oleh: M.Madsalim
Rabu, 18 Agustus 2010
Pembagian Rawa dan hidrotopografi
Secara alamiah genangan air yang terjadi pada lahan rawa disebabkan oleh :
1) Air hujan
2) Pengaruh luapan pasang air laut
3) Luapan banjir dari arah hulu sungai
4) Air bawah tanah
Keempat faktor tersebut diatas dapat berperan secara bersamaan, maupun
sendiri-sendiri .
Berdasarkan keempat faktor tersebut pengertian lahan rawa dapat dibagi menjadi
dua jenis :
1) (Lahan ) rawa pasang surut
2) (Lahan) rawa non pasang surut
4.1 Rawa Pasang Surut (lihat lampiran 3)
Yang dimaksud dengan rawa pasang surut adalah rawa yang terletak pada suatu kawasan
rendah ( low lying land) yang dipengaruhi oleh gerakan pasang surutnya air laut.
Jenis rawa pasang surut dapat dibagi menjadi 4 katagori berdasarkan ketinggian
hidrotopografinya yaitu :
a. Katagori A
Lahan yang terluapi lebih dari 4 a 5 kali per siklus pasang purnama, baik pada musim hujan
maupun musim kemarau.
b. Katagori B
Lahan yang terluapi lebih dan 4 a 5 kali per siklus pasang purnama pada musim hujan saja.
c. Katagori C
Lahan yang terluapi kurang dari 4 a 5 kali per siklus pasang purnama pada musim hujan saja.
Pengaruh pasang surut hanya pada air tanahnya saja ( di daerah perakaran).
d. Katagori D
Lahan yang terletak lebih dari 0,50 m di atas pasang tertinggi musim hujan yang kurang dari
4 a 5 kali per siklus pasang purnama pada musim hujan. Lahan tak pernah terlampaui oleh
muka air pasang. Tak ada pengaruh pasang pada air tanah.
Untuk diketahui bahwa keterluapan lahan-lahan tersebut di atas pada musim kemarau dan
musim hujan tak tetap. Karenanya lahan dibagi menurut kelas irigasi pasang surutnya, yaitu :
Catatan :
Kelas I = > 4 – 5 kali terluapi per siklus pasang purnama
Kelas II = < 4 – 5 kali terluapi per siklus pasang purnama
Yang dimaksud dengan lahan rawa non pasang surut adalah rawa yang terletak pada suatu
kawasan tanah rendah (low lying land), dan selalu atau secara periodik tergenang air baik
yang berasal dari hujan, akibat luapan banjir air sungai maupun air bawah tanah.
Berdasarkan tingkat ketinggian hidrotopografinya, maka kawasan rawa jenis ini memiliki
perbedaan tingkat kepekaan terhadap resiko genangan air yang karenanya dibagi dalam
katagori (golongan) sebagai berikut :
1) Lahan rawa dengan elevasi tertinggi disebut rawa bagian tinggi atau lebak pematang ,
yaitu lahan berelevasi pada kedalaman lebih kecil dari 0,50 m a 0,60 m di bawah muka air
tertinggi (dengan lama genangan kurang dari ± 0 s/d ± 3 bulan).
2) Lahan rawa dengan elevasi pertengahan yang disebut rawa bagian tengah atau lebak
pertengahan, yaitu lahan yang berelevasi pada kedalaman diantara 0,50 m a 0,60 m s/d 1,00
m a 1,20 m (dengan lama genangan ± 3 bulan s/d 6 bulan)
3) Lahan rawa dengan elevasi terendah yang disebut rawa bagian dalam atau lebak dalam,
yaitu lahan yang berelevasi pada kedalaman lebih dalam dari 1,00 m a1,20 m. di bawah muka
air tertinggi. (dengan lama genangan lebih dari ± 6 bulan).
a Pengertian
Hidrotopografi adalah gambaran elevasi relative suatu lahan terhadap elevasi muka air yang
berfungsi sebagai elevasi muka air referensi.
Karenanya berdasarkan pengertian di atas, maka untuk :
Lahan rawa non pasang surut, pengertian hidrotopografi diterjemahkan sebagai berikut :
Hidrotopografi adalah gambaran elevasi relative suatu lahan terhadap elevasi muka air
tertinggi rawa non pasang surut (Muka Air Tertinggi = M.A.T.) yang berfungsi sebagai
elevasi muka air referensi.
• Manfaat hidrotopografi
Hidrotopografi berguna untuk informasi / petunjuk apakah suatu lahan dapat diairi atau tidak.
Akibat terjadinya penurunan muka tanah, maka elevasi lahan dapat berubah, sehingga
klasifikasi hidrotopografinya juga berubah.
Begitu juga perubahan dapat terjadi akibat perubahan elevasi muka air yang menjadi elevasi
referensi.
Faktor-faktor yang menentukan keadaan hidrotopografi di lapangan berbeda antara rawa
pasang surut dan rawa non pasang surut. Perbedaannya sebagai berikut :
Home
About
Uncategorized
pasang surut
March 9, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laut adalah bagian dari bumi kita yang tertutup oleh air asin. Kata laut sudah dikenal sejak
dulu kala oleh kita dan bahkan oleh bangsa-bangsa di beberapa Negara di Asia Tenggara
seperti Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura dan mungkin beberapa suku bangsa lain di
kawasan ini. Laut lepas yang dibatasi oleh benua-benua kita kenal sebagai samudera.
Lautan telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling kompleks
dan paling dinamis di dunia. Terdapat berbagai macam interaksi antara faktor-faktor
penyusun komponen lingkungan laut yang berlangsung sangat cepat dan terus menerus
sehingga sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan tersebut.
Lebih dari 80% air yang yang berada di alam merupakan air laut. Air laut menentukan iklim
dan kehidupan di bumi. Sifat dari lingkungan kelautan adalah selalu berubah dan dinamik.
Kadang-kadang perubahan ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat maupun lambat.
Cepat atau lambatnya perubahan ini sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat
perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apapun
yang terjadi ada yang akan berdampak positif baik bagi suatu kehidupan dan negatif bagi
kehidupan yang lain. Karena terus berubahnya lingkungan, maka organisme yang menempati
kemungkinan juga akan berubah dan dapat merusak ekosistem tersebut. Faktor-faktor
lingkungan fisik yang mempengaruhi perairan laut adalah gerakan air, salinitas suhu dan
cahaya. Salah satu gerakan air laut yang membawa pengaruh besar bagi ekosistem laut adalah
pasang surut.
Pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala laut yang besar pengaruhnya terhadap
kehidupan biota laut, khususnya di wilayah pantai. Pasut adalah gerakan naik turunnya
permukaan laut secara beriramayang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Bumi
berputar bersama kolom air di permukaannya dan menghasilkan dua kali pasang dan dua kali
surut dalam 24 jam di banyak tempat di bumi.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dianggap sangat penting untuk menyusun
makalah mengenai Pasang Surut Air Laut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lebih jelas
proses terjadinya pasang surut tersebut.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam penyusunan makalah ini adalah
1. Bagaimana proses terjadinya pasang surut di laut?
2. Jelaskan faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut!
3. Jelaskan tipe-tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut!
4. Bagaimana pengaruh pasang surut terhadap kehidupan organism di dalam perairan laut?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses terjadinya pasang surut di perairan air laut.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut.
3. Untuk mengetahui tipe-tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut Indonesia khususnya.
4. Untuk memahami pengaruh pasang surut terhadap kehidupan organism yang hidup di
perairan laut.
D. Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh setelah menyusun makalah ini adalah:
1. Agar memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai fenomena terjadinya pasang
surut.
2. Agar memberikan kita informasi bahwa pasang surut memiliki pembagian-pembagian lagi.
3. Agar memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada kita pengaruh pasang surut
terhadap organism, sehingga kita lebih peduli terhadap lingkungan perairan lau Indonesia.
4. Melatih mahasiswa untuk menyusun suatu kariya tulis ilmiah.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Pasang Surut
Menurut Nontji (2005), pasang surut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut secara
berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Matahari mempunyai massa
27 juta kali lebih besar dari massa bulan, tetapi jaraknya pun sangat jauh dari bumi (rata-rata
149,6 juta km). sedangkan buln, sebagai satelit kecil, jaraknya sangat dekat ke bumi (rata-rata
381.160 km). Dalam mekanika alam semesta, jarak lebih menentukan daripada massa,
sehingga bulan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap terjadinya pasang surut. Gaya
tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan
(bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut
secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan
terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut
merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda
astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat
diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Keterangan:
(a) Bulan menimbulkan sebuah tonjolan di bagian bumi yang terdekat sehingga gaya gravitasi
lebih besar dari pada gaya sentrifugal yang dinetralkan. Di sisi yang berlawanan, gaya
sentrifugal lebih kuat dan menetralkan gaya gravitasi.
(b) Posisi bulan dan matahari pada pasang perbani dan pasang purnama (Nybakken, 1993. hal
221).
2. Pasut diurnal atau pasut harian tunggal (satu kali pasang dan satu kali surut dalam 24 jam),
Periode pasangsurut adalah 24 jam 50 menit, misalnya di sekitar selat Karimata;
Gambar 3. Pasang diurnal
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi
terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan
waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi
terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang
berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh
beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan
burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah
ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan
karnivora,kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam
terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan
serta rumput laut.
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai
berikut.
1. Formasi pes caprae, dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan
pasir adalah yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin;tumbuhan ini menjalar dan
berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia
atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung),
Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan)
2. Formasi baringtonia. Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya
Wedelia, Thespesia,Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut
berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas
merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi
untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut
gelombang. Yang termasuk tumbuhan dihutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora,
dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah
Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
B. Saran
Saran yang dapat saya ajukan dalam penyusuana makalah ini adalah agar lebih menambah
informasi-informasi atau literature yang terbaru pasang surut. Selanjutnya agar makalah ini
dapat digunakan sebaik mungkin, sebagai sumber tambahan pengetahuan.
Dampak El Nino dan La Nina Terhadap Indonesia
Filed under: Uncategorized — & Komentar
Januari 1, 2010
Indonesia adalah negara maritim, begitulah banyak orang yang mengatakan. Tetapi banyak
orang juga tidak tahu akan kekayaan, kegunaan dan efek dari laut itu sendiri terhadap negara
Indonesia. Mereka hanya tahu laut indonesia itu luas dan indah. Dan sekarang saya ingin
memberi tahu sedikit saja tentang laut di Indonesia yaitu tentang kejadiaan di laut yang bisa
memberi efek yang besar terhadap laut, bahkan sampai daratan di Indonesia. Yaitu El Nino
dan La Nina.
El Nino dan La Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim. El Nino adalah
peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika
Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global). Biasanya suhu air permukaan
laut di daerah tersebut dingin karena adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju
permukaan). Menurut bahasa setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena munculnya di
sekitar hari Natal (akhir Desember). Di Indonesia, angin monsun (muson) yang datang dari
Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan
rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya
membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang.
Gilbart Walker yang mengemukaan tentang El Nino dan sekarang dikenal dengan Sirkulasi
Walker yaitu sirkulasi angin Timur-Barat di atas Perairan Pasifik Tropis. Sirkulasi ini timbul
karena perbedaan temperatur di atas perairan yang luas pada daerah tersebut.
A.)Perairan sepanjang pantai China dan Jepang, atau Carolina Utara dan Virginia, lebih
hangat dibandingkan dengan perairan sepanjang pantai Portugal dan California. Sedangkan
perairan disekitar wilayah Indonesia lebih banyak dari pada perairan disekitar Peru, Chile dan
Ekuador.
B.) Perbedaan temperatur lautan di arah Timur – Barat ini menyebabkan perbedaan tekanan
udara permukaan di antara tempat – tempat tersebut.
C.) Udara bergerak naik di wilayah lautan yang lebih hangat dan bergerak turun di wilayah
lautan yang lebih dingin. Dan itu menyebabkan aliran udara di lapisan permukaan bergerak
dari Timurk-Barat.
c) Akumulasi curah hujan berkurang di wilayah Indonesia, Amerika Tengah dan amerika
Selatan bagian Utara. Cuaca di daerah ini cenderung lebih dingin dan kering.
d) Potensi hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Tengah dan Barat serta wilayah
Argentina. Cuaca cenderung hangat dan lembab.
Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca Indonesia
Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang,
tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut.
Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak
seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
El Nino pernah menimbulkan kekeringan panjang di Indonesia. Curah hujan berkurang dan
keadaan bertambah menjadi lebih buruk dengan meluasnya kebakaran hutan dan asap yang
ditimbulkannya.
Disektor irigasi, hasil kajian menyebutkan bahwa kondisi beberapa DAS di Indonesia cukup
kritis dan jumlahnya semakin banyak, khususnya di Jawa. Berdasrkan analisis terhadap data
debit minimum dan maksimum dari 52 sungai yang tersebar di Indonesia mulai dari Sabang
sampai Merauke terlihat bahwa jumlah sungai yang debit minimumnya berpotensi untuk
menimbulkan masalah kekeringan meningkat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa daerah
aliran sungai di wilayah Indonesia setelah tahun 1990- banyak yang sudah mengalami
degradasi sehingga adanya penyimpangan iklim dalam bentuk penurunan atau peningkatan
hujan jauh dari normal akan langsung menimbulkan penurunan atau peningkatan yang tajam
dari debit minimum atau debit maksimum (kekeringan hidrologis).
Disektor perikanan dan kelautan, hasil tangkapan ikan pada tahun-tahun el nino juga
dilaporkan menurun. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut ketersediaan pakan bagi ikan
(plankton) juga berkurang. Selain itu banyak terumbu karang yang mengalami keputihan
(coral bleaching) akibat terbatasnya alga yang merupakan sumber makanan dari terumbu
karang karena tidak mampu beradaptasi dengan peningkatan suhu air laut. Memanasnya air
laut juga akan menggangu kehidupan jenis ikan tertentu yang sensitif terhadap naiknya suhu
laut. Kondisi ini menyebabkan terjadinya migrasi ikan ke perairan lain yang lebih dingin.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro Budiati Harijono,
mengemukakan, dampak El Nino akan dirasakan signifikan di Indonesia hanya dengan satu
syarat, yakni jika suhu permukaan laut Indonesia yang mendingin. Sesuai dengan teori
hukum fisika dasar, angin berembus dari daerah yang bertekanan udara tinggi (lebih dingin)
ke daerah bertekanan udara rendah (lebih panas).
Karena suhu permukaan laut di Pasifik menghangat atau naik yang berarti bertekanan rendah,
maka jika daerah-daerah di sekitar Pasifik (termasuk Indonesia) memiliki suhu muka laut
yang dingin, maka angin termasuk uap air dari Indonesia akan ditarik ke Pasifik. Akibatnya
tentu saja bisa diketahui, yakni terjadinya musim kemarau yang sangat kering.
Namun, dampak ini tidak akan berlaku, jika suhu permukaan laut Indonesia juga
menghangat. “Jadi kalau dua-duanya menghangat, berarti tidak terjadi perbedaan tekanan
udara. Jadi, meskipun El Nino kuat, tidak akan berpengaruh signifikan untuk Indonesia,”
katanya.
BMKG memprediksi periodidasi kekuatan El Nino. Untuk bulan Juli hingga Agustus 2009,
El Nino masuk kategori lemah, bulan September, Oktober, dan November 2009 kategori
moderate (sedang), dan Desember 2009 sampai Januari 2010, kekuatan El Nino akan
mencapai puncaknya dengan kategori kuat.
La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina menurut bahasa penduduk lokal berarti
bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas
di pantai Peru – ekuador kembali bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya
kembali seperti semula (dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi
normal kembali. Dengan kata lain, La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali
setelah terjadinya gejala El Nino.
Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah
Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah
(minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak
menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan
lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La Nina karena mungkin bisa
terjadi banjir. Sejak kemerdekaan di Indonesia, telah terjadi 8 kali La Nina, yaitu tahun 1950,
1955, 1970, 1973, 1975, 1988, 1995 dan 1999.
Ketika La Nina kolam panas (bagian laut yang suhunya tinggi) bergerak masuk ke arah
Indonesia bagian timur dan demikian juga anginya berhembus lebih kuat ke arah Indonesia
sehingga laut di Indonesia timur meningkat suhunya, hal ini diikuti dengan penguapan yang
lebih banyak dan terjadi konveksi kuat yang membentuk awan hujan (kumulus), sehingga
daerah Indonesia khususnya bagian timur akan curah hujanya di atas normal.
Sebaliknya ketika El Nino kolam panasnya bergerak menjauhi Indonesia sehingga yang
banyak hujan ialah di laut Pasifik, sedangkan daerah Indonesia, khususnya bagian timur
curah hujanya berkurang. Indonesia mengalami kekeringan. Proses El Nino dan La Nina ini
dapat diperlihatkan ada hubunganya dengan aktivitas matahari dan sinar kosmik.
Fenomena La Nina ditandai dengan menurunnya SPL (suhu permukaan laut) di zona Nino
3.4 (anomali negatif) sehingga sering juga disebut sebagai fase dingin. Karena sifatnya yang
dingin ini, kedatangannya juga dapat menimbulkan petaka di berbagai kawasan khatulistiwa,
termasuk Indonesia. Curah hujan berlebihan yang menyertai kedatangan La Nina dapat
menimbulkan banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah di Indonesia. Jadi, dua “lakon” di
panggung Samudera Pasifik ini sama-sama menakutkan. Yang satu menyebar petaka
kekeringan, sementara yang lain memberi ancaman banjir.
1. Kondisi La Nina
Pada tahun La Nina jumlah air laut bertemperatur rendah yang mengalir di sepanjang Pantai
Selatan Amerika dan Pasifik Timur meningkat. Wilayah Pasifik Timur dan Tengah menjadi
lebih dingin dari Pasifik Barat.
Ketika terjadi La Nina :
Angin passat Timuran menguat, sehingga massa udara dingin meluas hingga
Samudera Pasifik bagian tengah dan Timur.
Ini menyebabkan perubahan pola cuaca. Daerah potensi hujan meliputi wilayah
Perairan Barat.
2. Kondisi Normal
Kondisi Suhu Muka Laut pada Kondisi Normal
Pada tahun-tahun normal, Suhu Muka Laut (SST) di sebelah Utara dan Timur Laut Australia
≥28°C sedangkan SST di Samudra Pasifik sekitar Amerika Selatan ±20°C (SST di Pasifik
Barat 8° – 10°C lebih hangat dibandingkan dengan Pasifik Timur).
Angin di wilayah Samudra Pasifik Ekuatorial (Angin passat Timuran) dan air laut di
bawahnya mengalir dari Timur ke Barat. Arah aliran timuran air ini sedikit berbelok
ke Utara pada Bumi Belahan Utara dan ke Selatan pada Bumi Belahan Selatan.
Daerah yang berpotensi tumbuh awan-awan hujan adalah di Samudra Pasifik Barat,
wilayah Indonesia dan Australia Utara.
Tidak hanya dampak negatif saja yang ada di La Nina terhadap Indonesia, tetapi juga ada
dampak positifnya.
Dampak positif