaya tanpa kekerasan (non-violence) dan yang


menghargai hidup;
(Hukum agamanya: Jangan Membunuh!)

b. Komitmen kepada budaya solidaritas dan tata ekonomi yang adil;


(Hukum agamanya: Jangan Mencuri!)

c. Komitmen kepada budaya toleransi dan hidup yang benar;


(Hukum agamanya: Jangan Menipu!)

d. Komitmen kepada budaya kesamaan hak dan kemitraan laki-perempuan.


(Hukum agamanya: Jangan Berzinah!).

Sumber dari Kitab Suci diharapkan member dukungan kuat bagi Etika Global.

Anda mungkin juga menyukai