Anda di halaman 1dari 9

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF OTONOMI DAERAH

TERHADAP KEMAJUAN BANGSA INDONESIA


Posted on 30 Juni 2008 by Abdul Majid

A. Pengertian Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah


daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi
dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya
desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan
adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar
pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan
keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan
relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari
segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan
pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

B. Sentralisasi dan Desentralisasi

Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan


pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an
terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat
dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan
negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat
dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang
akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa
Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana
sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah
“melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah”.

Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran
pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak
ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya
ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

Masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara
negara saja. Pada akhirnya kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat
ini di banyak wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga
kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian tujuan
kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak daerah dan langsung
harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal dengan kepentingan sempit.

Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah.
Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai alat
merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah
dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah daerah sering pada situasi
terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan lokal. (sumber acuan

http://www.kompas.comKamis, 02 Juni 2005)

C. Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi bagi Kemajuan Bangsa Indonesia

Jika kita tinjau lebih jauh penerapan kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi sekarang ini,
cukup memberikan dampak positif nagi perkembangan bangsa indonesia. Dengan adanya sistem
desentralisasi ini pemerintahan daerah diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur
daerahnya, karena dinilai pemerintahan daerah lebih mengetahui kondisi daerahnya masing-
masing. Disamping itu dengan diterapkannya sistem desentralisasi diharapkan biaya birokrasi
yang lebih efisien. Hal ini merupakan beberapa pertimbangan mengapa otonomi daerah harus
dilakukan.

Dalam setiap kebijakan atau keputusan yang diambil pasti ada sisi positif dan sisi negatifnya.
Begitu juga dengan penerapan sistem desentaralisasi ini, memiliki beberapa kelemahan dan
kelebihan. Secara terperinci mengenai dampak dampak positif dan negatif dari desentarlisasi
dapat di uraikan sebagai berikut :

a. Segi Ekonomi

Dari segi ekonomi banyak sekali keutungan dari penerapak sistem desentralisasi ini
dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya,
dengan demikian apabila suber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka
pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada
majalah Tempo Januari 2003 “Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
Berbasis Komunitas Lokal” disebutkan :

“Sebagaimana telah diamanatkan oleh Deklarasi Rio dan Agenda 21, pengelolaan sumberdaya alam berbasis
komunitas merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi
dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah
tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia
memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi
kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya……………………dsb

Namun demikian, sejak dicapainya kemerdekaan Indonesia, kecenderungan yang terjadi adalah sentralisasi
kekuasaan. Sejak orde lama sampai berakhirnya orde baru, pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan
seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi
daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini
dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya
mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya…………dsb
Pelaksanaan desentralisasi mempunyai dua efek yang sangat berlawanan terhadap pengelolaan sumber daya
kelautan tergantung dari pendekatan dan penerapannya. Desentralisasi akan mengarah pada over eksploitasi dan
kerusakan tanpa adanya pendekatan yang baik, namun sebaliknya dapat memaksimalkan potensi sumberdaya
kelautan dengan tetap mengindahkan aspek kelestarian dan kelangsungan. prasyarat diperlukan demi tercapainya
pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal.

Kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan sumberdaya kelautan dan terdapatnya akuntabilitas
otoritas lokal merupakan prasyarat utama demi tercapainya pengelolaan sumberdaya kelautan dalam kerangka
pelaksanaan desentralisasi (Ribbot 2002)……………”

Dari artikel diatas telah jelas betapa perlunya suatu otonomi daerah dilakukan,
masyarakat merindukan adanya suatu kemandirian yang diberikan kepada mereka untuk
merusaha mengembangkan suber daya alam yang mereka miliki, karena mereka lebih
mengetahui hal-hal apa saja yang terbaik bagi mereka.

Artikel diatas cukup memberikan gambaran betapa pentingnya otonomi daerah, tetapi
disamping itu dengan tidak menutup mata ada beberapa hal yang harus diperhatikan, dengan
adanya penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah
(pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN. Seperti yang dimuat pada majalah
Tempo Kamis 4 November 2004 (www.tempointeraktif.com) “Desentralisasi Korupsi Melalui

Otonomi Daerah”

“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai Rp 30
miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan
dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi menyangkut
gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD.

………………………
Sehingga ada ketidak jelasan akuntabilitas kepala daerah terhadap masyarakat setempat, yang membuat bentuk-
bentuk tanggung jawab kepala daerah ke publik pun menjadi belum jelas. ?Karena posisi masyarakat dalam proses
penegakan prinsip akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, belum jelas, publik tidak pernah tahu
bagaimana kinerja birokrasi di daerah,? ujarnya.

………………………….
Untuk itu Andrinof mengusulkan, selain dicantumkan prosedur administrasi dalam pertanggung jawaban anggota
Dewan, juga perlu ada prosedur politik yang melibatkan masyarakat dalam mengawasi proyeksi dan pelaksanaan
APBD. Misalnya, dengan adanya rapat terbuka atau laporan rutin ke masyarakat melalui media massa.

Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah:

1. Korupsi Pengadaan Barang Modus : a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar. b.
Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.

2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)

Modus :a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi. b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan
pribadi.

3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.

Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)

Modus : a. Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).

5. Bantuan fiktif

Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.

6. Penyelewengan dana proyek

Modus :a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi. b. Memotong dana proyek tanpa
sepengtahuan orang lain.

7. Proyek fiktif fisik

Modus : Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu nihil.

8. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran.

Modus :a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan. b. Penetapan target penerimaan

…………………………………”
Sumber : The Habibie Center

Berdasarkan artikel diatas dapat disimpulkan bahwa disamping memiliki dampak positif
otonomi daerah juga memiliki dampak negatif, bahkan dampak yang ditimbulkan sangatlah
besar, dan apabila hal ini terus terjadi bukan kemakmuran dan kemandirian yang di peroleh
malahan kesengsaraan dan kemiskinan yang akan kita peroleh. Oleh sebab itu peranan
masyarakat dalam melakukan kontrol sangantlah penting dan yang lebih penting adalah dari
pejabat itu sendiri. Bagaimana ahklak pribadi pejabat tersebut.

b. Segi Sosial Budaya

Mengenai sosial budaya ini saya belum menemukan artikel yang secara penuh membahas
mengenai dampak sosial budaya. Tetapi menurut analisis saya dengan diadakannya akan
memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem
desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan
yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di
perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut.

c. Segi Keamanan dan Politik

Dalam segi politik ini saya masih kurang begitu paham. Menurut pendapat saya dengan
diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara
Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijakna ini akan bisa meredam daerah-daerah yang
ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem
atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi otonomi daerah berpotensi menyulut
konflik antar daerah. Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli 2003 ”Mengatur
Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan” ”

”……………..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke kabupaten-kabupaten dan


kota-kota – tingkat kedua pemerintahan daerah sesudah provinsi – diikuti dengan pemindahan
fiskal cukup banyak dari pusat. Peraturan yang mendasari desentralisasi juga memperbolehkan
penciptaan kawasan baru dengan cara pemekaran atau penggabungan unit-unit administratif
yang eksis. Prakteknya, proses yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak
bergabung tetapi merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan beberapa provinsi
baru serta hampir 100 kabupaten baru.

Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan meningkatnya ekonomi
yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru dalam soal tanah,
sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk
kepentingan personal. Namun begitu, proses desentralisasi juga telah meningkatkan prospek
pencegahan dan manajemen konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang
lebih dipercaya……..”

………………………

Disisi lain ada pendapat yang berbeda, malahan GADJAH MADA UNIVERSITY akan
mengadakan ”Pelatihan Penanganan Konflik dalam Konteks Desentralisasi” yang latar
belakan dan tujuan pelatihan ini adalah:

”Desentralisasi merupakan sebuah terobosan besar dalam pengelolaan politik, ekonomi, dan
sosial di Indonesia. Dengan desentralisasi daerah memiliki peluang yang besar untuk
mengembangkan potensi diri masing-masing. Pada saat yang sama, desentralisasi juga
menuntut kesiapan daerah untuk lebih mandiri, termasuk mengelola konflik-konflik yang
berkembang baik setelah proses desentralisasi ataupun konflik-konflik yang selama ini dikelola
dengan mengandalkan pemerintah pusat.

Banyak daerah saat ini menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Hubungan sosial antar
anggota masyarakat yang tidak harmonis, kesenjangan sosial, serta kebijakan pemerintah yang
tidak sensitif terhadap konflik merupakan faktor-faktor yang sangat potensial bagi munculnya
konflik di daerah…………

TUJUAN
1. Memberikan pemahaman pada peserta tentang potensi yang memungkinkan timbulnya konflik
dalam desentralisasi.
2. Memberikan alat analisis dalam membuat kebijakan daerah yang membuat sensitif konflik.
3. memberikan pijakan praktis bagi pembuatan kebijakan yang sensitif konflik.
4. Mengkaji penanganan konflik yang dilakukan oleh berbagai daerah, melalui studi kasus
ataupun kunjungan lapangan.

d. Segi Pelayanan Pemerintah

Mengenai pelayanan ini saya mengutip dari internet www.deliveri.org ”Memberikan Pelayanan
yang Bermutu” (tanggal dan tahun lupa dicatat). Yang menyatakan:

……….Disamping Sampai pada pertengahan tahun 1999, perencanaan dan pemberian


pelayanan pemerintah masih diatur oleh Undang-undang No.5 tahun 1974 (juga dikenal dengan
nama P5D). UU ini menggambarkan dua “struktur” utama: top-down dan bottom-up. Di dalam
struktur top-down, pemerintah pusat mengembangkan dan membiayai berbagai program dan
proyek yang dilaksanakan dengan mengikuti instruksi yang rinci oleh badan-badan pemerintah
di daerah, dengan sedikit atau bahkan tanpa keterlibatan pelanggan yang hanya berperan
sebagai “penerima” pelayanan. Sementara di bawah struktur bottom-up, pemerintah daerah
diharapkan untuk dapat membuat perencanaan dan melaksanakan program. Program ini
diidentifikasi dan diprioritaskan menurut kebutuhan daerah dengan berkonsultasi pada
pemerintah tingkat bawah dan anggota masyarakat. Walaupun terdapat keseimbangan yang
jelas antara struktur top-down dan bottom-up pada P5D, namun karena aparat daerah kurang
memiliki keahlian dalam mengembangkan dan melaksanakan program-program lokal, dan
kebanyakan dana datang dari pusat, serta perencanaan proyek yang sangat terikat oleh
pemerintah pusat, maka struktur top-down berlaku secara umum…………..

………………………

Berdasarkan wacana diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka
setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut
apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari.
Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program
tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusus
perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai