Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat


536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan 400
ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Angka
Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran hidup dan
450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini berarti 99% dari
kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari negara berkembang.1
Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat AKI
sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000 kelahiran
hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand, 380/100.000 kelahiran
hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di Indonesia.1
Jika dilihat dari golongan penyebab sakitnya, kasus obstetrik terbanyak pada
tahun 2006 adalah disebabkan karena penyulit dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir
abortus dengan proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan
yang berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian yang di sebabkan perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan oleh karena kehamilan ektopik yang pecah. 1
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan
berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur
tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum abdominalis
yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau
terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat
kehilangan darah yang sangat banyak.1

1
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970 dan
1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan data
Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik di
Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan pada
tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan. Di
Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan Case
Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik meningkat
dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama periode 1970-1974
sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000 kehamilan.1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di anatara senter pelayanan kesehatan.
Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar
5-6 per seribu kehamilan.3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama periode tahun 1997-
2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14 pada periode tahun 1999-
2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41 kehamilan. Di RSUD Arifin
Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31 Desember 2005 terdapat 133 kasus
kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498 kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada
periode 1999-2006 terdapat 103 kasus kehamilan ektopik terganggu di RSU
St.Elisabeth Medan.1
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada
pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena.
Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang
ditemukan. 4
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan
pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-obatan
yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup aman sehingga
dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan ektopik. Tetapi tidak

2
semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat terapi medisinalis dan
terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus memperhatikan dengan hati-hati
indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari terapi medisinalis. 4

1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebh lanjut mengenai kehamilan ektopik
terkait alur diagnosis hingga penatalaksanannya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Ektopik dan Kehamilan Ektopik Terganggu


2.1.1 Definisi

Kehamilan ektopik ialah kehamilan dimana sel telur yang di buahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik
ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan
servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder.
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan
ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter
menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.2

2.1.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan gejala
bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens kehamilan ektopik yang
sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat KET
berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat dalam
dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak
kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan
prevalensinya.1
Keberhasilan kontrasepsi juga meningkatkan persentase kehamilan ektopik,
karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan
uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama pemasangan IUD dan mungkin juga
progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan
keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang
reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan
frekuensi kehamilan ektopik.1

4
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada
wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak
ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan
keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang
berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di
Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.1
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari
241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.1

2.1.3 Faktor resiko


Ada hubungan yang kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang
dianggap menghambat migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini
termasuk kerusakan pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya,
sejarah kehamilan ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba
sebelumnya. Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang
mungkin menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien
dengan infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.4
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah terhadap peningkatan risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas
kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi oral,
keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.4

Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:


 Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Riwayat pasien dengan
kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk terjadi lagi.

5
Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik menjadi hamil
lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%.

 Riwayat infeksi pelvis


Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai
riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat penyakit GO
(gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan ibu yang
menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan gejala yang di
deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis. 1

 Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik.
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi
oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio kehamilan ektopik
dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita
yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada
akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai
kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap
tahun. Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden
yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi
akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada
pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi
dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi. 1

 Riwayat operasi tuba


Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal
maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai factor
resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1

6
 Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang
diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor andrenergik
dalam tuba. 1

2.1.4 Klasifikasi kehamilan ektopik


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa lokasi :
a. Tuba fallopi.
95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus kehamilan tuba, 65%
terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan, dan 35% kasus pada tuba uterina
kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa terjadi kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
5. Ovarium
6. Intraligamenter
7. Abdominal
a. Primer
b.Sekunder
c. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 3

7
Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

2.1.5 Patofisiologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini penderita
tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh
villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah
ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke

8
rongga perut melalui ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina.3

gambar 1. Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi
pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke
dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat,
ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba telah menipis oleh invasi
trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan
ligamentum tersebut. jika janin hidup terus dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila

9
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila besar dapat diubah
menjadi litopedion. 3
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantomg
amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.
3

Gambar 2 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

2.1.6 Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Ruptur
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi akhir bulan

10
keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi dapat
menyebabkan kematian. 3
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi
kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada kornu uteri dimana
tuba pars interstisialis berada. 3

2. Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia
sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan
ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang membesar sesuai
dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3

3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan
ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya
terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil
konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture,
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, villi korialis dan mungkin juga mudigah.3

11
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum
terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam
yang menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan
diperlukan histerektomi totalis.3
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk
hour-glass uterus.3

5. Kehamilan ektopik kronik


Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin dapat
tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang
dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila janin cukup besar dapat
terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan ini merupakan komplikasi
obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi dan sangat
membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila kita menemukan kehamilan
abdominal masih berupaya untuk mempertahankan sampai genap bulan. Dianjurkan
bila diagnosis kehamilan abdominal sudah tegak harus dilakukan laparotomi untuk
penghentian kehamilan tersebut.3

2.1.7 Gambaran Klinik


Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan
gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak

12
sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di samping gangguan haid,
keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun
kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang
tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada
lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan,
derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.1
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau
hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang
sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang
keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat,
meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang
banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak
dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan
rasa nyeri yang bervariasi.1
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.1
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan
berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna
coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5
sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1

13
2.1.8 Diagnosis

Pada kehamilan ektopik belum terganggu kadang menimbulkan kesulitan


diagnosis karena biasanya penderita menyampaikan keluhan yang tidak khas. Yang
penting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik adalah supaya pada
pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini. (6)

Gejala-gejala yang perlu diperhatikan adalah: (1,2,4,6)

a. Nyeri perut
merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu Pada kehamilan ektopik
yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras. Rasa nyeri
mungkin unilateral atau bilateral pada abdomen bagian bawah atau pada seluruh
abdomen, atau malahan di abdomen bagian atas. Dengan adanya hemiperitoneum ,
rasa nyeri akibat iritasi diafragma bisa dialami pasien. Serangan nyeri hebat pada
ruptura kehamilan ektopik, ini disebabkan oleh darah yang mengalir ke kavum
peritonei.

a. Perdarahan

Gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang berasal
dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-
sedikit, berwarna coklat gelap dan dapat terputus-putus atau terus menerus. Meskipun
perdarahan vaginal yang masif lebih menunjukkan kemungkinan abortus inkompletus
intrauteri daripada kehamilan ektopik, namun perdarahan semacam ini bisa terjadi pada
kehamilan tuba.

14
b. Adanya Amenorea

amenorea sering ditemukan walau hanya pendek saja sebelum diikuti perdarahan,
malah kadang-kadang tidak amenorea. Tidak ada riwayat haid yang terlambat bukan
berarti kemungkinankemungkinan kehamilan tuba dapat disingkirkan. Salah satu
sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam sebagai periode
menstruasi yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid yang keliru.

c. Keadaan Umum

tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan umum ialah kurang
lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Hb dan hematokrit perlu
diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu.

d. Perut

pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus.
Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan nyeri
tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Tanda Cullen
dapat terlihat di sekitar pusat atau linea alba terlihat biru hitam dan lebam.

2.1.9 Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dan
perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Kehamilan ektopik
harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri pada pelvis,
dan perdarahan uterus abnormal.6

2.1.10 Pemeriksaan umum


Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.1

15
2.1.11 Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1

Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.5

Dilatasi dan kerokan


Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5

Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.5

Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5

16
Gambar 3 USG Kehamilan Ektopik

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 7
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit
10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3

17
Gambar 4 teknik Kuldosintesis

2.1.12 Diagnosis Deferensial


Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum 5

2.1.13 Penatalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat
dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan
dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis
kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4

18
 Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar
melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang
meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang
berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam
lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup besar
maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk kehamilan ini
dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan sedotan atau
dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan
sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus
dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan
ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan
membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot
dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan
ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit
saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan
terjadinya perlengketan. 4
 Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi
berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau

19
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa
ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 4

 Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri digunakan
untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan
jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang
komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum
latum. 4

 Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi

20
B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja
enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.
4

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung
dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik
dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar
permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis
rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi
sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic
acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat
namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-
sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal
2
MTX 50 mg/m luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu
kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7
setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang
15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak
diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif
atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap

21
minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan
kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan
2
MTX 50 mg/m kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan
metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan
multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4

Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:


 Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan
risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
 Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
 Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
 hemodinamik stabil
 Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
 Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
 Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan
 Pasien dapat diandalkan dan bersedia untuk kembali control
 Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
 + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10

2.1.14 KOMPLIKASI

 Komplikasi yang utama adalah akibat yang ditimbulkan oleh perdarahan yaitu
anemia, syok, dan kematian. Perdarahan intraabdominal yang berlangsung
cepat dan dalam jumlah yang banyak bisa menyebabkan syok bahkan
kematian dengan segera.8

22
BAB III
STUDI KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 36 th
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SLTA
Pekerjaan : Pegawai swasta
Suku/bangsa : Jawa
Alamat : JL. Wali kota gatot Gg. 10 1/7- KANIGARAN
Tanggal MRS : 11-08-2017
Tanggal KRS : 13-08-2017
Nama Suami : Tn. A
Umur : 40 th
Pekerjaan : Swasta
Cara pembayaran : BPJS ASKES
No.rekam medik : 04 88 28

A. Subyektif

 Anamnesa : Autoanamnesa (11 Agustus 2017)

 Keluhan Utama : Nyeri perut

 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli RSUD dr. Moh Shaleh Probolinggo (11 Agustus

2017) pkl. 11.00 wib dengan keluhan nyeri perut bagian atas sejak 1 minggu

yang lalu, di rasakan bertambah nyeri sejak kemarin, nyeri perut tiba tiba dan

terus menerus yang tidak di pengaruhi dengan perubahan posisi, pusing (-), mual

(-), muntah (-), BAK (+), BAB (+), sebelumnya tgl 7 Agustus 2017 pkl. 08.00

wib, pasien datang ke IGD dr. Moh. Shaleh Probolinggo dengan keluhan nyeri

perut bagian bawah sejak tadi pagi , nyeri tiba-tiba dan hilang timbul, nyeri tekan

(+), pusing, mual dan muntah, keluar darah sedikit dari vagina, badan terasa

lemas, kemudian di observasi di IGD selama 12 jam dengan diagnosa ISK , terapi

23
obat dari IGD di berikan tab. Cefixime 200 mg 2x1, tab. Nonemi 1x1, tab.

Ranitidine 2x1, setelah itu pasien mengatakan nyeri perut berkurang dan di

perbolehkan pulang pkl. 20.00 wib, , pasien juga mengatakan tidak mengalami

haid sejak 1,5 bulan yang lalu dan telah melakukan tes kehamilan dengan hasil

positif.

 Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien menyangkal memiliki riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus, Jantung,

Asma, Tumor, Struma, Pandangan Kabur, Berdebar – debar.

 Riwayat Penyakit Keluarga :

 Pasien menyangkal di keluarganya memiliki riwayat Hipertensi, Diabetes

Mellitus, Jantung, Asma.

 Riwayat Psiko-Sosial :

 Pasien sebagai PNS di RSUD Moh Shaleh dan pendidikan terakhirnya SLTA.

 Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pijat perut selama kehamilan.

 Pasien mengatakan tidak pernah minum jamu – jamuan selama kehamilan.

 Pasien mengatakan tidak pernah merokok maupun minum minuman beralkohol.

 Riwayat Obat-obatan :

 Selama kehamilan ini, pasien tidak mengkonsumsi suplemen atau vitamin

apapun.

24
 Riwayat Alergi :

 Alergi obat - obatan (-)

 Alergi makanan (-)

 Riwayat Menstruasi :

 Haid : teratur, 1 bulan 1 kali, lama haid 7 hari, nyeri (-) sebelum haid.

 Menarche : 12 tahun.

 Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 28 juni 2017

 Tafsiran Persalinan :

 Riwayat Pernikahan :

Menikah 2x selama 11 tahun menikah pada usia 23 tahun.

Pernikahan pertama selama 6 tahun.

Pernikahan kedua selama 5 tahun.

 Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu :

Jenis Umur Penyulit

No Umur Persalin Penolong Tempat H M BBL Jenis hamil

persalinan
Kehamilan an Kelamin

1 9 bulan Spontan Bidan RS 14 3100 Lk -


-B tahun

2 9 bulan Spontan Bidan RS 16 3100 Pr


-B bulan
3
3 bulan Kuret Dokter RS 3
bulan

25
4 Hamil ini

Lain - Lain :

 Nafsu Makan : Baik

 Berat Badan : 64 Kg

 Tinggi Badan : 155 cm

 LILA : 28 cm

 BAB : (+) dbn

 BAK : (+) dbn,

 Batuk – batuk : (-)

 Sesak : (-)

 Berdebar – debar : (-)

 Pusing : (-)

 Mata kabur : (-)

 Epigastric pain : (-)

 Fluor Albus : (-)

26
Riwayat KB

 Pasien menggunakan Kontrasepsi IUD selama 1 tahun pada tahun 2003 setelah

anak pertama lahir. Kemudian pasien tidak menggunakan KB setelah anak kedua

lahir dengan alasan ingin mempunyai keturunan lagi.

B. Objektif

a. Status General

- Keadaan umum : Cukup

- Kesadaran : Compos mentis

- a/i/c/d : +/-/-/-

- Gizi : Baik

- Tensi : 110/80 mmHg

- Nadi : 80 kali/menit

- Suhu : 36,5°C

- RR : 20 kali/menit

- Kepala/leher :

o Bentuk : Normocerphal

o Tumor : (-)

o Mata :

 Conjungtiva : Anemis (+)

 Sklera : Ikterik (-)

 Pupil : Bulat, Isokor +/+, Refleks pupil +/+

o Pandangan Kabur : (-)

o Visus : > 3/60

27
o Telinga dan hidung : Tidak ada kelainan

o Mulut : Tidak ada kelainan

o Leher :

 Struma : (-)

 KGB : (-)

- Thorax : Bentuk Simetris (+), Retraksi (-)

o Pulmo : Vesikuler/Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

o Cor : S1/S2 Tunggal Regular, Murmur (-), Gallop (-)

- Abdomen : BU (+) Normal, Hepar (Tidak teraba), Lien (Tidak

teraba), Massa (-)

- Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT < 2 detik, Oedema (-)

b. Status Obstetri

- Muka :

o Chloasma gravidarum : (-)

o Exopthalmus : (-)

- Leher :

o Struma : (-)

- Thorax :

o Mammae : Sedikit membesar (+/+), Menegang (-/-), Lembek (+/+),

Hiperpigmentasi Areola (+/+), Colostrum (-/-) sedikit.

28
- Abdomen :

o Inspeksi : Perut datar , Striae gravidarum alba (-), Hiperpigmentasi

linea alba (-), Bekas luka operasi (-), Gerak janin (-)

o Palpasi :

TFU : Tidak teraba

Nyeri tekan : (+)

- Genetalia Eksterna :

o Fluor : (-)

o Fluksus : (-)

- Perineum :

o Cicatrix : (-)

- Anus :

o Haemorrhoid externa : (-)

- Pemeriksaan Dalam (VT) :

o Inspeksi : Vulva dalam batas normal, discharge (-)


o Inspekulo : Dinding vagina licin, porsio licin, massa (-), darah (+)
o Periksa Dalam : Porsio kuncup, dilatasi cervix (-), nyeri goyang (+), cavum douglas
menonjol (+), nyeri tekan cavum douglas (+).

29
c. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 07 Agustus 2017

Lab (DL) :

- Eritrosit : 5.2 jt/cmm

- Hemoglobin : 13.0 g/dl

- Lekosit : 13.430 / cmm

- Trombosit : 300.000 / cmm

Urine rutin (UL) :

- Albumin : (-)

- Bilirubin : (-)

- Ephitel : 8-10/LP

- Eritrosit : 0-1/LP

- Kristal : (-)

- Lekosit : 10-15/LP

Tanggal 11 Agustus 2017

Lab (DL) :

- Eritrosit : 3.9 jt/cmm

- Hemoglobin : 10.0 g/dl

- Lekosit : 14.070/cmm

- Trombosit : 262.000/cmm

30
d. Pemeriksaan USG

Tanggal 11 Agustus 2017

Dr . Lilis catur Sp.Rad

31
USG Abdomen Atas / Bawah :
 Hepar : Ukuran normal tepi tajam, regular, echoparencym normal, vena
porta dan vena hepatica normal, system bilier normal, tidak ada nodul / kista.
 Gall Bladder : Ukuran normal, dinding normal, tidak ada batu / sludge.
 Lien : Ukuran normal, echo parencim normal, tidak ada nodul / kista.
 Pancreas : Ukuran normal, echo parencim normal, tidak ada nodul / kista.
 Ren D : Ukuran normal, echo cortex baik, batas sinus dan cortex baik,
tidak ada batu / ectasis / kista.
 Ren S : Ukuran normal, echo cortex baik, batas sinus dan cortex baik,
tidak ada batu / ectasis / kista.
 Buli-Buli : dinding baik, tidak ada batu / massa.
 Uterus : Antefleksi, tidak ada gambaran GS.
 Tampak cairan bebas di cavum morrison’s di paracolic gutter dextra / sinistra di
cavum douglass.

Kesimpulan :
 ORGAN SOLID INTRA ABDOMEN NORMAL
 CAIRAN BEBAS INTRAPERITONEAL +++, SUGGESTIF INTRAPERITONEAL
BLEEDING EC. SUPS KET.

C. Assessment

G IV P2002 AB1x UK 6-7 minggu dengan KET

D. Planning

Advice dr. Maria diah zakiah, SpOg.

- Inj. Cefoperazone 1 gr iv

- Pasang Infus PZ 100 cc

- Inf. RL 500 ml

- Pasang DC

- Pro Laparatomi

32
E. FOLLOW UP RUANG BERSALIN

11 Agustus 2017
Diagnosa Masuk :
G IV P2002 AB1x UK 6-7 minggu dengan KET
Tiba di kamar bersalin
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
11.30 WIB TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36’ C
Pasang infus RL 500 ml
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5’ C
Advice dr. Maria Diah Zakiyah, SpOG via WA :
13.00 WIB Pre Op pkl. 13.30 WIB
Injeksi Cefoperazone 1 gr
Infus PZ 100 cc
Pasang DC
Motivasi Laparatomi, tanda tangan persetujuan pasien.
Lapor dr. Bambang, SpAn.
Advice : ACC tunggu antrian
13.35 WIB

Pasien di berangkatkan ke OK
13.50 WIB

Di lakukan eksplorasi laparatomi + SOS a/i KET oleh dr. Maria Diah Zakiah,
SpOG. di bawah pengaruh SAB.
14.30 WIB

33
F.FOLLOW UP MELATI

11 Agustus 2017

15.00 WIB Pasien tiba di melati, pindahan dari OK

Pasien belum sadar

15.30 WIB S : Nyeri luka operasi (+), Luka operasi terpasang opsite, Nyeri perut (-),

terpasang O2, Ma/Mi (-), Pusing (-), Pandangan kabur (-), Mual (-),

Muntah (+), Batuk (-), Sesak (-), Mobilisasi : Miring (-) Duduk (-) Jalan (-),

Flatus (-), BAB (-) sejak 1 hari yang lalu, BAK (+) terpasang DC (+) UP :

400 cc, ASI (-)

O : KU : Cukup
Kesadaran : CM
• TD : 90/60 mmHg
• N : 76x / menit
• RR : 20 x / menit
• Suhu : 36,5oC
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-, Visus : dbn
Thx : Simetris (+)
Cor = S1/S2 Tunggal Regular,
Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Ves/Ves +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Payudara : sedikit membesar, Lembek, Hiperpigmentasi areola (-)
Abdomen : Soefl, BU (+), Striae gravidarum alba (-), Linea alba (-), Luka
operasi tertutup opsite.
Extremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Oedema (-), Refleks Fisiologi :
dbn
Genitalia : Pervag (-) . UP : 600 cc, tampung.

A : P2002 Ab1 post explorasi laparatomi salpingektomi (S) a/I KET 1 jam
post op.
P : Advice dr. Maria Diah Zakiyah, SpOG
inf. RL 1000 cc
Inf. DS 1000 cc
Inj. Cefoperazon 3x1g

34
Inj. Santagesik 3x1g
Inj. Tranexamic acid 3x500g
Cek DL

12-08-2017 S : Nyeri luka operasi (+), Nyeri perut (-), Ma/Mi (+), Pusing (-),
Pandangan kabur (-), Mual (-), Muntah (-), Batuk (-), Sesak (-),
06.00 WIB Mobilisasi : Miring (+) Duduk (-) Jalan (-), Flatus (+), BAB (-)
sejak 2 hari yang lalu, BAK (+) terpasang DC (+)

O:
KU : Baik
Kesadaran : CM
• TD :110/70 mmHg
• N : 80 x / menit
• RR : 19 x / menit
• Suhu : 36,9oC
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-, Visus : dbn
Thx : Simetris (+)
Cor = S1/S2 Tunggal Regular,
Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Ves/Ves +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Payudara : Membesar(-), Lembek, Hiperpigmentasi areola (-), Putting
menonjol -/-.
Abdomen : Soefl, BU (+), , Luka operasi tertutup opsite.
Extremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Oedema (-), Refleks Fisiologi :
dbn
Genitalia : Pervag (-), Aff DC, UP : 400 cc.
Aff infus.

Hasil Lab : Tgl 11/08/2017


Hb : 10,0 g/dl
Lekosit : 14.070
Trombosit : 252.000
A : P2002 Ab1 post eksplorasi laparatomi + SOD a/I KET hari 1
P : inf. RL 500 ml
Tab. Cefadroxil 500 mg 3x1
Tab. Asam mefenamat 500 mg 3x1
Tab. Nonemi 1x1

35
13-08-2017
06.00 WIB S : Nyeri luka operasi (+), Nyeri perut (-), Ma/Mi (+), Pusing (-),

Pandangan kabur (-), Mual (-), Muntah (-), Batuk (-), Sesak (-), Mobilisasi :

Miring (+) Duduk (-) Jalan (-), Flatus (+), BAB (-) sejak 3 hari yang lalu,

BAK (+).

O:
KU : Baik
Kesadaran : CM
• TD :110/70 mmHg
• N :84 x / menit
• RR : 20 x / menit
• Suhu : 36,5oC
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-, Visus : dbn
Thx : Simetris (+)
Cor = S1/S2 Tunggal Regular,
Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Ves +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Payudara : Membesar(-), Lembek, Hiperpigmentasi areola (-), Puting
menonjol -/-.
Abdomen : Soefl, BU (+), , Luka operasi tertutup opsite.
Extremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Oedema (-), Refleks Fisiologi :
dbn
Genitalia : Pervag (-).

A : P2002 Ab1 post eksplorasi laparatomi + SOD a/I KET hari 3

P : tab. Cefadroxil tab 500 mg 3x1


Tab. Asam mefenamat 500 mg 3x1
Tab. Nonemi 1x1

Pasien persiapan pulang.

36
37
38
39
40

Anda mungkin juga menyukai