Anda di halaman 1dari 12

RESUME JURNAL HARGA DIRI RENDAH

Disusun Untuk Melengkapi Tugas

Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I

Semester IV

Oleh

Essy Gusning ranti

NIM 1612101010070

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2017
BAB I
PENDAHULAN
Konsep diri adalah gambaran tentang diri sendiri sebagai ide, perasaan dan kepercayaan
untuk mengenal dan siap untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain serta
berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri juga dapat diartikan cara tiap individu memandang
dirinya secara utuh baik secara fisik, mental, intelektual, sosial, dan spiritual (Rawlin dalam
Dermawan, 2013). Salah satu komponen konsep diri adalah harga diri, harga diri merupakan
penilaian tiap individu terhadap hasil yang telah dicapai dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku yang memenuhi ideal diri: merupakan bagian dari kebutuhan manusia. Ketika seseorang
memiliki pandangan negatif atas apa yang telah dicapainya maka ia memiliki harga diri rendah.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, dan sering juga
disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak
berani bertatap muka dengan lawan bicara, lebih banyak menundukkan kepala, berbicara lambat
dan nada suara lemah (Keliat dalam Suerni,2013).
Harga diri yang tinggi dan konsep diri positif adalah karakteristik penting dari
kesejahteraan individu. Menurut Taylor, Peplau dan Sears (2009), Orang dengan harga diri yang
rendah akan berpikir buruk tentang diri sendiri,tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, cenderung
pesimis tentang masa depan, mengingat masa lalu mereka lebih negatif dan berkubang dalam
suasana hati negatif mereka dan lebih rentan terhadap depresi ketika mereka menghadapi stress.

Semakin rendah harga diri seseorang akan lebih berisiko terkena gangguan kepribadian.
Pada beberapa penelitian mengaitkan rendahnya harga diri dengan adanya kecemasan sosial. Jika
orang yang memiliki harga diri yang rendah akan memiliki perasaan takut gagal ketika terlibat
dalam hubungan sosial.
BAB II
RESUME JURNAL
Jurnal 1
Judul : Self-compassion protects against the negative effects of low self-esteem: A
longitudinal study in a large adolescent sample

Penulis : Sarah L. Marshall , Phillip D. Parker , Joseph Ciarrochi , Baljinder Sahdra ,


Chris J. Jackson , Patrick C.L. Heaven

Nama Jurnal : Personality and Individual Defferences


Tahun : 2015
Volume : 74
Halaman : 116-121
Keywords : Self-compassion, Mental health,Adolescents, Longitudinal

Jurnal 2

Judul : Self-critical perfectionism and depressive symptoms: Low self-esteem and


experiential avoidance as mediators

Penulis : Molly Moroz , David M. Dunkley

Nama Jurnal : Personality and Individual Defferences


Tahun : 2015
Volume : 87
Halaman : 174-179
Keywords : Self-criticism Perfectionism, Self-esteem, Experiential avoidance, Depression
Jurnal 1 : Kasih sayang terhadap diri melindungi efek negatif harga diri rendah : sebuah studi
longitudinal pada remaja.

Abstrak

Harga diri rendah biasanya berhubungan dengan hasil negatif seperti kesehatan mental yang
buruk, tapi apakah ini selalu terjadi? Berdasarkan model perilaku kontekstual, Kasih sayang akan
melemahkan hubungan anatara harga diri rendah dengan kesehatan mental yang rendah.Kasih
sayang terhadap diri sendiri meliputi menerima keraguan diri, evaluasi negatif terhadap diri dan
kesulitan sebagai bagian dari kondisi manusia. Dalam sebuah studi longitudinal sebanyak 2448
remaja australia, kami menilai bagaimana hargadiri berhubungan dengan Kasih sayang terhadap
diri di kelas 9 untuk memprediksi perubahan status kesehatan mental selama tahun depan.
Sebagai hipotesis, Kasih sayang terhadap diri meminimalkan pengaruh harga diri terhadap
kesehatan mental. Diantara mereka yang memiliki kasih sayang yang tinggi terhadap diri, harga
diri rendah memiliki pengaruh yang kecil terhadap kesehatan mental. Kami membahas
kemungkinan bahwa membina kasih sayang di kalangan remaja dapat mengurangi kebutuhan
mereka akan harga diri dalam situasi yang menimbulkan keraguan diri.

1. Pendahuluan

“ Jika kamu ingin orang lain bahagai, biasakan memberi kasih sayang, jika kamu ingin bahagia
biasakan kasih sayang

Harga diri rendah selama remaja diprediksi memiliki dampak terhadap kesehatan mental yang
lebih buruk, upaya bunuh diri dimasa depan, dan gagal untuk mengmbangkan jaringan dukungan
sosial yang positif. Secara historis, pekerja praktisi dengan orang-orang muda yang memiliki
harga diri rendah berusaha untuk meningkatkan harga diri mereka selama intervensi.Namun,
upaya langsung untuk meningkatkan harga diri dapat menyebabkan orang muda menjadi lebih
narsis atau antisosial dan dapat menyebabkan orang-orang muda untuk berpegang teguh pada
konsep diri positif dan menghindari Pendekatan alternatif adalah untuk meningkatkan rasa
kasihan pada diri sendiri yang dapat membantu kaum muda merespons secara efektif terhadap
situasi yang membangkitkan harga diri yang rendah tantangan kesempatan belajar yang mungkin
mengancam konsep tersebut. Pendekatan alternatif untuk meningkatkan rasa kasihan pada diri
sendiri yang dapat membantu kaum muda merespons secara efektif terhadap situasi yang
menyebabkan harga diri rendah.

1.1 Sebuah model kontekstual : Pendekatan pada pemikiran yang sulit


Pertimbangan pemikiran bahwa, “ saya tidak berharga”. Pada satu sisi, orang- orang
muda didorong untuk membuat evaluasi diri secara serius, misalnya diajarkan bahwa mereka
membutuhkan harga diri tinggi untuk berhasil dan bahwa harga diri rendah merupakan hal
yang buruk untuk mereka. Bayangkan konteks ini juga mendorong pemuda menjadi
intoleransi terhadap kekurangan mereka ( “ kamu selalu melakukan yang terbaik yang kamu
bisa”) ini merupakan sebuah situasi di kita akan berpikir seperti “ sayatidak berharga” untuk
melakukan perilaku yang kuat dan mengarahkan kepada perkembangan kesehatan mental
yang buruk. Sebaliknya, pertimbangkan sebuah keadaan yang penuh kasih sayang : Pemuda
diajarkan bahwa setiap manusia tidak sempurna dan terkadang merasa tidak adekuat, ketika
berada pada situasi yang berat, setiap individu dapat mengobati diri merekea dengan
kebaikan, kesabaran, dan pengampunan. Pada konteks ini, pemikiran “ saya tidak berharga”
mungkin memiliki beberapa efek jangka panjang pada kesehatan mental.
1.2 Konteks Penuh Kasih Sayang
Neff mendefenisikan kasih sayang terhadap diri sendiri terdiri dari 3 komponen kunci
diperlihatkan selama penderitaan dan kegagalan pribadi: (1) mengobati diri sendiri dengan
baik, (2) menyadari satu perjuangan sebagai bagian dari membag pengalaman manusia, dan
(3) memegang pikiran dan perasaan yang menyakitkan dalam kesadaran penuh. Kasih sayang
terhadap diri sendiri dapat dibedakan dari harga diri dalam menyediakans konteks yang aman
dan peduli dimana seseorang dapat terhubung dengan aspek negatif diri tanpa terlibat dalam
penindasan atau melebih-lebihkan perasaan.

2. Metode
2.1 Partisipan
Selama dua tahun, 2448 remaja pada kelas 9 dan 10 pada gelombang pertama
pengumpulan data. Sampel terdiri dari partisipan dari studi karakter australia yang dihadiri
17 SMA Katolik dari dua negara bagian australia. Sekolah Katolik di Australia merupakan
20,52% sekolah menengah.
2.2 Ukuran
Harga diri dan kasih sayang terhadap diri diukur pada kelas, dan kesehatan mental diukur
pada kelas 9 dan 10. Pada semua item model harga diri diperlakuakn sebagai biner dan
diperkirakan menggunakan hubungan fungsi probit. Semua item diperlakukan secara terus-
menerus dan diukur mengguan fungsu gaussian,

2.3 Analissis Statistik

Model pertanyaan terstruktur digunakan untuk membentuk variabel laten dari item skala,
dan mempredikasi kesehatan mental kelas 10, menggunakan kesehatan mental kelas 9 dan
interaksi antara remaja, kasih sayang terhadap diri, dan harga diri.Mengontrol kesehatan
mental kelas 9 berarti kasih sayang terhadap diri dan harga diri memprediksi perubahan
residu pada kesehatan mental dari kelas 9 sampai 10. Untuk item harga kami menggunakan
sebuah hubungan fungsi probit untuk menghitung skala respon binari dari item harga diri dan
hubungan fungsi gausian atau semuan item. Untuk memberikan perkiraan yang sesuai, kami
menggunakan analisis model multivariat tanpa interaksi laten.

2.3.1 Interaksi Laten


Interaksi antara haraga diri dan kasih sayang diri dalam perubahan perkiraan dalam
rentang sakit-sehat pada remaja selama satu tahun menggunakan pendekatan LMS. LMS
dapat diimplementasikan dimana struktur pengukuran bersifat kompleks, seperti dalam
konteks saat ini di mana interaksi berada di antara variabel laten yang terdiri dari indikator
berkesinambungan (dalam kasus self-compassion) dan biner (dalam kasus harga diri).

3. Hasil
Bukti yang jelas mendukung kesesuaian model pengukuran dan korelasi laten yang
relatif sederhana memberikan dukungan kuat untuk pengukuran structure hipotesis, itu
berarti harga diri, kasih sayang terhadap diri, dan kesehatan mental saling berhubungan tapi
kontruksi yang berbeda.
Kami selanjutnya menguji model hipotesis tanpa interaksi harga diri dan kasih sayang.
Dimbah lagi, model ini termasuk regresi dari kesehatan mental T1, kasih sayang terhadap
diri, harga diri memiliki efek utama pada kesehatan mental T2. Analisis SEM
mengungkapkan efek utama yang signifikan untuk kesehatan mental T1 (b = .30, SE = .04, p
< .001), dan harga diri (b = .18, SE = .04, p < .001) dan efek utama marginal terhadap kasih
sayang terhadap diri (b = .07, SE = .04, p = .09). Kami kemudian mereparasi model termasuk
interaksi latent. Konsisten dengan hipotesis kami, ada efek utama yang signifikan dan
independen dari harga diri (b = .27, SE = .04, p <.001) dan self-compassion (b = .09, SE =
.04, p <. 05). Terdapat hubungan yang kuat antara harga diri dan kesehatan mental daripada
mereka yang tinggi hati. Kami melihat model kontrol untuk pengukuran status
sosialekonomi, status perkawinan orang tua, dan gender. Termasuk dalam model ini tiga
hubungan antara kasih sayang terhadap diri, harga diri, dan gender. Varibel ini memang
memiliki efek yang signifikan pada kesehatan mental (v2[17] = 203, p < .001).

4. Pembahasan
Kasih sayang terhadap diri dan harga diri memiliki efek longitudinal yang independen
pada perubahan kesehatan mental, yang mereplikasi dan memperluas temuan cross-sectional.
Kami menemukan dukungan untuk hipotesis bahwa harga diri tergantung pada kasih sayang
terhadap diri. Orang- orang yang memiliki harga diri tinggi diuntungkan walaupun mereka
tidak memiliki kasih sayang terhadap diri yang tinggi. Pengaru kasih sayang terhadap diri
hanya diamati pada mereka yang memiliki harga diri rendah : Diantara mereka yang memiliki
belas kasih yang tinggi, harga diri rendah hanya sedikit mempengaruhi kesehatan mental masa
masa mendatang, tapi diantara mereka yang memiliki belas kasih yang rendah, harga diri
rendah diprediksikan akan menyebabaka kesehatan mental menurun secara signifikan.
Data kami mendukung bahwa kasih sayang terhadap diri melindungi penilaian negatif
terhadap diri,memfasilitasi proses pertumbuham dan penerimaan yang berfokus pada koping.
Penelitian ini berfokus pada pada perbedaan satu tahun, dari kelas 9 sampai 10. Penelitian
selanjutnya diperlukan untuk menguji efek ini pada kelompok usia yang berbeda dan
perbedaan waktu yang berbeda.
Jurnal 2 : Perfeksionis kritis pada diri dan gejala depresi : Harga diri rendah dan menghindari
pengalaman sebagai mediator
Abstrak
Penelitian ini dilakukan pada kelompok dewasa ( N=210) bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan antara kesempurnaan diri yang kritis, harga
diri, menghindari pengalaman dan gejala depresi. Partisipan mengisi quisioner yang menilai
dimensi perfeksionis, harga diri, menghindari pengalaman, dan gejala depresi sebagai hal yang
berbeda tapi berhubungan,konstruk. Model pertanyaan struktural (SEM) membuktikan bahwa
terdapat hubungan antara perfeksionis kritis pada diri dan gejala depresi dengan harga diri
rendah.SEM juga menunjukkan bahwa menghindari pengalaman secara bebas memediasi
hubungan antara perfeksionis kritis pada diri dan gejala depresi, mengendalikan efek harga diri
rendah. Hasil ini membedakan perfeksionis kritis terhadap diri dari harga diri rendah dengan
menunjukkan bahwa individu dengan dengan perfeksionis kritis terhadap diri tertinggi memiliki
Kecendrungan terhadap pengindaran pengalaman,yang pada gilirannya secara bertahap
menjelaskan kenapa pengalaman mereka memiliki level tinggi pada gejala depresi.

1. Pendahuluan
Pada dekade terakhir, terdapat fokus untuk mengeksplorasi faktor-faktor kepribadian
kognitif seperti perfeksionisme sehingga yang diperkirakan meningkatkan kerentanan
terhadap depresi. Meskipun perfeksionisme telah dikonseptualisasikan dan diukur dengan
cara yang berbeda,studi faktor analis memiliki dua dimensi perfeksionisme yang tinggi, yang
mengacu pada standar perfeksionis individu dan kritikal perfeksionis diri, yang mencakup
beragam konseptualisasi dari konstruksi ini. Standar perfeksionisme diri melibatkan
pengaturan dan perjuangan untuk tujuan yang tinggi dan standar untuk diri. Perfeksionis
kritikal terhadap diri melibatkan pengawasan diri yang ketat dan konstan dan evaluasi diri
yang kritis atas perilaku seseorang, dan ketakutan yang berkelanjutan tentang persetujuan
orang lain, kritik, dan penolakan. Sementara standar perfeksionisme sering berhubungan
dengan gejala depresi, kritik perfeksionis diri secara konsisten menunjukkan hubungan yang
kuat dengan gejala depresi. Hubungan konsisten yang kuat antara kritik perfeksionis terhadap
diri dan gejala depresi telah menginspirasi beberapa penelitian untuk menyelidiki
kemungkinan mekanisme mediasi. Penelitian ini memeriksa harga diri rendah dan
menghindari pengalaman sebagai mediator yang saling berhubungan. Kritik perfeksionis
terhadap diri secara konseptual berbeda dengan harga diri rendah karena melibatkan evaluasi
diri yang kritis dan keras yang berkaitan dengan perasaan kegagaglan untk memenuhi harapan
sendiri atau orang lain. Karakteristik unik pada individu dengan pefeksionis yang tinggi
terhadap dri mungkin dapat menjadi motivasi untuk menghindari perasaan, pemikiran, atau
situasi kegagalan dan kekecewaan. Dengan demikian, menghindari pengalaman merupakan
salah satu mekanisme mediasi yang berpotensi yang mungkin dapat menjelaskan hubungan
antara SC perfectionisme dan gejala depresi lebih lanjut. Penghindaran pengalaman secara
luas dapat didefenisikan sebagai keengganan individu untuk tetap berhubungan dengan
pengalaman internal yang tidak nyaman, seperti pengalaman menyedihkan,perasaan, dan
sensasi, dan melibatkan upaya untuk menghindari pengalaman-pengalaman ini dan situasi
yang menyebabkan pengalaman tersebut.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai hubungan antara perfeksionis dan gejala depresi sebagai berikut : (1)
Perfeksionisme akan berhubungan dengan harga diri rendah dan menghindari pengalaman; (2)
harga diri rendah akan berhubungan dengan menghindari pengalaman; (3) harga diri rendah
dan menghindari pengalaman akan berhubungan dengan gejala depresi. Kami memperkirakan
bahwa harga diri rendah dan menghindari pengalaman akan memediasi hubungan antara
perfeksionis dan gejala depresi.

2. Metode
2.1 Responden
Responden terdiri dari 210 dewasa pada komunitas bahasa ingrris – perancis, yang
dikumpulkan dari seluruh majalah, buletin, iklan internet untuk mendapatkan sampel
masyrakat dari amerika utara, 125 responden ( 40 pria, 85 wanita) mengisi quisioner versi
inggris, dan 85 responden (34 pria, 51 wanita) mengisi quisioner versi perancis. Hasil dari
uji T mengungkapkan tidak ada perbedaan signfikan rata-rata usia antara responden
berbicara bahasa inggris ( M= 39.02, SD =14,91) dan berbicara bahasa perancis ( M=40.65,
SD=12.60).
2.2 Prosedur
Responden menngisi quisoner selama 1.5 – 2 jam menilai perfeksionisme, harga diri,
menghindari pengalaman, dan gejala depresi. Peserta dibayar $ 25 untuk mengisi kuesioner.

2.3 Pengukuran
2.3.1 SC dan PS Perfectionism
Faktor laten SC dan PS perfeksionis memperoleh indikator dari 35 item skala
perfeksionis multidimensi frost, 45 item skala perfeksionis multidimensi, dan 23 item
Revisi Skala Hampir Sempurna.
2.3.2 Skala harga diri rosenberg
10 item RSES secara luas digunakan untuk mengukur harga diri secara global,
dengan skor yang tinggi mengindikasikan gambaran positif terhadap diri secara
global.
2.3.3 Multidimensional Experiential Avoidance Questionnaire
MEAQ memiliki 62 item untuk mengukur penghindaran pengalaman terdiri dari 6
subskala. Sikap menghindari dan subskala penghindaran stres
2.3.4 Beck Depression Inventory
BDI memiliki 21 item untuk mengukur gejala depresi yang digunakan untuk menilai
tingkat gejala depresi saat ini selama seminggu terakhir.

3. Hasil
3.1 Deskripsi statistik
Sarana dan standar deviasi untuk perfeksionisme, harga diri, menghindari pengalaman,
dan langkah-langkah gejala depresi sebanding dengan yang ditemukan sebelumnya dalam
sampel nonklinis. T-tes menunjukkan tidak ada perbedaan dalam nilai rata-rata pada
indikator variabel tersebut antara peserta yang menyelesaikan versi bahasa Inggris dari
kuesioner dan mereka yang menyelesaikan versi Perancis dari kuesioner. Kovarian di antara
indikator perfeksionisme, harga diri, penghindaran pengalaman, dan gejala depresi peserta
menyelesaikan kuesioner versi bahasa Inggris dibatasi agar sama dengan peserta yang
menyelesaikan versi Perancis.
3.2 Model Pengukuran
Analisis faktor konfirmatori (CFA) dilakukan menggunakan AMOS 5.0 untuk menguji
model pengukuran, yang mengandung 4 variabel laten, masing-masing dengan dua atau
lebih indikator. Sebuah model pengukuran tambahan diuji dengan PS perfeksionisme,
karena sangat berkorelasi dengan SC perfeksionisme.

3.3 Model Struktural


SEM digunakan untuk menguji hubungan hipotesis antara SC perfeksionisme, rendah diri,
menghindari pengalaman, dan gejala depresi model. 95% CI dari perfeksionisme SC hingga
gejala depresi mendukung secara signifikan efek spesifik secara tidak langsung dari
perfeksionis ke gejala depresi melalui (1) Harga diri sebagai mediator tunggal (.362, .535)
dan (2) Menghindari pengalaman sebagai mediator tunggal (.048.101).

4. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan SEM untuk menguji hubungan antara self-critical
perfectionism , harga diri, menghindari pengalaman, dan gejala depresi pada sampel
komunitas dewasa. Keuntungan menggunakan SEM dengan ukuran sampel yang relatif
besar (N=210) adalah diperbolehkan untuk penilaian hubungan ganda untuk diuji secara
bersamaan. Selain itu, dengan menggunakan faktor laten, kami mampu mengendalikan
kesalahan pengukuran dalam mediator dan memperoleh perkiraan yang lebih akurat.Kami
menggunakan SEM untuk menguji harga diri rendah dan menghindari pengalaman sebagai
mediator dalam hubungan antara krikal perfeksionis diri dan gejala depresi di kelompok
dewasa. Kami menemukan bahwa terdapat hubungan tidak langsung untuk gejala depresi
melalui harga diri rendah dan menghindari pengalaman.
Hasilnya mengindikasikan bahwa tingkat kritikal perfeksionis yang tinggi secara
signifikan berhubungan dengan kecendrungan besar untuk menghidari pengalaman, pikiran,
dan perasaan yang menyusahkan. Keterbatasan penelitian ini adalalah data yang bersifat
cross-sectional, yang mencegah pernyataan kausal.
Kesimpulannya, penelitian ini mengelompokkan hubungan anatara kritikal perfeksionis
terhadap diri sendiri, harga diri, mengindari pengalaman, dan gejala depresi. Temuan ini
menyoroti pentingnya para mediator harga diri rendah dan menghindari pengalaman dalam
menjelaskan hubungan antar kritik perfeksionis terhadap diri dan gejala depresi pada
kelompok dewasa.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan dua jurnal diatas dapat disimupulkan bahwa tingkat kritikal perfeksionis
yang tinggi secara signifikan berhubungan dengan kecendrungan besar untuk menghidari
pengalaman, pikiran, dan perasaan yang menyusahkan, yang berhubungan dengan harga diri
rendah.Kemudian, harga diri juga tergantung pada kasih sayang terhadap diri.

DAFTAR PUSTAKA
Dermawan D, Rusdi . 2013. Konsep Dan Kerangka Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta
: Gosyen Publishing.
Marshall, S. L., Parker,P. D. , Ciarrochi.J. , Sahdra. B. , Jackson.C.J. , Heaven .P.C.L. (2015).
Self-compassion protects against the negative effects of low self-esteem: A longitudinal
study in a large adolescent sample. Personality and Individual Differences, 74, 116-121.
Suerni T, Budi Anna Keliat, Novy Helena CD. 2013. Penerapan Terapi Kognitif & Psikoedukasi
Keluara Pada Klien Harga Diri Rendah diruang Yudistira Rumah Sakit Dr.Marzoeki
Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa.Volume 1,No.2,November 2013;161-169.
Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Social Psychology. (12th Ed). London: Pearson
Prentice Hall.
Moroz, M., Dunkley.D.M. . (2015). Self-critical perfectionism and depressive symptoms: Low
self-esteemand experiential avoidance as mediators. Personality and Individual
Differences, 87, 174-179.

Anda mungkin juga menyukai