Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul “Khilafah dan khalifah” serta tak lupa pula penulis haturkan shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang sekarang ini yakni zaman yang
penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa baik dalam
penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan
kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk penunjang dalam
pembuatan makalah penulis berikutnya.
1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................................... 12
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Namun beberapa kalangan dari kaum Muslim Mekkah dan Madinah saat itu
meyakini bahwa Nabi Muhammad telah memberikan banyak indikasi yang
menunjukan bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantunya, sebagai
pengganti dirinya. Mereka mengatakan bahwa Abū Bakar merebut kekuasaan
dengan kekuatan dan kelicikan[rujukan?]. Semua Khalifah sebelum Ali juga
dianggap melakukan hal yang sama oleh kalangan ini, hal inilah yang memicu
munculnya kaum Syiah belakangan pada masa kekhalifahan Muawiyah, lebih
tepatnya setelah masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib berakhir
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Khilafah dan Khalifah ?
2. Bagaimana sistem pengangkatan dan pemberhentian seorang khalifah ?
3. Apa saja syarat menjadi seorang Khalifah ?
4. Apa saja tugas seorang khalifah ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pandangan aliran Sunni, diyakini tak ada petunjuk teks Al Quran
mengenai siapa pengganti Nabi. Kalangan Sunni juga tak meyakini ihwal hadis
penunjukan siapa pengganti Nabi.
Beda dengan kalangan Syiah yang meyakini Ali, sepupu sekaligus menantu
Nabi, sebagai pengganti Nabi. Hadis Nabi yang diucapkan di Ghadir Hum
sepulang dari haji wada' dijadikan sandaran kuat oleh kalangan Syiah bahwa
kepemimpinan setelah Nabi wafat hanyalah untuk Ali.
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap
ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.
Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas
izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang
zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan
mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada
kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin
Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti
manhaj kenabian.” Beliau kemudian diam. (HR Ahmad dan al-Bazar).
5
B. Sistem Pengangkatan atau pemilihan Khalifah
Ketiga, dengan sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi
pada sebagian Khalifah di zaman Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem ini jelas
tidak sah karena bertentangan dengan banyak dalil Syar’i dan praktek
Khulafaurrasyidin.
C. Syarat-syarat Khalifah
Karena Khalifah itu adalah pemimpin tertinggi umat Islam, bukan hanya
pemimpin kelompok atau jamaah umat Islam tertentu, dan bertanggung jawab
atas tegaknya ajaran Islam dan ururusan duniawi umat Islam, maka para ulama,
baik salaf (generasi awal Islam) maupun khalaf (generasi setelahnya), telah
6
menyepakati bahwa seorang Khalifah itu harus memiliki syarat atau kriteria
yang sangat ketat. Syarat atau kriteria yang mereka jelaskan itu berdasarkan
petunjuk Al-Qur’an, Sunnah Rasul Saw. dan juga praktek sebagian Sahabat,
khususnya Khulafaurrasyidin setelah Rasul Saw, yakni Abu Bakar, Umar,
Utsman dan Ali, radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
7
h. Pemberani. Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana
mungkin orang pengecut itu memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama
Allah dan urusan Islam dan umat Islam? Ini yang dijelaskan Umar Ibnul
Khattab saat beliau berhaji : Dulu aku adalah pengembala onta bagi Khattab
(ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat, aku dipukuli, ia berkata : Anda telah
menelantarkan (onta-onta) itu. Jika aku tergesa-gesa, ia pukul aku dan
berkata : Anda tidak menjaganya dengan baik. Sekarang aku telah bebas
merdeka di pagi dan di sore hari. Tidak ada lagi seorangpun yang aku takuti
selain Allah.
i. Dari suku Quraisy, yakni dari puak Fihir Bin Malik, Bin Nadhir, Bin
Kinanah, Bin Khuzai’ah. Para ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika
memenuhi syarat-sayarat sebelumhya. Jika tidak terpenuhi, maka siapapun
di antara umat ini yang memenuhi persayaratan, maka ia adalah yang paling
berhak menjadi Khalifah.
8
a. Tamkin Dinillah (menegakkan agama Allah) yang telah diridhai-Nya dengan
menjadikannya sistem hidup dan perundangan-undangan dalam semua aspek
kehidupan.
b. Menciptakan keamanan bagi umat Islam dalam menjalankan agama Islam
dari ancaman orang-orang kafir, baik yang berada dalam negeri Islam
maupun yang di luar negeri Islam.
c. Menegakkan sistem ibadah dan menjauhi sistem dan perbuatan syirik
(QS.An-nur : 55)
d. Menerapkan undang-undang yang ada dalam Al-Qur’an, termasuk Sunnah
Rasul Saw. dengan Haq dan adil, kendati terhadap diri, keluarga dan orang-
orang terdekat sekalipun. (QS. Annisa’ : 135, Al-Maidah : 8 & 48, Shad : 22
& 26)
e. Berjihad di jalan Allah.
E. Pemberhentian Khalifah
9
c. Khalifah menjadi gila namun tidak parah, kadang sembuh dan kadang
gila;
d. Khalifah tidak lagi dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai khalifah
karena suatu sebab, baik karena cacat anggota tubuhnya atau karena
sakit keras yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya;
e. Ada tekanan yang menyebabkan Khalifah tidak mampu lagi menangani
urusan kaum Muslim menurut pikirannya sendiri, sesuai dengan hukum
syariah.
10
c. Ketiga: cara damai (ath-thuruq as-silmiyah), yaitu ahlul halli wal ‘aqdi
menasihati Khalifah dan mengingatkan bahaya yang ditimbulkan dari
penyimpangannya; memberi dia waktu dan bersabar, mungkin ia sadar lalu
meninggalkan kezaliman dan kejahatannya. Namun, jika ia terus dengan
kezaliman dan kejahatannya, maka umat wajib memberhentikan Khalifah
dengan cara yang dimungkinkan, dengan syarat: tidak menimbulkan
kemungkaran yang lebih besar. Pasalnya, tidak boleh menghilangkan
kemungkaran dengan menciptakan kemungkaran yang lebih besar; termasuk
dalam cara ini adalah apa yang sekarang disebut dengan “pembangkangan
sipil, al-‘ishyân al-madani”. Caranya: Jika umat merasa bahwa Imam
(Khalifah) telah fasik, ia menjadi budak hawa nafsunya serta zalim,
sehingga tidak layak lagi menduduki jabatan Khilafah, maka disampailkan
kepada dia nasihat. Jika ia menolak dan keras kepala, umat wajib
memboikot Khalifah dan siapa saja yang memiliki hubungan dengan
dirinya. Dengan demikian, Khalifah mendapati dirinya jauh dari umat, baik
ia menjadi tidak berharga atau asing di tengah umat
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khilafah dan Khalifah dua hal yang saling terkait. Keduanya merupakan
ajaran Islam yang fundamental. Menegakkan Khilafah dan memilih Khalifah
hukumnya wajib. Semua umat Islam berdosa selama keduanya belum terwujud.
Khilafah bukan tujuan, akan tetapi adalah alat untuk menegakkan dan
menerapkan agama Allah secara menyeluruh dan orisinil. Allahu a’lamu bish-
shawab.
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
http://watirachma.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-khilafah-dan-khalifah.html
https://www.facebook.com/notes/danyputra-ip/khilafah-dan-khalifah-sistem-
pemerintahan-islam-nutrisi-penting-bagi-praja-muda-/10151955905400254/
https://beritagar.id/artikel/telatah/antara-khilafah-dan-khalifah
http://myrieryapriellya.blogspot.co.id/2015/06/makalah-fiqih-tentang-khalifah-
dan.html
http://watirachma.blogspot.com/2012/03/pengertian-khilafah-dan-khalifah.html
13