Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2017

tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan vektor adalah antropoda yang

dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit.

Salah satu vektor tersebut adalah lalat.

Lalat tersebar merata di berbagai penjuru dunia. Beberapa penyakit yang

ditularkan melalui makanan oleh lalat ini seperti disentri,kholera typoid, diare, gatal-

gatal pada kulit penyakit tersebut disebabkan karena sanitasi lingkungan yang

buruk. Penularan ini terjadi secara mekanis,dimana kulit tubuh dan kakinya yang

kotor tadi merupakan tempat menempelnya microorganisme penyakit perut

kemudian lalat tersebut hinggap pada makanan. (Dani, 2011:113).

Lalat pengganggu kesehehatan tergolong kedalam ordo diptera, subordo

cyclorhapa,dan anggotanya terdiri atas lebih dari 116.000 spesies lebih diseluruh

dunia. Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak dengan menggunakan

sayapnya (terbang). hanya sesekali bergerak dengan kakinya. Oleh karena itu,

daerah jelajahnya cukup luas. Berbagai jenis famili yang penting di pemukiman

1
antara lain adalah Muscidae (berbagai jenis lalat rumah,lalat kandang,lalat tanduk),

Calliphoridae (berbagai jenis lalat hijau) dan Carcophagidae (berbagai jenis lalat

daging). (Dani, 2011:105)

Lalat rumah (Musca Domestica) berperan dalam transmisi atau penularan

agen penyakit secara mekanis yang menyebabkan penyakit pada manusia

maupun hewan. Berbagai penyakit penting yang dapat ditularkan oleh lalat

pengganggu ini adalah poliomeilitis, hepatitis, trakhoma, coxsackie dan infeksi

ECHO virus. Penyakit asal protozoa yang dapat ditularkan adalah amubiasis yang

disebabkan oleh Entamoeba Histoliytica dan E.coli. Selain itu kasus kecacingan

pada manusia dan hewan juga banyak di tularkan oleh lalat rumah. (Upik,

2006:63). Banyaknya penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat maka diperlukan

suatu strategi untuk mengendalikan populasi lalat .

Upaya pengedalian lalat dapat dilakukan dengan berbagai metode,baik

secara fisik, kimia, biologi, maupun kultural. Metode pengendalian fisik dapat

digunakan dengan mudah untuk mengurangi dampak negatif penggunaan

insektisida. Salah satu upaya pengendalian lalat secara fisik dapat menggunakan

fly trap. Fly trap yang digunakan dapat berbentuk kubus seperti yang dianjurkan

oleh Rozendaal, J.A., (1997). Sedangkan Danny B. Carter (2003)

mempublikasikan fly trap dengan bentuk silinder yang digunakan untuk

menangkap lalat.
Bentuk-bentuk fly trap ini pernah di uji dalam penelitian Nelson Tanjung yang

berjudul “ Efektifitas berbagai bentuk fly trap dan umpan dalam pengendalian

kepadatan lalat pada pembuangan sampah jalan budi luhur medan tahun 2016’’.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dari ketiga bentuk fly trap (bentuk kubus,

segitiga dan silinder) bentuk yang paling disenangi lalat adalah fly trap yang

berbentuk kubus.

Selain bentuk fly trap, jenis umpan yang disukai lalat juga berpengaruh

terhadap banyaknya lalat yang tertangkap. Menurut Rozendaal, J.A., (1997)

sumber makanan lalat yaitu , gula, sirup, darah, kaldu daging dan banyak bahan

lainnya yang ditemukan di permukiman manusia. Hasil penelitian Nelson dari

ketiga jenis umpan yang yang digunakan ( insang ikan, ampas tebu, dan udang),

jenis umpan yang paling disenangi lalat adalah umpan insang ikan. Sehingga dari

penelitian Nelson diketahui bahwa fly trap yang berbentuk kubus dengan umpan

insang ikan paling efektif dalam menangkap lalat. Akan tetapi perlakuan dalam

waktu peletakan jenis umpan dari berbagai jenis fly trap, Nelson tidak

memberikan waktu yang bersamaan dari berbagai jenis umpan. Sehingga adanya

perbedaan waktu (hari) dalam peletakan umpan dapat mempengaruhi banyaknya

lalat yang tertangkap.


Berdasarkan penjelasan dari penelitian Nelson (2016) tersebut maka

penulis tertarik untuk kembali mencoba menguji “Efektifitas berbagai bentuk fly

trap dan umpan dalam pengendalian kepadatan lalat” karena menurut (Dani,

2011) penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur,

kelembapan. Jumlah lalat akan meningkat pada suhu 20 0C - 250C dan akan

berkurang jumlahnya pada suhu <100C atau >490C serta kelembapan yang

optimum 9O%..

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah belum

diketahuinya “Efektifitas berbagai bentuk fly trap dan umpan dalam

pengendalian kepadatan lalat”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya “Efektifitas berbagai bentuk fly trap dan umpan dalam

pengendalian kepadatan lalat”


1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui jumlah lalat yang terperangkap dari setiap jenis umpan

yang digunakan dalam pengendalian lalat

b. Mengetahui jumlah lalat yang tertangkap pada berbagai bentuk fly trap

yang digunakan dalam pengendalian lalat

c. Mengetahui pengaruh interaksi umpan dan bentuk flytrap yang

digunakan dalam pengendalian lalat

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi

Sebagai tambahan informasi dan bahan referesi bagi perpustakaan

Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan

1.4.2 Bagi Penulis

Sebagai penerapan keilmuan penulisan dalam melakukan penelitian pada

bidang kesehatan lingkungan.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai tambahan informasi dalam mengurangi kepadatan lalat di

pemukiman .
1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan

observasi, menggunakan rancangan posttest only design. Penera

Anda mungkin juga menyukai