Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik
dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau.
Sampah organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami,
rerumputan, dan sisa-sisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah
tangga dan pasar (sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai
masalah. Baik itu masalah keindahan dan kenyamanan maupun masalah
kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu, keluarga, maupun
masyarakat.Masalah-masalah seperti timbulnya bau tak sedap maupun
berbagai penyakit tentu membawa kerugian bagi manusia maupun lingkungan
disekitarnya, baik meteri maupun psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu
adanya suatu tindakan guna meminimalkan dampak negatif yang timbul dan
berupaya meningkatkan semaksimalmungkin dampak positifnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak
negatif yang ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah
tersebut menjadi kompos secara konvensional dengan penambahan organik
agen dan bakteri yang berfungsi mendegradasi sampah-sampah organik dan
manambah unsur hara dalam kompos sehingga menghasilkan produk yang
bernilai lebih, baik dari segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi
tanaman.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab,
dan aerobik atau anaerobik. Kompos sendiri dapat dibat dari sampah organik
seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisa - sisa
sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga dan pasar (sampah
domestik). Kompos yang kami buat yaitu dari sampah-sampah sisa dapur
baik sampah kering maupun sampah basah dimana semua bahan memiliki

1
kandungan unsur hara tinggi bagi tanaman, khususnya unsur makro N, P, dan
K. Kompos yang berasal dari bahan organik tersebut dapat membantu
memperbaiki sifat fisika, kimia, maupun biologi tanah sehingga kesuburan
tanah tetap terjaga serta ketersediaan haranya pun terjamin. Apalagi kompos
dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan yang mudah ditemukan, sehingga tidak
memerlukan biaya banyak dalam pembuatannya.
Dalam melakukan teknik pengomposan, ada berbagai hal yang perlu
diperhatikan agar proses pengomposan berjalan dengan cepat sehingga masa
panen relatif singkat dan cepat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah
proses pencacahan yang sebisa mungkin halus sehingga mudah di
dekomposisi, kelembaban dan aerasi yang mendukung kerja mikroorganisme,
maupun kadar karbon dan nitrogen yang ideal.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan kegiatan ini adalah melakukan kegiatan komposting
atau membuat kompos secara konvensional dari sampah organik domestik
sehingga mampu menciptakan inovasi baru yang dapat memberikan nilai
tambah bagi masyarakat maupun pemerintah.

1.3 Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini, yaitu :
1. Mengurangi permasalahan lingkungan akibat sampah organik yang
dihasilkan terutama dari aktivitas manusia;
2. Berkurangnya jumlah limbah berupa sampah organik domestik sehingga
tercipta kenyamanan dan kebersihan di lingkungan pribadi, keluarga,
maupun masyarakat;
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kompos;
4. Menghasilkan suatu produk (kompos) yang memiliki nilai tambah bagi
masyarakat maupun pemerintah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kompos


Kompos adalah hasil pembusukan dari bahan-bahan organik yang
membusuk dan hancur yang menumpuk dan menghasilkan tanah yang baru
yang mengandung unsur hara yang tinggi yang baik untuk pertumbuhan
tanaman, dimana unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tanaman.Kompos berasal dari daun, kotoran / tinja hewan, dan bahan-
bahan alam yang lain seperti pembusukan hewan-hewan kecil.

Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami


penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos
adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat
terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan.

Potensi pengembangan kompos cukup besar mengingat semakin


tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir
dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara.

Pembuatan kompos dapat dilakukan oleh masyarakat awam, yang tidak


punya pengetahuan tentang ilmu pertanian tetapi mereka bisa belajar dari
pengalaman sendiri dan orang lain untuk membuat kompos, sehingga kompos
adalah pupuk tanaman yang sangat mudah dicari, karena terbuat dari bahan-
bahan organik dan sampah organik rumah tangga, dan bahan-bahan pembuat
kompos sangat mudah dicari, dan mudah cara membuatnya.

2.2 Proses Pengomposan


Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat
membuat kompos dengan kualitas baik. Proses pengomposan akan segera

3
berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan
secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap
pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa
yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik.
Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas
(50-70)̊ C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif
pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada
suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang
sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan
oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat
lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini
dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan. Ilustrasi proses
pengomposan dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar2.1. Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik

4
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan
oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan
sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen
dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun,
proses ini tidakdiinginkan selama proses pengomposan karena akan
dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anerobik akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam
asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S. Penjelasan
mengenai perubahan suhu yang terjadi selama proses pengomposan dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama proses


pengomposan
Pada saat proses pengomposan terjadi, banyak sekali jenis
mikroorganisme terlibat di dalam prosesnya. Beberapa jenis mikroorganisme
yang terlibat di dalam proses pengomposan dapat dilihat pada Tabel 2.1

5
Tabel 2.1. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok
Mikroorganisme Organisme Jumlah/g kompos
Bakteri 108- 109
Mikroflora Aktinomicetes 105-108
Kapang 104-105
Mikrofauna Protozoa 104-105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Cacing tanah, rayap,
Makrofauna semut, kutu, dll

Proses pengomposan tergantung pada:


1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan


Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi
lingkungan dan bahan yang berbedabeda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat
organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan
keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain :
1. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N)
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan
kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi
reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2).
Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan.

6
Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal
dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya
perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis
sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam
proses pengomposan yang optimum berkisar antara 20 : 1 sampai dengan
40: 1, dengan rasio terbaik adalah 30 : 1.Penyedia unsur N untuk kompos
yang akan dibuat adalah sampah hijau yang berasal dari sisa sampah
dapur, seperti sisa sayuran dan buah – buahan. Sedangkan penyedia unsur
C berasal dari sampah coklat yang berasal dari sisa serbuk gergaji dan
kertas bekas. Perbandingan antara sampah hijau dan sampah coklat harus
sesuai dengan perbandingan yang sudah ditentukan, karena apabila
sampah hijau lebih banyak dari sampah coklat akan menimbulkan bau
busuk yang pekat. Sedangkan apabila hanya terdiri dari sampah coklat
akan memperlambat waktu dekomposisi sampah tersebut.

2. Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara
aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang
dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan
mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat
keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat
keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan,
karena beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik
yang terbentuk tersebut. Derajat keasaman dapat menjadi faktor
penghambat dalam proses pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila
:
a. pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3.
NH3 yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang
menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat
memusnahkan mikroorganisme.

7
b. pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat
menyebabkan kematian jasad renik.
3. Temperatur
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas
yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam
menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola
perubahan temperatur dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan
tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal pengomposan, temperatur
mesofilik, yaitu antara (25 – 45) ̊ C akan terjadi dan segera diikuti oleh
temperatur termofilik antara (50 – 65) ̊ C. Temperatur termofilik dapat
berfungsi untuk :
a. Mematikan bakteri/bibit penyakit baik patogen maupun bibit vektor
penyakit seperti lalat;
b. Mematikan bibit gulma. Kondisi termofilik, kemudian berangsur-
angsur akan menurun mendekati tingkat ambien.

4. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi
peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang
lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh
posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi
terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan
bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
5. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan
kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi
dengan volume total. Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara.
Udara akan mensuplly oksigen untuk proses pengomposan. Apabila

8
rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan
proses pengomposan juga akan terganggu.
6. Ukuran Partikel Sampah
Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi
aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh
mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang
dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat.
7. Kelembaban Udara
Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam
proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah (40 – 60) %
dengan nilai yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang optimum
harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang
maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat.
Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga
udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau.
Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat
mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena
terbatasnya habitat yang ada.
8. Homogenitas Campuran Sampah
Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan
kompos perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya,
sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu
kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan berlangsung secara seragam.
9. Lama Pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan
yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan
dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami
pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2
tahun hingga kompos benar-benar matang.

9
10. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan
bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
11. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang
berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu,
Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini.
Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses
pengomposan. Berikut kondisi yang optimal untuk proses pengomposan
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel2.2.Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan
Kondisi yang bisa
Kondisi Ideal
diterima
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40-65 % 45-62 %
Konsentrasi O2 tersedia >5% >10%
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
pH 5,5-9,0 6,5-8,0
Suhu 43-66 o C 54-60 o C
Sumber : Ryak, 1992

2.4 Bahan-bahan Pembuatan Kompos


Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,
misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota,
kertas, kotoran/limbah peternakan,limbah-limbah pertaniah, limbah limbah
agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa
sawit, dll.
Menurut Djuarnani Nan, dkk. (2005) pada dasarnya semua bahan-bahan
organik padat dapat dikomposkan, misalnya : limbah organik rumah tangga,

10
sampah-sampah organik pasar atau kota, kertas, kotoran atau limbah
peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah
pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.
2.4.1 Berdasarkan komponen yang dikandungnya
1. Bahan organik lunak
Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar
terdiri dari air. Bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah
buah-buahan, sayur-sayuran, limbah kebun termasuk potongan
rumput dan dedaunan, serta limbah dapur.
2. Bahan organik keras
Bahan organik keras memiliki kadar air relative rendah
dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut. Contoh
bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan hasil
pemotongan pagar hidup.
3. Bahan selulosa
Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selulornya
sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin dengan kadar air
yang relative rendah. Bahan ini akan didekomposisikan dengan
sangat lambat, bahkan tidak sama sekali. Contohnya adalah sisipan
kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon, dan kertas.
4. Limbah protein
Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak
protein, seperti kotoran hewan, limbah dari pemotongan hewan,
dan limbah makanan. Limbah yang mengandung banyak protein
ini merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena
kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman.
5. Limbah manusia
Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah kotoran
(feses). Kotoran ini sangat disenangi mikroorganisme.

11
2.4.2 Berdasarkan asal bahannya
1. Limbah Pertanian
1) Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam
padi, gulma, batang dan tongkol jagung..
2) Semuabagian vegetative tanaman, contohnya batang pisang,
serabut kelapa, dan dedaunan.
3) Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair,
dan limbah pakan.
2. Limbah Industri
1) Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas
tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan
limbah dari pemotongan hewan.
2) Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan
kertas, dan limbah dari pengolahan minyak kelapa.
3. Limbah Rumah Tangga
1) Sampah, contohnya tinja, urin, sampah rumah tangga, sampah
kota, dan limbah dapur.
2) Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan
hasil pemeliharaan dan budidaya. Dapur rumah tangga, pusat
perbelanjaan pasar, dan restoran atau tempat yang menjual
masakan olahan.
3) Rabbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah
terbakar yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaan dan
kantor.
Sebaiknya dalam pembuatan pupuk kompos perbandingan
penggunaan Sampah Coklat : Sampah Hijau yaitu (2:1).
Karena apabila hanya menggunakan sampah coklat saja maka
akan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses
pengomposannya.

12
Bahan yang sebaiknyadihindari untuk pembuatan pupuk kompos adalah :
1. Daging ,ikan, kulit udang, tulang, susu, keju, lemak/minyak, karena
dapat mengundang serangga seperti lalat sehingga proses
pengomposan akan menimbulkan belatung.
2. Feses anjing, feses kucing ini dapat membawa penyakit.
3. Tanaman gulma / yang berhama karena hama akan masih terkandung
dalam kompos.
2.4.3 Penggunaan effective microorganisms 4 (EM4) Dalam
pengomposan
Effective Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran
dalam medium cair berwarna coklat kekuningan, berbau asam dan
terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi kesuburan
tanah. Adapun jenis mikroorganisme yang berada dalam EM 4 antara
lain : Lactobacillus sp., Khamir, Actinomycetes, Streptomyces. Selain
memfermentasi bahan organik dalam tanah atau sampah, EM 4 juga
merangsang perkembangan mikroorgan isme lainnya yang
menguntungkan bagi kesuburan tanah dan bermanfaat bagi tanaman,
misalnya bakteri pengikat nitrogen, pelarut fosfat dan mikro -
organisme yang bersifat antagonis terhadap penyakit tanaman. EM4
dapat digunakan untuk pengomposan, karena mampu mempercepat
proses dekomposisi sampah organik (Sugihmoro,1994). Setiap bahan
organik akan terfermentasi oleh EM 4 pada suhu 40 - 50oC. Pada
proses fermentasi akan dilepaskan hasil berupa gula, alkohol, vitamin,
asam laktat, asam amino , dan senyawa organic lainnya serta
melarutkan unsur hara yang bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi
sehingga mudah diserap oleh tanaman. Proses fermentasi sampah
organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau busuk, sehingga
secara naluriah serangga dan hama tidak tertarik untuk berkembang
biak di sana. Hasil proses fermentasi tersebut disebut bokashi.

13
2.5 Karakteristik Kompos yang Matang
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji
di laboratorium atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini
disampaikan beberapa cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan
kompos :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun
kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap,
berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa
berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih
berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang.
2. Kekerasan Bahan
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk
kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas-
remas akan mudah hancur.
3. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman.
Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan
mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses
pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium
jamur yang berwarna putih.
4. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan
kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan
mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 –
40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses
pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
5. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal
pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti

14
proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup
matang.
6. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil.
Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada
saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas
basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik
bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke2 atau
ke3 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang
tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang
dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
7. Bioassay/Uji Biologi
Kematangan kompos diuji dengan menggunakan tanaman. Pilih tanaman
yang responsif dengan kualitas kompos dan mudah diperoleh, seperti:
bayam, tomat, atau tanaman kacangkacangan. Tanah yang digunakan
untuk pengujian adalah tanah marjinal/tanah miskin. Campurkan kompos
dan tanah dengan perbandingan 30% kompos : 70% tanah. Masukkan
campuran tanah kompos ke dalam beberapa polybag. Tanam bibit
tanaman ke dalam polybag. Sebagai pembanding gunakan tanah saja
(blangko) dan tanah subur. Bioassay dilakukan tanpa pemupukan.
Kompos yang bagus ditandai dengan pertumbuhan tanaman uji yang lebih
baik daripada perlakuan tanah saja (blanko).
8. Uji Laboratorium Kompos
Salah satu kriteria kematangan kompos adalah rasio C/N. Analisa ini
hanya bisa dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang
memiliki rasio C/N< 20. Apabila rasio C/N lebih tinggi, maka kompos
belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi.

15
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


3.1.1 Pembuatan Kompos
Waktu : 30 November 2017 – 24 Desember 2017
Tempat : Jalan Danau Sentarum Komplek Kehutanan Nomor 8
Pontianak
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang dibutuhkan, yaitu :

1. Ember Cat Bekas


2. Paralon ukuran 1 inch – 2 inch
3. Bor
4. Solder
5. Sekop
6. Ember
7. Ayakan
8. Parang
9. Spidol
10. Kain Kasa
11. Karpet bekas
3.2.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan, yaitu :
1. Sampah hijau dan sampah coklat dengan perbandingan (1 : 3)
sebanyak 1,5 kg sampah hijau dan 4,5 kg sampah coklat
2. EM4
3. Air secukupnya
4. Serbuk kayu (gergaji)

16
5. Air Gula
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Komposter
Berikut adalah langkah – langkah pembuatan komposter dari barang –
barang bekas :
1. Ember cat bekas dilubangi menggunakan solder/bor,4 lubang
diatas dan dibawah, dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Penampakan ember dilubangi di 4 sisinya


2. Paralon 1 inch di potong seukuran tinggi ember, dapat dilihat pada
Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Paralon yang Dipotong Setinggi Ember Cat

17
3. Paralon yang sudah dipotong menjadi setinggi ember dilubangi 4
sisinya, dapat dilihat pada Gambar 3.3

Gambar 3.3. Paralon yang Setinggi Ember Cat yang Telah


Dilubangi Keempat Sisinya
4. Penyaring atau alas yang dibuat dari penutup cat ember itu sendiri
dan dilubangi menggunakan solder. Fungsi dari penyaring ini
adalah sebagai tempat keluarnya air dari proses pengomposan dan
menjadi batas antara sampah yang akan dikomposkan dengan air
lindi yang sudah dikeluarkannya.Bentuk dari saringan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.4.

18
Gambar 3.4. Saringan untuk Air Lindi Selama Proses Pengomposan

5. Dibuat penutup komposter dari sisa tutup ember cat yang sudah
dilubangi dan bagian yang terlubangi ditutup dengan karpet bekas,
dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Tutup Komposter

19
6. Paralon yang dipotong setinggi ember cat dan yang sudah
dilubangi 4 bagian sisinya, dimasukkan di dalam ember cat dan
bagian 4 sisi yang sudah dilubangi dimasukkan paralon ukuran ¾
inch. Komposter yang sudah dirangkai dapat dilihat pada Gambar
3.6.

Gambar 3.6. Komposter yang Siap Digunakan

3.3.2. Metode Pembuatan Kompos


Langkah pembuatan kompos sebagai berikut :
1. Sampah hijau dan sampah coklat dikumpulkan dengan
perbandingan (1 : 2) sebanyak 1,5 kg sampah hijau dan 3 kg
sampah coklat
2. Sampah hijau yang berupa sampah sisa dapur dan sampah coklat
yang berupa daun-daun kering, serbuk gergaji, dan kertas bekas
dipotong-potong hingga ukuran kecil
3. Triplek bekas disiapkan, sebagai alas untuk pencacahan dan
pengandukan sampah coklat dan sampah hijau
4. Kemudian sampah diaduk hingga tercampur secara merata.
5. Serbuk gergaji yang telah ditimbang, ditambahkan ke dalam
campuran sampah kemudian diaduk kembali untuk
dihomogenkan.

20
6. Di dalam komposter dimasukkan pupuk kandang untuk
penambahan agen-agen mikroba
7. Pada lapisan kedua dimasukkan sampah yang sudah dicampur
aduk
8. Lalu lapisan ketiga, dilapisi lagi dengan pupuk kandang, dan
dilanjutkan dengan lapisan sampah. Dilakukan berulang kali
hingga komposter penuh
9. Ditambahkan nutrisi dari air gula dan EM4, agar proses
pengomposan berlangsung dengan cepat
10. Pengecekan dilakukan setiap seminggu selama 4 minggu.
11. Kompos dipanen setelah 4 minggu.

21
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1 Pembahasan
Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran bahan-bahan organik
yang dapat dipercepat secara artifikal oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan tertentu (hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik). Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-
mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat
kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos
dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi pembuatan bahan campuran
yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan
penambahan aktivator pengomposan.
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan
organik dapat buat menjadi pupuk kompos. Contohnya adalah seresah, daun-
daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan.
Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia bisa dikomposkan.
Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa
makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos. Ada bahan yang
mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan ada yang sulit
dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan. Namun
pada pembuatan kompos ini bahan yang digunakan yaitu daun-daun kering,
serbuk gergaji, dan kertas bekas sebagai sampah coklat, sampah sayur sebagai
sampah hijau, , EM-4 berupa mikroorganisme chromik dan air gula sebagai
nutrisi tambahan.
Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan aktivator atau
inokulum atau biang kompos. Aktivator ini adalah pupuk kandang yang
mengandung banyak mikroba yang dapat mempercepat pelapukan bahan
organik menjadi kompos. Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup
kecil dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan
organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah terlebih dahulu agar lebih

22
mudah proses pendegradasiannya. Aktivator kompos harus dicampur merata
ke seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung lebih baik
dan cepat.
Untuk melindungi kompos dari lingkungan luar yang buruk, kompos perlu
ditutup. Penutupan ini bertujuan untuk melindungi bahan/jasad renik dari air
hujan, cahaya matahari, penguapan, dan perubahan suhu. Dan pada praktikum
ini menggunakan alat atau wadah dalam pembuatan kompos yaitu komposter.

Komposter dibuat dari barang – barang bekas. Keempat sisi komposter


dilubangi, dengan tujuan untuk dimasukkan pipa pvc ukuran ¾ inch, sebagai
media untuk keluar masuknya gas yang terbentuk dan oksigen. Ujung pipa
tersebut ditutup menggunakan kain kasa untuk menghindari masuknya lalat
ke dalam komposter. Jika komposter dimasuki oleh lalat, maka besar
kemungkinan hasil komposnya terdapat belatung. Di bagian bawah
komposter terdapat saringan, yang berguna memisahkan air lindi dari proses
pengomposan. Lindi tersebut dapat di gunakan sebagai pupuk cair untuk
tanaman. Lalu, setelah itu, kompos ditutup guna menghindari lalat dan bau
yang tak sedap keluar, dan kompos tersebut diaduk setiap 1 minggu sekali.
Dalam praktikum yang dilakukan, yaitu pembuatan kompos dari
sampah dapur dan rumah tangga melalui metode komposter diperoleh

23
beberapa perubahan kondisi. Hal-hal yang harus diperhatikan selama proses
pengomposan diantaranya adalah temperatur, ketinggian, ukuran partikel dan
kelembaban udara.

Temperatur berdasarkan literatur, pola perubahan temperature dalam


tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme.
Pada awal pengomposan, temperatur mesofilik, yaitu antara (25–45)oC akan
terjadi dan segera diikuti oleh temperature termofilik antara(50 – 65) o
C.
Dalam praktikum, suhu maksimal yang kompos ini menghasilkan suhu
32,5oC dan minimum 29,0oC. Dimana suhu-suhu ini cocok untuk aktivitas
mikroorganisme mesofilik. Suhu tinggi disebabkan dari proses penguraian
yang menghasilkan panas, sedangkan suhu yang menurun dapat disebabkan
oleh penurunan aktivitas penguraian sampah ataupun akibat kondisi
lingkungannya,yaitu hujan.

Ketinggian sampah selama proses pengomposan cenderung menurun,


dan penurunannya bersifat fluktuatif, artinya tidak ada korelasit antara
perubahan volume dengan lamanya waktu, karena penurunan tinggi /volume
diakibatkan proses pembusukkan dari sampah sehingga yang berpengaruh
adalah kecepatan pembusukkan. Terjadi penyusutan volume/bobot kompos
seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada
karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan
berkisar antara (20 – 40) %. Namun pada minggu ke-3 terjadi penyusutannya
masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan
kompos belum matang. Hal ini disebabkan tidak sempurnanya porses
degradasi oleh mikroorganisme.
Kadar air sangat berpengaruh terhadap kelembaban kompos yang
dibuat. Kelembaban optimum untuk proses pengomposan anaerobik berkisar
50–60% setelah bahan dicampur. Namun kadar air yang terkandung dalam
kompos yang telah dipanen kurang memenuhi kelembaban optimum tersebut
karena masih terlihat kering. Kelembababan yang kurang optimum dapat
mempengaruhi proses dekomposis bahan baku, karena berhubungan dengan

24
aktivitas organisme. Oleh karena itu, kelembaban yang optimum harus terus
dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga
proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat.
Kompos yang telah dipanen fisiknya tidak memenuhi kriteria
kompos siap panen. Karena warna kompos dari awal pengomposan dominan
coklat karena komposisi sampah cokelat lebih banyak. Dan tekstur kompos
pun masih berbentuk dedaunan belum terdegradasi sempurna. Adapun
sampah dari awal terlihat dominan cokelat disebabkan dedaunan yang
digunakan adalah dedaunan yang kering sehingga sulit mengurai.
Pada minggu ke-4, kompos yang dibuat sudah siap panen. Hal
tersebut dilihat dari tekstur kompos yang sudah sesuai kriteria, yaitu sudah
menyerupai tanah, dan tidak berbau busuk lagi. Kompos tersebut digunakan
untuk menanam tanaman cabe di sekitar halaman rumah.

25
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran bahan-bahan organik
yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan tertentu (hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik). Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami
tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup,
pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Kompos yang
dihasilkan sudah sesuai kriteria kompos yang baik, yakni sudah menyerupai
tanah, berwarna gelap, dan tidak ada bau busuk melainkan bau sudah
menyerupai tanah.
.
1.2 Saran
Agar proses pengomposan dapat berlangsung berhasil perlu perlakuan
pengadukan yang dilakukan secara rutin, agar hasil kompos tersebut lebih
baik lagi dan dilakukan pengukuran Ph agar mengetahui apakah kompos
tersebut baik untuk tanaman atau tidak.

26

Anda mungkin juga menyukai