Anda di halaman 1dari 11

Government Responsibilities dan Etika Pembangunan : Hubungan Public Private

Partnerships dan pemerintah kota tangerang terhadap kewilayahan

BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, Kita sudah banyak sekali di perlihatkan sebuah bentuk pemerintahan dari
yang berbentuk Horizontal sampai Vertikal. kemudian dalam menjalankan fungsi maka
banyak kebutuhan yang diberikan di dalam pemerintahan tersebut. hadirnya sebuah Trias
Politica. Di dalam Trias Politika atau lebih ke pemikiran Montesquieu memberikan
pandangan bahwa sebuah negara demokrasi itu dibagi kekuasaannya menjadi 3 bagian, yaitu
: Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. lalu negara indonesia sendiri merupakan penganut
sistem tersebut, secara langsung.
Gagasan ini sudah dilancarkan oleh para pemikir terdahulu, yaitu Montesquieu.
dimana kehadiran Pemikiran Trias Politika ini memberikan angin sejuk untuk hadirnya
pembatasan sebuah lembaga berkewenangan, penerapan ini tidak hanya berlaku pada
pemerintahan pusat saja, namun di ranah hirarki yang lebih ke daerah pun digunakan secara
demokrasi.
Kemudian, di hadirkan sebuah Istilah otonomi daerah pada setiap wilayah dengan
ketentuan yang ada. merupakan sebuah sistem yang diberikan kewenangan penuh pada
sebuah kelembagaan dalam lingkup Provinsi dan Kabupaten untuk melakukan pengelolaan
pada daerahnya. pada sebuah kausalitas yang ada, Otonomi secara etimologi berasal dari dua
kata bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri) dan nomos (peraturan) atau undang-undang. Oleh
karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri atau undang undang sendiri, yang selanjutnya
berkembang menjadi pemerintahan sendiri. ini merupakan hasil perlawan dari Sistem
sentralistik pada zamannya dahulu. lalu sistem Sentralistik ini adalah sebuah kewenangan
pemerintah yang terpusat pada lingkar Eksekutif Pusat dan Legislatif Pusat. Alur itu dimulai
dari Top Down atau lebih simplenya itu menunggu perintah dari pusat kemudian baru
dilaksanakan. maka hadirnya sebuah ketimpangan pada aspirasi masyarakat di daerah -
daerah tertentu.
Jika ditelaah secara mendalam hal-hal ini bilang diteruskan akan menghasilkan siklus
sebuah polarisasi yang jelas. seperti munculnya sebuah kantong-kantong kemiskinan yang
berdampak tingginya masyarakat miskin dan pengangguran. persoalan ini bisa menjadi efek
domino dimana kemungkinan besar terhadap fenomena maraknya KKN yang dilakukan
secara berjamaah oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Melihat semua ini dari sebuah Pemerintah Di kota Tangerang Selatan,dimana
merupakan sebuah bagian dari Provinsi Banten yang berada di bagian timur Provinsi banten.
wilayah ini juga berada pada radius 30 Km sebelah Barat Jakarta dan 90 Km sebelah
Tenggara Serang, Ibu Kota Banten. pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan terletak di
kecamatan Ciputat. jika dilihat terhadap sejarahnya Tangsel merupakan wilayah hasil
pemekaran dari Kabupaten Tangerang. dimana diresmikan pada tanggal 29 Oktober 2008,
oleh menteri dalam negeri yaitu Mardiyanto. Lokasi yang dekat dengan Ibu Kota Jakarta
membuat Tangsel menjadi salah satu Kota Penopang dari segi tempat tinggal bagi para
pekerja yang komuter. maka hal ini membuat tangsel ada sebuah ciri khas khusus dalam
potensi properti dalam menggerakan laju perekonomian pemerintah tersebut. Kota Tangerang
Selatan juga memiliki kewenangan dalam mengambil beberapa keputusan di dalam
pemerintahannya.
Pemerintahan Kota Tangerang Selatan dimana secara administratif, terdiri dari Tujuh
Kecamatan, 54 Kelurahan, 746 Rukun warga (RW) dan 3.913 Rukun Tetangga (RT). lalu
dalam ranah kesejahteraan sebuah perencanaan yang dibuat oleh Pemerintah kota itu terhadap
IPM sangatlah tinggi. pada tahun 2020 IPM kota Tangerang Selatan 81%. lalu pada
perekonomian kota tangerang selatan memiliki sebuah identitas yang kuat, namun sebagai
kota yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, geliat perekonomian di kota Tangerang
Selatan lebih diDominasi oleh sektor Tersier sebesar 75,82 %, sedangkan sektor sekunder dan
sektor primer masing-masing sebesar 23,96 % dan 0,22%.lalu tangerang selatan bisa di
bilang merupakan sebuah tempat populer terkait wilayah hunian. hal ini bukanlah tanpa
kausalitas. coba dipahami secara mendalam. infrastruktur modern, fasilitas lengkap dan akses
yang mudah didapatkan untuk kendaraan pribadi. wilayah mumpuni di tangsel pun ada.
seperti BSD City serpong mulai banyak bermunculan gedung-gedung abrun yang megah.
pusat perbelanjaan, apartemen, hotel, pusat hiburan dari juliner, pusat perkantoran, rumah
sakit, dan pusat pendidikan yang telah hadir disana. lalu ada kawasan bintaro, dimana
berbagai infrastruktur berupa gedung perkantoran,pusat belanja,rumah sakit, pusat
pendidikan telah di berdiri di kawasan tersebut. lalu menghadirkan fly over dalam
penghubung di wilayah tersebut.
Penekanan wilayah perekonomian hanya ada di dua wilayah itu saja, mesti harus jadi
sebuah pertanyaan terhadap hal-hal itu. karena menanggapi dari dasar PERATURAN
DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 -
2031. maka dari itu seyogyanya kita tahu penerapan tata ruang wilayah kota tangerang
selatan itu harus merata. lalu kehadiran seperti ini pada perekonomian secara tidak langsung
dipegang oleh swasta di wilayah-wilayah tersebut atau Public Private partnership. Menurut
William J. Parente dari Program Jasa Lingkungan USAID, definisi PPP adalah “perjanjian
atau kontrak, antara badan publik dan pihak swasta, di mana: (a) pihak swasta menjalankan
fungsi pemerintah untuk jangka waktu tertentu, (b) pihak swasta menerima kompensasi untuk
menjalankan fungsi, secara langsung atau tidak langsung, (c) pihak swasta bertanggung
jawab atas risiko yang timbul dari menjalankan fungsi dan, (d) fasilitas umum, tanah atau
sumber daya lainnya dapat dialihkan atau disediakan untuk pihak swasta."namun sebenarnya
kebijakan seperti ini merupakan sebuah solusi yang bisa digunakan dalam pemerintahan.
Prakteknya persoalan bahkan muncul ketika tahap awal kebijakan tersebut akan dilakukan
seperti mendesain kontrak antara pemerintah dengan mitra yang bermasalah, hingga
ekspektasi yang tidak realistis dari kebijakan PPP itu sendiri. Meskipun pandangan awal di
kerja sama ini merupakan dalam ranah infrastruktur, tidak berarti infrastruktur telah tercukupi
dan tersedia dalam mendukung pembangunan. Dalam realitasnya, ketersediaan infrastruktur
belum mencapai kondisi ideal untuk mendukung perekonomian. Salah satu kendala yang
dihadapi adalah keterbatasan anggaran pemerintah untuk membangun infrastruktur, terutama
saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara harus didistribusi sebijaksana mungkin untuk
membiayai pos-pos penting lainnya seperti kesehatan, pendidikan hingga pos pertahanan
keamanan. Kemitraan publik-swasta di pelayanan publik harus dilaksanakan secara
proporsional, masing-masing aktor yang terlibat perlu menyatukan kekuatan untuk mencapai
tujuan berpartner, yaitu berupa pelayanan publik yang berkualitas. Adapun sinergi yang
dikembangkan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam menjalin kemitraan.
Sebagian besar tampilan kemitraan menekankan bahwa PPP didirikan karena mereka
dapat menguntungkan kedua sektor publik dan pribadi. Garis pemikirannya adalah sederhana
baik sektor publik maupun swasta tentang bagaimana meningkatkan kualitas layanan tertentu.
Pikiran antar sektor publik dan swasta digabungkan, hasilnya akhir akan lebih baik untuk
semua(Vaillancourt, 2000). Kemitraan berusaha melibatkan masyarakat,baik dalam bentuk
kelompok maupun individu. Vigoda (2002:527) menyebutkan mereka sebagai “pemain
sosial” yang memiliki tingkat minat, keahlian, sumber daya dan kemampuan membuat
keputusan bervariasi. Vigoda menyoroti kondisi ideal dari proses kemitraan di mana
masyarakat sebagai warga negara dan pemerintah sebagai penanggung jawab pemerintah
sebagai pasangan "mitra" dalam proses pengambilan keputusan. Terutama di proses
pemberian layanan, warga harus diperlakukan sebagai rekan kerja, dan tidak sebagai subjek
atau pelanggan. Masuknya sektor swasta mengakibatkan persaingan akan tumbuh, efisiensi
diharapkan menjadi lebih baik dan layanan bisa lebih bervariasi (Soesilo, 2007). Sektor
sektor swasta dikondisikan untuk bekerja efektif dan efisien dengan struktur organisasi dan
personel yang tidak kaku, di mana itu tidak ditemukan di lingkungan kerja instansi
pemerintah (Rukmana,1993). Mewujudkan kemitraan ini akan menciptakan pelayanan publik
yang berkualitas, efektif dan bervariasi.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan melakukan sebuah etika yang lebih mendasarkan
pada kebijakan pengambilan keputusan pembangunan yang di dalamnya. karena hal ini
kembali lagi pada pemerintah kota terkait (Government Responsibilities). kemudian terhadap
Government Responsibilities ini. seharusnya memiliki pandangan yang responsif. karena
ditakutkan pada kebijakan ini bukan kesejahteraan yang didapat namun semua polarisasi baru
dalam ranah perekonomian dan sosial realitasnya.
Lalu coba di mengerti terhadap dasar etika dimana dijelaskan oleh K.Bertens (2011)
bahwa terdapat 3 arti, Etika merupakan nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.etika
merupakan kumpulan asas atau nilai moral, Etika Merupakan ilmu tentang yang baik atau
buruk. lalu pada umumnya sebuah etika itu bersifat mutlak. dimana seluruh masyarakat harus
bisa dikatakan memiliki sebuah etika di dalamnya.namun tidak dapat dipungkiri juga, bahwa
setiap masyarakat memiliki kultur masing-masing didalamnya. maka secara tidak langsung
etika bersifat relatif, mhanduk arti bahwa tiada ada sebuah prinsip moral yang mana
benar-benar secara umum, kebenaran yang dibawa prinsip moral pada hakikatnya akan
menjadi relatif terhadap sebuah budaya.
lalu pembangun merupakan proses perubahan yang dapat dikatakan terencana dimana
sesuai kondisi sosial, budaya dan lingkungan. walaupun banyak perubahan secara positif
maupun negatif. Pembangunan Merupakan sebuah prinsip bagi Negara-negara dunia ketiga,
termasuk indonesia sendiri. padahal pada pemerintahan orde baru, pembangunan merupakan
sebuah kata kunci yang memberikan kebebasan manusia indonesia dari sebuah kemiskinan.
Pembangunan dalam hal ini dimaknai sebagai usaha untuk memajukan kehidupan suatu
bangsa. progresifitas yang dimaksud dalam definisi yang dikemukakan munandar tersebut
adalah kemajuan material, sehingga pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan
yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi. masyarakat dapat langsung menilai
kinerja pemerintahan khususnya dalam penanganan pengelolaan wilayah yang diterima.
karena wilayah merupakan hal yang penting untuk kebanyakan orang dan dampaknya
langsung dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat, dimana keberhasilan kebijakan
tersebut dapat membangun kinerja sebuah pemerintahan yang secara professional, efektif,
efisien, dan akuntabel akan mengangkat citra positif di pemerintahan.
1.2 Rumusan Permasalah
1. Kenapa Government Responsibilities Kota Tangerang selatan dalam
ketimpangan Terhadap Public Private Partnership wilayah tersebut ?
2. Bagaimana Etika pembangunan yang disiapkan dalam Public Private
Partnership daerah tersebut ?
3. Bagaimana Pandangan Masyarakat sekitar terhadap pembangunan public
Private Partnership ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. untuk mengetahui seberapa Government Responsibilities kota tangerang
selatan terhadap sebuah fenomena yang terjadi disana
2. Untuk Memahami Etika pembangunan di wilayah Kota tangerang selatan.
3. Untuk menjadi bahasan pemahaman terhadap masyarakat tentang tata kelola
kota dan bertanggung jawabnya pemerintah terhadap rakyatnya
1.4 Batasan Istilah
Agar dapat memperoleh sebuah perspektif yang sama antara penyusun dan
pembaca, tentang istilah pada tugas ini, maka perlu ada pembatasan istilah. adapun
pembatasan istilah yang terkait dengan judul skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah bertanggung jawab untuk menciptakan dan menegakkan aturan
masyarakat, pertahanan, urusan luar negeri, ekonomi, dan layanan publik.
2. Hubungan adalah Proses Pembaruan sebuah hal seperti dalam bentuk kebijakan dan
proses terkait menghidupkan.
3. Kebijakan adalah Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan
adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
4. Publik Private Partnership merupakan bentuk perjanjian antara sektor publik
(Pemerintah) dengan sektor privat (Swasta) untuk mengadakan sarana layanan publik
yang diikat dengan perjanjian, terbagi menjadi beberapa bentuk tergantung kontrak
dan pembagian resiko.
5. Kota Tangerang Selatan Merupakan merupakan sebuah bagian dari Provinsi Banten
yang berada di bagian timur Provinsi banten. wilayah ini juga berada pada radius 30
Km sebelah Barat Jakarta dan 90 Km sebelah Tenggara Serang, Ibu Kota Banten.
pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan terletak di kecamatan Ciputat. jika dilihat
terhadap sejarahnya Tangsel merupakan wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten
Tangerang, dimana diresmikan pada tanggal 29 Oktober 2008.
6. Etika Pembangunan adalah pemeriksaan pertanyaan etis dan nilai yang diajukan
oleh teori, perencanaan, dan praktik pengembangan

Bab 2 Kajian Pustaka


2.1 Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Politik
Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yakni polis yang berarti
kota yang berstatus negara kota (city state).Dalam negara kota di zaman Yunani, orang saling
berinteraksi guna mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam hidupnya.
Politik yang berkembang di Yunani kala itu dapat ditafsirkan sebagai suatu proses interaksi
antara individu dengan individu lainnya demi mencapai kebaikan bersama. Pemikiran
mengenai politik pun khususnya di dunia barat banyak dipengaruhi oleh filsuf Yunani Kuno.
Filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap politics sebagai suatu usaha untuk mencapai
masyarakat politik (polity) yang terbaik. Namun demikian, definisi politik hasil pemikiran
para filsuf tersebut belum mampu memberi tekanan terhadap upaya-upaya praksis dalam
mencapai polity yang baik. Meskipun harus diakui, pemikiran pemikiran politik yang
berkembang dewasa ini juga tidak lepas dari pengaruh para filsuf tersebut. Dalam
perkembangannya, para ilmuwan politik menafsirkan politik secara berbeda-beda sehingga
varian definisinya memperkaya pemikiran tentang politik. Gabriel A. Almond
mendefinisikan politik sebagai kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan
keputusan publik dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu, di mana kendali ini disokong
lewat instrumen yang sifatnya otoritatif dan koersif. Dengan demikian, politik berkaitan erat
dengan proses pembuatan keputusan publik. Penekanan terhadap penggunaan instrumen
otoritatif dan koersif dalam pembuatan keputusan publik berkaitan dengan siapa yang
berwenang, bagaimana cara menggunakan kewenangan tersebut, dan apa tujuan dari suatu
keputusan yang disepakati. Jika ditarik benang merahnya, definisi politik menurut Almond
juga tidak lepas dari interaksi dalam masyarakat politik (polity) untuk menyepakati siapa
yang diberi kewenangan untuk berkuasa dalam pembuatan keputusan publik. Definisi politik
juga diberikan oleh ilmuwan politik lainnya, yaitu Andrew Heywood. Menurut Andrey
Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat,
mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur
kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama. Dengan
definisi tersebut, Andrew Heywood secara tersirat mengungkap bahwa masyarakat politik
(polity) dalam proses interaksi pembuatan keputusan publik juga tidak lepas dari konflik
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan
kelompok lainnya. Dengan kata lain, masing masing kelompok saling mempengaruhi agar
suatu keputusan publik yang disepakati sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu.
Konflik dan kerja sama dalam suatu proses pembuatan keputusan publik adalah satu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan sebagai bagian dari proses interaksi antar kepentingan. Aspirasi
dan kepentingan setiap kelompok dan individu dalam masyarakat tidak selalu sama,
melainkan berbeda bahkan dalam banyak hal bertentangan satu sama lain. Oleh sebab itu,
sebuah kelaziman apabila dalam realitas sehari-hari sering dijumpai aktivitas politik yang
tidak terpuji dilakukan oleh kelompok politik tertentu demi mencapai tujuan yang mereka
cita-citakan. Peter Merkl mengatakan bahwa politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah
perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri-sendiri (politics at its
worst is a selfish grab for power, glory, dan riches).
B. Sistem Politik
Sistem politik menurut David Easton terdiri dari sejumlah lembaga lembaga dan
aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan
(demands), dukungan-dukungan (supports) dan sumber-sumber (resources) menjadi
keputusan-keputusan atau kebijakan kebijakan yang bersifat otoritatif (sah dan mengikat)
bagi seluruh anggota masyarakat. Dari definisi tersebut, sistem politik mencerminkan sebagai
suatu kumpulan aktivitas dari masyarakat politik (polity) untuk membuat suatu keputusan
politik. Gabriel A. Almond mengatakan bahwa sistem politik menjalankan fungsi fungsi
penyatuan dan penyesuaian (baik ke dalam masyarakat itu sendiri maupun kepada
masyarakat lain) dengan jalan perbuatan atau ancaman untuk dilaksanakan walaupun agak
bersifat paksaan. Hal ini mempertegas pernyataan Easton bahwa keputusan-keputusan politik
yang dihasilkan dari kerangka kerja sistem politik sifatnya mengikat sehingga unsur paksaan
dalam pelaksanaannya merupakan implikasi yang tidak dapat dihindari. Selanjutnya, Easton
mengajukan suatu definisi sistem politik yang terdiri dari tiga unsur, diantaranya yaitu (1)
sistem politik menetapkan nilai (dengan cara kebijaksanaan), (2) penetapannya bersifat
paksaan atau dengan kewenangan, dan (3) penetapan yang bersifat paksaan itu tadi mengikuti
masyarakat secara keseluruhan. Dari pendapat tersebut, maka sistem politik menunjukkan
adanya unsur, (1) pola yang tetap antara hubungan manusia, yang dilembagakan dalam
bermacam-macam badan politik, (2) kebijakan yang mencakup pembagian atau
pendistribusian barang-barang materiil dan immateriil untuk menjadi kesejahteraan atau
membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai negara secara mengikat, (3) penggunaan
kekuasaan atau kewenangan untuk menjalankan paksaan fisik secara legal, dan (4) fungsi
integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat baik ke dalam maupun ke luar.61 Sistem politik
berkaitan erat dengan sistem pemerintahan dan sistem kekuasaan yang mengatur
hubungan-hubungan individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan
antara negara dengan negara. Dengan demikian, secara sederhana, sistem politik dapat
diartikan sebagai satu-kesatuan aktivitas yang saling berhubungan untuk mengatur relasi
antara negara dengan masyarakatnya maupun negara dengan negara lainnya. Adapun untuk
memahami sistem politik, menurut Easton ada empat ciri atau atribut yang perlu diperhatikan,
diantaranya yaitu:
1. Unit-unit dan Batasan-batasan Suatu Sistem Politik Di dalam kerangka kerja suatu sistem
politik, terdapat unit-unit yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk
menggerakkan roda sistem politik. Unit-unit ini adalah lembaga lembaga yang sifatnya
otoritatif untuk menjalankan sistem politik seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai
politik, lembaga masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam batasan
sistem politik, misalnya cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan sebagainya.
2. Input-output Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Input
yang masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik berupa tuntutan dan dukungan. Tuntutan
secara sederhana dijelaskan sebagai seperangkat kepentingan yang belum dialokasikan secara
merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang ada di dalam cakupan sistem
politik. Di sisi lain, dukungan merupakan upaya dari masyarakat untuk mendukung
keberadaan sistem politik agar terus berjalan. Output adalah hasil kerja sistem politik yang
berasal baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat. Output terbagi menjadi dua, yaitu
keputusan dan tindakan yang biasanya dilakukan pemerintah. Keputusan adalah pemilihan
satu atau beberapa pilihan tindakan sesuai tuntutan dan dukungan yang masuk. Sementara itu,
tindakan adalah implementasi konkret pemerintah atas keputusan yang dibuat.
3. Diferensiasi dalam Sistem Sistem yang baik haruslah memiliki diferensiasi (pembedaan
atau pemisahan) kerja. Di masa modern adalah tidak mungkin satu lembaga dapat
menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja dalam pembuatan undang-undang pemilihan
umum di Indonesia, tidak bisa cukup Komisi Pemilihan Umum saja yang merancang
kemudian mengesahkan DPR. Tetapi, KPU. lembaga kepresidenan, partai politik dan
masyarakat umum dilibatkan dalam pembuatan undang-undangnya. Meskipun bertujuan
sama, yaitu memproduksi undang-undang, lembaga-lembaga tersebut memiliki perbedaan di
dalam dan fungsi pekerjaannya.
4. Integrasi dalam Sistem
Meskipun dikehendaki agar memiliki diferensiasi (pembedaan atau pemisahan), suatu sistem
tetap harus memperhatikan aspek integrasi. Integrasi adalah keterpaduan kerja antar unit yang
berbeda untuk mencapai tujuan bersama.
C. Partisipasi
Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dalam demokrasi. Selain itu,
partisipasi dapat dikatakan sebagai mesin penggerak demokrasi maupun suatu sistem politik.
Pandangan umum mainstream yang berkaitan dengan relasi partisipasi dan demokrasi adalah
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam mempengaruhi suatu keputusan publik,
maka semakin berkualitas demokrasi di negara tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan M.
Nelson menafsirkan partisipasi politik adalah kegiatan warga yag bertindak sebagai
pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah.
Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau
sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.89
Definisi tersebut secara tersurat menganggap aksi-aksi kekerasan dan ilegal dalam
mempengaruhi keputusan pemerintah sebagai sebuah bentuk partisipasi meskipun bisa saja
aksi-aksi yang demikian mengganggu kepentingan umum. Partisipasi politik pada intinya
adalah keterlibatan individu-individu dalam mempengaruhi keputusan pemerintah.
Individu-individu yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan publik pada umumnya
sadar bahwa keputusan pemerintah akan berimplikasi terhadap dirinya entah secara langsung
atau tidak langsung. Perasaan kesadaran seperti ini dimulai dari orang yang berpendidikan,
yang kehidupannya lebih baik, dan orang-orang terkemuka.90 Merujuk pada The 1995-1997
World Value Survey, Charles Andrain dan James Smith mengelompokkan tiga bentuk
partisipasi.91 Pertama adalah partisipasi yang lebih pasif. Di dalam tipe pertama ini,
partisipasi dilihat dari keterlibatan politik seseorang, yakni sejauh mana orang itu melihat
politik sebagai sesuatu yang penting, memiliki minat terhadap politik, dan sering berdiskusi
mengenai isu-isu politik dengan teman. Kedua adalah partisipasi yang lebih aktif. Yang
menjadi perhatian adalah sejauh mana orang itu terlibat di dalam organisasi-organisasi atau
asosiasi-asosiasi sukarela (voluntary associations) seperti kelompok-kelompok keagamaan,
olahraga, pecinta lingkungan, organisasi profesi dan organisasi buruh. Ketiga adalah
partisipasi yang berupa kegiatan-kegiatan protes seperti ikut menandatangani petisi,
melakukan boikot, dan demonstrasi.
D. Desentralisasi
Desentralisasi dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara sempit, desentralisasi
adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Rondinelli dan kawan-kawan lebih luas lagi mengungkapkan jenis desentralisasi, diantaranya
yaitu (1) deconcentration (penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab
admnisitrasi kepada tingkatan yang lebih rendah dalam kementerian atau badan pemerintah),
(2) delegation (perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi di luar
struktur birokrasi reguler dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat),
(3) devolution (pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintahan sub-nasional dengan
aktivitas yang secara substansial berada di luar kontrol pemerintah pusat), dan (4)
privatization (memberikan semua tanggung jawab atas fungsi-fungsi semua organisasi non
pemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah).96 Desentralisasi atau
mendesentralisasi pemerintahan bisa berarti merestrukturisasi atau mengatur kembali
kekuasaan sehingga terdapat suatu sistem tanggung jawab bersama antara institusi-institusi
pemerintah tingkat pusat, regional, maupun lokal. Sehingga meningkatkan kualitas dan
keefektifan yang menyeluruh dari sistem pemerintahan, dan juga meningkatkan otoritas dan
kapasitas sub nasional.
Desentralisasi dapat juga diharapkan untuk Tujuan utama yang hendak dicapai
melalui kebijakan desentralisasi adalah untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah
dalam menyediakan public good and services, serta untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembangunan ekonomi di daerah.98 Muluk menerangkan lebih jauh bahwa
desentralisasi memiliki manfaat bagi demokrasi nasional dan manfaat bagi daerah.99 Manfaat
bagi demokrasi nasional diantaranya yaitu terciptanya ruang bagi pendidikan politik,
pelatihan kepemimpinan politik, dan penciptaan stabilitas politik. Sedangkan manfaat bagi
daerah diantaranya yaitu adanya persamaan politik, meningkatkan daya tanggap,
akuntabilitas, aksesibilitas, dan penyebaran kekuasaan.
E. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang
melekat baik pada negara kesatuan maupun pada negara federasi.102 Otonomi daerah
merupakan konsekuensi logis dari penerapan desentralisasi. Dengan penyerahan sebagian
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan lokal akan berimplikasi terhadap
pembagian tanggung jawab pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, optimalisasi

Anda mungkin juga menyukai