Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Aliran
Qadariyah” serta tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi
kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang
sekarang ini yakni zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Makalah ini di persiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas perkuliahan serta
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, di dalam makalah ini penulis menyadari bahwa
penulisanya masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Namun, besar
harapan penulis semoga makalah yang disusun ini bisa bermanfaat. Makalah ini dapat
terselesaikan atas usaha keras penulis dan bantuan rekan-rekan dalam diskusi untuk mengisi
kekuranganya.

Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa baik dalam
penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritik
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah
penulis berikutnya.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ...............................................................................................................iii

B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................iii

BAB II

PEMBAHASAN

A.Akad Prinsip pinjaman Murni (Wadi’ah) ....................................................................... 1

B. Akad Mudharabah, .......................................................................................................... 4

C. Akad Musyarakah ........................................................................................................... 6

D.Akad Murabahah ............................................................................................................. 8

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan ................................................................................................................... 11

B. Saran ............................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang berbasis Syariah Islam. Secara makro
bank syariah memposisikan dirinya sebagai pemain aktif daam mendukung dan memainkan
kegiatan investassi di masyarakat untuk melakukan di sekitar nya. Di satu sisi bank syariah
mendororng dan mengajak masyarakat untuk ikut aktif berinvestasi melalui berbagai
produkny, sedangkan di sisi lain bank syariah aktif untuk melakukan investasi di
masyarakat. Selain itu, secara mikro bank syariah merupakan lembaga keuangan yang
menjamin seluruh aktifitas operasinya, termasuk produk dan jasa keuagan yan g
ditawarkan, telah sesuai dengan prinsip islam.

Berbeda dengan produk dan jasa keuangan bank konvensional, produk dan jasa
keuangan bank syariah tidka terlepas dari jenis akad yang digunakan. Jenis akad yang
dingunakan oleh suatu produk biasanya melekat pada nama produk tabungan yang
mengunakan akad mudarabah, sedangkan tabungan wadi’ah berarti produk tabungan yang
menggunakan akad wadi’ah. Hal ini berarti segala ketentuan mengenai akad wadi’ah
berlaku untuk wadi’ah

Oleh sebab itu, melalui makalah ini pemakalah akan membahas apa saja akad- akad
yang terdapat pada bank syariah dan bagaimana penerapannya, menjelaskan konsep dasar
dari akad itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Konsep Dasar Operasional Bank Syari’ah ?
2. Apa yang dimaksud Akad wadi’ah ?
3. Apa yang dimaksud Akad Mudharabah ?
4. Apa yang dimaksud Akad Musyarakah ?
5. Apa yang dimaksud Akad Murabahah ?
6. Bagaimana Pengoperasionalan Akad-akad Operasional Bank Syariah ?

iii
BAB II

PEMBAHASAN

Konsep Dasar Operasional Bank Syari’ah

Dalam menjalankan fungsi dan perannya bank syari’ah secara garis besar, sistem
operasional bank syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari Beberapa aqad. Bersumber dari
aqad inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syari’ah, Akad
tersebut meliputi :

A. Akad Prinsip pinjaman Murni (Wadi’ah)

1. Pengertian

Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan
menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga keselamatan
barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan
“barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, barang, dokumen, surat berharga,
barang lain yang berharga disisi Islam. Sedangkan menurut KHES dalam pasal 20 Wadi’ah
adalah penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang
dipercaya untuk menjaga dana tersebut. 1

2. Rukun Wadiah Meliputi :

a. Muwaddi’/Penitip;

b. Mustauda’/Penerima Titipan

c. Wadi’ah Bih/Harta Titipan; Dan

d. Akad. 2

1
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Pasal (20)
2
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Pasal (22)

1
3. Macam-macam Wadi’ah

Jenis Wadiah Wadi’ah dibedakan dalam dua jenis yaitu:

a. Wadiah yad-amanah, titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang
titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip. Untuk memberikan gambaran
diberikan ilustrasi sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Amir seorang
tiggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan menggunakan kereta api. Untuk
menuju stasiun Gambir Jakarta ia menggunakan sepeda motor. Sesampainya di stasiun
gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada tukang parker dan atas penitipan
tersebut Amir membayar biaya parkir. Tukang parkir harus menjaga amanah dan tidak
diperkenankan untuk menggunakan sepeda motor Amir. Contoh di atas merupakan
ilustrasi wadiah yad-amanah, yang dalam perbankan syariah diaplikasikan dalam
produk “safe deposit box”. Bank syariah tidak diperkenankan untuk mempergunakan
atau mengambil manfaat dari barang yang ada pada safe deposit box tersebut, sehingga
imbalan bank syariah menerima fee.3 Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
disebutkan dalam Pasal 374 ayat 2 tentang wadi’ah amanah, yaitu “Dalam akad
wadi’ah amanah, mustaudi’ tidak dapat menggunakan wadi’ah bih, kecuali atas izin
muwaddi’”.

b. Wadiah yad-dhamanah, adalah titipan dimana barang titipan selama belum


dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari
hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak
penerima titipan. Untuk memberikan gambaran diberikan ilustrasi sederhana yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Imron seorang tiggal di Jakarta ingin pergi ke
Bandung dengan menggunakan kereta api. Untuk menuju stasiun Gambir Jakarta ia
menggunakan sepeda motor. Sesampainya di stasiun gambir Imron kemudian
menitipkan sepeda motor pada tukang parkir dan atas penitipan tersebut Imron
membayar biaya parkir. Pada saat menitipkan tersebut kepada tukang parkir Imron
mengatakan bahwa sepeda motor dapat dipergunakan untuk ngojek, tetapi sewaktu-
waktu Imron dating untuk mengambil sepeda motor harus ada dan utuh seperti semula.
Yang menjadi pertanyaan: Apakah Imron sebagai pemilik sepeda motor mendapat
bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang parkir? Dan apakah tukang parkir

3
http://blackspace12.blogspot.co.id/2016/05/makalah-akad-akad-perbankan-syariah.html, Diakses pada
13 Oktober 2017 pukul 16.36

2
harus membayar imbalan kepada Imron dan bagaimana resiko atas sepeda motor
tersebut. Jawabannya adalah pertama, Imron sebagai pemilik sepeda motor tidak
mendapat bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang parkir (karena titipan dan
bukan bagi hasil). Kedua tukang parkir tidak harus memberikan imbalan kepada Imron
dan semua resiko yang timbul atas sepeda motor adalah tanggung jawab tukang parkir.
Jika tukang parkir memberikan imbalan dari sebagian hasil ojek maka hal tersebut
merupakan kebijakan tukang parkir. Contoh di atas merupakan ilustrasi wadiah yad-
dhamanah, yang dalam perbankan syariah diaplikasikan untuk produk giro dan
tabungan. Pemilik rekening giro wadiah dan pemilik rekening tabungan wadiah
menitipkan dananya kepada bank syariah (penerima titipan). Untuk itu pemegang
rekening wadiah harus membayar biaya penitipan dan bank syariah sebagai penerima
titipan tidak ada kewajiban untuk memberikan imbalan. Namun atas kebijakannya bank
syariah dapat memberikan imbalan yang sering disebut “bonus” kepada penitip dengan
syarat:

1) Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) dari bank sebagai penerima titipan.

2) Bonus tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlah yang diberikan, baik dalam
presentase maupun nominal (tidak ditetapkan dimuka).

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah menyebutkan tentang akad wadi’ah


dhamanah, yaitu dalam pasal 374 ayat 3 yaitu “Dalam akad wadi’ah dhamanah
mustaudi’ dapat menggunakan wadi’ah bih tanpa seizin muwaddi’.4 Dan dalam Pasal
375 ayat 1 “Mustaudi’ dalam akad wadi’ah dhamanah dapat memberikan imbalan
kepada muwaddi’ atas dasar sukarela” dan ayat 2 yaitu “Imbalan yang diberikan
sebagaimana pada ayat (1) tidak boleh dipersyaratkan di awal akad.”5

4. Aplikasi Wadi’ah dalam perbankan Syariah

a. Giro Wadiah, Dalam Undang-undang no 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6 disebutkan yang
dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang
giro wadiah sebagai berikut:

4
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Pasal (374) ayat 3
5
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Pasal (375) ayat 1-2

3
1) Bersifat titipan

2) Titipan bis adiambil kapan saja (on call)

3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (atahaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank. 6

b. Tabungan Wadiah Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut


syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang
dapat dipersamakan dengan itu. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan tentang tabungan wadiah (Fatwa, 2006) sebagai berikut:

1) Bersifat simpanan

2) Simpanan bis adiambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.

3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya)
yang barsifat sukarela dari pihak bank. 7

B. Akad Mudharabah,

1. Pengertian

Akad Mudharabah merupakan akad yang ada dalam konsep ilmu Syariah. Mudharabah
berasal dari kata Adhdharby fil ardhi yang memiliki arti berpergian dalam urusan dagang.
Secara teknis, mudharabah merupakan akad kerja sama di bidang usaha baik antara pemilik
dana dan pengelola dana untuk dibuat sebuah usaha dan dikelola baik laba dibagi atas dasar
nisbah bagi hasil menurut kesepakatan baik pihak pertama maupun pihak kedua. Namun,
bila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh si-pemilik dana kecuali disebabkan oleh
pengelola dana itu sendiri.

Akad Mudharabah memang biasa disebut sebagai suatu transaksi pendanaan atau
investasi yang menggunakan kepercayaan sebagai modal utamanya. Seperti halnya pemilik
dana, memang sengaja memberikan dana pada pengelola untuk diolah agar lebih
bermanfaat dan lebih menguntungkan. Dari pengertian dan sikap awalnya saja, akad ini
membutuhkan rasa percaya antara pihak yang terlibat. Dalam istilah ekonomi, mudharabah

6
http://gusri7151.blogspot.co.id/2015/05/teknik-bagi-hasil-dengan-prinsip-wadiah.html, diakses pada
13 Oktober 2017 pukul 16.45
7
https://www.tongkronganislami.net/prinsif-wadiah-dalam-perbankan/, Diakses pada 13 Oktober 2017
pukul 16.39

4
biasa disebut trust financing yang memang bermodalkan keperayaan untuk membangun
sebuah transaksinya.

2. Macam-macam Akad Mudharabah :

a. Mudharabah mutlaqah,

Merupakan bentuk kerjasama yang dibangun antara pemilik dana dan pengelola dana
tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat ataupun investasi objeknya.
Dalam hal ini, pemilik dana memang memberikan kewenangan penuh atas hartanya untuk
dikelola oleh pengelola dana. Kontrak mudharabah muthlaqah dalam perbankan syariah
biasa digunakan untuk tabungan ataupun pembiayaan lain-lain. Sifat mudharabah ini tidak
terikat. Rukun transaksi mudharabah diantaranya dua pihak transaktor atau pemilik modal
dan pengelola, objek akad mudharabah atau modal dan usaha dan juga ijab dan kabul atau
biasa disebut persetujuan perjanjian. 8

b. Mudharabah musytarakah

Merupakan jenis akad selanjutnya yang bisa anda ketahui. Ketika awal kerjasama, akad
yang disepakati yakni akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, namun
ketika berjalanya usaha dan pengelola dana tertarik menanam modal pada usaha tersebut,
maka pengelola dana diperbolehkan untuk ikut dan menyumbang modal untuk bisa
mengembangkan usaha tersebut. Cukup banyak yang melakukan akad mudharabah
musytarakah, karena pada akhirnya banyak pengelola dana yang tergiur untuk bergabung
dan menerima keuntungan

3. Berakhirnya Akad Mudharabah

Akad mudharabah bisa saja berakhir dengan berbagai kejadian baik yang diharapkan
maupun tidak diharapkan. Sebenarnya lama kerja sama yang dibangun dalam akad ini tidak
tentu dan tidak memiliki batasan. Namun banyak pihak yang memilih menentukan jangka
waktu yang jelas agar usaha dan transaksi berjalan dengan jelas dan gamblang. Akad
mudharabah bisa berakhir jika :

8
https://assetsteiyo.wordpress.com/2016/07/16/konsep-operasional-perbankan-syariah/, Diakses pada
13 Oktober 2017 pukul 16.33

5
a) Salah satu pihak memutuskan untuk mengundurkan diri dari perjanjian, baik dengan
alasan diterima maupun tidak diterima. Karena akad ini haruslah terjadi dengan
kesediaan kedua belah pihak tanpa ada paksaan.

b) Dalam hal mudharabah tersebut, dibatasi waktunya atau diberikan waktu jelasnya

c) Jika salah satu pihak meninggal dunia atau mengalami hilang akal. Sehingga dianggap
sebagai hilangnya kesepakatan.

d) Pengelola dan tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk mencapai
tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad tersebut.

e) Modal yang dimiliki sudah habis atau tidak ada.

C. Akad Musyarakah

1. Pengertian

Akad musyarakah atau biasa disebut Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara
kedua belah pihak atau kemungkinan lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-
masing pihak akan memberikan kontribusi dana atau biasa disebut expertise, dengan
memiliki kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung oleh bersama.

Dalam bahasa Arab sendiri, Musyarakah memiliki artian mencampur, dimana dalam
hal ini pihak kerjasama mencampurkan modal menjadi satu dengan modal yang lainnya
sehingga tidak dapat di pisahkan satu dan lainnya. Musyarakah merupakan istilah yang
biasa dipakai dalam pembiayaan Syariah, istilah dari musyarakah lainnya yaitu syirkah atau
syarikah yang memiliki arti kata syarikat ataupun sekutu

Musyarakah sendiri dalam perbankan Islam sangat dipaham sebagai suatu bagian
kerjasama atau mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk sebuah produksi
barang maupun jasa. Tentunya produksi tersebut bisa bermanfaat bagi masyarakat banyak
dan juga diri sendiri, sama halnya dengan akad mudharabah. 9

9
https://dosenakuntansi.com/akad-musyarakah, Diakses pada 13 Oktober 2017 pukul 16.39

6
2. Macam-macam Musyarakah

a. Syirkah Al-Inan

Memiliki arti dimana ada dua pihak atau lebih memberikan penyertaan modalnya
dengan porsi yang berbeda, maka dengan bagi hasil keuntungan yang disepakati bersama
dan kerugian yang diderita akan di tanggung sesuai dengan besarnya porsi modalnya
masing-masing. Sehingga sebagian orang cenderung memilih jenis akad ini, karena lebih
aman dan menjanjikan. Ataupun bagi mereka yang tidak memiliki modal dan dana terlalu
besar. (Baca: Akad Mudharabah)

Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab akan ditentukan dengan kesepakatan bersama
dan tidak tergantung pada porsi modalnya, begitu juga dengan keuntungan yang akan
didapat. Mereka tidak akan bergantung dari porsi modal di sesuaikan dengan perjanjian di
muka.

Setiap mitra dari Syirkah Al-Inan maka akan bertindak sebagai wakil dibandingkan
mitra yang lainnya dalam hal modal, serta jenis pekerjaan yang dilakukan untuk keperluan
transaksi bisnisnya. Selain itu ciri khas lainnya adalah setiap mitra tidak akan saling
memberikan jaminan pada masing-masing mitra bisnisnya, meskipun dalam bentuk barang
atau persediaan sejenisnya.

Akad ini bersifat tidak mengikat dan pada saat tertentu, mitra dan partner bisa
mengundurkan diri dan mencoba memutus kontrak. Namun kembali lagi, anda harus
menggunakan prosedur yang teratur agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kerugian
mendadak. Selain itu cara mengundurkan diri pun menggunakan kerjasama dan penjualan
saham, bukan memutus bisnis secara sepihak.

b. Syirkah Al-Mufawadah

Dalam akad ini, setiap mitra harus menyertakan modal yang sama nilainya untuk
mendapatkan profit yang sesuai dengan modalnya. Begitupun jika mengalami kerugian dan
harus menanggung bersama sesuai modal. Para Ulama dari Mazhab Hanafi menyatakan
bahwa setiap partner saling menjamin untuk garansi bagi partner lainnya.

Sedangkan Ulama dari Mazhab Hanafi dan Zaidi memandang bahwa bentuk
partnership merupakan hal yang legal, sedangkan Mazhab Hanbali dan Shafi’i memandang
bahwa yang dipahami Mazhab Hanafi tidak berdasar dan ilegal. Sesungguhnya Syirka Al-

7
Mufawadah cukup sulit di aplikasikan, karena modal kerja dan keahlian dari masing-
masing partner berbeda-beda. Sedangkan untuk mewujudkan bisnis ini, porsi yang mereka
miliki harus sama beserta persediaan yang melingkupinya. 10

3. Rukun Musyarakah

Rukun dari akad Musyarakah terbagi menjadi tiga, diantaranya :

1. Pelaku akad yakni para mitra usaha

2. Objek akad, yakni modal atau mal, kerja atau dharabah dan keuntungan atau ribh

3. Sedangkan terakhir yakni ijab dan qabul atau disebut Shighah

D. Akad Murabahah

1. Pengertian

Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (ُ‫)الربْح‬
ِ yang berarti
kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah salah
satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Dalam pengertian lain Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Pembayaran atas akad jual beli Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun kredit.
Hal inilah yang membedakan Murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus
memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah
keuntungan yang diperoleh.

Para ulama telah sepakat (ijmâ’) akan kebolehan akad murabahah, tetapi Alquran tidak
pernah secara langsung dan tersurat membicarakan tentang murabahah, walaupun di
dalamnya ada sejumlah acuan tentang jual beli dan perdagangan. Demikian juga
tampaknya tidak ada satu hadis pun yang secara spesifik membicarakan mengenai
murabahah. Oleh karena itu, meskipun Imam Malik dan Imam Syafii membolehkan jual
beli murabahah, tetapi keduanya tidak mempekuat pendapatnya dengan satu hadis pun.
Sedangkan dasar hukum yang dijadikan sandaran kebolehan jual beli murabahah di buku-

10
Ibid.

8
buku fikih muamalat kotemporer lebih bersifat umum karena menyangkut jual beli atau
perdagangan pada umumnya. 11

2. Rukun dan syarat Murabahah

Rukun Murabahah yaitu :

a) Transaktor (pihak yang bertransaksi).

b) Obyek murabahah.

c) Ijab dan kabul.

Syarat Murabahah yaitu :

a) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.

b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.

c) Kontrak harus bebas riba.

d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian.

e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,


misalnya: jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya unsur
keterbukaan.

3. Aplikasi Murabahah di Perbankan Syari’ah

Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan pada
Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Peraturan Bank Indonesia (PBI). Menurut keputusan fatwa DSN Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada perbankan syariah adalah sebagai berikut:

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.

11
http://ari-farouq.blogspot.co.id/2016/03/akad-murabahah-dalam-perbankan-syariah.html, Diakses
pada 13 Oktober 2017 pukul 16.55

9
c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.

d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian
ini harus sah dan bebas riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara hutang.

f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank
dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik
bank.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi, Dalam menjalankan fungsi dan perannya bank syari’ah secara garis besar, sistem
operasional bank syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari Beberapa aqad. Bersumber dari
aqad inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syari’ah, Akad
tersebut meliputi :

1. Akad Wadi’ah, yaitu penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak
penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut
2. Akad Mudharabah, Yaitu akad kerja sama di bidang usaha baik antara pemilik dana
dan pengelola dana untuk dibuat sebuah usaha dan dikelola baik laba dibagi atas dasar
nisbah bagi hasil menurut kesepakatan baik pihak pertama maupun pihak kedua.
Namun, bila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh si-pemilik dana kecuali
disebabkan oleh pengelola dana itu sendiri.
3. Akad Musyarakah, Yaitu kerjasama antara kedua belah pihak atau kemungkinan lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak akan memberikan kontribusi
dana atau biasa disebut expertise, dengan memiliki kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko akan ditanggung oleh bersama.
4. Akad Murabahah, Yaitu transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
B. Saran

Makalah ini kami buat dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Tak luput
dari itu makalah ini tak terhindar dari kesalahan dan kekurangan.Untuk itu, kritik dan saran
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan dan perbaikan makalah berikutnya

11
DAFTAR PUSTAKA

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Buku II

http://blackspace12.blogspot.co.id/2016/05/makalah-akad-akad-perbankan-syariah.html,

http://gusri7151.blogspot.co.id/2015/05/teknik-bagi-hasil-dengan-prinsip-wadiah.html,

https://www.tongkronganislami.net/prinsif-wadiah-dalam-perbankan/,

https://assetsteiyo.wordpress.com/2016/07/16/konsep-operasional-perbankan-syariah/,

https://dosenakuntansi.com/akad-musyarakah,

http://ari-farouq.blogspot.co.id/2016/03/akad-murabahah-dalam-perbankan-syariah.html,

12

Anda mungkin juga menyukai