II. Prinsip
1. Disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke
dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat
sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap
ke dalam tubuh.
b. Bahan
1. Aquadest
2. Baku pembanding Glycerol Guaiakolat
3. Tablet Glycerol Guaiakolat
V. Prosedur
Pembuatan larutan baku
Baku glycerol guaiacolat sebanyak 222 mg ditimbang dan dilarutkan dalam 100 ml
air. Kemudian dibuat pengenceran bertingkat yaitu 70ppm, 60ppm, 50ppm, 40ppm, dan 30ppm.
Setelah itu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum.
Lalu dibuat kurva baku dari hasil pengukuran.
Uji Disolusi
Perlakuan pertama adalah dicari panjang gelombang serapan maksimum untuk baku
pembanding Glyceril Gualakoat. Langkah selanjutnya adalah tablet dicelupkan ke dalam
medium aquadest sampai ke dasar yang terdapat dalam labu sebanyak 900mL, suhu
dipertahankan pada 37.5oC, motor diatur pada kecepatan konstan 50 rpm. Kemudian cairan
sample diambil pada selang waktu menit ke 5, menit ke 15 , menit ke 25, menit ke 35, dan menit
ke 45 untuk menentukan jumlah obat dalam cairan itu. Kemudian diencerkan 1 mL dari setiap
cuplikan menjadi 10 mL dengan medium dan tentukan absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum yang didapat pada percobaan. Untuk menentukan kadar obat maka digunakan alat
spektrophotometri dengan mengukur tingkat absorbansi-nya.
1 30 ppm
2 40 ppm
3 50 ppm
4 60 ppm
5 70 ppm
Kurva Kalibrasi
a = 0.008993
b = 0.04126
r = 0.999
persamaan garis linear y = 0.008993x + 0.04126
2. Pengukuran absorbansi 3 tablet hasil disolusi dengan interval waktu 5, 15, 25, 35, 45 menit
Tabel 2.1 Hasil pengukuran absorbansi tablet ke-1
Menit ke- A1
5 0.277 0.2764
15 0.5118 0.5122
25 0.4875 0.4875
35 0.51 0.5076
45 0.4592 0.4593
Tabel 2.2 Hasil pengukuran absorbansi tablet ke-2
Menit ke- A1
5 0.3893 0.3897
15 0.4657 0.4653
25 0.4729 0.4723
35 0.4498 0.4497
45 0.4779 0.4768
5 0.3475 0.3479
15 0.4392 0.44
25 0.4994 0.5001
35 0.5189 0.5184
45 0.4934 0.4931
5 0.026167
15 0.052356
25 0.049632
35 0.051889
45 0.046485
4. Persentase disolusi 3 tablet dalam interval waktu tertentu
Tabel 4. Hasil perhitungan % disolusi tablet
Menit ke- Tablet ke-1
5 9.42 %
15 18.85 %
25 17.87 %
35 18.68 %
45 16.73 %
VII. Perhitungan
Pembuatan Kurva Kalibrasi
a. Pembuatan larutan stok
Baku yang digunakan : 222 mg dalam 100 ml
Konsentrasi 30 ppm
Konsentrasi 40 ppm
Konsentrasi 50 ppm
Konsentrasi 60 ppm
Konsentrasi 70 ppm
VIII. Pembahasan
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat aktif
dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak dengan cairan
tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet gliseril guaiakolat.
Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu
tablet ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat keefektifan
obat yang diberikan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat yaitu temperatur,
viskositas, pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisa, dan sifat permukaan zat.
Secara umum mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk tablet yaitu tablet yang
ditelan akan masuk ke dalam lambung dan di dalam lambung akan dipecah, mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul yang kecil yang terdiri dari zat-zat aktif dan zat-zat tambahan
yang lain. Granul selanjutnya dipecah menjadi serbuk dan zat-zat aktifnya akan larut dalam
cairan lambung atau usus, tergantung di mana tablet tersebut harus bekerja.
Sebelum melakukan uji disolusi, terlebih dahulu dilakukan pembuatan kurva baku sampel
gliseril guaiakolat. Prosedur pembuatan kurva baku sampel gliseril guaiakolat dimulai dengan
menimbang sampel, kemudian sampel dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dan ditambahkan
aquadest hingga mencapai tanda batas, dan dikocok hingga homogen. Larutan tersebut
merupakan larutan sampel standar. Selanjutnya adalah dibuat pengenceran menjadi lima
konsentrasi yang berbeda, yaitu 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, dan 70 ppm.
Selanjutnya spektrofotometer UV-Vis disetting pada panjang gelombang dimana gliseril
guaiakolat memberikan absorbansi, yaitu pada panjang gelombang 274 nm. Masing-masing
sampel kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis, diukur absorbansi nya terlebih
dahulu. Absorbansi yang terbaca haruslah berada pada rentang 0.2 hingga 0.8, sesuai hukum
lambert-beer. Kemudian setelah absorbansinya berada pada rentang tersebut, kelima sampel
dianalisis. Hasil analisis masing-masing sampel dapat dilihat dibawah ini :
Konsentrasi 30 ppm = 0,311233
Konsentrasi 40 ppm = 0,39670
Konsentrasi 50 ppm = 0,495567
Konsentrasi 60 ppm = 0,583667
Konsentrasi 70 ppm = 0,66740
Setelah diketahui hasilnya, dibuat kurva baku yang berisi perbandingan antara
konsentrasi dengan absorbansi. Kemudian dibuat persamaan garis nya dengan menggunakan
metode regresi linier, dan didapat persamaan nya adalah sebagai berikut : y =
0,008993x+0,04126. Dengan nilai r adalah 0,999. Nilai r yang didapat sangat baik, karena nilai
nya mendekati 1. Persamaan garis yang didapat tersebut nantinya akan digunakan untuk
menghitung kadar sampel gliseril guaiakolat pada uji disolusi.
Selanjutnya dilakukan uji disolusi. Mula-mula 1000 ml aquadest dipanaskan hingga
mencapai suhu 40oC dan sebelum digunakan suhu air harus dipertahankan pada suhu ± 37oC
sesuai suhu tubuh. Selanjutnya 900 ml dari air tersebut dimasukkan ke dalam wadah gelas yang
terdapat di dalam alat disolusi. Alat disolusi yang digunakan diisi dengan aquadest sebanyak ¾
bagian saja. Hal ini dilakukan untuk menganalogkannya dengan jumlah cairan tubuh.
Selanjutnya sampel tablet dimasukkan ke dalam keranjang saringan yang kecil yang ada di
dalam alat disolusi. Sampel tablet yang diuji adalah sebanyak 3 tablet. Sampel yang digunakan di
sini yaitu tablet gliseril guaiakolat. Setelah itu, keranjang dicelupkan ke dalam pelarut. Alat
disolusi lalu dinyalakan dan kecepatan diatur pada 100 rpm dan suhu 37oC. Suhu 37oC
digunakan agar sama dengan suhu tubuh manusia.
Pada saat tablet dimasukkan ke dalam alat disolusi, stopwatch mulai dijalankan.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada menit ke-5, 15, 25, dan 35. Setelah 5
menit sampel diambil sebanyak 5 ml menggunakan syringe yang berselang, dan dimasukkan
kedalam botol vial, kemudian kedalam alat disolusi yang berisi tablet gliseril guaiakolat yang
telah diambil sampel larutannya sebanyak 5 ml, ditambahkan aquadest sebanyak 5 ml juga.
Tujuannya untuk mengembalikan jumlah pelarut seperti semula karena pelarut dianalogikan
sebagai cairan tubuh. Diulangi prosedur tersebut pada menit ke 15, 25, dan 35. Pengambilan
pelarut diambil sekitar 1 cm keranjang tempat tablet. Hal ini dilakukan karena pada bagian
tersebut dianggap merupakan bagian yang diabsorpsi oleh darah.
Setelah dilakukan pengambilan sampel, dilakukan analisis dengan menggunakan
instrument. Instrument yang digunakan dalam analisis tersebut adalah spektrofotometer UV-Vis
double beam. Analisis dilakukan secara bertahap dimulai dari tablet 1 hingga tablet 3 (masing-
masing menit ke-5, 15, 25, dan 35). Sehingga total sampel yang dianalisis adalah sebanyak 12
sampel yang berada pada 12 botol vial yang berbeda. Pertama, dilakukan analisis terhadap
blanko sampel (aquadest). Selanjutnya diikuti analisis 12 sampel tersebut. Kemudian dibuat rata-
rata berdasarkan nilai absorbansi yang terbaca pada alat. Hal yang perlu diperhatikan dalam
analisis dengan menggunakan instrument spektrofotometer UV-Vis double beam adalah saat
pengisian sampel kedalam kuvet, jari tangan jangan sampai menyentuh bagian licin dari kuvet,
karena jika jari tangan menyentuh bagian tersebut, maka protein akan menempel pada bagian
licin daripada kuvet, yang mengakibatkan hasil analisis menjadi tidak akurat lagi. Selain itu, alat
juga perlu disetting pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan sampel yang akan dianalisis.
Uji disolusi dapat digunakan untuk menentukan persentasi ketersediaan obat dalam
sirkulasi sistemik pada waktu tertentu, hal ini berhubungan dengan bio-availabilitas yang dapat
menjadi parameter efikasi (kemanjuran) dan mutu suatu produk obat. Disolusi obat adalah suatu
proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan
suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut dalam
air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan
mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga
menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-
senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam
dan ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi.
Ada tiga kegunaan uji disolusi yaitu menjamin keseragaman satu batch, menjamin bahwa obat
akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan Uji disolusi diperlukan dalam rangka pengembangan
suatu obat baru. Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan,
waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi
efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet.
Tahapan yang dilakukan setelah pengujian disolusi adalah pengukuran absorbansi melalui alat
spektrofotometer uv-vis di panjang gelombang maksimumnya yaitu 274 nm. Hasil yang didapatkan
adalah :
1. Tablet 1
- Menit ke 5 = 0,2766
- Menit ke 15 = 0,5121
- Menit ke 25 = 0,4876
- Menit ke 35 = 0,5079
- Menit ke 45 = 0,4593
2. Tablet 2
- Menit ke 5 = 0,3894
- Menit ke 15 = 0,4655
- Menit ke 25 = 0,4727
- Menit ke 35 = 0,4498
- Menit ke 45 = 0,4769
3. Tablet 3
- Menit ke 5 = 0,3479
- Menit ke 15 = 0,4397
- Menit ke 25 = 0,5
- Menit ke 35 = 0,5187
- Menit ke 45 = 0,4931
Dari hasil percobaan tersebut terlihat bahwa absorbansi yang dihasilkan kurang tepat karena
seiring peningkatan waktu seharusnya absorbansinya meningkat tetapi dari data terlihat bahwa
absorbansinya naik dan kemudian di menit selanjutnya turun kembali. Hal ini dapat disebabkan karena
pada saat uji disolusi dilakukan terdapat pengotor atau kontaminan pada aquadest yang digunakan
sebagai medium disolusi dan saat pemasukkan aquadest setiap 10 menit sekali sebagai pengganti
larutan yang diambil. Hal ini menyebabkan kontaminan tersebut terserap juga absorbansinya pada alat
sehingga hasil absorbansi menjadi kurang akurat. Tetapi hasil absorbansi yang dihasilkan pada uji ini
baik karena memenuhi hukum lambert-beer yaitu 0,2-0,8.
Persyaratan uji disolusi dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai
dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap. Pada tahap 1 (S 1), 6 tablet diuji. Bila
pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2).
Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan
lagi ke tahap 3 (S3 ). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi. Kriteria penerimaan hasil uji disolusi
dapat dilihat sesuai dengan tabel dibawah ini.
S1 6 Tiap un
S2 6 Rata –
Q – 15
S3 12 Rata –
dari Q
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah yang tertera pada
etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian
mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45
menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm.
Perhitungan hasil dari uji disolusi dilakukan menggunakan rumus :
% disolusi =
Pengujian dilakukan terhadap tiga tablet untuk membandingkan hasil pada satu tablet
dengan tablet yang lainnya dan meminimalisir terjadinya kesalahan sehingga pengukuran
dilakukan berulang. Hasil yang didapatkan melalui perhitungan adalah :
1. Tablet 1
Menit ke 5 = 9,16075%
Menit ke 15 = 18,32776%
Menit ke 25 = 17,37406%
Menit ke 35 = 18,16425%
Menit ke 45 = 16,27248%
2. Tablet 2
Menit ke 5 = 13,53578%
Menit ke 15 = 16,49457%
Menit ke 25 = 16,77451%
Menit ke 35 = 15,88415%
Menit ke 45 = 16,93780%
3. Tablet 3
Menit ke 5 = 11,90375%
Menit ke 15 = 15,46742%
Menit ke 25 = 17,80827%
Menit ke 35 = 18,5342%
Menit ke 45 = 17,54041%
Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai % disolusi ada yang naik
kemudian turun kembali di selang 10 menit setelahnya. Seharusnya % disolusi meningkat seiring
bertambahnya waktu dan mencapai 75% di menit 45 sesuai persyaratan uji disolusi. Hal ini dapat
terjadi disebabkan karena faktor pengikat dan disintegran. Dimana bahan pengikat dan
disintegran mempengaruhi kuat tidaknya ikatan partikel-partikel dalam tablet tersebut sehingga
mempengaruhi pula kemudahan cairan untuk masuk berpenetrasi ke dalam lapisan difusi tablet
menembus ikatan-ikatan dalam tablet tersebut. Dalam hal ini pemilihan bahan pengikat dan
disintegran dan bobot dari penggunaan bahan pengikat dan disintegran sangat berpengaruh
terhadap laju disolusi. Selain itu penyebab lain yang mungkin adalah formulasi dari sediaan
tablet yang kurang baik. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya
kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan. Faktor
lain yang menyebabkan hasil percobaan tidak akurat adalah kecepatan pengadukan saat uji.
Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga
memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Semakin lama kecepatan
pengadukan maka laju disolusi akan semakin tinggi. Pada percobaan ini kecepatan
pengadukannya rendah sehingga % disolusi yang dihasilkan pun rendah.
Selain itu Faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil yang diperoleh
antara lain :
o Suhu larutan disolusi yang tidak konstan.
o Ketidaktepatan jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa ml.
o Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel menggunakan pipet volume.
o Terdapat kontaminasi pada larutan sampel.
o Suhu yang dipakai tidak tepat.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh %disolusi tablet glycerol guaikolat setelah 45
menit yaitu antara 16 – 18 %. Hal ini menunjukkan bahwa %disolusi glycerol guaikolat tidak
memenuhi syarat pada Farmakope Indonesia yang menyebutkan bahwa ‘dalam waktu 45 menit
harus larut tidak kurang dari 75 %’ sehingga bisa dikatakan %disolusi
tabletglycerolguaikolat pada percobaan tidak bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Gaya Baru. Jakarta.
Ansel, C Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida
Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan
Farmakokinetika Terapan. Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra.
Siti Sjamsiah, Apt. Airlangga University Press. Surabaya.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Jakarta:
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.