Anda di halaman 1dari 21

IMPLEMENTASI ASAS - ASAS UMUM PEMERINTAHAN

YANG BAIK DALAM PUTUSAN PTUN DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Oleh :

Nama : Anita Triadewi


No. Mahasiswa : 06410348
Program Studi : Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani

setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik

harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yaitu dalam

berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil

dan kebutuhan dasar masyarakat. Dengan kata lain seluruh kepentingan yang

menyangkut hajat hidup orang banyak itu harus atau perlu adanya suatu

pelayanan.

Pemerintah mengandung arti suatu kelembagaan atau organisasi yang

menjalankan kekuasaan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah proses

berlangsungnya kegiatan atau perbuatan pemerintah dalam mengatur kekuasaan

suatu negara. Penguasa dalam hal ini pemerintah yang menyelenggarakan

pemerintahan, melaksanakan penyelenggaraan kepentingan umum, yang

dijalankan oleh penguasa administrasi negara yang harus mempunyai wewenang.

Seiring dengan perkembangan, fungsi pemerintahan ikut berkembang, dahulu

fungsi pemerintah hanya membuat dan mempertahankan hukum, akan tetapi

pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi berfungsi juga untuk

merealisasikan kehendak negara dan menyelenggarakan kepentingan umum


(public sevice). Perubahan paradigma pemerintahan dari penguasa menjadi

pelayanan, pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan publik kepada masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah itu

masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta

kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari

masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara Iangsung

maupun melalui media massa. Pelayanan publik perlu dilihat sebagai usaha

pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat. Dalam hal ini

penyelenggaraan pelayanan publik tidak hanya yang di selenggarakan oleh

pemerintah semata tetapi juga oleh penyelenggara swasta. Pada saat ini persoalan

yang dihadapi begitu mendesak, masyarakat mulai tidak sabar atau mulai cemas

dengan mutu pelayanan aparatur pemerintahan yang pada umumnya semakin

merosot atau memburuk. Pelayanan publik oleh pemerintah lebih buruk

dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor swasta, masyarakat

mulai mempertanyakan apakah pemerintah mampu menyelenggarakan

pemerintahan dan atau memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.

Sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan publik

tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini adalah penggeseran pola

penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula berorientasi pemerintah

sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan

masyarakat sebagai pengguna. Dengan begitu, tak ada pintu masuk alternatif
untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin

mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan bagi

peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk di Indonesia selama ini

telah menjadi rahasia umum bagi setiap masyarakat sebagai penerima layanan,

ungkapan ini tidaklah berlebihan ketika melihat fakta bahwa hak sipil warga

sering dilanggar dalam proses pengurusan identitas penduduk seperti Kartu Tanda

Penduduk (KTP). Pembuatan KTP yang seharusnya mudah, dipersulit dengan

banyaknya meja dan rangkaian prosedur yang harus dilalui. Keluhan-keluhan

seperti inilah yang sering muncul dari masyarakat dalam penyelenggaraan

pelayanan publik terutama dari rendahnya kualitas penyelenggaraan pelayanan

publik.

Pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses,

prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya

yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan

indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Di mana hal ini juga

sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum

dirasakan oleh rakyat. Di samping itu, ada kecenderungan adanya ketidakadilan

dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit

mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki “uang“, dengan

sangat mudah mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu, apabila

ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan


yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam

kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa,

perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan,

peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan

merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik

sering atau selalu dikeluhkan karena ketidak efisien dan efektif, birokrasi sering

kali dianggap tidak mampu melakukan hal-hal yang sesuai dan tepat, serta sering

birokrasi dalam pelayanan publik itu sangat merugikan masyarakat sebagai

konsumennya. Hal ini sangat memerlukan perhatian yang besar, seharusnya

birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik itu memudahkan masyarakat

menerima setiap pelayanan yang diperlukannya, seharusnya pemerintah sebagai

penyelenggara pelayanan terhadap masyarakat itu mempermudahkannya, bukan

mempersulit.

Penyelenggaraan pemerintahan ditujukan kepada terciptanya fungsi

pelayanan publik, pemerintahan yang baik cenderung menciptakan

terselenggaranya fungsi pelayanan publik dengan baik pula, sebaliknya

pemerintahan yang buruk mengakibatkan fungsi pelayanan publik tidak dapat

terselenggara dengan baik. Dalam hal ini juga pemerintah diperbolehkan untuk

melakukan intervensi dalam kehidupan masyarakat dengan konsep negara

kesejahteraan (welvaartstaat) melalui instrumen hukum yang mendukungnya, hal

ini boleh dilakukan agar dapat terlaksananya pelayanan publik dengan baik serta
terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat. Sebagai konsumen dalam pelayanan

publik welvaartstaat ini sangat berkaitan dengan kebijakan pemerintah sebagai

penyelenggara dalam pelayanan publik.

Sebelum lahirnya walvarestaat ada yang disebut atau dikenal dengan

nachtwachkerstaat (negara penjaga malam), dalam tipe negara ini, negara tidak

dibenarkan untuk campur tangan dalam penyelenggaraan kepentingan rakyat.

Dikatakan sebagai nachtwachkerstaat karena negara bertindak hanya sebagai

penjaga malam saja, artinya negara hanya menjaga keamanan semata-mata,

negara baru bertindak apabila keamanan dan ketertiban terganggu. Dalam hal ini

negara tidak mencampuri segi-segi kehidupan masyarakat, baik dalam segi

ekonomi, sosial, kebudayaan dan sebagainya, sebab dengan turut campurnya

negara kedalam segi-segi kehidupan masyarakat dapat mengakibatkan kurangnya

kemerdekaan individu. Akan tetapi dikarenakan oleh tuntutan masyarakat

menghendaki faham ini tidak dipertahankan lagi, sehingga negara terpaksa turut

campur tangan dalam urusan kepentingan rakyat.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan telah terjadi pergeseran paradigma

dari rule government menjadi good governance, dalam paradigma dari rule

government penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik

senantiasa menyandarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) tidak

hanya terbatas pada penggunaan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

melainkan dikembangkan dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan


pemerintahan yang baik yang tidak hanya melibatkan pemerintah atau negara

semata tetapi harus melibatkan intern birokrasi maupun ekstern birokrasi. Citra

buruk yang melekat dalam tubuh birokrasi dikarenakan sistem ini telah dianggap

sebagai tujuan bukan lagi sekadar alat untuk mempermudah jalannya

penyelenggaraan pemerintahan. Kenyataannya, birokrasi telah lama menjadi

bagian penting dalam proses penyelenggaraan pemerintahan negara.

Sistem kepemerintahan yang baik adalah partisipasi, yang menyatakan

semua institusi governance memiliki suara dalam pembuatan keputusan, hal ini

merupakan landasan legitimasi dalam sistem demokrasi, good governance

memiliki kerangka pemikiran yang sejalan dengan demokrasi dimana

pemerintahan dijalankan sepenuhnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemerintah yang demokratis

tentu akan mengutamakan kepentingan rakyat, sehingga dalam pemerintahan

yang demokratis tersebut penyediaan kebutuhan dan pelayanan publik merupakan

hal yang paling diutamakan dan merupakan ciri utama dari good governance.

Salah satu fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh

aparatur pemerintah adalah pelayanan publik. Peraturan perundangan Indonesia

telah memberikan landasan untuk penyelenggaraan pelayanan publik yang

berdasarkan atas Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Pasal 3

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang

Bersih Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme menyebutkan asas-asas tersebut,

yaitu Asas Kepastian Hukum, Transparan, Daya Tanggap, Berkeadilan, Efektif


dan Efisien, Tanggung Jawab, Akuntabilitas dan Tidak Menyalahgunakan

Kewenangan. Asas ini dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan

upaya administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan

pemerintahan. Meskipun merupakan asas, tidak semuanya merupakan pemikiran

yang umum dan abstrak, dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum

yang konkret atau tertuang secara tersurat dalam pasal undang-undang serta

mempunyai sanksi tertentu.

Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (algemene beginselen van

behoorlijk bestuur) ini menjadi landasan dalam penyelenggaraan pelayanan

publik. Asas ini merupakan jembatan antara norma hukum dan norma etika yang

merupakan norma tidak tertulis, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

(AAUPB) merupakan suatu bagian yang pokok bagi pelaksanaan atau realisasi

Hukum Tata Pemerintahan atau Administrasi Negara dan merupakan suatu bagian

yang penting sekali bagi perwujudan pemerintahan negara dalam arti luas. Asas

ini digunakan oleh para aparatur penyelenggaraan kekuasaan negara dalam

menentukan perumusan kebijakan publik pada umumnya serta pengambilan

keputusan pada khususnya, jadi Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

(AAUPB) ini diterapkan secara tidak langsung sebagai salah satu dasar penilaian.

Asas ini merupakan kaidah hukum tidak tertulis sebagai pencerminan

norma-norma etis berpemerintahan yang wajib diperhatikan dan dipatuhi,

disamping mendasarkan pada kaidah-kaidah hukum tertulis. Hal ini tidak

menutup kemungkinan bahwa beberapa asas diantaranya dapat disisipkan dalam


berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tolok ukur bagi

hakim dalam hal mengadili perkara gugatan terhadap pemerintah mengenai

perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Asas ini juga dapat dipahami sebagai

asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam

penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian

penyelenggaran pemerintahan itu menjadi lebih baik, sopan, adil, terhormat,

bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan

wewenang dan tindakan sewenang-wenang.

Pelayanan publik merupakan program nasional untuk memperbaiki fungsi

pelayanan publik, pelayanan publik diartikan sebagai kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh Pemerintah untuk memenuhi hak-hak warga masyarakat.

Pelayanan publik dibatasi pada pengertian pelayanan publik merupakan segala

bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat pemerintah dalam

bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik merupakan sarana

pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat untuk kesejahteraan sosial. Sehingga

perlu memperhatikan nilai-nilai, sistem kepercayaan, religi, kearifan lokal serta

keterlibatan masyarakat. Perhatian terhadap beberapa aspek ini memberikan

jaminan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan merupakan ekspresi

kebutuhan sosial masyarakat. Dalam konteks itu, ada jaminan bahwa pelayanan

publik yang diberikan akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, masyarakat akan merasa memiliki pelayanan publik tersebut sehingga

pelaksanaannya diterima dan didukung penuh oleh masyarakat.


Akibat diberikannya kekuasaan yang besar kepada Negara untuk mengurus

Negara dan mensejahterakan warga negaranya, warga Negara membutuhkan

adanya jaminan perlindungan hokum yang cukup terhadap kekuasaan Negara

yang besar tersebut. Maka dari itu dibutuhkanlah suatu badan pengadilan, yaitu

PTUN. PTUN sebagai suatu lembaga yang lahir pada masa perkembangan system

hokum modern, telah dikembangkan berdasarkan kebutuhan system hokum

modern, yang terdiri dari proses-proses formal.1 Dalam system peradilan yang

birikrastik, pencari keadilan selalu diminta menyesuaikan diri dengan mesin

hokum peradilan. Akibatnya paradigm peradilan yang seharusnya sebagai

“Pelayan masyarakat Hukum” untuk mendapatkan suatu keadilan hukum justru

memposisikan diri sebagai Tuan Masyarakat Hukum. Padahal prinsip utama

peradilan haruslah didasarkan kepada prinsip hokum yang berperan melayani

manusia, sehingga seharusnya hokum untuk manusia dan bukan sebaliknya.2

Secara formal, akses ke keadilan pada peradilan pada umumnya

menyangkut prosedur-prosedur dalam peradilan telah ditetapkan. Prosedur-

prosedur tersebut seharusnya memberikan kesempatan yang besar bagi pencari

keadilan untuk dapat dengan mudah memanfaatkannya.3 Tinjauan dari sisi

materiil dari akses ke keadilan adalah mempertanyakan apakah putusan yang

1
Bahsan Mustafa. 1990. Pokok-pokok Hukum Admintrasi Negara. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm.
64
2
http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=10&mnorutisi=11
3
Djenal Hosen Koesoemahatmadja. 1979. Pokok-pokok hukum Tata Usaha Negara. Alumni:
Bandung. Hlm. 47
menjadi produk PTUN, dapat memberikan rasa keadilan bagi pencari keadilan

dan menyelesaikan sengketa yang ada.

Dari idealisme peradilan dan harapan masyarakat diatas, muncul

pertanyaan apakah kriteria PTUN sebagai akses ke keadilan sudah cukup diwakili

dengan istilah sederhana, cepat dan biaya ringan saja? Atau apakah parameter

akses ke keadilan tersebut telah menjawab kebutuhan formal maupun materiil?

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut penulis menarik rumusan masalah

sebagai berikut :

a. Apa alasan atau argumentasi penggugat menggunakan asas - asas

umum pemerintahan yang baik sebagai alas an mengajukan gugatan

PTUN Yogyakarta?

b. Bagaimanakah implementasi asas – asas umum pemerintah yang baik

dalam putusan PTUN Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui alasan atau argumentasi penggugat menggunakan asas -

asas umum pemerintahan yang baik sebagai alas an mengajukan gugatan

PTUN Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui implementasi asas – asas umum pemerintah yang baik

dalam putusan PTUN Yogyakarta.


D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian memberikan manfaat praktis dan manfaat dari sisi

teoritis. Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya khazanah

ilmu hukum terkhusus hukum pidana, khususnya mengenai Implementasi Asas

Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam PTUN serta membantu kalangan

akademisi dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai Ilmu Hukum

Administrasi Negara.

Berbeda dengan penelitian hukum untuk keperluan praktik hukum,

penelitian untuk keperluan akademis dipergunakan untuk menyusun karya

akademis. Dari segi Manfaat Praktisnya, skripsi ini bermanfaat bagi Pemerintah,

dan kalangan praktisi hukum. Bagi Pemerintah penelitian ini bermanfaat sebagai

bahan pegangan dan acuan dalam pengaturan dan pengelolaan serta perencanaan

tata kota dan penerapan suatu asas pemerintahan yang baik. Bagi kalangan

praktisi hukum penulisan skripsi ini bermanfaat sebagai acuan dan bahan kajian

dalam Hukum Administrasi Negara.

E. Tinjauan Pustaka

Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi

norma

kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Asas umum pemerintahan yang baik

juga dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan

tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang denganc ara

demikian penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan, adil, terhormat,

bebas dari kezaliman, pelanggaran, peraturan, tindakan penyalahgunaan


wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Menurut Philipus M. Hadjon, asas-

asas umum pemerintahan yang baik harus dipandang sebagai norma-norma

hokum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, meskipun arti

yang tepat dari asas-asas umum pemerintah yang baik bagi tiap keadaan tersendiri

tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. 4

Asas-asas ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Dengan diundangkannya UU No. 28 tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Asas-asas

umum pemerintahan yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3

dirumuskan sebagai Asas umum Perpenyelenggaraan Negara, yaitu:

1. Asas Kepastian Hukum

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara

3. Asas Kepentingan Umum

4. Asas Keterbukaan

5. Asas Proporsionalitas

6. Asas Profesionalitas

7. Asas Akuntabilitas

Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam rangka negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan

dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Asas Tertib Penyelenggaraan

Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan

keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.

4
Ridwan H.R, 2002.Hukum Administrasi Negara, UII Press: Jakarta. Hlm 186
Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif . Asas Keterbukaan

adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh

informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan

negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,

golongan dan rahasia negara. Asas Proporsionalitas adalah asas yang

mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan

kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas

Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir

dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan menurut Koentjoro Purbopranoto dan SF. Marbun, macam-

macam asas-asas umum pemerintahan yang baik meliputi:

1. Asas kepastian hukum

2. Asas keseimbangan

3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan

4. Asas bertindak cepat

5. Asas motivasi untuk setiap keputusan

6. Asas tidak mencampuradukkan kewenangan

7. Asas pengaturan yang layak

8. Asas keadilan dan kewajaran


9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar

10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal

11. Asas pelindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi

12. Asas kebijaksanaan

13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum

Menurut Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila

tampak pada unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas

kerukunan;

2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;

3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan

sarana terakhir;

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Berdasarkan penelitian Tahir

Azhary, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berkut :

a. Ada hubungan yang erat antara agama dan negara;

b. Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa;

c. Kebebasan beragama dalam arti positip;

d. Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;

e. Asas kekeluargaan dan kerukunan

Pada dasarnya, tujuan pembentukan suatu peradilan administrasi dalam

suatu Negara, selalu terkait dengan falsafah Negara yang dianutnya. Dalam suatu

masyarakat yang individualistis yang dibangun atas falsafah liberalistis dan


demokratis, tujuan pembentukan peradilan administrasi adalah untuk memberikan

perlindungan hukum terhadap berbagai kepentingan yang bersifat individualistis.

Menurut Sjahran Basah,5 tujuan peradilan administrasi adalah untuk

memberikan pengayoman hokum dan kepastian hokum, baik bagi rakyat maupun

bagi administrasi Negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan

masyarakat dengan kepentingan individu. Untuk Administrasi Negara akan

terjaga ketertiban, ketentraman dan keamanan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya

demi terwujudnya pemerintahan bersih dan berwibawa dalam kaitan Negara

Hukum berdasarkan Pancasila. Tujuan peradilan administrasi dapat pulsa

dirumuskan secara preventif untuk mencegah tindakan-tindakan administrasi

negara yang melawan hokum dan merugikan, sedangkan secara represif ditujukan

terhadap tindakan-tindakan administrasi yang melawan hokum dan merugikan

rakyat perlu dan harus dijatuhi sanksi.

Gagasan tentang penyelenggaraan kekuasaan yang baik, dari aspek

historis di bawah ini, terdapat dua pendekatan; personal dan sistem. Secara

personal telah dimulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan

yang ideal dilakukan secara paternalistik, yakni para penguasa yang bijaksana

haruslah menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif yang dalam

tindakannya terhadap anak-anaknya terpadulah kasih dan ketegasan demi

kebahagiaan anak-anak itu sendiri.6 Pada bagian lain, Plato mengusulkan agar

5
Sjahran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni
Bandung, 1985, hlm. 154
6
Philipus M. Hadjon. 1993. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Hlm. 29
negara menjadi baik, harus dipimpin oleh seorang filosof, karena filosof adalah

manusia yang arif bijaksana, menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi.

Murid Plato, Aristoteles, berpendapat bahwa pemegang kekuasaan haruslah orang

yang takluk pada hukum, dan harus senantiasa diwarnai oleh penghargaan dan

penghormatan terhadap kebebasan, kedewasaan dan kesamaan derajat.7 Hanya

saja tidak mudah mencari pemimpin dengan kualitas pribadi yang sempurna. Oleh

karena itu, pendekatan sistem merupakan alternatif yang paling memungkinkan.

Plato sendiri, di usia tuanya terpaksa merubah gagasannya yang semula

mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof menjadi pemerintahan

yang dikendalikan oleh hukum.

Penyelenggaraan negara yang baik, menurut Plato, ialah yang didasarkan

pada pengaturan hukum yang baik. Berdasarkan pendapat Plato ini, maka

penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada hukum merupakan salah

satu alternatif yang baik dalam penyelenggaraan negara. HAN dapat dijadikan

instrumen untuk terselenggaranya pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan

pemerintahan lebih nyata dalam HAN, karena di sini akan terlihat konkrit

hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, kualitas dari hubungan

pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah

penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum. Di satu sisi HAN dapat

dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan,

pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat, di sisi lain HAN memuat aturan

7
Muchsan. 1981. Beberapa catatan tentang Hukum Admionistrasi Negara dan Peradilan Adinistrsi di
Indonesia. Liberty: Yogyakarta. Hlm. 32
normatif tentang bagaimana pemerintahan dijalankan, atau sebagaimana

dikatakan Sjachran Basah , bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk

memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya, dan

melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut

hukum.8

Sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Undang-undang Nomor 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi

Kolusi dan Nepotisme, bahwa Penyelenggara Negara mempunyai peran penting

dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan

dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa yang

sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah

semangat para Penyelenggara Negara dan Pemimpin pemerintahan. Dalam waktu

lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, Penyelenggara Negara tidak dapat menjalankan

tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga penyelenggara negara tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan,

wewenang, dan tanggungjawab pada Presiden/Mandataris Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.9 Di samping itu, masyarakatpun

belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang

efektif terhadap penyelenggaraan negara.

8
Sjachran Basah. 1985. Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi Negara. Alumni
Bandung. Hlm. 109
9
Marbun, SF dan Moh.Mahfud. 1987. Pokok-pokok Huum Administrasi Negara. Liberty: Yogyakarta.
Hlm. 83
Pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggungjawab tersebut tidak

hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga dibidang ekonomi dan

moneter, antara lain terjadinya praktek penyelenggaraan negara yang lebih

menguntungkan kelompok tertentu dan memberi peluang terhadap tumbuhnya

korupsi, kolusi dan nepotisme.10 Tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme

tersebut tidak hanya dilakukan oleh Penyelenggara Negara, antar-Penyelenggara

Negara, melainkan juga Penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti keluarga

kroni, dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.

F. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai

tulisan ilmiah, maka diperlukanlah data-data yang relevan dari skripsi ini. Dalam

upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Objek Penelitian

Implementasi Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Putusan PTUN di

Yogyakarta.

2. Jenis Penelitian

Dalam penulisan thesis ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis

normatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan melalui kajian terhadap

10
A.Hamid S.Atamimi. 1992. Perbedaan Antara Peraturan Peundang-Undangan dan Peraturan
Kebijaksanaan. Makalah Pidato dies Natalis PTIK ke-46. Jakarta. Hlm 56
peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan bahan–bahan hukum yang

berhubungan dengan skripsi ini.

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini

meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaedah dasar seperti Peraturaan-

peraturan Undang-Undang PTUN dan Putusan PTUN Yogyakarta yang baik.

Dalam hal ini, penulis mengambil 10 contoh putusan-putusan TUN yang

mengimplementasikan asas umum pemerintahan yang baik.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan

hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa informasi-informasi yang

didapat dari seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-

koran, dan karya tulis ilmiah.

c. Bahan hukum tertier yaitu kamus, bahan dari internet dan lain-lain bahan

hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder.

5. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dan penelitian lapangan

terhadap hakim di PTUN.


b. Studi Literatur

Penelitian yang dilakukan dengan mengkaji suatu kasus yang terjadi di

beberapa tempat yang penulis teliti digabungkan dengan membaca serta

menganalisa peraturan Perundang-undangan.

c. Studi Dokumen

Penelitian yang dilakukan dengan mengkaji suatu kasus yang terjadi yang

penulis teliti digabungkan dengan membaca serta menganalisa peraturan

Perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah para

sarjana, majalah, surat kabar, internet, maupun sumber teoritis lainnya yang

berkaitan dengan materi skripsi yang penulis ajukan.

6. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif

yaitu lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan

hukum baik yang berasal dari peraturan Perundang-undangan, dan buku-buku

yang berhubungan dengan skripsi ini.

Anda mungkin juga menyukai