Poverburden = Pf + Pg…………………………………………………………….(4-1)
Keterangan:
Pf : Tekanan fluida
Pg : Tekanan grain
Seiring jalannya produksi, maka tekanan fluida akan menurun dan menyebabkan
tekanan grain yang semakin membesar. Selain tekanan overburden ada dua
tekanan horisontal, σH (tegangan in situ horisontal maksimum), dan σh (tegangan
in situ minimum horisontal), yang umumnya tidak sama (McLean, 1990).
108
Gambar 4.1 In-situ Stresses
……………………………………………………………………….(4-2)
………………………(4-3)
…………………………...(4-4)
……………………………………………(4-5)
…………………………………………………………………..(4-6)
Tekanan lokal pada dinding sumur bor (r = rw) yang disebabkan oleh efek kimia
dan termal dapat dinyatakan sebagai berikut
…………………………………………………………………………(4-7)
……………………....(4-8)
…………………………..(4-9)
Dari Persamaan diatas, satu catatan bahwa profil tekanan dan temperatur pori
diperlukan untuk menghitung distribusi tegangan di sekitar sumur bor yang
berasal dari efek kimia dan termal. Profil tekanan pori diubah oleh gerakan air dan
ion ke dalam atau di luar serpih karena potensi hidrolik, kimia, dan elektrik. Profil
tekanan dan temperatur pori dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
yang disajikan dalam literatur (Ottesen dan Kwakwa, 1991; Lomba et al, 2000;
Awal et al., 2001; Zhang et al, 2006; Nguyen et al., 2007). Untuk mengevaluasi
potensi stabilitas sumur bor, model konstitutif yang realistis harus digunakan
untuk menghitung tekanan dan tegangan di sekitar sumur bor. Tekanan dan strain
yang dihitung kemudian harus dibandingkan dengan kriteria kegagalan yang
diberikan.
Pada tahapan well completion harus mempertimbangkan risiko
ketidakstabilan sumur bor. Tujuan dari penilaian stabilitas sumur bor adalah untuk
mengukur pengaruh parameter-parameter yang mempengaruhi integritas sumur
tertentu seperti kurangnya tekanan sumur bor, transmisi tekanan pori, dan lainnya.
Hasil penilaian stabilitas sumur bor harus digunakan untuk mengurangi
konsekuensi ketidakstabilan.
b. Liner Completion – Wairakei, New Zealand (Craig, 1961) dan US Gulf Coast
Pada sumur panasbumi, liner completion ada dua macam, yaitu slotted
liner assembly dan downhole perforated liner type completion. Pada screen dan
slotted liner, liner telah memiliki lubang dan tidak diperlukan perforasi. Liner ini
dipasang pada liner hanger di casing produksi, dan tidak dilakukan penyemenan
karena justru apabila disemen dapat mengakibatkan penutupan rekahan rekahan,
dan mengahalangi fluida masuk ke dalam sumur. Keuntungan metode ini adalah:
1.) Dapat menjadi sand control.
2.) Kecil kemungkinan adanya formation damage.
3.) Memperkuat lubang di depan formasi produktif.
Kerugian dari metode ini adalah:
1.) Tidak dapat mengontrol laju produksi.
2.) Diameter lubang berkurang.
3.) Lebih mahal daripada open hole completion.
Jenis komplesi ini yang paling banyak digunakan karena memang yang
paling baik. Cutting pemboran yang masuk ke dalam formasi akan terdorong
fluida produksi ketika akan diproduksikan dan tersangkut di depan lubang-lubang
yang dimiliki oleh slotted liner, walau hal ini terjadi, kemungkinan terganggunya
proses produksi kecil.
Gambar 4.4. menjelaskan tentang screen dan liner assembly.
Gambar 4.4.
Screen dan Liner Assembly (Rudy Rubiandini, 2009)
Pada jenis kedua yaitu perforated liner completion, casing produksi
diletakknya di atas zona produksi, kemudian dibor dan dipasang liner lalu
disemen. Untuk membuka lapisan produktif, liner diperforasi. Keuntungan dari
metode ini adalah:
1.) Formation damage dapat dikurangi.
2.) Dapat menyesuaikan dengan pengontrolan pasir.
Kerugian metode ini adalah:
1.) Mengurangi diameter lubang bor.
2.) Liner produksi susah untuk diambil lagi.
3.) Lebih mahal dari open hole completion
Gambar 4.5 menjelaskan tentang perforated liner completion.
Gambar 4.5
Perforated Liner Completion (Rudy Rubiandini, 2009)
c. Perforated Casing Completion – Roosevelt, Utah (Rudisill, 1978)
Pada komplesi ini, casing produksi dipasang melewati daerah atau zona
produktif kemudian dilakukan penyemenan dan perforasi. Keuntungan dari
metode ini antara lain:
1.) Pengontrolan laju produksi lebih mudah.
2.) Diameter lubang seragam dan dapat mengontrol pasir.
Kerugiannya antara lain:
1.) Menambah biaya operasi untuk perforasi.
2.) Sulitnya menentukan daerah formasi produktif untuk sumur panasbumi.
Gambar 4.6 menjelaskan tentang perforated casing completion.
Gambar 4.6
Perforated Casing Completion (Rudy Rubiandini, 2009)
Secara umum, tipe komplesi yang digunakan pada sumur panasbumi yaitu
slotted liner completion atau liner completion.
4.2.1. Prosedur Completion
Ada beberapa hal yang merupakan prosedur yang umum untuk formation
completion, yaiu:
a. Lokasi top zona produktif harus ditentukan terlebih dahulu.
b. Apakah dari sayatan vertikal pemboran memperlihatkan adanya aliran dan
permeabilitas dari formasi produktif.
c. Mengisolasi zona produktif.
d. Menghindari pengaruh damage dari drilling fluid terhadap permeabilitas
formasi produktif.
e. Jika kondisi batuan memungkinkan digunakan open hole completion. Tetapi
jika formasi tidak kompak (unconsolidated) maka menggunakan liner
completion.
f. Perforasi atau derajat sementasi casing dengan lubang bor harus cukup baik.
g. Instalasi harus mempunyai bentuk pemipaan tubular yang baik.
Parameter yang berpengaruh dalam formation completion yaitu
pembersihan lubang bor, pemilihan ukuran casing, penyumbatan, korosi,
kestabilan lubang bor dan pengaruh temperatur tinggi.
4.2.3. Liner Completion
Liner completion sangat umum digunakan pada sumur panasbumi seperti
yang dijelaskan sebelumnya, terutama jika berasosiasi dengan daerah vulkanik
seperti Wairakei, Indonesia. Dengan tipe ini, penyemenan casing produksi akan
lebih sempurna karena ditempatkan di atas formasi produktif, karena akan
menghindari terjadi channeling yang dapat menyebabkan collapse dan buckling
pada casing. Liner completion yang umum digunakan adalah slotted liner
completion, karena pada perforated liner, dapat menyebabkan formation damage
yang akan menutup rekahan pada zona produktif, mengurangi laju produksi, dan
juga dilihat dari sisi keekonomisan, lebih mahal.
Pada perencanaan liner completion dengan slotted liner, ada beberapa hal
yang direncanakan, antara lain:
4.2.3.1. Bentuk Liner
Bentuk slotted liner/screen
Berdasarkan bentuknya, terdapat 3 tipe dasar yang digunakan:
1.) Wire wrapped pipe base
2.) All welded screen
3.) Slotted liner
Sedangkan bentuk slotted liner yaitu horizontal slotted, single slotted non
staggered row, single slotted staggered row, gang slotted staggered row. Pada
jenis single staggered slot, lebih sering digunakan karena kekuatan pada bagian
pipa lebih tahan lama, pola ini juga lebih memberikan distribusi lubang yang lebih
beragam pada pipa
Gambar 4.7.
Bentuk Slotted Liner (Baker Oil Tools)
Sedangkan bentuk lubang pada slotted liner ada dua, yaitu straight slot dan
keystone slot. Umumnya yang digunaan yaitu Straight Slot dibanding dengna
Keystone Slot, karena apabila partikel batuan atau cutting yang telah melewati
OD pipa, akan diteruskan seiring dengan aliran, dibanding tertahan pada lubang
lubang tersebut.
Gambar 4.8.
Bentuk Slot pada Slotted Liner (Baker Oil Tools)
4.2.3.2. Perencanaan Diameter Slotted Liner
Diameter liner ditentukan agar memperoleh kapasitas produksi yang
diinginkan, serta kemudahan dalam penanganan. Sparlin memberikan
rekomendasi untuk pernecanaan diameter liner/screen untuk sumur-sumur, antar
lain:
a. Diameter luar pipa liner/screen paling sedikit 2 inch lebih kecil dari diameter
dalam casing produksi, untuk segi praktis.
OD liner = ID casing produksi – 2”, inch
b. Screen/slotted tidak memerlukan diameter yang sama dengan diameter tubing
bila memakai tubing.
Diameter casing produksi dapat dihitung dan liner menyesuaikan, perhitungan
dengan persamaan berikut:
M 0,5
(4 )
ρv
D=( ) ............................................................................................... (4-10)
𝜋𝑉
Keterangan:
M = Laju aliran massa uap
q = Laju alir (debit) fluida formasi dari dasar sumur ke permukaan
ρv = densitas uap
V = Kecepatan alir rata-rata uap di dalam pipa
D = Diameter dalam liner
Untuk sumur panasbumi dominasi uap, diameter slotted liner dapat dicari
dengan menggunakan tabel Matsuo Tabel IV-1 agar memperoleh laju produksi
uap yang optimum.
Tabel IV-1.
Diameter Liner/Screen yang Dianjurkan Untuk Inside Casing
Keterangan:
ΔLH = perubahan panjang akibat helical buckling
E = modulus elastisitas pipa, 29x106 psi
I = momen inertia pipa, in4.
= (π/64)x(OD4 – ID4)
Wbuoy = berat pengapungan per unit panjang pipa.
= BF x panjang pipa
Pr = beban tekanan (compressive load), psi
= NW x panjang liner
Ps = tenaga penstabil (stability force), psi
= Pf x Ap
Ap = luas penampang liner, in2
= 0.25 x π x (OD2 – ID2), in2
e = clearance antara liner dengan formasi, inch
Perencanaan helical buckling ini diperhitungkan pada formation
completion untuk sumur panasbumi, karena umumnya liner tidak disemen dan
hanya digantungkan pada lienr hanger pada casing produksi.
Gambar 4.10
Perbedaan Konfigurasi Sumur Standar dengan Sumur Bighole (Nenny
Saptadji)
Casing berfungsi antara lain:
a. Melindungi aquifer dari kontaminasi lumpur pemboran
b. Menyediakan well control ketika kick terjadi
c. Mengisolasi formasi dan meminimalisir problem pemboran
d. Menyediakan kestabilan lubang bor
e. Tempat dudukan BOP
f. Mencegah hubungan langsung antar formasi
g. Menutup zona bertekanan abnormal dan zona lost
Jenis jenis casing pada panasbumi sama dengan jenis jenis casing pada
migas, yaitu:
Menurut Snyder (1979), macam-macam yang umum dari rancangan di
gambarkan dalam Gambar 4.11. dijumpai di lembah Imperial, California, dengan
memproduksikan melalui pipa permukaan dan liner. Slotted liner yang tidak
disemen ditempatkan pada interval lubang sumur yang produktif.
Dengan subtitusi besarnya laju aliran massa pada persamaan diameter casing
produksi, maka didapat persamaan:
M 0,5
(4 )
ρv
D=( ) ................................................................................................ (4-20)
𝜋𝑉
Keterangan:
M = Laju aliran massa uap, kg/detik
q = Laju alir (debit) fluida formasi dari dasar sumur ke permukaan
ρv = densitas uap, kg/m3
V = Kecepatan alir rata-rata uap di dalam pipa, m/detik
D = Diameter dalam casing produksi, inch
Setelah dihitung besarnya harga D, harga D dapat disesuaikan dengan
ukuran casing yang umumnya terdapat di pasaran (ambil diameter casing yang
terdekat dengan harga D, sesuai dengan casing table).
Dari data besarnya laju alian massa maksimum yang diperkirakan dapat
dihasilkan sumur, dapat ditentukan ukuran casing produksi, setelah ukuran casing
produksi ditentukan, maka menentukan ukuran diameter lubang dan ukuran liner,
serta ukuran casing lainnya.
Ukuran diameter casing dapat dilihat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12
Diameter Ukuran Lubang dan Ukuran Casing
(Neal Adam, 1985)
Matsuo (1973) memberikan gambaran estimasi yang optimum dari ukuran
lubang bor dan casing yang sesuai untuk digunakan pada sumur panasbumi,
berdasarkan laju aliran fluida produksi (ton/jam). Maka ukuran casing dapat
ditentukan, seperti pada tabel:
Tabel IV-2
Petunjuk Pemilihan OD yang Optimum
Steam Flow Open Hole Ukuran Casing Klasifikasi
12 ¼ 9 5/8 Intermediate
8 3/8 7 Production
25-50 18 16 Surface
14 ¾ 11 ¾ Intermediate
50-80 22 18 Surface
17 13 3/8 Intermediate
12 ¼ 9 5/8 Production
Gambar 4.14
Facies Metamorfosa Thermal Menurut Winkler
Dari klasifikasi di atas, terlihat bahwa epidote merupakan facies terendah,
yang terjadi pada temperatur 400 oC. Epidote biasanya berisi atau terisolasi oleh
tetrahedral group (Si2O7) dan single tetrahedron (SiO4) dalam bentuk strukturnya.
Kristal-kristal epidote dalam sistem monoklin merupakan bentuk yang
paling sederhana. Epidote mempunyai belahan prisma yang berkembang ke arah
pinggir. Umumnya berbentuk rumping seperti jarum, dapat juga sub-herical dan
bentuk angular atau kumpulan butir, dimana tiap butir umumnya mirkoskopik.
Sifat umumnya belahan sempurna ke arah paralel membentuk bidang belahan dan
tidak terdapat pecahan. Kekerasan antara 6 hingga 7 pada skala Mohs. Spesifik
gravitynya 3,2 – 3,5. Berwarna hijau, umumnya kuning kehijauan, antara hijau
pistackio sampai gelap dan hijau tua, transparan sampai spaque.
Rumus umum mineral epidot K4CaO3(Al,Fe)2O3.6SiO2H2O. epidote
dengan solusi padat memiliki anggota akhir clonozoisite
(Ca2Al2O(SiO4)(Si2O7)(OH). Umumnya epidote mempunyai satu Al3+ diganti
dengan Fe3+ menjadi Ca2FeAl2O(SiO4)(Si2O7)(OH), atau dapat juga dapat
dimungkinkan diganti yang lain. Jika Mn3+ diganti dengan Fe+3, epidote berwarna
merah mudah keunguan dinamakan premonitite. Jika calcium yang diganti
dinamakan Allanite tetapi jarang terjadi. Karakteristik epidote umumnya
merupakan hasil alterasi dari mienral mineral lain, seperti pada proses perubahan
piroksin menjadi hornblende dengan tambahan mineral epidote dan albit. Pada
batuan beku mafik dibawah pengaruh metamorfosa ringan epidote juga dapat
terbentuk. Epitode kemudian berkembang menurut tipe tipe tertentu, dan dapat
berasosiasi dengan mineral silikat dimana bentuk semuanya terjadi pada waktu
yang sama dengan silikat.
Mineral epidote dapat terbentuk pada tingkat metamorfosa yang sangat
rendah (very low grade) sampai tingkat, metamorfosa rendah (low grade).
Terbentuknya mineral epidote bersama-sama dengan mineral lainnya, tetapi yang
khasi bahwa derajat I mineral epidote mengganti mineral prehnite (Pr) untuk
temperatur yang lebih tinggi. Sedangkan untuk derajat II mineral epidote (Ep)
mengganti mineral actinolite (Ac) demikian juga untuk derajat III. Tingkat
terbentuknya mineral epidote pada metamorfosa tingkat sangat rendah, adalah
sebagai berikut:
1. Derajat I: tempreatur 150-200 oC, sampai dengan 225 – 325 oC akan terbentuk
mineral mineral:
Pumpellyte + Prehnite + Chlorite + Quartz
Pumpellyte + Epidote + Chlorite + Quartz
2. Derajat II: temperatur 225-350 oC sampai dengan 350 – 400 oC akan terbentuk
mineral mineral:
Pumpellyte + Actinolite + Chlorite + Quartz
Pumpellyte + Epidote + Chlorite + Quartz
3. Derajat III: temperatur 325 – 400 oC keatas akan terbentuk mineral mineral:
Prehnite + Actinolite + Chlorite + Quartz
Prehnite + Epidote + Chlorite + Quartz
Prehnite + Epidote + Chlorite + Pumpellyte
Menurut Nitsch (1971) reaksi yang terdapat pada tingkat sangat rendah ini
meliputi mineral mineral: prehnite, pumpellyte, chlorite, zeolite, actinolite, dan
quartz, mengikuti reaksi sebagai berikut:
Prehnite + chlorite + quartz = pumpellyte + actinolite + quartz
pumpellyte + actinolite + quartz = clinozoisite + actinolite
pumpellyte + Quartz = prehnite + cilozoisite + actinolite
prehnite + chlorite = pumpellyte + clinozoisite + actinolite
prehnite + chlorite + quartz = diopside + actinolite
pumpellyte + quartz = prehnite + clinozoisite + chlorite
Dalam kesetimbangan reaksi di atas mineral epidote kemungkinan sebagai
pengganti dari bentuk clinozoisite. Sedangkan satu tingkat reaksi mineral epidote
dari bentuk clinozoisite terjadi pada tingkat metamorfosa rendah (low grade) pada
temperatur sampai 500 oC, dengan reaksi:
Actinolite + clinozoisite + chlorite + quartz = hornblende
Korelasi antara tekanan dan temperatur formasi berdasarkan gradient
temperatur dan tekanan lapangan, diplot pada gambar hubungan fasa dalam
tingkat metamorfosa rendah dapat ditentukan pada tingkat epidot keberapa
mineral indikator itu terbentuk dan apa mineral ciri penyertanya.
setting depth casing produksi ditempatkan pada formasi yang telah
kompak atau pada zona profilitik. Pada kebanyakan lapangan panasbumi dengan
temperatur tinggi, zona kompak untuk penentumapatan casing produksi ini
dengan temperatur paling rendah 230 oC (Malcolm Grant, 1982).
4.3.2.2. Penentuan Setting Depth Casing Lainnya
Ada dua cara yang umum untuk menentukan setting depth casing yang
lain yang berada di atas casing produksi (conductor, surface, dan intermediate)
yaitu berdasarkan kondisi lithologi dan berdasarkan beban tekanan terbesar pada
casing.
1. Berdasarkan kondisi lithologi
Pengelompokan lithologi ini berdasarkan atas hambatan dalam operasi
pemboran akibat kondisi lithologi dan struktur geologi. Langkah yang pertama
dilakukan yaitu menentukan caprock dan reservoirnya, kemudian dikelompokkan
menjadi kemungkinan hambatan yang terjadi seperti kontaminasi lumpur dengan
air permukaan ke runtuhan lubang, partial loss, total loss, adanya boulder, dan
lain lain. Dengan metode ini, setting depth casing produksi harus ditentukan
terlebih dahulu.
2. Berdasarkan beban tekanan pada casing
Beban tekanan yang terbesar yang diderita pada rangkaian casing adalah
saat sumur diproduksikan. Apabila tekanan fluida produksi pada suatu rangkaian
casing telah melewati tekanan rekah formasi, maka casing harus dilindungi
dengan rangkaian casing yang lain pada bagian luarnya, dan demikian seterusnya.
Menurut Dench (1980), untuk lapangan dengan vapor dominated, tekanan
reservoir harus diukur pada kedalaman yang memiliki permeabilitas tertinggi.
Dengan menggunakan data tekanan sumur-sumur yang diplot terhadap
kedalaman, terlihat profil tekanan sesuai dengan sifat reservoir yaitu adanya
gradient hidrostatis. Data yang diperlukan adalah kurva tekanan saturasi, densitas
formasi, kurva tekanan uap, dan data setting depth casing produksinya. Konsep
Dench ini memiliki prosedur yaitu:
a. Menentukan kurva tekanan saturasi dari harga temperatur saturasi (boiling
point temperature) dengan menggunakan persamaan:
C = 54.3 H0.2085
Keterangan:
C = boiling point temperature, oC
H = Kedalaman ukur, ft
b. Menentukan kurva densitas formasi. Untuk batuan vulcanic sebesar 2300
kg/m3 atau dengan gradient ±2.3 Ksc/10m.
c. Menentukan kurva tekanan fluida, dengan cara mencari terlebih dahulu
tekanan uap rata-rata sumur sumur terdekatnya.
d. Membuat kurva tekanan saturasi, kurva densitas formasi untuk tiap kedalaman
e. Memperkirakan kedalaman formasi produktif (total lost).
Contoh pada gambar 4.15 yaitu dimana kedalaman 900-1000 m, buat titik
(1), lalu tarik arah panah hingga didapat titik (2) hingga menyentuh kurva tekanan
formasi. Setelah itu buat kurva tekanan uap dengan tarik arah panah dari (2)
hingga menyentuh kurva formation density yang dianggap sebagai tekanan rekah
formasi. Setelah menyentuh kurva formation density, beri titik (3). Dari titik (3),
buat garis yang memotong kurva tekanan tersaturasi pada kedalaman yang sama,
lalu diperoleh titik (4). Demikian selanjutnya hingga titik (5) dan (6).
f. Titik (2), (4), (6) merupakan setting depth dari casing yang lain.
Perpotongan antara kurva tekanan uap atau air panas dari sumur pada saat
berproduksi dengan tekanan uap saturasi (boiling point pressure) dan tekanan
rekah formasi berdasarkan densitas formasi, didapatkan beban tekanan maksimum
dari suatu rangkaian casing, lalu ditentukan setting depth casing. Hal ini tentu saja
pertama harus menentukan setting depth casing produksi terlebih dahulu
berdasarkan kombinasi analisa temperature dari lumpur yang keluar, tingkat
ubahan mineral primer menjadi mineral sekunder (alterasi hidrotermal) dan
mineral indikator yang terbentuk pada suhu tinggi.
Gambar 4.15
Penentuan Setting Depth Casing Secara Grafis Berdasarkan Beban
Tekanan Casing
4.3.2.3. Kualitas Material Casing
Adanya temperatur tinggi dapat menyebabkan casing mengalami
elongation (memanjang), dan expansion (memuai), dan apabila penyemenan
kurang sempurna dapat menyebabkan channeling sehingga buckling, collapse,
dan bursting pada casing dapat terjadi. Peningkatan temperatur ini terjadi pada
saat penurunan casing ke dalam lubang sumur, pada saat menunggu semen
mengeras (WOC / waiting on cement), dan pada saat produksi.
Sifat elastisitas dan plastisitas dari rangkaian casing harus
dipertimbangkan, dengan memperkirakan thermal stress yang diderita casing
dengan cara:
St = β Δt E………………………………………………………………(4-31)
Keterangan:
St = thermal stress, psi
β = koefisien muai panjang (6,6 . 10-6 in/oF)
Δt = beda temperatur, oF
E = modulus elastisitas bahan baja, 29.106 psi
Pertambahan panjang akibat kenaikan temperatur (elongation) dapat
dihitung:
ΔL = L β Δt………………………………………………………………(4-32)
Keterangan:
ΔL = pertambahan panjang atau thermal elongation, inch
β = koefisien muai panjang (6,6 . 10-6 in/oF)
Δt = beda temperatur, oF
Gambar 4.16
Casing Buckling
Grant PrideCo-TCA melakukan percobaan untuk mengetahui strength
degradation factor pada casing umum, hal ini dapat dilihat pada Tabel IV-3
Tabel IV-3
Casing Yield Strength Degradation Factor (Grant PrideCo-TCA)
Gambar 4.20
Tension Failure (Bourgoyne, 1986)
b. External Pressure/Collapse
Collapse yaitu tekanan yang disebabkan dari luar casing. Pada
perencanaan, diangga casing dalam keadaan kosong. Ditinjau dari besarnya
collapse yang bekerja, maka casing yang paling kuat harus diletakkan di dasar
lubang sumur, karena harus cukup untuk menahan tekanan hidrostatis
lumpur.harga collapse besarnya sama dengan tekanan hidrostatis lumpur, karena
untuk mengimbanginya.
Pc= Sf x Ph .................................................................................................... (4-37)
Keterangan:
Ph= 0,052 x ρm x D........................................................................................ (4-38)
Keteranga:
Pc = collapse pressure, psi
Ph = tekanan hidrostatis, psi
Sf = angka keselamatan ( safety factor ) = 1.00 hingga 1.125
D = tinggi kolom fluida, ft.
ρm = densitas lumpur
Panjang casing yang direncanakan berdasarkan collapse pressure, yaitu:
MCR
L = Sf x ρm x 0,052 ............................................................................................ (4-39)
Keterangan:
L = panjang rangkaian casing, ft
MCR = Minimum Collapse Resistance, psi
Harga MCR telah diketahui sesuai jenis casing yang digunakan, setiap jenis akan
memiliki harga MCR yang berbeda beda.
Apabila harga collapse pressure akan melebihi harga collapse resistance,
maka casing akan mengalami failure berupa collapse atau dinding casing akan
mengalami pembengkokan ke dalam.
Gambar 4.21
Casing Collapse
c. Internal Pressure / Burst Pressure
Tekanan ini bekerja dari dalam casing dengan anggapan bahwa bagian luar
casing dalam keadaan kosong, gambar 4.22. Tekanan dianggap sama mulai dari
dasar sampai ke permukaan dianggap sebagai tekanan formasinya. Perhitungan
tekanan burst akan sama dengan perhitungan tekanan formasi. Persamaan
menurut rumus Barlow
Pb= 2 S t/de.................................................................................................... (4-40)
Atau dapat juga:
Pb= Pf ............................................................................................................ (4-41)
Keterangan:
Pb = Burst Pressure, psi
Pf = tekanan formasi, psi
S = tensile strength, psi
t = tebal csaing, inch
de = diameter luar casing, inch
besarnya t/de akan berganti ganti sesuai dengan jenis casing yang digunakan.
Dalam perencanaan casing, beban yang bekerja didasarkan pada harga
yield strength, maka untuk rumus Barlow, harga S dapat digantu dengan yield
strength minimum (Ym), sehingga besaran burst pressure nya yaitu:
Pb= 1,75 Ym t/de ............................................................................................ (4-42)
Gambar 4.22
Burst Pressure (Bourgoyne, 1986)
d. Axial Loading
Efek dari pembebanan yang memanjang ini selain membuat deformasi
secara longitudinal (memanjang) juga menurunkan collapse resistance casing.
Besarnya axial loading yang menyebabkan longitudinal yielding (deformasi
permanen) adalah:
Fa= Ym Aj ...................................................................................................... (4-43)
Keterangan:
Fa = axial loading, lb
Ym = yield strength minimum, psi
Aj = root tread area, in
b. Burst Pressure
SFB= Internal Yield Pressure / Burst Pressure .............................................. (4-46)
Atau
(Internal Yield Pressure)
SFb = ......................................................................... (4-47)
Gf x D
Besarnya SFB menurut API yaitu berkisar antara 1.0 hingga 1.33
c. Tension Load
Ultimate Joint Strength
SFt = (Nw x D)+BS
............................................................................. (4-48)
Besarnya SFT menurut API yaitu berkisar antara 1.6 hingga 2.00
Keterangan:
SFC = safety factor collapse
SFB = safety factor burst
SFT = safety factortension
ρm = mud density, ppg
Nw = nominal weight, lb/ft
BS = beban penyemenan, lb
Besarnya MCR, IYP, dan Ultimate Joint Strength tergantung dari jenis
casing yang digunakan. Harga tersebut harus dikoreksi dengan temperatur
perencanaan, untuk lebih jelasnya, dapat dilihat prencanaan material casing
terhadap temperatur formasi pada sumur panasbumi pada gambar 4.23
Gambar 4.23
Rekomendasi Perencanaan Material Casing terhadap Temperatur
Scale calcium carbonate dibentuk oleh kombinasi ion calcium dengan ion-
ion carbonate atau bicarbonat, pada reaksi kimia sebagai berikut:
CaP++ + CO3 CaCO3
Ca++ + 2 (HCO3-) CaCO3 + CO2 + H2O
Beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan pembentukan scale calcium
carbonate, antara lain: naiknya temperatur, naiknya pH, turunnya tekanan parsiil
CO2, dan turunnya konsentrasi total garam yang terlarut.
Pengedapan CaSO4 dari air formasi dihasilkan oleh reaksi kimia sebagai
berikut:
Ca++ + SO42- CaSO4
Kebanyakan CaSO4 yang diendapkan di lapangan adalah gypsum ( CaSO4.2H2O )
yang dominan pada temperatur di bawah atau sama dengan 100oF. Di atas
temperatur tersebut anhydrite lebih mungkin ditemui. Kelarutan gypsum akan
naik dengan naiknya temperatur sampai 100oF, kemudian akan turun dengan
naiknya temperatur di atas 100oF. Adanya NaCl atau garam terlarut selain dari ion
calcium atau ion sulfat menaikkan kelarutan gypsum dan anhydrite sampei ke
konsentrasi garam sekitar 150.000 mg/lt. Kenaikan lebih lanjut justru akan
menurunkan kelarutan gypsum. Sedang penurunan tekanan mengendapkan
CaSO4, sehingga penurunan tekanan pada sumur produksi aka membantu
terbentuknya scale tadi.
Terbentuknya scale barium sulfate:
Ba2+ + SO42- BaSO4
Kelarutan BaSO4 akan naik dengan meningkatnya temperatur, juga dengan
meningkatnya kadar garam lain yang terlarut seperti CaCO3 dan CaSO4. Ketidak
larutan BaSO4 yang ekstrim membuat BaSO4 mengendap menjadi scale.
Pada lapangan panasbumi dimana pasti terdapat H2S, H2S dapat
menyebabkan korosi pada casing. Korosi pada casing ini akibat penguraian
kontaminasi dengan CO2, H2S, atau oksigen yang terlarut dalam fluida formasi.
Proses korosi dari lingkunkan asam akan menghasilkan hidrogen bebas dengan
reaksi:
Fe + 2H+ Fe++ + 2H+
Fe – 2e Fe2+ (anoda)
2H+ + 2e 2H+ (katoda)
Waktu penghancuran akibat pemecahan hydrogen sulfide akan dipercepat
dengan peningkatan konsentrasi H2S, stress serta kekerasan dan kekuatan baja.
Untuk kondisi dimana H2S diatas 3000ppm, kekuatan baja yang diperlukan yield
strength nya harus lebih tinggi dari 90000 psi atau kekerasan di atas standar
Rockwell C-20 sampei C-22.
Kebanyakan scale yang mengandung besi adalah produksi korosi dari
material casing. CO2 akan bereaksi dengan besi untuk membentuk scale besi
karbonat. Ada tidaknya pembentukan scale tergantung pada pH sistem. Scale
lebih mungkin terebntuk pada pH diatas 5. Sedangkan HsS akan membentuk besi
sulfida sebagai korosi yang sukar terlarut dan biasanya membentuk sulfida
sebagai korosi yang sukar terlarut dan membentuk scale yang tipis. Besi sulfida
yang tipis merupakan penyebab terjadinya “black water”. Black water yaitu
korosi yang disebabkan besi sulfida pada besi atau baja, dinamakan black water
karena hydrogen sulfide dalam air akan membuat barang silver menjadi gelap, dan
kerusakan pada besi atau baja. Fe(OH)2 atau ferrous hudroxide, ferric hydroxide
(Fe(OH)3) dan ferric oxide (Fe2O3) adalah scale yang umum ditemui bila air
formasi bereaksi dengan oksigen. Ion Fe akan teroksidasi dengan adanya udara
menghasilkan Fe3+ yang membentuk Fe(OH)3 yang tidak terlarut pada pH diatas
4. Jika oksigen tidak memasuki sistem, 100 ppm Fe(OH)2 akan tetap dalam
bentuk larutan pada pH = 6
Gambar 4.25
Contoh Wellhead pada Lapangan Panasbumi Dominasi Uap (Nenny
Saptadji)
Pada gambar 4.25 valve A merupakan valve utama, atau dikenal dengan
master valve atau shut off valve, valve in digunakan untuk menutup sumur saat
keperluan perawatan. Valve B adalah service valve, yaitu valve yang digunakan
untuk mengatur aliran fluida yang akan diproduksikan, biasa juga disebut wing
valve. Valve C yaitu untuk mengatur aliran fluida yang akan dibuang ke silencer
atau pembuangan. Sedangkan valve D yaitu untuk memungkinkan peralatan atau
reamer diturunkan secara vertikal. Valve D ini dapat digunakan untuk
memasukkan alat alat downhole measurement.
Disamping valve valve diatas, terdapat juga bleed valve, yaitu valve atau
katup kecil yang digunakan untuk menyemburkan fluida ke udara dengna laju alir
yang sangat kecil, pada saat sumur tidak diproduksikan. Hal ini disebut bleeding,
bleeding sangat diperlukan untuk menjaga temperatur sumur, dan membuang uap
sehingga H2S tidak terakumulasi dalam sumur dan berbahaya saat sumur dibuka.
Terdapat juga ball fload valve yang ditempatkan pada pipa transmisi uap, untuk
mengamankan dari keumungkinan terbawanya air ke dalam pipa alir uap. Bila ada
air yang terbawa, bola dalam katup tersebut akan naik dan menghentikan aliran.
4.4.1. Dudukan dan Kapasitas Wellhead
Wellhead didudukan pada ujung rangkaian casing yang menopangnya, dan
pada ujungnya dipasang wellhead casing. Untuk itu, kualitas penyemenan dan
kualitas casing yang menopangnya harus mampu menahan beban berat
keseluruhan rangkaian. Dudukan casing terutama untuk casing produksi harus
pada formasi yang keras, dan penyemenannya penuh dari dasar casing sampai ke
permukaan guna ikatan casing kuat.
Kapasitas casing produksi harus sama dengan diameter wellhead
terkecilnya, demikian juga untuk casing expantion spool. Besarnya rate produksi
yang diharapkan akan menentukan besarnya casing produksi, dan ukuran liner
serta wellheadnya. Untuk itu, ukuran casing produksi ditentukan terlebih dahulu
dengan tabel Matsuo
4.4.2. Kualitas Wellhead
Perencanaan Wellhead dilihat dari kehilangan kekuatan pada steels casing,
terhadap perubahan temperatur yang diasumsikan seperti gambar 4.26 untuk
wellhead standar API 6-A. tekanan kerja yang diijinkan oleh API dan ASI
flanging dapat dilihat pada gambar 4.27. dan terbagi dalam kondisi saturasi, dari
besarnya harga tekanan dan besarnya tekanan saat test.
Sedangkan kondisi tekanan dan temperatur suatu sumur panasbumi yang
digunakan untuk perencanaan wellhead ini, dapat dilihat pada gambar 4.28
Gambar 4.26
Kehilangan Strength pada Steels Casing dan Tekanan kerja yang Diijinkan
untuk Klasifikasi API dan ASI
Gambar 4.27
Variasi Kondisi Tekanan dan Temperatur Pada Sumur Panasbumi
Wellhead working pressure derated for temperature dapat dilihat pada
gambar 4.28
Gambar 4.28
Wellhead Working Pressure Derated For Temperature (Hole, 2008)
Pada perencanaan wellhead yang terpenting adalah mendapatkan hasil
terbaik,, mampu untuk menahan tekanan dan temperatur pada kondisi operasi,
tidak bocor dan ekonomis.
Penekanan pada perencanaan ini adlaah untuk menentukan besarnya
strength yang ditunjukan oleh intermediate casing dan casing produksi terhadap
dudukan wellhead. Persamaan yang digunakan untuk pernecanaan ini adalah:
Prat.wh> IYPh.ac. ............................................................................................... (4-49)
IYPa.hc = IYP x R........................................................................................... (4-50)
Keterangan:
Prat.wh = perssure rating dari wellhead, psi
IYPh.ac = omterma; yield pressure dari intermediate casing, psi
IYP = internal yield pressure pada keadaan dingin, psi
R = temperatur derate factor
4.4.3. Perencanaan Tekanan Aliran pada Wellhead
Tekanan kepalasa sumur selain dipengaruhi oleh besarnya tekenan dan
kedalaman sumur dan temperaturnya, juga dipengaruhi oleh kondisi tekanan dan
temperatur pada perencanaan turbin yang digunakan untuk merubah menjadi
tenaga listrik. Ada beberapa parameter yang harus diukur dan ditentukan pad
asuatu kepala sumur dari sumur panasbumu, yaitu:
a. Kapasitas panas suatu sumur
b. Kapasitas daya
c. Kecepatan fluida di kepala sumur
d. Besarnya laju alir massa di kepala sumur
Parameter parameter tersebut selain dipengaruhi oleh kondisi temperatur dan sifat
fisik lainnya, juga ditentukan oleh tekanan kepala sumur. untuk itu perlu
direncanakan besarnya WHP atau Pwh yang optimum.
Pada Pwh dan WHT (Wellhead Temperature) yang tinggi, panas yang
dihasilkan uap lebih sedikit daripada airpanas. Untuk kondisi sumur basah (wet
bore), dengan anggapan enthalpy konstan 278 cal/gal, total heat akan konstan
pada WHP rendah, dan akan turun dengan tajam pada WHP tinggi. Kapasitas
panas dari suatu sumur wet bore dapat dilihat pada gambar 5.37. dari gambar
tersebut, kurva A merupakan total panas dari sumur pada temperatur di atas 0 oC,
kurva B merupakan panas yang dihitung pada temperatur di atas 0 oC (temperatur
sekitar atau temperatur lingkungan), dan kurva C merupakan panas yang telah
dikurangi dengan heat loss antara kepala sumur hingga fasilitas produksi yang
diperkirakan sebesar 5% dimana kurva ini disebut sebagai usable heat.
Naiknya WHP berpengaruh terhadap turunnya produksi, tetapi energi yang
diekstrak per kg naik. Hasil ini memberikan kurva steam power potential atau
disebut dry bore. Dapat dilihat pada gambar 4.30
Gambar 4.29
Bentuk Aliran Wet Bor dengan Asumsi Enthalpy Konstan 278 cal/g
Gambar 4.30
Power Potential dari Suatu Sumur Dry Bore
WHP yang rendah akan menghasilkan volume uap yang lebih besar, maka
perlu sistem pemipaan yang besar pula, dan WHP yang rendah juga cenderung
memperpendek umur reservoir karena produksi yang besar,. Tekanan kepala
sumur yang tinggi menyebabkan tekanan pada turbin sehingga memerulkan turbin
dengan sudu (blade) pendek yang memiliki power loss lebih besar dari turbin
sudu panjang, dan lebih mudah terkena endapan kimia. Valve tekanan tinggi lebih
mahal dan dalam kaitannya dengan temperatur tinggi, maka dibutuhkan isolasi
yang tebal. James memberikan suatu rekomendasi untuk fluida dengan enthalpy
diatas 220 cal/g bahwa besarnya overal economic pressure untuk lapangan dry
dan wet sekitar 6.0 ata.
Besarnya pressure drop, pada sistem di dalam pipa dari sumur yang
diberikan oleh Babcock atau Gutermuth dan Fischer:
3.6
( 1+( ))(𝐿 𝑉 𝑊2)
𝑑
∆𝑃 = 0.4718 ....................................................................... (4-51)
𝑑5
Keterangan:
ΔP = pressure drop, psi
L = Panjang pipa, ft
V = spesifik volume dari steam, cuft/lb
D = diameter dalam pipa, inch
W = mass flow, lb/sc
Apabila fluida produksi dari sumur panasbumi terdiri atas dua fasa, maka
perhitungan kehilangan tekanan:
ΔPm= (ΔPs / d0.5)............................................................................................ (4-52)
Keterangan:
ΔPm = kehilangan tekanan pada pipa alir dua fasa, psi
ΔPs = kehilangan tekanan yang diberikan pipa yang sama untuk fluida dry
saturated steam, psi
d = gravimetric dryness fraction dari campuran
Untuk kondisi fluida uap, kecepatan alir di pipa berkisar antara 40-50 m/s,
apabila kurang dari itu, maka akan menyebabkan terbentuknya kondensat.
Sedangkan untuk kondisi fluida air, kecepatan alir di pipa berkisar antara 3-5 m/s.