Anda di halaman 1dari 10

PEMERINTAH SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA

TUGAS DASAR DASAR PEMERINTAHAN

Disusun Oleh :

Mula Riska

CiG122092

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

PRODI S-1 ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2022
BAB 1 PENDAHULUAN

1.latar belakang

KENAPA KITA BUTUH PEMERINTAH?Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata
pemerintah. Apakah kitasudah tau apa yang dimaksud dengan pemerintah? Dalam buku H.
Muhammad RohidinPranadjaja yang judulnya adalah “Hubungan antara instansi pemerintah”,
menjelaskanbahwasanya “Istilah tersebut berasal dari Pemerintah kata perintah, yang memiliki arti kata-
kata yang bertujuan disuruh melakukan sesuatu kegiatan, sesuatu yang harus
dilakukan.Pemerintah merupakan orang-orang, badan ataupun aparat dihapus dan memberi perintah
“.Setelah mengetahui arti dari pemerintah, pernahkan terlintas di pikiran kita mengapa kita butuh
pemerintah??

Syarat mendirikan negara berdasar pengakuan secara De Facto yaitu rakyat, wilayah,dan pemerintahan
yang berdaulat. Jika ada sebuah negara tetapi di dalamnya hanyamempunyai rakyat dan
wilayah saja tanpa ada kebijakan yang ditetapkan atau pihak yangdapat mengatur jalan suatu negara
tersebut maka hal tersebut belum bisa dikatakan negara.Jika pemerintah tidak ada dalam suatu negara,
maka negara akan kacau karena tidak adanyasuatu badan yang mengatur keamanan wilayah dan
kehidupan bermasyarakat.

Pemerintah sangat memiliki peranan penting bagi perekonomian masyarakat karenadengan adanya
pemerintah, perekonomian tidak akan mengalami kekacauan dan akanberjalan dengan
semestinya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Sebagai contohdalam penetapan harga
pasar. Jika tidak ada kebijakan tersebut, maka harga di pasar tidakakan teratur. Pengusaha akan
menetapkan harga yang tinggi dan akan membuat perekonomian menjadi turun.

Dalam menjalankan suatu kebijakan negara maka perlu adanya pihak yang bisamenjadi
penghubung atau sebagai penyampai aspirasi dari masyarakat umum agar dapatdipertimbangkan
segala keluh kesah selama ini. Sebagai contoh negara kita Indonesia yangmerupakan negara kepulauan
dan memiliki wilayah yang luas. Jadi dengan keadaan tersebut,tidak mungkin presiden yang langsung
turun tangan mengontrol keadaan wilayah-wilayahyang ada di Indonesia. Jadi melalui pemerintah
presiden mengetahui dan melalui pemerintahpulalah kita dapat menyampaikannya. Intinya kita butuh
pemerintah dan kepala negara butuhpemerintah.

Pemerintah dalam suatu negara juga mumbuat suatau landasan hukum untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat. Dengan adanya pemerintah hukum dalam suatau negara dapat dijalankan dengan baik
sehingga negara tersebut bisa menjadi negara yang makmur. Jika tidakadanya pemerintah selaku
pembuat keputusan hukum, rakyat tidak tahu ingin melakukan apa.Alhasil mereka membuat suatu
keputusan hukum yang hanya menguntungkan bagi diripribadi atau sekelompok orang saja

Salsh satu fungsi pemerintah yaitu keamanan. Pemerintah akan menjaga keamananwilayahnya dan
menjamin keselamatan rakyatnya. Bayangkan jika ada suatu kejadian yangmengancam keselamatan
rakyatnya, kemana rakyat akan meminta perlindungan jika tidakkepada pemerintah atau terjadi suatu
peristiwa yang menurut masyarakat itu adalah benarsedangkan menurut pemerintah itu adalah salah
contohnya seperti main hakim sendiri.

Timbul pertanyaan, kenapa pada suatu negara harus ada pemerintah? Kenapa tidakkita sendiri saja yang
membuat keputusan sendiri dan melakukan segala yang kita inginkantanpa terikat pada suatu aturan
tertentu? Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pertanyaantersebut muncul di kalangan
masyarakat. Khususnya bagi orang-orang yang negaranyamempunyai masalah pemerintahan.
Mereka tentu saja merasa merasa terganggu bahkan mulaikehilangan kepercayaan kepada
pemerintah mereka. Tingkat kepercayaan masyarakatterhadap pemerintah adalah salah satu
indikator paling dasar untuk mengetahui apakahdemokrasi di sebuah negara berhasil berjalan.
Akibatnya rakyat menjadi pasif dan apatis,sehingga tidak adanya respon yang baik antara rakyat dan
pemerintah. Bahkan ada yangberanggapan bahwa sebenarnya pemerintah itu hanyalah sebuah simbol
semata. Maksudnyaadalah kita tidak butuh pemerintah yang mengatur kita karena sebelum
kita adanyapemerintah, kita bisa mengatur diri sendiri. Sebenarnya itu adalah anggapan yang
salahkarena seperti yang sudah disebutkan harus ada badan yang mengatur peraturan secara sah.

Inti dari semuanya adalah kita sangat membutuhkan pemerintah dalam kehidupan bernegara. Jadi
bagi orang-orang yang masih beranggapan bahwa pemerintah itu tidakdiperlukan, ada baiknya
mereka tidak mengedepankan ego mereka dan mencoba memahamisisi baiknya ketimbang sisi
buruknya. Memang tidak seluruhnya berjalan sempurna dan tidaksesuai dengan yang kita inginkan,
tugas kita adalah selalu mendukung dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama

BAB 2 PEMBAHASAN

Sebelum era reformasi, tidak ada lembaga eksternal yang secara khusus berfungsi mengontrol tindakan
pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan pelayanan publik (yanlik). Masyarakat tidak diberikan
ruang untuk menyampaikan keluhan atau pengaduan mengenai pelayanan yang buruk dari pemerintah.
Setelah era reformasi, semangat menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien melalui
pengawasan yanlik yang berbasis partisipasi masyarakat, diakomodir sebagai implementasi prinsip
demokrasi. Politik hukum yanlik yang dibangun oleh pemerintah salah satunya dengan melakukan
pembenahan struktur kelembagaan di bidang yanlik, melalui pembentukan Ombudsman Republik
Indonesia (ORI) melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, yang bertugas
melakukan kontrol penyelenggaraan yanlik serta memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dari
penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan yanlik.

Pembenahan pada aspek kelembagaan di bidang yanlik tidak dapat berdiri sendiri dan terlepas aspek
dari lainnya. Pembenahan dilakukan secara menyeluruh pada aspek lain di luar struktur kelembagaan,
yaitu pembenahan substansi hukum di bidang yanlik, melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan
masyarakat dan penyelenggara dalam yanlik. Kemudian disusul dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ketiga undang-undang ini, secara substansi telah
mengakomodir peran serta masyarakat dalam pengawasan yanlik.

Partisipasi masyarakat menjadi salah satu isu strategis untuk mewujudkan yanlik transparan, akuntabel,
dan adil. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kondisi yang diperlukan agar penyelenggaraan
pemerintahan dapat berhasil dengan baik. Dengan keterlibatan masyarakat yang semakin tinggi, maka
berbagai kebijakan pembangunan daerah akan dapat merepresentasikan kepentingan masyarakat luas.
Partisipasi masyarakat juga diperlukan agar mereka dapat ikut mengawasi jalannya penyelenggaraan
pemerintahan daerah.

ORI

Home Artikel Baca Artikel

Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengawasan Pelayanan Publik

• Selasa, 10/11/2020 • Sopian Hadi, S.H., M.H

17621

Sopian Hadi (Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan


Selatan)

SHARE

Sebelum era reformasi, tidak ada lembaga eksternal yang secara khusus berfungsi mengontrol tindakan
pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan pelayanan publik (yanlik). Masyarakat tidak diberikan
ruang untuk menyampaikan keluhan atau pengaduan mengenai pelayanan yang buruk dari pemerintah.
Setelah era reformasi, semangat menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien melalui
pengawasan yanlik yang berbasis partisipasi masyarakat, diakomodir sebagai implementasi prinsip
demokrasi. Politik hukum yanlik yang dibangun oleh pemerintah salah satunya dengan melakukan
pembenahan struktur kelembagaan di bidang yanlik, melalui pembentukan Ombudsman Republik
Indonesia (ORI) melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, yang bertugas
melakukan kontrol penyelenggaraan yanlik serta memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dari
penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan yanlik.

Pembenahan pada aspek kelembagaan di bidang yanlik tidak dapat berdiri sendiri dan terlepas aspek
dari lainnya. Pembenahan dilakukan secara menyeluruh pada aspek lain di luar struktur kelembagaan,
yaitu pembenahan substansi hukum di bidang yanlik, melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan
masyarakat dan penyelenggara dalam yanlik. Kemudian disusul dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ketiga undang-undang ini, secara substansi telah
mengakomodir peran serta masyarakat dalam pengawasan yanlik.

Partisipasi masyarakat menjadi salah satu isu strategis untuk mewujudkan yanlik transparan, akuntabel,
dan adil. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kondisi yang diperlukan agar penyelenggaraan
pemerintahan dapat berhasil dengan baik. Dengan keterlibatan masyarakat yang semakin tinggi, maka
berbagai kebijakan pembangunan daerah akan dapat merepresentasikan kepentingan masyarakat luas.
Partisipasi masyarakat juga diperlukan agar mereka dapat ikut mengawasi jalannya penyelenggaraan
pemerintahan daerah.

Dalam konteks pemerintahan daerah, otonomi daerah sejatinya bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Namun, tujuan ini sangat
paradoks dengan praktik otonomi daerah yang terjadi dewasa ini, dimana ruang untuk partisipasi
masyarakat belum sepenuhnya difasilitasi. Pada sisi lainnya, kesempatan masyarakat untuk melakukan
kontrol terhadap kinerja pemerintah juga tidak terwujud. Hal ini tergambar dari beberapa survei yang
dilakukan oleh ORI terkait tingkat partisipasi masyarakat dalam yanlik.

Partisipasi masyarakat yang sangat rendah dalam mengawal jalannya perbaikan yanlik disebabkan oleh
beberapa faktor. Pertama, penyusunan standar pelayanan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, mengamanatkan bahwa dalam menyusun dan
menetapkan standar pelayanan, penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.
Namun berdasarkan hasil Survei ORI pada 2016, dari total sampel sebanyak 2.233 dan tersebar pada 213
entitas, hanya terdapat 420 atau 18,81 % responden instansi penyelenggara yanlik yang menyatakan
bahwa dalam menyusun standar layanan, instansi tersebut melibatkan masyarakat. Sedangkan sebanyak
1.751 responden atau 78,41 % menyatakan tidak melibatkan masyarakat. Lebih dari 75 % dari total
responden penyelenggara layanan mengakui bahwa dalam proses menyusun standar layanan tidak
melibatkan masyarakat.

Padahal, kewajiban tersebut telah tertuang dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 serta
Permen PAN&RB Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Layanan. Kemauan aparatur
penyelenggara yanlik dalam membuka ruang partisipasi masyarakat sangat lemah bila merujuk hasil
survei ORI di atas. Hasil tersebut menunjukkan rendahnya pelibatan partisipasi masyarakat dalam
penentuan standar layanan. Kurangnya ruang partisipasi tersebut dapat menimbulkan distrust
masyarakat dalam yanlik.

Kedua, tidak ada sarana maupun mekanisme penyampaian aduan dari masyarakat. Partisipasi
masyarakat selain memberikan peniaian terhadap kepuasan layanan yang diberikan, juga dapat
menyampaikan pengaduan kepada instansi tersebut. Namun, sarana untuk penyampaian aduan masih
jarang dijumpai, terutama pelayanan dasar di tingkat kecamatan dan kelurahan, yang notabene sebagai
ujung tombak pelayanan. Tidak ada mekanisme dan prosedur yang terlembaga, yang memungkinkan
masyarakat melakukan keluhan dan mengontrol kinerja pemerintah maupun aparaturnya.

Berdasarkan hasil Survei ORI pada 2016, di tingkat Kementerian, dari 700 produk layanan yang disurvei,
sebanyak 50,14 % atau 351 produk layanan belum mempublikasikan mekanisme pengaduan. Di tingkat
Lembaga, sebanyak 323 produk layanan dari 15 Lembaga, sebanyak 57,59 % atau 186 produk layanan
belum mempublikasikan informasi prosedur dan tata cara penyampaian pengaduan. Sedangkan di
tingkat Pemerintah Provinsi, ketersediaan informasi mekanisme pengaduan juga masih sangat rendah,
karena hanya 57,76 % atau 1.791 produk layanan dari 3.101 produk layanan yang telah diteliti ORI. Hasil
survei tersebut menggambarkan bahwa masyarakat tidak diberikan ruang untuk menyampaikan
pengaduan atas penyimpangan standar pelayanan yang dilakukan oleh pelaksana. Hal ini berbanding
terbalik dengan semangat pengelolaan pengaduan yang mewajibkan seluruh Unit Layanan Publik (ULP)
untuk mempublikasikan sarana pengaduan dan mekanisme pengaduan sebagaimana amanat undang-
undang.

Ketiga, tidak adanya tindak lanjut penyelesaian pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Hal
demikian menumbuhkan sikap masyarakat yang apatis terhadap perbaikan yanlik. Pengaduan
masyarakat yang masuk ke instansi, bahkan sering tidak dicatat dan ditanggapi. Masih merujuk pada
survei yang dilakukan ORI, menunjukkan bahwa pengaduan yang tidak dicatat lebih tinggi dibandingkan
pengaduan yang tidak ditanggapi. Permasalahan pengaduan yang tidak dicatat lebih dominan pada
aspek teknis seperti sarana dan prasarana serta kemauan penyelenggara pelayanan melakukan tertib
administrasi. Permasalahan pengaduan tidak ditanggapi lebih dominan pada aspek kompetensi dan
motivasi kerja pegawai unit pengelolaan pengaduan.

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menjamin hak masyarakat untuk mengadukan
penyelenggaraan yanlik kepada Penyelenggara, Ombudsman, atau DPR/DPRD. Pengaduan yanlik dari
masyarakat kepada Penyelenggara yang sangat sedikit ini dikarenakan adanya stigma di masyarakat
yang belum mempercayakan penyelesaian kepada instansi yang dilaporkan. Sebagian lagi masyarakat
menyampaikan pengaduan kepada DPR atau DPRD, namun laporan tersebut sering berujung tanpa
penyelesaian konkrit. Hal ini disebabkan belum adanya mekanisme penyelesaian pengaduan yang
terlembaga. Pengawasan yang dilakukan oleh DPR/DPRD lebih banyak aspek politisnya, sehingga
laporan/pengaduan masyarakat tidak berujung penyelesaian.

Selain itu, masyarakat juga sering mengeluhkan layanan yang dilakukan oleh ASN kepada Inspektorat.
Namun, sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah, peran Inspektorat tidak berfungsi dengan baik.
Masyarakat terkesan tidak percaya dengan penyelesaian yang dilakukan oleh Inspektorat, sehingga
masyarakat lebih memilih menyampaikan pengaduan ke pihak eksternal, yakni ORI. Hal ini terbukti dari
banyaknya pengaduan yang disampaikan masyarakat kepada ORI, dibanding Inspektorat. Kedudukan
sejajar antara yang diawasi dan yang mengawasi, bisa jadi salah satu pertimbangan masyarakat tidak
melaporkan keluhan yanlik yang dilakukan oleh ASN kepada Inspektorat. Oleh karena itu, perlu
penguatan peran Inspektorat dengan melakukan perubahan struktur kelembagaan Inspektorat, semisal
Inspektorat kabupaten/kota berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.

Walaupun pengaduan yang disampaikan masyarakat lebih banyak masuk ke ORI dibanding ke
Penyelenggara atau DPR/DPRD. Namun demikian, tidak sedikit juga masyarakat yang masih asing
terhadap ORI. Oleh karena itu, ini menjadi tantangan tersendiri bagi ORI, bagaimana ke depannya agar
ORI semakin dikenal oleh masyarakat.

Keempat, masyarakat takut salah dalam melapor. Kendala minimnya partisipasi masyarakat juga
disebabkan adanya ketakutan "salah alamat" dalam melapor jika ada penyimpangan dalam yanlik. Oleh
karena itu, perlu diwujudkan sistem pengaduan yanlik yang terintegrasi secara nasional.

Dalam konteks otonomi daerah, pelibatan masyarakat sangat penting, karena hal tersebut berkaitan
dengan hak masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan dan tugas bagi daerah adalah
memberi ruang kepada warganya. Partisipasi amat penting untuk menjamin agar penyelenggaraan
pemerintahan daerah benar-benar mengabdi pada kepentingan warga, termasuk adanya jaminan hak-
hak masyarakat sebagai pengguna yanlik, untuk menyampaikan keluhan serta mekanisme penyelesaian
sengketa antara masyarakat dan penyelenggara yanlik.

Oleh karena itu, menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam penyelenggaran yanlik
dapat ditempuh melalui pembenahan diberbagai sektor. Pertama, membenahi pengelolaan pengaduan
di ULP sebagai penyelenggara yanlik. Survei yang dilakukan oleh ORI adalah sebagai langkah awal
pemetaan, bahwa masih banyak ULP yang tidak terdapat sarana pengelolaan pengaduan. Oleh karena
itu diperlukan tindak lanjut perbaikan melalui pendampingan oleh ORI terhadap ULP yang belum
memenuhi standar yanlik. Sehingga setiap ULP menyediakan sarana, mekanisme, pejabat yang
mengelola pengaduan serta adanya tindak lanjut penyelesaian laporan. Adanya sarana aduan disetiap
ULP, memudahkan masyarakat untuk berpartisipasi mengawasi jalannya penyelenggaraan yanlik. Hal
yang tidak kalah penting adalah perlu ditumbuhkan keyakinan dan motivasi bahwa kontribusi
masyarakat melalui penyampaian pengaduan dibutuhkan untuk perbaikan yanlik. Sedangkan bagi
penyelenggara layanan, harus menjadikan pengaduan sebagai pelecut untuk melakukan perbaikan.
Menjadikan pengaduan lebih jujur daripada pujian, sehingga dengan demikian bisa berbenah.

Kedua, mewujudkan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) yang terintegrasi,
dengan cara mendorong agar semua penyelenggara yanlik, baik di daerah maupun instansi vertikal,
BUMN/BUMD, BHMN agar mengintegrasikan pengelolaan pengaduannya ke dalam sistem pengaduan
nasional. Dengan adanya pengintegrasian ini, masyarakat tidak perlu khawatir lagi mengenai laporan
mereka yang salah alamat. Prinsip No Wrong Door Policy yang dianut oleh SP4N sangat tepat untuk
mengatasi rendahnya partisipasi masyarakat yang disebabkan oleh rasa kekhawatiran laporan tidak
ditindaklanjuti karena "salah alamat".

Ketiga, mendorong agar pengaduan yang masuk ke ORI semakin meningkat setiap tahun. ORI harus
melakukan terobosan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi gawai seperti membuat aplikasi
pengaduan berbasis android dan sejenisnya. Sehingga prinsip penyampaian laporan/pengaduan dari
masyarakat secara mudah dan cepat dapat diwujudkan. Selain itu, perlu sosialisasi yang terus menerus
agar masyarakat semakin mengenal ORI. Sosialisasi dapat dilakukan melalui pemanfaatan media lokal,
ORI Goes To Campus, ORI Goes To School hingga pembentukan komunitas ORI. Di samping itu, kegiatan
seperti Pekan Yanlik, Expo Yanlik maupun membuka Mall yanlik bisa menjadi magnet untuk menarik
minat masyarakat, sehingga dapat terlibat langsung dengan kegiatan penyelenggara yanlik dan ORI.
Kegiatan tersebut dapat dikerjasamakan dengan Pemerintah Daerah, seperti yang telah dilakukan oleh
Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel dengan mengadakan kegiatan Ekspo Yanlik dan Pekan Yanlik.
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan yanlik diperlukan untuk menjamin yanlik dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel serta sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Peran serta
masyarakat tidak hanya dalam bentuk peran aktif dalam penyusunan Standar Pelayanan, tetapi sampai
dengan pengawasan dan evaluasi penerapan standar, evaluasi kinerja dan pemberian penghargaan,
serta penyusunan kebijakan yanlik. Dan untuk memastikan hal tersebut berjalan sesuai amanat UU
adalah tugas kita semua.

BAB 3

KESIMPULAN

Kunci utama memahami pemerintahan adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak
dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya
pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip pemerintahan.
Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana
tertera di bawah ini:

Partisipasi Masyarakat (Participation)

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung
maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta
kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap
kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu
yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan
pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan
penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah
melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan
pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)

Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan
sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good
governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter
antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty),
Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi
peradilan. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya
hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

Transparansi (Transparency)

Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,
lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan
informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya
wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi
dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

SARAN

Saya sebagai mahasiswa prodi teknik sipil cuma bisa berpesan dalam hal pemerintahan sebagai
kebutuhan manusia disini perlunya kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakatnya karna
terkadang pemerintah hanya bisa berteori banyak tapi minim realisasi. Itu sama seperti mahasiswa yang
demo menyuarakan suara rakyat tapi membakar ban di jalan aspal yang tampa mereka sadari itu
merusak jalan atau fasilitas umum dimana 1 meter persegi aspal itu menelan biaya hampir 3 juta,
mungkin sekian assalamualaikum.

Anda mungkin juga menyukai