Anda di halaman 1dari 2

Kebijakan Akreditasi FKTP

1 Kebijakan Akreditasi
Akreditasi adalah Pengakuan terhadap Puskesmas, klinik pratama, praktik dokter dan praktik
dokter gigi yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan
oleh Menteri setelah dinilai bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama itu memenuhi standar
pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah ditetapkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan secara berkesinambungan.
Dasar hukum untuk ketentuan akreditasi bisa dirujuk dari
1. UU RI No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
2. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. UU RI No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
4. UU RI No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ;
5. Perpres N0 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015 -2019
6. Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN
7. Permenkes No. 9 tahun 2014 tentang Klinik
8. Permnekes No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
9. Kepmenkes HK.02.02/52/2015 tentang Renstra Kemenkes 2015 -2019
Sesuai dengan ketentuan peraturan diatas maka setiap Puskesmas memiliki kewajiban untuk
memenuhi dan menerapkan ketentuan-ketentuan standar yang ditetapkan oleh Komisi
Akreditasi FKTP. Selanjutnya setelah dianggap layak dinilai, maka PUSKESMAS akan dinilai
oleh Tim Surveyor dari Komisi Akreditas FKTP.
Mengapa akreditasi PUSKESMAS ini penting? Karena akreditasi ini merupakan upaya untuk
perbaikan terus menerus untuk memperbaiki pelayanan PUSKESMAS. Fungsi PUSKESMAS
saat ini adalah sebagai ujung tombak dan tulang punggung pelayanan kesehatan. Hal ini karena
munculnya kesadaran untuk mengubah paradigma, dari paradigma sakit ke paradigma sehat.
Sehingga kegiatan-kegiatan lebih diarahkan ke pola promosi prevensi daripada kuratif.
Harapannya pola ini akan sukses dalam mengurangi jumlah pasien yang dirujuk, sehingga
biaya kesehatan di Indonesia bisa menjadi efisien.

Kita harus prihatin melihat saat ini semakin meningkat jenis-jenis penyakit akibat gaya hidup
tidak sehat seperti, cardiovascular, traumatik, Diabetes Meliitus, yang merupakan 80% jenis
penyakit paling mematikan. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan perubahan
pola pikir dari problem solving menjadi prediction power. Bagaimana kebijakan pemerintah
daerah secara sinergis dapat lintas sektor dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Contoh, penyediaan air bersih 200lt per orang per hari akan dapat menurunkan banyak potensi
penyakit. Penyediaan air bersih tersebut tentu harus ada kerjasama dari lintas bidang, contoh
dari Pekerjaan Umum, Tata Ruang dan dinas yang lain.
Hal ini sejalan dengan strategi besar pelayanan kesehatan yang bertumpu pada :
1. Peningkatan akses pelayanan kesehatan
2. Peningkatan mutu
3. Regionalisasi
4. Penguatan Dinkes
5. Dukungan lintas Sektor
Peningkatan akses ini baik secara fisik, informasi maupun jangkauan. Jangkauan pelayanan
kesehatan diharapkan akan meningkat dengan penerapan sistem JKN. Peningkatan mutu
harapannya dapat diraih lewat akreditasi. Regionalisasi, Penguasan Dinkes dan Dukungan
Lintas Sektor diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah kesehatan secara tuntas.
Berdasarkan fenomena tersebut kedepan peran dokter keluarga dan FKTP menjadi penting.
Dokter keluarga dan FKTP diharapkan bisa memiliki profil data pasien (by name by address)
dan mempelajari kasus-kasus penyakit per keluarga.
Kebijakan Pengelolaan PUSKESMAS merujuk pada permenkes no 71/2013 dan permenkes
75/2014. Berdasarkan ketentuan itu setiap PUSKESMAS wajib diakreditasi dalam kurun
waktu 3 tahun setelah 2014.
Hasil dari Akreditasi PUSKESMAS ada 4 jenis yaitu lulus tingkat Dasar, Madya, Utama dan
PARIPURNA.
Agar skema diatas dapat berjalan Komisi Akreditasi FKTP harus segera dibentuk. Sesuai
rencana paling lambat tahun 2018 Komisi ini harus terbentuk. Namun demikian komisi ini
tidak bisa bekerja sendiri, diperlukan kerjasama dengan pemerintah daerah. Pemerintah
provinsi harus berperan turut serta dalam mensosialisasikan dan mengadvokasi Pemkab dan
Pemkot dalam pelaksanaan akreditasi. Peran strategis adalah dengan melakukan pemetaan
wilayah untuk penerapan idikator capaian daerah dan rancangan alokasi anggaran kegiatasn
akreditasi.
Selain itu diperlukan peran pemerintah daerah juga sangat penting dalam penyediaan SDM
yang kompeten. Provisin berperan dalam penetapan Tim Akreditasi Provinsi yang sesuai
dengan kriteria pada pedoman akreditasi untuk selanjutnya dilatih menjadi tenaga pendamping
akreditasi.
Untuk memenuhi ketentuan tersebut mengacu pada UU ASN maka setiap SDM kesehatan
mempunyai hak untuk mengikuti pelatihan. Pelatihan tersebut, menurut UU Tenaga Kerja
harus terakreditasi institusi dan jenis pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai