Disusun Oleh :
Yeny Tutut Puspitasari S, Kep
3217126
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUAHAN KEPERAWATAN ASMA DI RUANG ANGGREK RSUD
PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
Yeny Tutut Puspitasari, S. Kep
NPM : 3217126
Disetujui pada:
Hari/Tanggal:_________________
( ) ( ) ( )
A. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan
mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik
saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan
dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan pengobatan atau
tanpa pengobatan. Asma adalah penyakit kronik yang sangatkompleks dan
hingga saat ini belum adaobat yang dapat dapat menyembuhkannya,
namun penyakit asma dapat terkontrol (Nataprawira, 2007).
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran
pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan
keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala asma (Prasetyo, 2010
dalam Tumigolung, dkk. 2016).
B. Etiologi
Asma dapat digolongkan sebagai asma ekstrinsik, yang memiliki
penyebab eksternal pasti, dan asma intrinsic, yang tidak memiliki
penyebab eksternal yang dapat didentifikasi. Asma ekstrinsik sering terjadi
sebagai akibat respons alergik, dengan terbentuknya antibody IgE terhadap
antigen spesifik (asma alergik atau atopic) dan cenderung mulai pada masa
kanak-kanak dengan gejala-gejala yang semakin kurang berat seiring
pertambahan usia; 80% penderita asma adalah atopic. Asma intrinsic
biasanya terjadi pada orang dewasa dan tidak membaik.
1. Faktor ekstrinsik / alergik / stofik
Reaksi antigen-antibodi : Karena intalasi allergen (debu, serbuk-
serbuk, bulu-bulu, binatang).
2. Factor intrinsic / non alergik
Infeksi : Influenza virus, pneumonia, mycoplasma.
Fisik : Cuaca dingin, perubahan temperature.
Iritan : Kimia, polusi udara (co, udara, asap rokok,
parfum).
Emosional : Takut, cemas, tegang.
C. Patofisiologi
Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau
dewasa, episode asma akut, yang disebut sebagai serangan asma dapat
dicetuskan oleh stress, olahraga berat, infeksi, atau pemajanan terhadap
allergen atau iritan lain seperti debu dan sebagainya. Banyak klien asma
dalam keluarganya mempunyai riwayat alergi. Dispnea adalah gejala
utama asma, tetapi hiperventilasi, sakit kepala, kebas, dan mual juga dapat
terjadi.
Serangan asmatik terjadi akibat beberapa perubahan fisiologi
termasuk perubahan dalam respons imunologi, resistensi jalan udara yang
meningkat, komplians paru yang meningkat, fungsi mukosilaris yang
mengalami kerusakan, dan pertukaran oksigen-karbon dioksida yang
berubah.
Asma imunologis adalah akibat dari reaksi antigen-antibodi yang
melepaskan mediator kimiawi, dimana mediator tersebut menyebabkan 3
reaksi utama; (1) konstriksi otot polos baik pada jalan nafas yang kecil
maupun yang besar, yang mengakibatkan spasme bronkus; (2) peningkatan
permeabilitas yang mengakibatkan edema mukosa yang lebih jauh lagi
menyempitkan jalan udara; (3) peningkatan sekresi kelenjer mukosa dan
meningkatkan pembentukan lendir. Sebagai akibat, individu dengan
serangan asma berjuang untuk bernapas melalui jalan nafas yang telah
menyempit dan dalam keadaan spasme. Asih, Niluh Gede Yasmin : 2005
D. Pathway (Terlampir)
E. Tanda dan Gejala
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas
cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga kedepan, serta tanpa
otot-otot bantu pernfasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma
bronchial ini adalah sesak nafas, batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri dada. Gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara
lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma bronchial
seringkali terjadi pada malam hari.
Dispnea yang bermakna.
Batuk, terutama dimalam hari.
Pernapasan yang dangkal dan cepat.
Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi
terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
Peningkatan usaha bernafas, ditandai dengan retraksi dada, disertai
perburukan kondisi, napas cuping hidung.
Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat
udara yang cukup.
Udara terperangkap karena obstruksi aliran darah, terutama terlihat
selama ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat dengan
memanjangnya waktu ekspirasi.
Diantara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi,
dalam pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan
diantara serangan pada pasien yang memiliki asma persisten. Corwin,
Elizabeth j: 2009
G. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Nonfarmakologi
a. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar
menghindari factor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar,
dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari factor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara
menghindari dan mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus.
Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
Pengobatan Farmakologi
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respons yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid
dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan
obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum
Bromide diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari (Kee dan Hayes, 1994).
Muttaqin, Arif: 2008
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat
hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
2. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-
sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotic.
3. Sel eosinofil.
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitungan
sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru
diseratai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea.
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi diparu atau
komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis,
dan lain-lain. Muttaqin, Arif: 2008