ILMU
SOSIAL
BUDAYA
DASAR
Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo
2016
ILMU
SOSIAL
BUDAYA
DASAR
MUHAMMAD JUNAEDI, M.I.P.
UMSIDA PRESS
Jl. Mojopahit 666 B Sidoarjo ISBN: 978-979-3401-37-9
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
PENULIS
PENYUNTING
Sidoarjo, 2016
PENULIS
PENYUNTING
Diterbitkan oleh
UMSIDA PRESS
Jl. Mojopahit 666 B Sidoarjo
ISBN: 978-979-3401-37-9
Copyright©2016.
Muhammad Junaedi.
Penulis
DAFTAR ISI
STANDAR KOMPETENSI :
Mahasiswa mampu berpikir kritis, kreatif, sistemik dan ilmiah, berwawasan luas, etis,
memiliki kepekaan dan empati sosial, bersikap demokratis, berkeadaban serta dapat
ikut berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial dan budaya secara arif
dalam konteks nasional dan global.
INDIKATOR PEMBELAJARAN :
MATERI PEMBELAJARAN :
A. PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan ini mahasiswa akan diperkenalkan tentang pengantar
materi ISBD yang meliputi hakikat dan ruang lingkup ISBD kedua ISBD sebagai Mata
Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat dan Pendidikan Umum dan ketiga ISBD sebagai
alternatif pemecahan masalah sosial budaya, pemahaman terhadap materi tersebut
diharapkan mahasiswa mampu mengemukakan kompetensi dasar dan pokok subtansi
kajian ruang lingkup ISBD kedua mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya ISBD
sebagai kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) dan Program
Pendidikan di Perguruan Tinggi dan ketiga mahasiswa mampu Menerapkapkan dan
mengaktualisasikan ISBD sebagai sudut pandang alternatif atas pemecaham masalah
sosial budaya yang terjadi dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat.
Maata kuliah ini merupakan salah satu dari mata kuliah kelompok Matakuliah
Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) yang akan mengantarkan mahasiswa
memantapkan : kepribadian, kepekaan sosial, kemampuan hidup bermasyarakat,
pengetahuan tentang pelestarian, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
hidup, dan mempunyai wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni. Misi mata kuliah ini adalah membantu menumbuhkembangkan : daya kritis,
daya kreatif, apresiasi, dan kepekaan mahasiswa terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
demi memantapkan kepribadiaannya sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku individu
dan mahluk sosial yang dapat berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial dan
budaya dan lingkungan hidup secara arif dalam konteks nasional dan global. Diharapkan
setelah menempuh matakuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu berpikir kritis, kreatif,
sistemik dan ilmiah, berwawasan luas, etis, memiliki kepekaan dan empati sosial,
bersikap demokratis, berkeadaban serta dapat ikut berperan mencari solusi pemecahan
masalah sosial dan budaya secara arif dalam konteks nasional dan global
B. PENYAJIAN MATERI
1. Hakikat dan Ruang Lingkup Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
Ilmu Sosial Budaya Dasar menjadi sangat penting dipelajari dalam jenjang
perguruan tinggi dikarenakan melihat permasalahan akan realitas kehidupan sosial
masyarakat Indonesia dewasa ini yang tengah mengalami krisis identitas moral yang
sangat kompleks dan multidimensi, hal ini terjadi karena tantangan-tantangan internal
dan eksternal yang melunturkan moralitas dan sikap anti sosial yang tidak bisa
terbendung, kehidupan modernitas yang ditandai dengan perkembangan teknologi
informasi yang semakin pesat, pudarnya social capital / modal sosial maupun local
wisdom atau kearifan lokal di tengah kehidupan sosial masyarakat, demikian juga
dengan pengaruh globalisasi, westernisasi, maupun sekularisasi –pudarnya nilai-nilai
agama-, hal itu semua memunculkan kepribadian individu yang egois, individualis,
materialis, hedonis, krisis moral sehingga menjadikan seseorang yang teralienasi –
terasing- dalam dunia sosialnya dimana kehidupannya telah terbatasi oleh kepentingan
individu. Hal inilah yang menjadikan adanya social distance –jarak sosial- yang semakin
jauh dengan masyarakat sehingga seseorang kurang memiliki sikap simpatik dan
empatik.
Berangkat dari permasalahan tersebut maka seyogyanya bagi mahasiswa
diharapakan berperan sebagai agen perubahan yang mampu secara kritis menghadapai
krisis sosial, kemampuan generasi terdidik bukan hanya didasarkan pada bidang
akademik saja melainkan generasi terdidik mampu berkiprah dan berhubungan langsung
dengan masyarakat, dalam kontek ini bisa difahami bahwa visi Ilmu Sosial Budaya Dasar
Adalah menjadi sumber nilai, moral, estetika, etika dan pandunag bagi penyelenggaraan
pendidikan dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kemampuan pemahaman
serta penguasaan tentang keanekaragaman, kesederajatan dan kemartabatab sebagai
individu dan makhluk sosial didalam kehidupan bermasyarakat dengan berpedoman
kepada kebudayaan melalui pranata pendidikan dan misinya adalah Memberikan
landasan pengetahuan dan wawasan luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai
bekal hidup bermasyarakat selaku individu, makhluk sosial yang beradab, bertanggung
jawab terhadap sumber daya alam dan lingkungannya.
Merujuk pada Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinngi no 44/DIKTI/KEP/2006
tentang rambu-rambu pokok pelaksanaan kelompok Mata Kuliah Berkehidupan
Bermasyarakat di perguruan tinggi yaitu untuk menumbuhk kembangkan daya kritis,
daya kreatif, apresiasi dan kepekaan mahasiswa terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
demi memantapkan kepribadiannya sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku individu
dan makhuk sosial yang bersikap demokratis, berkeadaban dan menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, memiliki kemampuan untuk menguasai dasar-dasarilmu pengetahuan,
tekhnologi serta mampu ikut berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial budaya
dan lingkungan hidup secara arif.
Berdasarkan pada pemahaman tentang Visi-Misi ISBD diatas maka bisa dipahami
bahwa mata kuliah ISBD merupkan disiplin ilmu yang bersifat interdisipliner artinya
pemahaman terhadap ISBD menyangkut berbagai disiplin ilmu pengetahuan,
pendekatan ISBD dalam ilmu Alam akan memberikan garis panduan pemahaman agar
generasi terdidik atau ilmuwan mampu menerapkan dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang dimilikimnya itu untuk kepentingan sosial dan lingkungan alam
sekitar sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan, terdapat hubungan timbal balik yang
tidak bisa dipisahkan antra lingkungan alam dan lingkungan sosial, oleh karena itu
pemahaman terhadap materi ISBD tentau akan menumbuhkan sikap kritis dan peka
terhadap keaadaan lingkungan sosial maupun alam yang ada disekitar guna menjaga
keberlangsungan kehidupan yang lebih baik.
Sebagaimana yang sudah diuraikan pada dasar hakikat pembelajaran dan visi-
misi mempelajari ISBD maka tujuan Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) yang
merupakan bagian dari Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) adalah:
a. Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang
keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai individu dan
makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman,
kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika,
dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan
kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan
makhluk sosial yag beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan
keahliannya dan mampu memecahkan maalah sosial budaya secara arif.
1.2. Ruang Lingkup Mata Kuliah Pengantar Ilmu Sosial Dan Budaya (ISBD)
Pada dasarnya ruang lingkup ISBD adalah apapun yang menyangkut kehidupan
manusia dalam konteks sosial dan budaya yang dihadapkan pada segala permasalahan
yang ditimbulkan didalamnya seperti hubungan antara manusia dengan manusia
lainnya, manusia dengan kehidupan sosial-budaya masyarakatnya maupun hubungan
antara manusia dengan lingkungan alama sekitarnya, oleh karenanya mempelajari ISBD
berati menempatkan manusia sebagai sentral pembelajaran baik sebagai subjek maupun
obyek, dimana manusia tersebut dituntut untuk bisa menyesuaikan dan berperan aktif
dalam lingkungan sosialnya, disilah letak peran dan arti penting mempelajari ISBD bagi
mahasiswa agar mampu memantapkan kepribadian, kepekaan sosial, kemampuan hidup
bersosialisasi di tengah masyarakat, pengetahuan tentang pelestarian, pembangunan
berkelanjutan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta memiliki
wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang secara
keseluruhan diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosial-
budaya dalam masyarakat.
Secara khusus, merujuk pada Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinngi no
44/DIKTI/KEP/2006 tentang rambu-rambu pokok pelaksanaan kelompok mata kuliah
berkehidupan bermasyarakat dan pedoman MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) LP3TK
(Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendikan dan Tenaga Kependidikan)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo tahun 2015, maka demi terwujudnya visi, misi dan
tujuan mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) pada perguruan tinggi, berikut
ini adalah ruang lingkup dan sub bahasannya.
E. KESIMPULAN
1. Berikan penjelasan dua arti penting mempelajari Ilmu Sosial Budaya Dasar
dalam konteks berikut :
1.1. Jelaskan bahwa ISBD bertujuan menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif
pada mahasiswa dalam memahami dan memecahkan masalah sosial budaya
dengan landasan nilai estetika, etika, moral, dan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat!
1.2. Jelaskan bahwa ISBD bertujuan memberikan landasan pengetahuan dan
wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal hidup
bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradab dalam
mempraktikkan pengetahuan akademik dan keahliannya!
Buatlah Kelompok yang terdiri dari 4-5 mahasiswa dengan memperhatikan ketentuan
berikut :
Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media,
Jakarta
Veeger, K.J,1986, Realitas Sosial; Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu-
Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
________1992, Pengantar Sosiologi; Buku Panduan Mahasiswa, PT Gramedia Pustaka
Utama
________1995, Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa. Jakarta : Apatik dan PT.
Gramedia.
BAB III
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL
STANDAR KOMPETENSI :
Mahasiswa dapat mengerti, menjelaskan dan memahami manusia sebagai individu dan
makhluk sosial
INDIKATOR PEMBELAJARAN :
MATERI PEMBELAJARAN :
A. PENDAHULUAN
Pada bab Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial ini mahasiswa akan
disajikan beberapa pembahasan pokok diantaranya adalah pertama hakikat manusisa
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Kedua Fungsi dan peranan manusia
sebagai makhluk individu dan mkhluk sosial. Ketiga dinamika interkasi sosial dan ke-
empat dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Dengan
memahami materi-materi pembelajaran tersebut diharapkan mahasiswa mampu :
Pertama menganalisis hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
kedua Memerinci kepentinganya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, ketiga
mampu mengmukakan perannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, ke-
empat mampu menunjukkan interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sosial
bermasyarakat dan kelima mampu memberikan alternatif jalan keluar terhadap
dinamika kepentingan diri dan masyarakat.
B.PENYAJIAN MATERI
1. Hakikat dan Peranan Manusia Sebagai Makluk Individu dan Makhluk Sosial
1.1. Hakikat dan Peranana Manusia sebagai Makhluk Indvidu
Manusia adalah makhluk individu. Sebagai makhluk individu berarti makhluk
yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisah-pisahkan antara jiwa dan raganya. Kata
"individu" berasal dari kata latin individuum, artinya tidak terbagi. Jadi, kata itu
mengandung pengertian sebagai suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan
suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Dalam ilmu sosial paham individu
menyangkut tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan
dalam pergaulan hidup manusia. Individu bukan berarti menusia sebagai suatu
keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu
sebagai manusia perorangan.
Manusia sebagai makhluk individu, tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan
jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap orang itu merupakan pribadi
(individu) yang khas menurut corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan
serta kelemahan-kelemahannya. In dividu adalah seorang manusia yang tidak hanya
memiliki peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga memiliki
kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil
pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu ke-utuhan ciptaan
Tuhan yang mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah,
aspek psikis rohaniah, dan aspek sosial kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling
mempengaruhi, keguncangan pada satu aspek akan membawa akibat pada aspek yang
lainnya.
Untuk menjadi suatu individu yang "mandiri" harus melalui proses yang panjang.
Tahap pertama, melalui proses pemantapan pergaulan yang dilakukan di lingkungan
keluarga. Dalam lingkungan keluarga ini secara bertahap karakter yang khas akan
terbentuk dan mengendap lewat sentuhan-sentuhan interaksi: etika, estetika, dan moral
agama. Sejak manusia dilahirkan, ia membutuhkan proses pergaulan dengan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan batiniah dan lahiriah yang membentuk dirinya. Menurut
Sigmund Freud, super ego pribadi manusia sudah mulai terbentuk pada saat manusia
berumur 56 tahun.
Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya hampir identik
dengan tingkah laku masa yang bersangkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri
individualitas pada seseorang sampai menjadi dirinya sendiri disebut proses
individualisasi atau aktualisasi diri. Individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari
kondisi kebersamaan hidup, maka muncul struktur masyarakat yang akan menentukan
kemantapan masyarakat. Individu dalam bertingkah laku menurut pribadinya ada tiga
kemungkinan: menyimpang dari norma kolektif, kehilangan individualitasnya atau
takhluk terhadap kolektif, dan mempengaruhi masyarakat seperti adanya tokoh
pahlawan atau pengacau. Mencari titik optimum antara dua pola tingkah laku (sebagai
individu dan sebagai anggota masyarakat) dalam situasi yang senantiasa berubah,
memberi konotasi "matang" atau "dewasa" dalam konteks sosial. Sebutan "baik" atau
"tidak baik" pengaruh individu terhadap masyarakat adalah relatif (Soelaeman,
2001:114). Bertolak dari proses penjabaran individualisasi manusia dalam masyarakat
tersebut menunjukkan bahwa manusia memiliki perilaku yang didorong oleh aspek
individu dan aspek sosial.
Manusia sebagai individu memiliki unsur jasmani dan rohani; unsur fisik dan
psikis; unsur jiwa dan raga. Seseorang dikatakan sebagai individu bila unsur-unsur
tersebut menyatu dalam dirinya. Unsur-unsur yang terdapat dalam diri manusia
tersebut tidak dapat terbagi apalagi terpisahkan. Jika unsur-unsur tersebut tidak dapat
menyatu maka seseorang tidak dapat disebut sebagai individu. Oleh sebab itu, orang
yang sudah mati disebut "jasad" atau "mayat" karena yang tinggal hanya raga, jiwanya
sudah tidak ada. Raga tidak dapat hidup sebagaimana manusia utuh selaku individu
apabila tanpa jiwa. Dengan kata lain, yang disebut manusia sebagai makhluk individu
mencerminkan adanya satuan terkecil yang tidak dapat terbagi lagi tetapi memiliki
unsur-unsur jasmani dan rohani atau fisik dan psikis, atau jiwa dan raga yang utuh
menyatu.
Meskipun semua manusia sebagai individu memiliki unsur jiwa dan raga yang
menyatu, tetapi antara satu orang dengan orang yang lainnya memiliki perbedaan dan
kekhasannya baik secara fisik dan psikis. Secara fisik misalnya, ada yang berambut ikal
tetapi juga ada yang berambut lurus, ada yang gemuk atau kurus, tinggi atau pendek,
dan seterusnya. Secara psikis juga ada perbedaan, misalnya ada yang pemalu, pemarah,
penyabar, periang, dan lain-lain. Dengan kata lain, individu dapat dikenali dengan
mudah melalui aspek fisik maupun psikisnya.
Manusia selaku makhluk individu di samping memiliki keinginan - keinginan atau
motif-motif juga memiliki kebutuhan-kebutuhan secara pribadi. Motif-motif yang
melatarbelakangi manusia selaku individu berbuat sesuatu memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: bisa bersifat majemuk, berubah-ubah, dan berbeda-beda, atau bahkan bisa jadi
tidak disadari oleh individu. Adapun manusia selaku individu juga membutuhkan
berbagai kebutuhan, antara lain: kebutuhan fisiologis (pakaian, pangan, tempat, seks,
dan kesejahteraan individu), yang kemudian disebut sebagai kebutuhan primer;
kebutuhan rasa aman; kebutuhan akan rasa afeksi (yaitu kebutuhan untuk menjalin
hubungan atau keakraban dengan orang lain); kebutuhan akan harga diri (esteem
needs); kebutuhan untuk mengetahui dan memahami (need to know and understand);
kebutuhan rasa estetika (aesthetic needs); kebutuhan untuk aktualisasi diri (self
actualization); kebutuhan transendence, yaitu kebutuhan untuk mengetahui dan
menyelami dunia di luar dirinya seperti spiritualitas dan rasa religiusitas (berkeyakinan
akan keberadaan Tuhan).
Dengan adanya kebutuhan pribadi itulah manusia selaku individu mempunyai
hubungan dengan dirinya sendiri, yaitu ada dorongan untuk mengabdi kepada dirinya
sendiri. Tindakan-tindakannya diarahkan untuk memenuhi kepentingan pribadinya
meskipun dalam kapasitasnya bisa jadi menjadi bentuk perbuatan yang bernilai
pengabdian kepada masyarakatriya. Untuk itulah perilaku manusia sangat dipengaruhi
oleh motivasinya dalam melakukan aktivitasnya. Motivasi atau dorongan perilaku
tersebut memiliki kekuatan yang berbeda-beda.
Berbagai bentuk motivasi individu tersebut berupa: kebutuhan untuk berbuat
lebih baik dari orang lain (achievement); kebutuhan untuk memuji, menyesuaikan diri,
dan mengikuti pendapat orang lain (defence); kebutuhan untuk membuat rencana
secara teratur (order); kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain dan berusaha
menjadi pusat perhatian (exhibition); kebutuhan untuk mandiri, tidak mau tergantung
orang lain dan tidak mau diperintah orang lain (autonomy); kebutuhan untuk menjalin
persahabatan dengan orang lain, kesetiaan, berpartisipasi (affiliation); kebutuhan untuk
memahami perasaan dan mengetahui tingkah laku orang lain (intraception); kebutuhan
untuk mendapatkan simpati, bantuan, dan kasih sayang orang lain (succorance);
kebutuhan untuk bertahan pada pendapatnya, menguasai, memimpin, menasehati
orang lain (dominance); kebutuhan akan rasa berdosa, salah, perlu diberi hukuman
(abasement); kebutuhan untuk membantu, menolong, dan simpati kepada orang lain
(nurturance); kebutuhan untuk melakukan perubahan-perubahan, tidak menyukai
rutinitas (channge); kebutuhan untuk bertahan pada suatu pekerjaan; tidak suka
diganggu (endurance); kebutuhan untuk aktivitas sosial individu dalam mendekati lawan
jenis, mencintai lawan jenis (heterosexuality); kebutuhan untuk mengkritik, membantah,
menyalahkan, senang terhadap Semua perilaku individu yang didorong oleh keinginan
memenuhi kebutuhan primer dan motivasi yang melekat pada pribadinya dapat menjadi
tolak ukur kepribadian seseorang dalam aktivitas sosialnya. Sinyalemen ini menjadi
indikasi atau pertanda seberapa besar makna individu tersebut berperan dalam
kehidupan, sehingga eksistensinya sebagai manusia individu dapat diakui memiliki
makna, baik secara pribadi maupun terhadap lingkungannya. Manusia sebagai individu
akan memiliki arti bagi kehidupannya apabila peran dirinya bermakna bagi orang lain,
keluarga, maupun masyarakat secara luas.
Bentuk-bentuk Akomodasi:
1. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya
paksaan
2. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan
yang ada.
3. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang
berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri
4. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
5. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal
bentuknya.
6. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam
melakukan pertentangannya.
7. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan
C.KESIMPULAN
Manusia disebut makhluk individu karena pada dasarnya awal terciptanya
manusia adalah sebagai makhluk yang memiliki ciri baik itu fisik ataupun karakter sifat
serta kepribadian masing-masing. Dikatakan manusia sebagai makhluk sosial karena
manusia sudah terikat pada norma sosial. Pada dasarnya manusia saling membutuhkan,
seingga terwujudlah interaksi yang menimbulkan antar individu saling berbagi dan diakui
keberadaannya sejak individu mengenal dan dikenal oleh masyarakat. Perbedaan
signifikan manusia sebagai makhluk individu dan sosial adalah manusia sebagai makhluk
individu dapat mengekspresikan dirinya sesuai apa yang dikehendaki dengan batasan
hak asasi manusia yang dimilikinya. Manusia sebagai makhluk sosial merefleksikan
perihal manusia yang membutuhkan keberadaan manusia lain untuk menunjang
kebutuhan jasmani dan rohaninya.
Sebagai makhluk sosial maka manusia pasti melakukan sebuah interaksi sosial,
dimana Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu
dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun
antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol
diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka
yang menggunakannya. Dalam interaksi sosial ini terdapat dua bentuk yaitu interaksi
sosial asosiatif dan interaksi sosial disosiatif.
LEMBAR KERJA MAHASISWA
Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media,
Jakarta
Ritzer, George,1980, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigama Ganda, Rajawali Pers,
Jakarta
Soekanto, Soerjono., 1998. Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada.
Veeger, K.J. 1995. Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa. Jakarta : Apatik dan
PT. Gramedia.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
BAB V
MANUSIA, KERAGAMAN, KESEDERAJATAN DANKEMARTABATAN
STANDAR KOMPETENSI :
INDIKATOR PEMBELAJARAN :
MATERI PEMBELAJARAN :
PENDAHULUAN
Pada bab ini mahasiswa akan diperkenalkan materi tentang Manusia,
Keragaman, Kesederajatan dan Kemartabatan yang akan meliputi pemahaman terhadap
: Pertama hakikat keragaman dan kesetaraan manusia, ke dua kemajemukan dan
kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa, ketiga kemajemukan dan kesetaraan
sebagai kekayaan sosial budaya bangsa dan ke-emapat roblematika keragaman dan
kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan. Diharapkan setelah memahami materi
tersebut mahasisiswa mampu: Pertama menjelaskan hakikat keragaman dan kesetaraan
dalam diri manusia, ke-dua mampu menganalisis kemajemukan yang terdapat dalam
kehiduapan sosial masyarakat, ketiga mampu mengidentifikasi kemajemukan dan
kesetaraan dalam pluralitas kehidupan sosial masyarakat Indonesia dan ke-empat
mampu menguraikan relitas dalam sebuah problematika sosial yang muncul dari adanya
keragaman dan kesetaraan sosial dalam kehidupan sosial masyarakat dan mampu
memberikan alternatif penyelesaian masalah tersebut. Pemahman terhadap materi ini
akan mengantarkan mahasiswa sebagai individu yang mampu hidup dalam
keanekaragaman dan mampu menjaga kesederajatan dan kemartabatan manusia satu
sama lain.
B.PENYAJIAN MATERI
1. Persamaan Hak
Adanya kekuasaan negara seolah-olah hak individu menjadi terganggu, karena
ketika kekuasaan negara itu berkembang, ia memasuki lingkungan hak manusia pribadi
dan mengurangi hak-hak yang dimiliki oleh individu. Nal ini menimbulkan persengketaan
pokok antara dua ke-kuasaan secara prinsip, yaitu kekuasaan manusia yang berwujud
hak-hak dasar beserta kebebasan asasi yang selama ini dimilikinya dengan leluasa, dan
kekuasaan yang melekat pada organisasi baru dalam bentuk masyarakat yang berupa
negara (Ahmadi, 1997:207). Untuk mewujudkan adanya persamaan hak maka dibuatlah
sebuah deklarasi, yang selanjutnya menjadi Pernyataan Sedunia Tentang Hak-hak (Asasi)
Manusia atau Universal Declaration of Human Right (1948), yang antara lain pasal-
pasalnya menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 1 :
"Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan."
Pasal 2, ayat 1 :
"Setiap orang berhak atas semua hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum
dalam pernyataan ini dengan tak ada kecuali apa pun, seperti misalnya bangsa, warna,
jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal mula kebangsaan atau
kemasyarakatan, milik, kelahiran, atau pun kedudukan."
Pasal 7 :
"Sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan
yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dan terhadap
segala hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini." (Ahmadi 1997: 207208).
Dalam Undang-undang Dasar 1945, hak dan kebebasan yang berkaitan dengan
persamaan derajat sudah dicantumkan dalam pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaimana
telah diketahui bahwa Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga
negara tanpa kecuali memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pe-
merintahan. Hal itu sebagai konsekuensi dari prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat
kerakyatan. Hukum dibuat untuk melindungi dan mengatur warga masyarakat secara
umum tanpa ada perbedaan. Pasal-pasal di dalam UUD 1945 yang memuat ketentuan
tentang hak asasi manusia, antara lain adalah pasa127, 28, 29, dan 31. Keempat pokok
persoalan hak-hak asasi manusia dalam LTUD 1945 tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, tentang kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum
dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan: "Setiap warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya." Di dalam perumusan ini
dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak asasi vang dimiliki oleh warga
negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Dengan demikian, perumusan ini secara prinsip telah membuka suatu
sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan " Human Rights" secara Barat,
karena hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya. Kemudian dalam
pasal 27 ayat 2, ditetapkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Melalui pasal ini diamanatkan bahwa pemerintah memiIiki
kewajiban untuk dapat memberikan akses lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya
kepada setiap warga negara, sehingga dapat mendapatkan penghidupan yang layak dan
manusiawi.
Berbicara tentang kesamaan derajat dan kewajiban warga negara di bidang
hukum dan politik, maka keragaman tentang masalah ideologi dan politik di Indonesia
menarik untuk disimak. Hal tersebut terbukti setelah kran Reformasi dibuka ternyata
banyak bermunculan partai politik dengan ideologi yang beragam pu1a. Mereka semua
adalah komponen bangsa yang sama-sama membawa ideologi melalui perjuangan
partai-partainya. Meskipun terdapat perbedaan, mereka akan tetap memperjuangkan
cita-cita bangsa sebagaimana yang tertuang di dalam UUD 1945. Dengan kata lain,
keragaman ideologi dan politik adalah bagian dari kekayaan bangsa yang harus dijaga
bersama demi keutuhan negara dan bangsa.
Keragaman tersebut bisa juga terjadi pada masalah-masalah yang terkait dengan
kesenjangan ekonomi ynaupun kesenjangan sosial. Kesenjangan ekonomi sering kali
menumbuhkan permasalahan kesederajatan dan kemartabatan manusia ketika ada
tindak diskriminasi terhadap mereka di antara yang kaya dengan yang miskin.
Kesenjangan ekonomi di samping dapat menimbulkan diskriminasi dan kecemburuan
sosial juga dapat mengakibatkan meningkatnya kriminalitas, maupun penyimpangan
perilaku sosial di masyarakat. Hal itu terbukti dari meningkatnya kekerasan yang berupa
perampokan, pencurian, per-dagangan anak, kekerasan di rumah tangga, dan bahkan
tindak asusila, dan lain-lain.
Untuk itu, hal-hal yang dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi ini perlu
dilokalisir dan segera dipecahkan solusinya oleh semua komponen bangsa, khususnya
pemegang kekuasan yang mendapat amanah untuk menjalankan amanat rakyat dan
undang-undang dasar. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain dengan cara
memberi kesempatan pada dunia usaha agar dapat membuka kesempatan kerja seluas-
luasnya. Di samping itu, perlu adanya kesadaran bersama bahwa kesenjangan ekonomi
bukan berarti menjadi halangan untuk dapat menempatkan diri dalam kesederajatan
dan kemartabatan yang sama antara sesama manusia. Dengan demikian, melalui
kesadaran tersebut akan dapat mengurangi atau bahkan menghindari terjadinya potensi
konflik di masyarakat.
Kesenjangan ekonomi juga bisa berujung pada kesenjangan sosial apabila
kesadaran untuk memahami kesederajatan dan kemartabatan manusia masih bersifat
diskriminatif. Pelayanan publik seperti masalah kesehatan, birokrasi, dan lain-lain yang
diskriminatif akan menimbulkan potensi konflik. Kesenjangan sosial dapat terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor berikut, misalnya: karena perbedaan kemampuan
ekonomi; status sosial karena pangkat, jabatan, tingkat pendidikan, dan keturunan;
profesi kerja: Pada umumnya negara - negara berkembang yang dulu pernah dijajah
masih banyak yang berpikir secara feodalistik, sehingga kekayaan, pangkat, jabatan,
tingkat pendidikan, keturunan, maupun profesi kerja sering menjadi ukuran kelas sosial.
Ketiadaan dari salah satu unsur-unsur tersebut mengakibatkan pandangan yang
diskriminatif atas aktivitas sosialnya. Kondisi ini menunjukkan belum adanya kerelaan
semua pihak untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kesederajatan dan kemartabatan
manusia didasarkan profesionalitasnya.
Kesadaran untuk menghargai dan menghormati profesionalitas manusia masih
sangat rendah, terbukti masih banyak perlakuan yang diskriminatif antara yang
berprofesi sebagai pejabat maupun pegawai negeri, TNI, Polri, dibandingkan dengan
kalangan pekerja swasta, buruh, TKI, maupun terhadap pembantu rumah tangga.
Sebagaimana negara-negara yang telah maju nilai kesederajatan dan kemartabatan
manusia lebih banyak didasarkan pada esensi kemanusiaannya, bukan pada profesi
kerjanya. Status sosial dalam profesi kerja dihargai dan dihormati kapasitasnya sebagai
sesuatu yang profesional, sehingga apa pun status kerjanya akan mendapatkan
kehormatan dan penghargaan yang sama atas kapasitas profesionalitasnya.
Dengan demikian, tidak ada diskriminasi birokrasi dalam pelayanan publik
maupun dihadapan hukum yang berlaku. Kedua, tentang kemerdekaan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang dituangkan pada pasal 28 sebagai berikut:
"Kemerdakaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh undang-undang." Pasa128 ini sudah jelas
memberi indikasi adanya kebebasan bagi setiap warga negara untuk berserikat atau
berorganisasi, dan mengeluarkan pendapatnya. Dengan kata lain, pemerintah
berkewajiban untuk mengawal proses demokrasi sehingga dapat membawa kehidupan
masyarakat dalam berbangsa dan bernegara didasari oleh nilai-nilai demokrasi secara
benar, manusiawi, dan beradab.
Ketiga, tentang kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan yang dituangkan
di dalam pasal 29 ayat 2, yang berbunyi sebagai berikut: "Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan menurut kepercayaannya."Dalam pasal ini setiap warga
negara diberi kebebasan untuk melakukan peribadatan sesuai dengan keyakinan
masing-masing, sehingga memberi kesempatan secara adil dan bijaksana kepada setiap
warga negara untuk melakukan peribadatan”
Keempat, hak asasi manusia tentang pengajaran tertuang dalam pasal 31, ayat 1
dan 2 mengatur tentang hak asasi manusia mengenai pengajaran yang berbunyi: 1).
Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran; 2). Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-
undang. Pasal ini memberikan hak kepada setiap warga negara untuk mendapatkan
pengajaran sesuai dengan sistem yang telah ditentukan di dalam undang-undang.
Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu lain, atau terhadap
kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) oleh pemimpin perusahaan terhadap karyawannya. Pada sisi lain,
prasangka bisa berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya jurang pemisah antara
kelompok orang-orang kaya dengan golongan orang-orang miskin. Harta kekayaan
orang-orang kaya baru diduga sebagai harta yang didapat dari usaha-usaha yang tidak
halal. Misalnya, karena korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat, dan
lain-lain. Kasus PHK yang dicontohkan di atas lebih tepat dianggap sebagai faktor
situasional, sedangkan kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang dapat dianggap
sebagai aspek perkembangan sosio-kultaral.
Prasangka dan diskriminasi juga dapat terjadi karena faktor kesenjangan sosial.
Kehidupan masyarakat yang cenderung menampakkan faktor kesenjangan sosial yang
terjadi akan dengan mudah memunculkan prasangka antara golongan atau kelompok
yang satu dengan golongan atau kelompok yang lain. Timbulnya saling prasangka yang
terus-menerus terjadi dapat diakibatkan oleh faktor kesenjangan sosial di masyarakat,
yang disebabkan oleh faktor ras, golongan atau kelompok yang berbeda, keturunan,
maupun kondisi perekonomian. Segala bentuk diskriminasi karena faktor perbedaan di
atas akan dapat memicu timbulnya konflik-konflik antar kelompok yang berbeda.
c) Mengakomodasi keragaman
Idealisme paham kebangsaan yang mencanangkan persatuan, kesatuan, dan
kemerdekaan telah menumbuhkan sikap kesepakatan, solidaritas, dan loyalitas yang
tinggi. Sikap muIia para pendahulu bangsa ini perlu ditindak lanjuti dengan berbagai
peraturan dan kebijakan yang bisa diterima oleh semua pihak. Melalui mekanisme
transparansi dan kelapangan dada untuk menerima dan memperoleh masukan atau
kritik semua pihak maka segala hal yang menyangkut kepentingan umum dapat
diakomodasi dengan arif dan bijaksana, serta menjunjung tinggi asas keadilan. Upaya
silaturahmi atau menjalin komunikasi dua arah dengan berniat membuka diri untuk
berdialog antar golongan, antar kelompok sosial yang diduga berprasangka sebagai
upaya membina kesatuan dan persatuan bangsa, adalah suatu cara yang sungguh
bijaksana.
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu
bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini
sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. jika individu berhasil
dalam memenuhi kepentingannya, ia akan merasa puas, sebaliknya kegagalan dalam
memenuhi kepentingan akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun
bagi lingkungannya. Dengan berpegang kepada prinsip bahwa tingkah laku individu
merupakan cara atau alat dalam memenuhi kepentingannya, maka kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh individu di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan
manifestasi pemenuhan dari kepentingantersebut. Pada umumnya, secara psikologis
dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu, yaitu kepentingan untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial-psikologis. Oleh karenanya individu
mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-
aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul
perbedaan individu-individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut
secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan
sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu dalam hal
kepentingannya meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya, lingkungan yang
berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan
meskipun pem-bawaannya sama. Menurut Ahmadi (1991:268), perbedaan kepentingan
meliputi:
1) Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2) Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3) Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4) Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5) Kepentingan individu untuk dibutuhkan oleh orang lain.
6) Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya.
7) Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8) Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
Kenyataan-kenyataan seperti itu menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi
mewujudkan idealisme yang merupakan konsensus dari berbagai sub-ideologi yang
akhirnya akan melahirkan kondisi disintegrasi atau konflik. Permasalahan utama yang
jelas tampak pada tinjauan konflik ini adalah adanya jarak yang terlalu besar antara
harapan (tujuan sosial) dengan kenyataan pelaksanaan maupun hasilnya. Hal itu
disebabkan olehcara pandang yang berbeda antara pemerintah atau penguasa
sebagai pemegang kendali ideologi dengan berbagai kelompok kepentingan.
C. KESIMPULAN
Keragaman dipandang sebagai kekayaan budaya yang membanggakan, artinya
bahwa, bangsa Indonesia memiliki beragam unsur kebudayaan yang berasal dari
beragam golongan, kelompok, atau pun komponen bangsa lainnya. Masing-masing
komponen bangsa memiliki bentuk dan potensi tersendiri untuk dapat dikembangkan,
sehingga dalam pengembangannya dapat dipandang memiliki beragam potensi yang
bisa dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Namun demikian, beragam potensi yang
rnerupakan wujud kekayaan bangsa ini juga berpotensi untuk menimbulkan adanya
banyak kerawanan yang berpotensi menimbulkan banyak masalah, sehingga rawan akan
konflik. Untuk menekan terjadinya konflik, maka diperlukan tata kelola yang baik dan
seyogyanya menghidari sikap-sikap yang mengarah pada etnnosentrusme, stereotipe
etnis, politik aliran maupun diskriminasi terhadap kelompok-kelompok sosial
masyarakat lainnya.
LEMBAR KERJA MAHASISWA
Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media,
Jakarta
Ritzer, George,1980, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigama Ganda, Rajawali Pers,
Jakarta
Soekanto, Soerjono., 1998. Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada.
Veeger, K.J. 1995. Ilmu Budaya Dasar: buku panduan mahasiswa. Jakarta : Apatik dan
PT. Gramedia.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
BAB VII
MANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI
STANDAR KOMPETENSI :
Mahasiswa dapat mengerti, menjelaskan dan memahami hakikat dan makna sains,
teknologi dan seni bagi manusia dan dampak penyalahgunaan IPTEKS pada kehidupan
sosial dan budaya serta problematika pengembangan dan penggunaan IPTEKS di
Indonesia.
INDIKATOR PEMBELAJARAN :
1.Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi
manusia.
MATERI PEMBELAJARAN :
A. PENDAHULUAN
Pada pembahasan ini mahasiswa akan disajikan secara rinci tentang : Hakikat dan
makna sains, teknologi dan seni bagi manusia. Dampak penyelahgunaan Inteks pada
kehidupan, Problematika pemanfaatan Ipteks di Indonesia Pemahaman terhadap
pemblejaran ini diharapkan mahasiswa mampu: Mahasiswa mampu menjelaskan
hakikat dan makna sains, teknologi dan seni bagi manusia, Mahasiswa mampu
menguraikan berbagai dampak penyalahgunaan Inteks pada berbagai dimensi
kehidupan sosial, Mahasiswa mampu mngemukanan berbagai realitas permasalahan
serta pemanfaatan Ipteks bagi kepentingan kehidipan sosial
B.PENYAJIAN MATERI
Janet Woll sebagaimana dikutip Elly M. Setadi (2010), mengatakan bahwa seni
adalah produk sosial. Sedang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, seni adalah
“keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya,
dan sebagainya), seperti tari, lukis, ukir, dan lain-lain." Istilah seni (the art) dalam ilmu
sosial menyatu bagai bagian tak terpisahkan dari apa yang oleh para ilmuwan sosial
disebut sebagai sosiologi seni-seni (sociology of the arts) atau sosiologi seni dan literatur
(sociology of the art and literature). Sebenarnya, sosiologi seni-seni visual relatif jarang
dikembangkan ketimbang sosiologi literatur, drama atau bahkan film. Sifat generik dari
pokok bahasan subdisiplin sosiologi ini mau tidak mau menimbulkan kesukaran-
kesukaran dalam analisis, lantaran kita tidak selalu bisa menarik garis sejajar antara,
katakanlah, musik dan novel dengan konteks sosial atau politiknya.
Seni benar-benar merupakan wilayah yang cair. Di dalamnya tidak ada satu
model analisis atau teori yang dominan, yang menjelaskan hubungan seni dan
masyarakat. Hal yang diminati adalah masalah hubungan-hubungan sosial di mana karya
seni itu diproduksi. Ahli sosiologi melihat kepada peran para "penjaga gawang" (para
penerbit, kritikus, pemilik galeri) dalam memperantarai seniman dan masyarakat; juga
mengenai hubungan-hubungan sosial dan proses pengambilan keputusan di sebuah
akademi seni atau perusahaan opera; atau mengenai hubungan antara produk-produk
budaya tertentu (misalkan, fotografi) dan organisasi-organisasi sosial di mana karya itu
dihasilkan (Alder 1979). Titik beratnya, kendati tidak mesti eksklusif, seringkali adalah
pada seni-seni pertunjukan (perforating arts), dimana kompleksitas hubungan-hubungan
sosial dianalisis. Di Inggris, seni-seni pertunjukan mendapat tempat kedua setelah
literatur, yang menjadi fokus para sosiolog.
Terkait dengan hakiki seni seperti itu, apa yang disebut pendekatan produksi-
budaya itu acapkali mendapat kritik karena dianggap sering mengabaikan produk
budaya itu sendiri. Karya seni dianggap sebagai objek yang sudah demikian adanya dan
tidak perlu diperhatikan lagi isi, sifat simboliknya, atau konvensi-konvensi penyajiannya.
Akan tetapi karya dalam tradisi Marxis ternyata mengakui pentingnya melihat novel,
lukisan, atau film secara kritis dan analitis sebagaimana halnya kondisi-kondisi
produksinya. Para ahli seni Marxis sudah bergerak dari metafora sederhana dan kurang
mengena, yakni basis dan suprastruktur, yang mengandung bahaya sikap reduksionis
ekonomi terhadap budaya, dan beranjak melihat literatur serta seni semata-mata
sebagai "pencerminan" faktor-faktor kelas atau ekonomi. Karya pengarang kontinental
Eropa (Gramsci, Adorno, Althusser) menjadi penting dalam penyernpurnaan model,
dengan bertumpu pada level-level kelompok sosial antara kesadaran individual dan
pengalaman (pengarang), dan spesifikasi tekstual.
Dalam hal yang terakhir tadi, dimasukkan pemikiran strukturalis, semiotik, dan
psikoanalisis ke dalam perspektif yang lebih sosiologis, yang memungkinkan
diperhatikannya hal-hal seperti narasi, imajinasi visual, teknik-teknik dan konvensi
sinematik, dan kode-kode televise. Jadi, selain menunjukkan bahwa acara-acara baru di
televisi, misalnya, diproduksi dalam konteks hubungan sosial kapitalis, pemerintah, atau
pembiayaan keuangan tertentu, serta ideolagi profesional atau politik tertentu, tidak
tertutup kemungkinan untuk melihat 'teks'-nya (dalam hal ini, acara televisi itu sendiri)
dan menganalisis berbagai hal, sebagai cara untuk menentukan makna-makna (estetis,
politis, ideologis) lewat bermacam saluran-lewat kode-kode visual dan aural, komentar
naratif, pengambilan sudut kamera, dan seterusnya.
Pendekatan sosiologis terhadap seni telah mampu menunjukkan
kesinambungan, dan hubungan kelas, perkembangan dan perpisahan antara "seni
tinggi" dan "budaya populer" dan dengan demikian mengungkap sisi problematik dari
konsepsi-konsepsi seni yang dimiliki oleh mereka yang mendukung dan membiayai
kesenian, serta masyarakat secara keseluruhan (termasuk juga para sosiolog-nya). Istilah
cultural capital (Bourdieu 1984), menunjukkan bahwa kelompok-kelompok sosial
dominan menggunakan bentuk-bentuk budaya tertentu untuk mengamankan identitas
mereka dari serbuan kelompok lain. Istilah ini berguna untuk menunjukkan sejarah dan
kesinambungan produksi batas-batas dan penilaian estetika dalam budaya.
Pertanyaannya sekarang, apa sebenarnya makna keberadaan sains, teknologi,
dan seni bagi manusia? Secara ekonomik, kehadiran dan perkembangan Ipteks dapat
menghasilkan kesejahteraan lahir (material) maupun psikhis bagi yang menikmatinya.
Kemajuan budaya dan peradaban manusia tidak dapat dilepaskan dari kehadiran Ipteks
dalamberbagai segmen kehidupan, mulai dari rumah tangga, organisasi, bisnis,
pemerintahan, pertanian, budaya populer, dan sebagainya.Sebagaimana dikatakan Elly
M. Setiadi (2010), dengan menggunakan berbagai Ipteks, manusia dapat memperoleh
hasil, misalnya:
1. Penggunaan teknik nuklir, orang dapat membuat reaktor nuklir yang dapat
menghasilkan zat-zat radio aktif, di mana zat ini dapat dimanfaatkan untuk
maksud damai. Misalnya, untuk keperluan bidang kesehatan (sinar rontgen), di
bidang pertanian untuk memperbaiki bibit, untuk mendapatkan energi tinggi.
2. Penggunaan teknologi hutan, seperti kita ketahui, hutan mempunyai banyak
fungsi kertas, industri kayu lapis/bahan bangunan, berfungsi untuk tempat
penyimpanan air, objek pariwisata, dan lain-lain.
Sudah menjadi sifat dari kebanyakan manusia apabila telah terpenuhi satu
keinginan maka akan timbul keinginan yang lain atau menambah apa yang telah
tercapai. Sudah jamak terjadi bahwa setiap orang tidak ingin mengalami kesulitan, tetapi
setiap orang akan berusaha dalam setiap langkah untuk mendapatkan kemudahan.
Kemudahan itu didapatkan antara lain dengan penerapan perkembangan Ipteks.
Misalnya antara lain:
1. Dengan teknik modern, dari teknik mengendalikan aliran air sungai, petani
mendapatkan kemudahan dalam memperoleh air. Bendungan dapat
dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Alat rumah tangga elektronik
mempermudah ibu-ibu rumah tangga dalam melaksanakan tugasnya.
2. Dengan teknik modern dapat dibuat bermacam-macam media pendidikan,
seperti OHP, slide, fiIm setrip, TV, CCTV, dan lain-lain yang dapat mempermudah
para pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Sejauh ini, Ipteks
memungkinkan terjadinya perkembangan keterampilan dan kecerdasan
manusia. Hal ini karena dengan perkembangan Ipteks memungkinkan
tersedianya sarana dan prasarana penunjang kegiatan ilmiah; dan meningkatnya
kesejahteraan, kemakmuran, dan kesehatan masyarakat.
Tingkat pendapatan per kapita di Indonesia masih tergolong rendah. Di satu sisi
ada orang yang berpenghasilan melebihi kebutuhannya, di sisi lain terdapat banyak
orang yang jangankan untuk mencukupi kebutuhan, untuk memenuhi sebagian kecil
kebutuhannya saja sudah susah. Kondisi ekonomi yang timpang merupakan problem
yang tak kalah serius dalam hal pemanfaatan Ipteks di Indonesia.Kehadiran sains dan
teknologi pertanian misalnya, tidak sepenuhnya dinikmati atau dapat dimanfaatkan oleh
para petani. Selain penguasaan lahan pertanian yang sempit, harga teknologi itu dirasa
mahal sehingga tidak terjangkau. Hanya petani dengan kapital besar yang dapat
memanfaatkan secara optimal. Sementara petani gurem hanya menjadi penonton. Pada
konteks seperti itu, bagaimana mungkin kita berharap kesejahteraan petani bisa
meningkat?
Ritzer, George & Godman, J Douglas, 2003, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media,
Jakarta.
Boelaars, Y. (1984). Kepribadian Indonesia Modern, Suatu Peelitian Antropologi Budaya.
Jakarta: PT Gramedia.
Herimanto dan Winarno, 2008, Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Pt. Bumi Aksara, Jakarta
Timur.
Sumaatmadja, Nursid, 1996, , Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan
Hidup, Alfabeta, Bandung.
TENTANG PENULIS
Muhammad Junaedi terlahir di Purworejo, 27 Agustus 1986.
Jenjang pendidikan Sarjana ditamatkan pada tahun 2009 dalam
bidang studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang, selanjutnya melanjutkan
program magister di Perguruan Tinggi Almamater yang sama
dan selesai pada tahun 2013 dalam bidang studi Ilmu Sosiologi
Universitas Muhammadiyah Malang, saat ini penulis merupakan
salah satu staf pengajar dosen di Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo yang mengampu Mata Kuliah Umum seperti Ilmu Sosial
Budaya Dasar, Pendidikan Pancasila dan Pendiikan
Kewarganegaraan. Fokus studi penulis menyangkut tentang dinamika kehidupan sosial
masyarakat yang berkaitan dengan tema multikulturalisme, salah satu publikasi karya
tulisnya yaitu menjadi kontributornaskahdalam Buku “Hak Asasi Manusia Untuk
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Di Indonesia Keniscayaan, Kenyataan dan
Penguatan, Penerbit Pusat Studi Agama dan Multikulturalisme PUSAM kerja sama The
Asia Foundation, Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, 2014.