Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TUGAS EPIDEMIOLOGI

ANALISIS EPIDEMIOLOGI

ANGGOTA
1. SINDY PRATAMA PUTRI (1162089/2B2)
2. SYAVIRA AROEM KUSUMA P (1162092/2B2)
3. YOSEFANY NANDIKA PUTRI (1162099/2B2)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL


SURAKARTA
A. Pengertian Analisa Epidemiologi

Analisa epidemiologi merupakan analisa pengambilan keputusan untuk melihat diskripsi


/gambaran kasus, deteksi terhadap determinan dan bagaimana kita dapat membuat rencana aksi
dari permasalahan yang ada.

B. Jenis-Jenis Analisis Epidemiologi

Epidemiologi dibagi menjadi dua jenis, yaitu :


a. Epidemiologi Deskriptif
Tentang distribusi berdasarkan siapa yang terkena (who), di mana (where), when (kapan),
atau man, place, time
b. Epidemiologi Analitik
Mempelajari hubungan sebab akibat
 Eksperimental: dengan pemberian percobaan
 Non eksperimental: tidak dengan pemberian percobaan

Dalam suatu penelitian epidemiologi salah satu metode yang digunakan untuk memecahkan
dan mengetahui kebenaran suatu masalah adalah dengan metode epidemiologi deskriptif.
Epidemiologi deskriptif menggambarkan distribusi penyakit menurut variabel orang, tempat, dan
waktu. Dalam penelitian deskriptif peneliti mengadakan eksplorasi fenomena tanpa berusaha
mencari hubungan antar-variabel didalam fenomena tersebut.

C. Tujuan Analisis Epidemiologi


1. Mendeskripsikan permasalahan kesehatan yang terjadi di masyarakat
2. Menunjuk pada banyaknya masalah kesehatan (frekuensi)
3. Penyebaran masalah (distribusi)
4. Analisis epidemiologi analitik (determinan)
D. Manfaat Analisis Epidemiologi
1. Membantu pekerjaan administrasi kesehatan.
2. Dapat menerangakan penyebab suatu masalah kesehatan
3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit
4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan

E. Cara Analisis Epidemiologi

Resiko Paparan :
1. Mengukur keeratan hubungan statistic antara factor pemapar tertentu dengan kejadian
penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan tersebut
2. Hubungan antara pemapar dengan akibatnya diukur dengan menggunakan Relative Risk
atau Odds Ratio

OR (Odds Ratio)
 Ratio antara odds kelompok kasus dengan odds kelompok control
 Digunakan pada penelitian longitudinal yang bersifat Backward
Odds pada kelompok kasus = a / c
Odds pada kelompok control = b / d
Interpretasi OR = ad / bc
 OR > 1 sebagai factor penyebab (resiko)
 OR = 0 tidak ada pengaruh atau hubungan
 OR < 1 sebagai factor pencegah (preventif)

Relative Risk (RR)


Insiden pada kelompok eksposure = a / m1
Insiden pada kelompok non eksposure = c / m2
Interpretasi RR = a / (a+b) : c / (c+d)
 RR > 1 sebagai factor penyebab (resiko)
 RR = 0 tidak ada pengaruh atau hubungan
 RR < 1 sebagai factor pencegah (preventif)
Analisa risiko paparan dapat saudara lihat, yaitu OR (odds ratio) dan RR (relative risk).
Risiko paparan ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan statistik antara faktor pemapar
tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan tersebut.

OR = Rasio antara odds kelompok kasus dengan odds kelompok kontro


RR = Rasio kejadian penyakit diantara orang yang terpajan dengan orang yang tidak terpajan

Contoh :
Ca Paru
Eksposure Jumlah
Ya Tidak
Perokok 90 45 135
Tidak Perokok 25 45 70
Jumlah 115 90 205

F. Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi Deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan untuk


menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan menentukan
frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan atribut & variabel menurut segitiga
epidemiologi (Orang, Tempat, dan Waktu).
Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik
yang dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu.Jika studi ini ditujukan kepada
sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi
kasustetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan
surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya
maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional.

Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :


1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga
kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.
2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.
3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap
masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).

Berdasarkan unit pengamatan/analisis epidemiologi deskriptif dibagi 2 kategori :


 Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).
 Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong
Lintang (Cross-sectional).

Ciri – ciri Epidemiologi Deskriptif :


a. Bertujuan untuk menggambarkan.
b. Tidak terdapat kelompok pembanding.
c. Hubungan sebab akibat hanya merupakan suatu perkiraan atau semacam asumsi.
d. Hasil penelitiannya berupa hipotesis.
e. Merupakan studi pendahuluan untuk studi yang mendalam.

Pola Variabel Segitiga Epidemiologi (Orang, Tempat dan Waktu) :


Frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan (khususnya penyakit) pada umumnya
bervariasi menurut karateristik orang (person), tempat (place) dan waktu (time).Selain itu dalam
kegiatan analisis epidemiologi membutuhkan kesadaran adanya interaksi antara orang, temapat
dan waktu dalam menimbulkan penyakit.

a. Orang (Person)
Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan,
golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas.

1) Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan
epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.
Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola
kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah
apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam
pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola
kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan
pengelompokan umur pada penelitian orang lain.
Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang
kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti
catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak menjadi soal
yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah bersekolah.

2) Jenis Kelamin
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi
dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga pada
semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan
angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik.
Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin
atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya
faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman keras,
candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan
seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di
Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk
mencari perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi
bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai
penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.

3) Kelas Sosial
Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka
kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang.
Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan
dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka
tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.
Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indikator
tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan atas
dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III (tenaga
terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai keterampilan).
Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis pekerjaan
tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara kelas sosial
dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam hubungan
dengan umur, dan jenis kelamin.

4) Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan
yakni :

a) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan


seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat
menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor yang
berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
c) Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
d) Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.
e) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di
tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak
dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari
hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel
umur dan jenis kelamin.

5) Penghasilan
Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai
cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya.

6) Golongan Etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan
genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan
didalam angka kesakitan atau kematian.
Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar
golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi menurut
susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi
angka kesakitan dan kematian itu.
Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh
lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini ialah
penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.
Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di Jepang
dan keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang
prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa
peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker lambung.

7) Status Perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka kesakitan
maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda; angka kematian
karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin
meninggi dalam urutan tertentu.
Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin
dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-orang yang
tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih
sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam
gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit
tertentu.
8) Besarnya Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena
penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.

9) Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti
penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu
keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal
berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan
penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan harus
digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat
membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.

10) Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan
si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehatan
ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi
antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus
peptikum, pilorik stenosis, dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.

b. Tempat (Place)
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk
perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi
penyakit.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :

1) Batas daerah-daerah pemerintahan


2) Kota dan pedesaan
3) Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut
atau padang pasir)
4) Negara-negara
5) Regional

Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan


menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas
alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun
hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi
terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan,
industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-
hambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan
kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya
vektor penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan
genetika), dan sebagainya. Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi
suatu penyakit menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah,
yang akan diuraikan nanti.

Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan, faktor-
faktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang perlu
diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola penyakit,
di kota maupun di desa itu sendiri.

Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan
penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di
sekitarnya.

Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di


berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat, udara
dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah.
Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu penyakit
dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada menyelidikan-
penyelidikan mengenai kaum migran. Didalam memperbandingkan angka kesakitan atau
angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih dahulu di tiap-tiap
daerah (tempat) :

 Susunan umur
 Susunan kelamin
 Kualitas data
 Derajat representatif dari data terhadap seluruh penduduk.
Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,
memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan menggunakan data
yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hati-hati, sebab
data tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya.
Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin
berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :

1) Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari
suatu tempat ke tempat lainnya.
2) Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi.
3) Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene
(sanitasi) perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
4) Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi
pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.
Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya penyakit
demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh
adanya “reservoir” infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty), penduduk
yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya agen penyebab penyakit.
Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi
disebut “receptive area” untuk demam kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang
frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana
terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi (endemic goiter)
di daerah yang kekurangan yodium.

c. Waktu (Time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar
didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut
waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat panjangnya waktu
dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :

1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung beberapa


jam, hari, minggu dan bulan.
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi
keracunan makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau minggu),
epidemi cacar (beberapa bulan).
Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :

a) Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau


hampir bersamaan.
b) Waktu inkubasi rata-rata pendek.

2. Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka


kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun. Perubahan secara siklus ini didapatkan
pada keadaan dimana timbulnya dan memuncaknya angka-angka kesakitan atau
kematian terjadi berulang-ulang tiap beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa
tahun. Peristiwa semacam ini dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada
penyakit bukan infeksi.

3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu


yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “secular trends”.
G. Studi Korelasi Populasi

Studi epidemiologi dengan populasi sebagai unit analisis yang bertujuan mendeskripsikan
hubungan korelatif antara penyakit dan faktor-faktor penelitian. Faktor-faktor yang digunakan :
umur, bulan, penggunaan pelayanan kesehatan, konsumsi jenis makanan, obat-obatan, sigaret dll.
Unit observasi/unit analisis adalah kelompok individu, komunitas, atau populasi yang lebih
besar.

Prinsip-prinsip studi Korelasi populasi :


 2 VARIABEL (x : Paparan, Y : penyakit) diukur pada tiap-tiap unit observasi
 Kemudian sejumlah n pasangan (X,Y) dipertemukan untuk dicari hubungannya.
 Kekuatan hubungan linear antara X dan Y dihitung dalam koefisien korelatif r, mengukur
berapa besar perubahan tiap unit frekuensi penyakit diikuti perubahan setiap unit paparan
 Contoh : Studi korelasi populasi untuk mempelajari hubungan korelatif antara kematian
karena kanker paru pada pria tahun 1950 dan konsumsi sigaret pada tahun 1930 di
berbagai negara.

a) Kekuatan
 Dapat menggunakan data insidensi, prevalensi dan mortalitas
 Digunakan pada penyelidikan awal hubungan paparan dan penyakit
 Mudah dilakukan dan murah dengan memanfaatkan informasi yang tersedia
 Departemen pemerintah dan Biro Pusat statistik secara teratur mengumpulkan data
demografi yang dapat dikolerasikan dengan data morbiditas, mortalitas dan penggunaan
sumber daya kesehatan yang dikumpulkan Departmen Kesehatan.

b) Kelemahan
 Tidak mampu mengatasi kesenjangan status paparan dan penyakit pada tingkat populasi
dan individu. Kita tidak mengetahui apakah seseorang yang terpapar juga berpenyakit.
 Tidak mampu mengontrol faktor perancu
 Contoh : terlepas dari korelasi positif yang kuat antara merokok dengan kematian Ca paru,
dapat diduga bahwa perkiraan tersebut lebih besar dari sesungguhnya, karena adanya
faktor lain : polusi udara, asbes, radium, hidrokarbon, radiasi dll.

H. Rangkaian Berkala

Studi epidemiologi yang bertujuan mendeskripsikan dan mempelajari frekuensi penyakit


atau status kesehatan satu/beberapa populasi berdasarkan serangkaian pengamatan pada beberapa
sekuens waktu.Ciri rangkaian berkala adalah menghubungkan variasi frekuensi penyakit dari
waktu ke waktu.

Manfaat studi rangkaian berkala adalah :


 Meramalkan kejadian penyakit berikutnya berdasarkan pengalaman lampau
 Mengevaluasi efektifitas intervensi kesehatan masyarakat

Rangkaian berkala merupakan salah satu rancangan eksperimen semu untuk mengevaluasi
efektivitas intervensi. Evaluasi dilakukan dengan cara : mempelajari perubahan gerakan kurva
frekuensi penyakit pada populasi selama beberapa interval waktu, baik sebelum maupun sesudah
implementasi intervensi pada populasi.
Contoh : rangkaian berkala untuk mengevaluasi efektifitas peraturan senjata api di Detroit.

Komponen pembentuk rangkaian berkala yang dapat merancukan pengaruh intervensi


sebenarnya
 Kecenderungan sekuler
 Variasi Musim
 Variasi Siklik
 Variasi Acak (Random)

I. Epidemiologi Analitik
 Mencangkup pencarian jawaban factor yang mempengaruhi frekuensi, ditribusi dan atau
penyebab terjadinya masalah kesehatan
 Analisa hubungan sebab akibat : why dan how
 Pengumpulan, pengolahan, penyajian data pada dua kelompok individu
 Untuk membuktikan hipotesa

J. Contoh Kasus

Kejadian Luar Biasa, DBD di Ciamis

CIAMIS, KOMPAS.com - Dalam lima bulan terakhir sepanjang 2013, kasus demam berdarah
dengue (DBD) di Ciamis, Jawa Barat, meningkat tajam. Menurut catatan Dinas Kesehatan
Ciamis, dalam rentang waktu tersebut 141 orang dirawat akibat DBD.Dari ratusan yang terkena
DBD, dua orang meninggal dunia.
Dua orang penderita DBD yang meninggal adalah atas nama Rika (7) dan Agung Ikin (45).
Rika warga Dusun/Desa Sindangjaya RT 9/03, Kecamatan Banjarasari yang meninggal di RSU
Kota Banjar pada Januari lalu. Sedangkan Agung, warga Kawali, meninggal di RSHS Bandung.
Menurut Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Ciamis, H
Yoyo, banyaknya kasus DBD selama Januari hingga Mei sudah termasuk kejadian luar biasa
(KLB).
Kasi P4B Dinkes Ciamis Osep Hernandi mengatakan kasus DBD yang terjadi selama lima
bulan terakhir sudah melampaui jumlah kasus sepanjang 2012. "Sepanjang 2012 hanya terjadi
138 kasus dengan 3 penderita meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2013 yang baru
memasuki bulan kelima, sudah terjadi 141 kasus dengan korban meninggal sudah dua orang.
Kondisi ini sudah termasuk kategori KLB," ujar Osep.
Serangan DBD terbanyak, kata Osep, terjadi di Ciamis (27 kasus) dan Banjarsari (13
kasus).Lalu, Cisaga, Pangandaran dan Baregbeg (7 kasus)."Kasus DBD ini terjadi dan hampir
menyebar di 36 kecamatan di Ciamis," kata Yoyo dan Oded.
Meningkat tajamnya kasus DBD di Ciamis selama 2013, kata Osep, lantaran cuaca yang
tidak menentu, hujan masih sering turun diselingi panas terik.Osep mengatakan kondisi seperti
itu memicu perkembangbiakan nyamuk aedes aegipty, penular DBD."Kondisi pancaroba ini
diperkirakan akan berlangsung sampai Juli," ujarnya.
Sementara itu penyakit cikhungunya yang sempat menyerang 20 warga di Lingkungan Blok
Aren di Jalan Stasiun Ciamis, mulai reda."Tidak ada penambahan kasus.Kasus cikhungunya di
Blok Aren mulai reda," ujar Osep.
Menurut Osep, Dinas Kesehatan sudah menurunkan petugas ke lokasi untuk melakukan
penyuluhan dan pendataan warga yang terjangkit cikhungunya. "Fogging belum dilakukan,
langkah utama yang dianjurkan adalah pemberantasan sarang nyamuk," ujarnya

Analisa Kasus
Meningkat tajamnya kasus Demam Berdarah di Ciamis didukung oleh kondisi musim
penghujan pada saat tersebut. Periode epidemi tersebut erat kaitannya dengan keadaan lembab
dimana hal tersebut meningkatkan aktivitas vektor dalam menggigit karena dukungan
lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.

A. Demam Berdarah Dengue


Merupakan penyakit yang dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang
dewasa dapat terserang penyakit ini, bahkan dapat menyebabkan kematian jika terlambat
penanganannya. Penyakit demam berdarah sering terjadi terutama pada musim penghujan.
Demam berdarah diakibatkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang membawa virus
dengue. Nyamuk Aedes aegypti betina menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan
ditularkan ke manusia melalui gigitan. Sekali menggigit, nyamuk ini akan berulang menggigit
orang lain lagi jadi dengan mudah darah seseorang yang mengandung virus dengue dapat dengan
cepat dipindahkan ke orang lain.
Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh seseorang, tidak selalu menyebabkan infeksi jika
orang tersebut mempunyai daya tahan tubuh yang kuat sehingga dengan sendirinya virus tersebut
akan dilawan oleh tubuh.
a. Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mempunyai badan dan tungkai yang berbibtik dan belang-
belang putih. Nyamuk ini hidup di dataran rendah beriklim tropis sampai subtropis.
Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk
mematangkan telurnya, sedangkan nyamuk jantan hidup dari sari-sari bunga tumbuhan.
Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40-100 meter dari tempat
perkembangbiakannya.
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki tubuh yang berwarna hitam kecoklatan.
Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Biasanya nyamuk jantan memiliki
ukuran lebih kecil dibandingkan nyamuk betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada
antena nyamuk jantan.

b. Tempat Hidup Nyamuk


Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat yang lembeb dan teduh seperti dibawah
pohon yang rindang ataupun pada pakaian yang bergelantungan didalam kamar karena
kebenyakan nyamuk ini menyukai tinggal didalam rumah. Umur nyamuk Aedes aegypti
hanya sepuluh hari dan sekali bertelur mencapai 200-400 butir. Perindukannya bukan
ditempat yang kotor malainkan di tempat yang jernih yang tergenang dan tidak langsung
berhubungan dengan tanah seperti genangan air pada kaleng- kaleng bekas, talang air,
bak mandi/WC, tempat minum burung, air tempayan atau gentong.

c. Kesukaan Menggigit
Nyamuk demam berdarah bukan nyamuk yang tergolong rakus. Menggigitnya hanya
pada jam-jam tertentu saja yaitu pada pagi hari pukul 06.00 – 09.00 dan sore hari pukul
15.00 – 17.00. diluar jam tersebut nyamuk betina akan hinggap di air yang jernih untuk
bertelur. Hanya nyamuk Aedes aegypti yang bervirus saja yang bisa menularkan penyakit
DBD. Nyamuk yang di dalam tubuhnya sudah bervirus lalu memindahkan virus
tersebutke dalam tubuh seseorang yang sehat setelah menggigitnya. Begitu akan terjadi
seterusnya berpindah dan akan berpindah lagi ke banyak tubuh sehat lainnya melalui
gigitannya.

B. Gejala Demam Berdarah


Demam berdarah memiliki gejala demam disertai dengan perdarahan. Demam yang terjadi
biasanya mencapai 39-40 0C . Di Indonesia “ demam dengue “ dikenal sebagai demam lima hari,
yakni demam tiga hari pertama panas (39-40 0C) kemudian demam mereda pada hari ke empat,
kemudian demam kembali terjadi pada hari ke lima. Pada demam pertama kalinya juga munsul
bintik kemerahan pada wajah dan dada lalu akan segera menghilang sehingga sering tidak di
ketahui. Penderita akan merasa lesu, nyeri kepala, nyeri pegallinu sekujur tubuh dan khususnya
pada punggung dan pesendian. Kemudian pada saat demam tinggi untuk yang kedua kalinya
timbul kemerah-merahan lagi dengan disusul bintik-bintik kemerahan di sekujur tubuh yang
mirip dengan gigitan nyamuk.
Yang agak khas, selain dengan gambaran demamnya, serangan virus dengue untuk pertama
kali memunculkan keluhan nyeri bila dilakukan penekanan pada bagian bawah ulu hati. Temuan
nyeri ulu hati ini dinilai khas (phatognomonis) untuk kasus “demam dengue” (Oliver).
(Handrawan, 2007).

C. Cara dan Faktor Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)


Pejamu (manusia) -----> Virus DBD -----> Vektor aedes -----> Multiplikasi -----> Orang lain

Pada penyakit demam berdarah dengue (DBD) tidak terjadi siklus perubahan hidup namun
hanya terjadi multiplikasi virus DBD dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti sebagai pejamu
intermediate atau karier untuk menularkan kepada orang lain. (Budiman Chandra, 2009).
Faktor penularan DBD dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1. Faktor pejamu (target penyakit, inang), dalam hal ini manusialah yang paling rentan
tertular penyakit.
2. Faktor penyebar (vektor), dan penyebab penyakit (agen), dalam hal ini adalah virus DEN
1-4 sebagai penyebab penyakit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
berperan sebagai vektor penyebar penyakit DBD.
3. Faktor lingkungan, yakni faktor lingkungan yang memudahkan terjadinya
kontakpenularan penyakit DBD.
Infeksi virus dengue dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang
mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus.
Infeksi virus dengue dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah,
berkali-kali menusukkan alat penusuk dan pengisap darahnya (proboscis), tetapi tidak berhasil
menghisap darah sehingga nyamuk berpidah dari orang satu ke orang yang lain. Akibatnya
resiko penularan penyakit DBD semakin membesar.
D. Upaya Penanganan Demam Berdarah Dengue
Perbaikan kualitas kebersihan sanitasi (lingkungan)akan menekan jumlah populasi nyamuk
Aades aegypti. Seperti membebaskan lingkungan rumah dari nyamuk Aedes aegypti dan
jentiknya dengan menghindarkan ada genangan air yang tidak terusik di rumah ataupun
disekitarnya. Ketika tidur akan lebih baik jika memakai kelambu dan hindarkan pula
manggantung pakaina pada ruangan. Tetapi yang terpenting adalah peningkatan pemahaman,
kesadaran, sikap dan perubahan perilaku masyarakat akan penyakit ini akan sangat mendukung
dan mempercepat pemutusan mata rantai penularan penyakit DBD.
Selain itu, usaha pencegahan dan tindakan efektif terhadap penyebaran penyakit dapat
dilakukan dengan cara :
Kontrol terhadap sumber atau reservoir infeksi
Kasus atau karier penyakit yang merupakan sumber utama infeksi dapat dilakukan dengan cara :
a. Diagnosa dini
Mendeteksi secara dini penyakit yang terjadi di masyarakat agar cepat diobati dan tidak
menjadi kronis.
b. Notifikasi
Setiap kasus penyakit menular yang telah terdeteksi perlu segera dilaporkan pada dinas
kesehatan setempat agar dapat ditanggulangi dan melakukan persiapan lain yang
diperlukan untuk penanganan medis yang lebih lanjut.
c. Isolasi
Isolasi penderita dilakukan untuk membatasi penyebaran penyakit ke masyarakat.
d. Terapi
Merupakan bagian dari tindakan preventif yang bertujuan mengurangi periode masa
penularan dan hari kesakitan.
e. Karantina
Berupa isolasi orang sehat atau binatang yang bersal dari daerah yang diduga menderita
penyakit infeksi, lama waktu isolasi biasanya sesuai masa inkubasi penyakit yang ada.
f. Survailans Epidemiologi
Berupa penelitian atau survei di lapangan terhadap sesuatu yang diduga penyebab
terjadinya penyakit.
g. Desinfeksi
Melakukan suci hama pada tinja, urine, muntahan pasien serta peralatan yang telah
dipakai oleh penderita.

E.Penyebab Tingkat Kematian DBD


Penyebab tingginya angka kematian akibat DBD khususnya di Indonesia terjadi karena
masyarakat terlambat dalam mengenali gejala DBD, sehingga terjadi keterlambatan dalam
mendiagnosa dan memberikan pertolongan medis. Tetapi bila pemberian infus pada pasien
belum terlambat, umunya pasien masih dapat tertolong. Karena kasus pasien yang meninggal
akibat DBD biasanya terjadi karena keterlambatan pemberian infus, disamping itu juga karena
keganasan virus, dan penderita DBD dengan kerusakan hati ataupun ginjal.
Selain itu pasien yang berindikasi masuk rumah sakit lebih tinggi lantaran masyarakat tidak
dimampukan untuk melakukan upaya penaggulangan penyebaran penyakit demam berdarah
sejak dini. Pengetahuan masyarakat tentang nyamuk Aedes aegypti dan penularannya juga sangat
mempengaruhi.

F. Epidemiologi DBD
1. Agen
Virus dengue merupakan anggota famili flaviviridae. Virus dengue bersifat labil
terhadap panas (termolabil). Sifat ini harus diperhatikan ketika hendak melakukan isolasi
ataupun mengultur virus. Ada empat tipe penyebab DBD, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Masing-masing dari virus ini dapat dibedakan melalui isolasi virus di
laboratorium.
2. Host
Disini yang berperan sebagai host adalah manusia. Faktor umur maupun jenis kelamin
manusia baik itu balita, anak-anak maupun dewasa, dan laki-laki maupun perempuan tidak
berpengaruh terhadap kerentanan terhadap serangan DBD. Semua bisa terjangkit oleh
penyakit ini. Yang menjadi pembeda adalah tingkat kekebalan tubuh seseorang terhadap
virus ini. Kemudian kepadatan maupun jumlah persebaran penduduk juga akan
berpengaruh terhadap berkembangnya penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue.
3. Lingkungan
Selain itu faktor lingkungan tempat tinggal dan kebiasaan masyarakat pun sangat
mempengaruhi adanya perkembangbiakan nyamuk pembawa virus dengue. Seperti
kebiasaan yang memicu timbulnya penyakit DBD adalah kebiasaan yang sering ditemukan
dimasyarakat yaitu menggantungkan pakaian-pakaian mereka di dalam kamar, pengurasan
bak mandi atau TPA yang dilakukan lebih dari satu minggu sekali, padahal dianjurkan
untuk melakukan pengurasan sekurang-kurangnya seminggu sekali bahkan bila perlu
kurang dari satu minggu karena tingkat perkembangbiakan nyamuk juga tergantung suhu
maupun tingkat kelembaban masing-masing daerah tempat tinggal.

Daftar Pustaka
Lapau, Buchari . 2009 . PRINSIP DAN METODE EPIDEMIOLOGI . Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Rothman, Kenneth J. 1995. EPIDEMIOLOGI MODERN. Yayasan Pustaka Nusantara
: Yayasan ESSENTIA MEDICA

Anda mungkin juga menyukai