Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

kanker serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang

menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di

negara sedang berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia

(WHO), diketahui terdapat 493.243 jiwa per tahun penderita kanker

serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini

sebanyak 273.505 jiwa per tahun (Emilia, 2010). Menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks disebabkan oleh infeksi virus

HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam waktu yang

lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi ini bisa

mengganas dan menyebabkan terjadinya kanker serviks. Kanker

serviks mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang

berkembang yaitu menempati urutan pertama, sedang dinegara maju

ia menempati urutan ke 10, atau secara keseluruhan ia menempati

urutan ke 5 (Ramli, 2005). Di negara maju, angka kejadian kanker

serviks sekitar 4% dari seluruh kejadian kanker pada wanita,

sedangkan di negara berkembang mencapai diatas 15%. Amerika

Serikat dan Eropa Barat, angka insiden kanker serviks telah terjadi
penurunan. Hal ini disebabkan oleh alokasi dana kesehatan yang

mencukupi, promosi kesehatan yang bagus, serta sarana

pencegahan dan pengobatan yang mendukung (Emilia, 2010)

Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran

genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada

wanita di seluruh dunia setelah payudara, kolorektal, paru, serviks

uteri, (dan keempat belas paling sering dari seluruh kanker). Di dunia

sekitar 320.000 kasus baru didiagnosis pada tahun 2012 dan

jumlahnya hampir 5 persen dari seluruh kasus baru kanker pada

wanita (2 persen dari keseluruhan kanker). Angka ini meningkat

dibandingkan sekitar 290.000 kasus baru yang didiagnosis pada

tahun 2008 (Ellenson and Pirog, 2015). Penyakit ini 53% terdapat di

negara-negara maju, insiden tertinggi adalah Amerika Utara, Eropa

Tengah, Eropa Timur dan insiden terendah di Afrika Tengah, Afrika

Barat dan Asia (Ferlay et al., 2012; Amant et al., 2012; Ellenson and

Pirog, 2015). Berdasarkan data American Cancer Society (2006),

sekitar 40.880 kasus baru didiagnosis di Amerika Serikat dengan

angka kematian 7.400. Angka kejadian ini meningkat menjadi 47.130

kasus baru yang didiagnosis pada tahun 2012 dengan angka kematian

diprediksi mencapai 8010.


BAB II

CARCINOMA CERVIX

1. Definisi
Kanker leher rahim atau carcinoma cervix adalah keganasan dari serviks

yang ditandai dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir atau vagina, tetapi

gejala tersebut tersebut tidak muncul sampai tingkat lanjut, dimana tanda dan

diagnosa pasti bisa ditegakkan dengan menggunakan pap smear. Kanker

serviks adalah terjadinya pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali

sehingga menimbulkan benjolan atau tumor pada serviks. Berawal dari serviks,

apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ

lain di seluruh tubuh (Mansjoer dkk, 2008). Kanker serviks dapat disebabkan

oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). HPV sangat mudah menular dan

dapat menginfeksi siapa saja yang sudah aktif secara seksual, baik pria atau

wanita. Tujuh puluh persen penularan HPV terjadi melalui hubungan seksual

sehingga kanker serviks dapat dikategorikan kedalam penyakit menular seksual.

Golongan HPV yang menyebabkan kanker serviks disebut sebagai HPV

onkogenik yang berperan dalam 99,7% kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18

merupakan golongan high risk penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks

di dunia.

2. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa

faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :

a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual


Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan

seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Menikah pada usia 20 tahun

dianggap masih terlalu muda


b. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin

sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.


c. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti

pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
d. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma

akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks


e. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah

mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan

kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya

kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
f. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang

pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene

penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.


g. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian

AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi

diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus

menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.


3. Phatopysiologi

4. Klasifikasi
Klasifikasi kanker serviks menurut KOmite Ginekologi Onkologi FIGO

merekomendasikan (Faradina, 2006):

Stadium FIGO Keterangan


I Kanker serviks terbatas di serviks (penyebaran ke corpus uteri
diabaikan)
IA Kanker invasive didiagnosa hanya dengan mikroskopis. Semua
lesi yg dapat terlihat dengan mikroskop – meskipun dengan
invasi superficial – adalah stadium IB/T1B
IA1 Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm atau
dengan penyebaran horizontal 7 mm atau kurang
IA2 Invasi stroma dengan kedalaman >3 mm dan <5 mm dengan
penyebaran horizontal 7 mm atau kurang
IB Lesi yg dapat dilihat secara klinis dikhususkan di serviks atau
lesi mikroskopik lebih besar dari IA2
IB2 Lesi yg dapat dilihat secara klinis >4 cm pada dimensi yg paling
besar
II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau
infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul
IIA Besar tumor mempunyai prognosis yg sama dengan stadium IB
IIA1 Besar tumor ≤4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas
IIA2 Besar tumor >4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas
IIB Dengan invasi parametrium
III Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah
vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina & infiltrasi parametrium,
tidak terdapat perluasan ke dinding pelvis
IIIB Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau rectum
dan/atau meluas ke pelvis
IVB Metastasis jauh
Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:
Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif
terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang
invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di
luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah
menjalar ke vagina, tetapi belum
sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina /
telah mencapai dinding panggul (tidak
ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa
rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih /
rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar
panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai
kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan
ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ /
Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa
pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah
bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan
melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa
ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh,
termasuk kele. Limfa di atas
bifurkasio arrteri iliaka komunis.

5. Manifestasi Klinis
Gejala umum yg dapat ditemukan yaitu: perdarahan kontak, keputihan

campur darah & berbau, serta tanda2 anemia. Sedangkan gejala khusus yg

dijumpai yaitu: keluar cairan dari kemaluan berupa darah bercampur dengan

keputihan & berbau khas. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, tanda-tanda

klinis akan terlihat jelas, berupa serviks yg membesar, irregular & padat.

Pertumbuhan serviks dapat berupa endofitik, eksofitik maupun ulseratif. Dapat

melibatkan vagina, parametrium maupun dinding panggul.


Menurut Dalimartha (2004) pada tahap awal, terjadinya kanker serviks

tidak ada gejala2 khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya

siklus haid, amenorrhea, hipermenorrhea, & penyaluran secret vagina yg sering

atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yg

khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yg keluar berbentuk mukoid. Nyeri yg

dirasakan dapat menjalar ke ekstremitas bagian bahwah dari daerah lumbal.

Gejala yang muncul :

a) Keputihan: makin lama, makin berbau busuk, diakibatkan infeksi dan

nekrosis jaringan

b) Perdarahan Kontak: perdarahan yang dialami setelah senggama, merupakan

gejala Ca serviks (75-80%)

c) Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh

darah dan makin lama makin sering terjadi, terutama pada tumor yang bersifat

eksofitik.

d) Anemia: terjadi akibat perdarahan pervaginam yang berulang.

e) Nyeri : ditimbulkan oleh infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.

f) Gagal ginjal: infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi total

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan pap smear
Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg tidak

memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil dari

posio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18
tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x

hasil pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan pap’s

smear untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yg positif yg ditemukan

kemudian dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini dialami pada

wanita dengan usia yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan resiko kanker

serviks.
c. Biopsy
Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan

atau luka pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear emnunjukkan

suatu abnormalitas atau kanker. Teknik yg biasa dilakukan adalah punch

biopsy yg tdk memerlukan anastesi & teknik cone biopsy yg menggunakan

anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan yg ada pada serbiks.

Jaringan yg diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsy akan

memperjelas apakah yg terjadi itu kanker invasive atau hanya tumor saja.
d. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses metaplasia.

Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena

kolposkopi memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam

mengetes darah yg abnormal.


e. Tes schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada serviks

yg normal akan membentuk bayangan yg terjadi pada sel epitel serviks karena

adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yg mengadnung kanker

akan menunjukkan warna yg tidak berubah karena tidak ada glikogen.


f. Radiologi
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung

kemih & rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema

barium, & sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan

abdomen/pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau

terkenanya nodus limpa regional.


 Pelvic limphangiografi  dapat menunjukkan adanya gangguan pada

saluran pelvic atau peroartik limfe


 Pemeriksaan intravena urografi  dilakukan pada kanker serviks tahap

lanjut, yg dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.

7. Penatalaksanaan

a. Radiasi

Radiasi merupakan perawatan standart pada penderita kanker servik untuk

penyakit kanker yang sudah lanjut (stadium 1B keatas ) dan untuk wanita yang

tidak cocok dengan pembedahan. Secara umum radioterapi akan memberikan

efek secara fisik, psikologis dan sosial hidup penderita sehingga hal ini akan

menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien yang mendapatkan perawatan

dengan radiasi. Efek samping utama yang terjadi adalah diare, kelemahan,

mual, dan abdominal kram.

b. Kemoterapi

Tujuan pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan

fase saat diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika

kemoterapi digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai

pengobatan paliatif ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir,
sehingga dapat memberikan kualitas hidup yang baik. (Galle, 2000).

Kemoterapi bekerja saat sel aktif membelah, namun kerugian dari kemoterapi

adalah tidak dapat membedakan sel kanker dan sel sehat yang aktif

membelah seperti folikel rambut, sel disaluran pencernaan dan sel batang

sumsum tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja kemoterapi pada sel yang

sehat dan aktif membelah menyebabkan efek samping yang umum terlihat

adalah kerontokan rambut, kerusakan mukosa gastrointestinal dan

mielosupresi. Sel normal dapat pulih kembali dari trauma yang disebabkan

oleh kemoterapi, jadi efek samping ini biasanya terjadi dalam waktu singkat.

Macam-Macam kemoterapi
 Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik

Anthrasiklin obst golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di

inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.


 Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,

yang berakibat menghambat sintesis DNA.


 Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja

pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis

sel.
 Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat

sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA

dari sel-sel kanker tersebut.


c. Pembedahan

Tahap awal dari kanker, biasanya Total Abdominal Hysterectomy (TAH) sering

kali digunakan untuk mengendalikan perluasan, namun jika kanker sudah

metastasis maka operasi, radiasi akan dikombinasikan. Kebanyakan ahli


bedah dalam memberikan histerektomi dilakukan pada tumor atau kanker

yang kecil seringkali <4cm.

8. Komplikasi
a. Komplikasi yang terjadi karena radiasi
Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga terlibat

seperti intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping

gastrointestinal secara akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak

pada rektal dan perdarahan pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide

atau atropin sulfate. Sistouretritis bisa terjadi dan menyebabkan disuria,

nokturia dan frekuensi. Antispasmodik bisa mengurangi gejala ini.

Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih. Bila

infeksi saluran kemih didiagnosa, terapi harus dilakukan segera. Kebersihan

kulit harus dijaga dan kulit harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi

eritema dan desquamasi. Squele jangka panjang (1 – 4 tahun setelah terapi)

seperti : stenosis pada rektal dan vaginal, obstruksi usus kecil, malabsorpsi

dan sistitis kronis.


b. Komplikasi akibat tindakan bedah
Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal adalah

disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain

seperti vagina dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi,

obstruksi usus, striktur dan fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta

fistula kandung kemih dan rektovaginal.

9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian meliputi:
 Identitas pasien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, pendidikan, dll)
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat kesehatan masa lalu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat psikososial
 Pola kebiasaan sehari-hari (pola nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan
latihan, pola istirahat dan tidur)
 Pemeriksaan fisik (pemeriksaan kesadaran, tanda-tanda vital, dan
pemeriksaan head to toe)
 Pemeriksaan penunjang
b. Diagnosa dan Intervensi
Nyeri akut
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam klien tidak
mengalami nyeri
Kriteria hasil :
 Klien melaporkan nyeri berkurang
 Klien mengatakan mampu mengontrol nyeri
 Klien mampu mengenali nyeri
INTERVENSI RASIONAL

Lakukan pengkajian nyeri secara Memudahkan menentukan inetrvensi


komprehensif termasuk lokasi nyeri, selanjutnya
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari Mengidentifikasi adanya nyeri pada
ketidaknyamanan klien
Kontrol tekanan darah klien Perubahan tekanan darah dapat
mengindikasikan adanya reaksi dari
pemberian obat-obatan
Kontrol lingkungan yang dapat Mengurangi faktor pencetus nyeri
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri Apabila faktor pencetus berkurang
maka intensitas nyeri akan berkurang
Bantu klien dan keluarga untuk mencari Dukungan dari keluarga dapat
dan menemukan dukungan membantu klien mengatasi nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: Teknik non farmakologi yang benar
napas dada, relaksasi, distraksi, kompres akan membuat klien rileks dan nyaman
hangat/dingin sehingga dapat mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat Istirahat akan membuat klien merasa
nyaman, sehingga nyeri dapat
berkurang
Kolaborasi: Penggunaan agens-agens farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri,
untuk mengurangi atau menghilangkan
seperti
nyeri

Resiko Infeksi
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam resiko infeksi tidak
menjadi aktual
Kriteria hasil :
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Klienmenunjukkan perilaku hidup sehat
 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL

Pantau tanda/gejala infeksi (missal.suhu Mengetahui tanda infeksi secara dini


tubuh, denyut jantung, pembuangan, memungkinkan pencegahan terhadap
penampilan luka, sekresi, penampilan urin, infeksi dan mengurangi keparahan
suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise) infeksi yg mungkin sudah terjadi

Kaji faktor yg meningkatkan serangan Faktor pemberat dapat mengakibatkan


infeksi (missal.usia lanjut, tanggap imun infeksi berkembang leboh cepat
rendah, dan malnutrisi)

Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung Perubahan hasil laboratorium


granulosit absolut, hasil-hasil yg berbeda, mengidentifikasikan adanya infeksi
protein serum, dan albumin)

Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yg Cuci tangan dengan benar dapat
benar mencegah transmisi organism

Ajarkan kepada pasien dan keluarganya Pengetahuan tentang tanda gejala


tanda/gejala infeksi dan kapan harus infeksi memungkinkan pencegahan
melaporkannya ke pusat kesehatan infeksi lebih dini

Berikan terapi antibiotic bila diperlukan Mencegah infeksi

Ansietas
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien
teratasi
Kriteria hasil :
 TTV klien dalam batas normal
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
 Klien mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
INTERVENSI RASIONAL

Identifikasi tingkat kecemasan Membantu menentukan intervensi


selanjutnya
Bantu klien mengenali situasi yang Mengidentifikasi sumber kecemasan
menimbulkan kecemasan klien

Dorong klien untuk mengungkapkan Mengungkapkan perasaan, ketakutan,


perasaan, ketakutan, persepsi dan persepsi akan mengurangi
kecemasan klien
Dengarkan dengan penuh perhatian Membuat klien merasa tenang dan
mengurangi kekhawatiran klien
Temani klien untuk memberikan Memberikan keamanan pada klien dan
keamanan dan mengurangi takut mengurangi takut

Jelaskan semua prosedur dan apa yang Mengurangi kecemasan klien,


dirasakan selama prosedur meningkatkan pemahaman klien
mengenai prosedur tindakan yang akan
dilakukan
Libatkan keluarga untuk mendampingi Keluarga dapat member dukungan
klien positif kepada klien
Instruksikan pada klien untuk Untuk mengurangi kecemasan yang
menggunakan teknik relaksasi dirasakan klien
Kolaborasi: Pemberian obat anti cemas sesuai
Berikan obat anti cemas
dengan kebutuhan klien dapat
mengurangi kecemasan klien
BAB III

CARCINOMA ENDOMETRIUM

1. Anatomi Fisiologi Uterus

Uterus merupakan organ berdinding tebal, muscular, pipih, cekung yang

mirip buah pir terbalik yang terletak antara kandung kemih dan rectum pada

pelvis wanita. Ukuran uterus sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,

lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus

dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan

membentuk sudut dengan vagina, begitu pula korpus uteri ke depan membentuk

sudut dengan serviks uteri.

Pada wanita yang belum melahirkan, berat uterus matang sekitar 30-40 gr

sedangkan pada wanita yang pernah melahirkan, berat uterusnya adalah 75-

100 gr. uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin, dan

teraba padat. Derajat kepadatan tergantung dari beberapa faktor, diantaranya

uterus lebih banyak mengandung rongga selama fase sekresi siklus menstruasi,

lebih lunak selama masa hamil, dan lebih padat setelah menopause.

Tiga fungsi dari uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan

endometrium, kehamilan, dan persalinan. Uterus ini sebenarnya terapung-apung

di dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang

menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik.

Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :

a. Ligamentum kardinale sinistra dan dekstra (Mackenrodt)


yakni ligamentum yang terpenting, mencegah agar uterus tidak turun,

terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak

vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak

pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina.


b. Ligamentum sakro-uterinum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak,

berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os

sacrum kiri dan kanan2


c. Ligamentum rotundum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus ke dalam antefleksi dan

berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal

kanan dan kiri. Pada kehamilan, terkadang terasa sakit di daerah

inguinal waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat, dan

ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan

pada daerah inguinal. Pada persalinan juga teraba kencang dan

terasa sakit bila dipegang.


d. Ligamentum latum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi,

tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini

adalah bagian peritoneum viscerale yang meliputi uterus dan kedua

tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini

ditemukan indung telur (ovarium sinistra dan dekstra). Untuk

memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya.


e. Ligamentum infundibulo-pelvikum,
yakni ligamentum yang menahan tuba Falopii berjalan dari arah

infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan syaraf,

pembuluh limfe, arteri dan vena ovarica.


Di samping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan

belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan

ovarium. Ligamentum ovarii ini secara embriologis berasal dari gubernaculums,

sama seperti halnya ligamentum rotundum.

PERDARAHAN UTERUS

Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina sinistra dan dekstra yang

terdiri dari ramus ascenden dan ramus descenden. Pembuluh darah ini berasal

dari a. iliaka interna (= a. hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum,

masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm dari forniks vagina.

Pembuluh darah lain yang memvaskularisasi uterus adalah a. ovarika sinistra

et dextra. Ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-

pelvikum mengikuti tuba Falopii, beranastomosis dengan ramus asendens arteri

uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-

arteri tersebut di atas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke

vena hipogastrika.
PEMBULUH LIMFE UTERUS

Pembuluh limfe yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah

obturatorial dan inguinal dan selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri,

pembuluh limfe ini akan menuju daerah para-aorta atau para vertebra-dalam.

Kelenjar-kelenjar limfe penting artinya pada operasi karsinoma.

INERVASI UTERUS

Inervasi uterus terdiri dari sistem saraf simpatik, tetapi sebagian juga

terdiri dari saraf parasimpatik dan serebrospinal. Sistem saraf parasimpatik

berada di dalam panggul sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari syaraf

sacral 2, 3, dan 4, dan selanjutnya memasuki pleksus Frankenhauser. Saraf


simpatik masuk ke rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui

bifurcatio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju pleksus

Frankenhauser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan

kecil dan terletak terutama pada dasar ligament sakro-uterina. Serabut-serabut

syaraf tersebut di atas memberi inervasi pada miometrium dan endometrium.

Kedua sistem simpatik dan parasimpatik mengandung unsur motorik dan

sensorik. Kedua sistem bekerja antagonis, syaraf simpatik menimbulkan

kontraksi dan vasokonstriksi, sedangkan syaraf parasimpatik sebaliknya,

mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.

Syaraf yang berasal dari torakal 11 dan 12 mengandung syaraf sensorik dari

uterus dan meneruskan perasaan sakit dari uterus ke serebrum. Syaraf sensorik

dari serviks dan bagian atas vagina melalui syaraf sakral 2, 3, dan 4, sedangkan

dari bagian bawah vagina melalui nervus pudendus dan nervus ileoinguinalis.

BAGIAN UTERUS
Berdasarkan fungsi dan anatomisnya, uterus dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

- Fundus

Merupakan tonjolan bulat di bagian uterus proksimal, dimana merupakan tempat

kedua tuba Falopii masuk ke uterus. Di dalam klinik penting untuk diketahui

sampai dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat

diperkirakan dengan perabaan pada fundus uteri.

- Korpus

Korpus merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri. Korpus uteri

adalah bagian uterus yang terbesar. Pada kehamilan, bagian ini memiliki fungsi

utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus

uteri disebut kavum uteri (rongga rahim).

- Serviks

Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis services uteri yang disebut portio

dan pars supravaginalis services uteri adalah bagian serviks yang berada di atas

vagina.

Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai

saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar

serviks berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum

seminis.

Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan

pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum. Kedua pintu ini penting dalam

klinik, misalnya pada penilaian jalannya persalinan, abortus, dan sebagainya.

Secara histologik, uterus terdiri atas endometrium di korpus uteri dan


endoserviks di serviks uteri, otot-otot polos, dan lapisan serosa yakni peritoneum

viseral.

Dinding uterus

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium, miometrium, dan

perimetrium.

a. Endometrium

Selaput yang melapisi permukaan dalam miometrium disebut endometrium.

Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan


banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium melapisi seluruh

kavum uteri dan memiliki arti penting dalam siklus haid seorang wanita

dalam masa reproduksi (childbearing age). Dalam masa haid, endometrium

sebagian besar dilepaskan, kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi

dan selanjutnya dalam masa sekretorik (kelenjar-kelenjar telah berkelok-

kelok dan terisi dengan getah). Masa-masa ini dapat diperiksa dengan

mengadakan biopsi endometrium.

Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan di

sebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat

lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan ini paling penting dalam

persalinan oleh karena sesudah plasenta lahir, otit akan berkontraksi kuat

dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang terbuka yang berada di

tempat itu. Endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah

adalah suatu lapisan membrane mukosa yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu

lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan

lapisan dalam padat yang menghubungkan endometrium dengan

miometrium. Selama menstruasi dan sesudah melahirkan, lapisan

permukaan yang padat dan lapisan tengah yang berongga tanggal. Segera

setelah aliran menstruasi berkahir, tebal endometrium 0,5 mm. Mendekati

akhir siklus endometrium, sesaat sebelum menstruasi mulai lagi, tebal

endometrium menjadi 5 mm.


Endometrium mempunyai 3 fungsi penting yaitu sebagai :

- Tempat nidasi
- Tempat terjadinya proses haid
- Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks

Pada usia reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, endometrium

mengalami berbagai perubahan siklik yang berkaitan dengan aktivitas

ovarium. Endometrium terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan basal dan

lapisan fungsional.

1) Lapisan Fungsional

Dibawah pengaruh estrogen, lapisan fungsional akan berploriferasi dan

di bawah pengaruh estrogen dan progesteron, lapisan itu akan

mengalami sekresi. Bilamana terjadi fertilisasi dan implantasi, maka

dari lapisan ini akan beradaptasi untuk membentuk lingkungan optimum

bagi embrio dengan terbentuknya desidua, dan bilamana tidak terdapat

fertilisasi, lapisan ini akan luruh dan terbentuk haid lagi.

2) Lapisan Basal

Lapisan basal adalah lapisan yang berdekatan dengan

endometrium dan letaknya di bawah lapisan fungsional. Lapisan basal

tidak luruh saat siklus menstrusi. Lapisan fungsional berkembang dari

lapisan basal.

Apabila kadar progesteron mencapai titik terendah, arteri yang

menyuplai darah ke lapisan fungsional akan berkonstriksi sehingga sel-

sel dalam lapisan tersebut akan iskemik dan mati, kemudian terjadi

menstruasi.
Berikut ini adalah tabel perubahan endometrium berdasarkan fase

menstruasinya.

Dalam siklus haid dibedakan 4 fase endometrium yaitu :

1. Fase menstruasi atau deskuamasi

Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai dengan

perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum

basale, stadium ini berlangsung 4 hari. Dengan haid itu keluar darah,

potongan potongan endometrium dan lendir dari serviks. Darah tidak

membeku karena adanya fermen yang mencegah pembekuan darah dan

mencairkan potongan potongan mukosa. Hanya kalau banyak darah keluar

maka fermen tersebut tidak mencukupi hingga timbul bekuan bekuan darah

dalam darah haid.

2. Fase post menstruasi atau stadium regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara

berangsur angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang

tumbuh dari sel sel epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium ± 0,5 mm, stadium sudah mulai waktu stadium menstruasi dan

berlangsung ± 4 hari.

3. Fase intermenstruum atau stadium proliferasi

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini

berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid. Fase proliferasi

dapat dibagi dalam 3 subfase yaitu:

a. Fase proliferasi dini

Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai hari ke 9.

Fase ini dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya

regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar kebanyakan

lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas

fase proliferasi; sel sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan

masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat

perubahan perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk

kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis,

sel selnya berbentuk bintang dan lonjong dengan tonjolan tonjolan

anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar karena sitoplasma

relatif sedikit.

b. Fase proliferasi akhir

Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini dapat

dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak

mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma

bertumbuh aktif dan padat


4. Fase pramenstruum atau stadium sekresi

Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke

28. Pada fase ini endometrium kira kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar

berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan mengeluarkan getah yang

makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan

kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi.

Memang tujuan perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium

menerima telur yang dibuahi. Fase ini dibagi atas :

1. Fase sekresi dini


Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya

karena kehilangan cairan, tebalnya ± 4 – 5 mm. Pada saat ini dapat

dibedakan beberapa lapisan, yaitu5 :

a. stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang

berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif,

kecuali mitosis pada kelenjar.

b. stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti

spons. Ini disebabkan oleh banyak kelenjar yang melebar dan

berkeluk keluk dan hanya sedikit stroma di antaranya.

c. stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran saluran

kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema.

2. Fase sekresi lanjut

Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 – 6 mm. Dalam fase ini

terdapat peningkatan dari fase sekresi dini , dengan endometrium

sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk keluk

dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan

perkembangan ovum. Sitoplasma sel sel stroma bertambah. Sel

stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan


Vaskularisasi Endometrium saat Haid
Cabang cabang arteri uterine berjalan terutama dalam stratum

vaskulare endometrium. Dari sini sejumlah arteri radialis berjalan

langsung ke endometrium dan membentuk arteri spiralis. Pembuluh

pembuluh darah ini memelihara stratum fungsional endometrium yang

terdiri dari stratum kompaktum dan sebagian stratum spongiosum.

Stratum basale dipelihara oleh arteriola arteriola miometrium di

dekatnya. Mulai dari fase proliferasi terus ke fase sekresi pembuluh

pembuluh darah berkembang dan menjadi lebih berkeluk keluk dan

segera setelah mencapai permukaan, membentuk jaringan kapiler yang

banyak. Pada miometrium kapiler kapiler mempunyai endotel yang

tebal dan lumen yang kecil. Vena vena yang berdinding tipis

membentuk pleksus pada lapisan yang lebih dalam dari lamina propria

mukosa dan membentuk jaringan anastomosis yang tidak teratur

dengan sinusoid sinusoid pada semua lapisan.

Hampir sepanjang siklus haid pembuluh pembuluh darah

menyempit dan melebar secara ritmis, sehingga permukaan

endometrium memucat dan berwarna merah karena penuh dengan

darah, berganti ganti. Bila tidak terjadi pembuahan, korpus luteum

mengalami kemunduran yang menyebabkan kadar progesterone dan

estrogen menurun.

Penurunan kadar hormon ini mempengaruhi keadaan

endometrium ke arah regresi, dan pada suatu saat lapisan

fungsionalis dari endometrium terlepas dari stratum basale yang di


bawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh pembuluh darah

terputus, dan terjadilah pengeluaran darah yang disebut haid.

b. Miometrium

Miometrium yang tebal tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot

polos yang membentang ke tiga arah (longitudinal, transversa, dan oblik).

Miometrium paling tebal di fundus, semakin menipis ke arah istmus, dan

paling tipis di serviks.

Serabut longitudinal membentuk lapisan luar miometrium yang paling

banyak ditemukan di fundus, sehingga lapisan ini cocok untuk mendorong

bayi pada persalinan. Pada lapisan miometrium tengah yang tebal, terjadi

kontraksi yang memicu kerja hemostatis. Sedangkan pada lapisan dalam,

kerja sfingter untuk mencegah regurgitasi darah menstruasi dari tuba fallopii

selama menstruasi. Kerja sfingter di sekitar ostium serviks interna

membantu mepertahankan isi uterus selama hamil. Cedera pada sfingter ini

dapat memperlemah ostium interna dan menyebabkan ostium interna

serviks inkompeten.

Miometrium bekerja sebagau suatu kesatuan yang utuh. Struktur

miometrium yang memberi kekuatan dan elastisitas merupakan contoh

adaptasi dari fungsi:

- Untuk menjadi lebih tipis, tertarik ke atas, membuka serviks, dan

mendorong janin ke luar uterus, fundus harus berkontraksi dengan

dorongan paling besar.


- Kontraksi serabut otot polos yang saling menjalin dan mengelilingi

pembuluh darah ini mengontrol kehilangan darah setelah aborsi atau

persalinan. Karena kemampuannya untuk menutup (irigasi) pembuluh darah

yang berada di antara serabut tersebut, maak serabut otot polos disebut

sebagai ikatan hidup.

c. Perimetrium
Perimetrium adalah lapisan serosa yang merupakan bagian viseral dari

peritoneum.

KIMIA DAN FUNGSI HORMON STEROID OVARIUM

Estrogen

Estrogen adalah hormon steroid dengan 10 atom C dibentuk terutama dari

17-ketosteroid androstendion. Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol

(E2), estron (E1), dan estriol (E3). Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktif.

Perbandingan khasiat biologis dari ketiga homon tersebut E2:E1:E3 = 10:5:1. Selain

di Ovarium, estrogen juga disintesis di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak dan

susunan saraf pusat.

Estrogen yang dihasilkan oleh adrenal disebut estrogen residu.

Metabolismenya terutama melalui esterifikasi ke glukoronida atau sulfida, dan

pengeluarannya melalui tinja. Pada organ sasaran seperti uterus,vagina, serviks,

payudara, maupun hipofisis, hipotalamus, estrogen diikat oleh reseptor yang

terdapat di dalam sitoplasma dan diangkut ke inti sel.

Fungsi umum
Khasiat biologis utama dari estrogen adalah sebagai perangsang sintesis DNA

melalui RNA (messenger RNA), sehingga terjadi peningkatan sintesis protein.

Fungsi pada endometrium

Estradiol memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot uterus.

Progesteron

Progesteron merupakan steroid dengan 21 atom C dan terutama dibentuk di

dalam folikel dan plasenta. Selain itu dapat berasal dari metabolisme pregnandiol,

dan disebut progesteron residu, serta dibentuk pula di dalam adrenal. Dengan

demikian tampak bahwa progesteron tidak hanya merupakan hormon dasar,

melainkan juga sebagai hasil antara pada ogan-organ yang membentuk steroid.

Penghancuran progesteron terjadi setelah pengubahan menjadi pregnandiol

sebagai glukoronida atau sulfat. Selama fase folikuler kadar progesteron plasma

sekitar 1 ng/ml, sedangkan pada fase luteal 10-20 mg/ml

Fungsi Umum

Progesteron mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, sehingga

merupakan syarat mutlak untuk konsepsi dan implantasi. Semua khasiat

progesteron terjadi karena ada pengaruh estradiol sebelumnya, karena estradiol

mensintesis reseptor untuk progesteron.

Fungsi Khusus

Endometrium

Terhadap endometrium, progesteron menyebabkan perubahan sekretorik.

Perubahan ini mencapai puncaknya pada hari ke 22 siklus haid normal. Bilamana
progesteron terlalu lama mempengaruhi endometrium, maka akan terjadi degenerasi

endometrium, sehingga tidak cocok lagi menerima nidasi.

Miometrium

Progesteron menurunkan tonus miometrium, sehingga kontraksi berjalan lambat.

Dalam kehamilan khasiat ini bermanfaat karena membuat uterus menjadi tenang
2. Definisi Carcinoma Endometrium
Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer yang berasal dari

endometrium atau miometrium. Sebagian besarnya merupakan adenokarsinoma

(90%). Karsinoma endometrium terutama adalah penyakit pada wanita

pascamenopause, walaupun 25% kasus terdapat pada wanita yang berusia

kurang dari 50 tahun dan 5% kasus terdapat pada usia dibawah 40 tahun. Umur

rata-rata penderita kanker endometrium adalah 55-66 tahun. Insidensi kanker

endometrium pada wanita premenopause 5 kali lebih rendah daripada wanita

yang telah mengalami menopause, Insidensi ini meningkat sesuai bertambahnya

usia kemudian menetap setelah umur 70 tahun.

Sebagian besar kanker endometrium adalah adenokarsinoma (75 %), yang

berasal dari lapisan tunggal dari sel-sel epitel yang melapisi endometrium dan
membentuk kelenjar endometrium. Ada banyak subtipe mikroskopis karsinoma

endometrium, termasuk jenis common endometrioid, di mana sel kanker

menyerupai gambaran endometrium normal, Papillary serous carcinoma yang

agresif serta clear cell carcinoma.

3. Klasifikasi Carcinoma Endometrium

Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai 2 tipe dengan

patogenesis berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah

estrogen dependen dan tipe kedua estrogen independen. Perubahan genetik

molekular yang terdapat pada karsinoma endometrium tipe I dan tipe II berbeda

dan mungkin dapat membantu dalam menjelaskan sifat-sifat klinisnya.

- Tipe I Estrogen dependen


Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang

umumnya menyerang wanita pre dan perimenoupause. Pada anamnesis

didapatkan riwayat terpapar estrogen dan berasal dari atipikal endometrial

hiperplasia. Tipe ini berdiferensiasi baik, minimal invasif, sehingga mempunyai

prognosis yang baik. Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes,

penyakit liver, hipertensi, obesitas, infertilitas, dan gangguan menstruasi. Pada

kenyataannya, lesi tipe I berpotensi dapat diecegah melalui pengenalan risiko

pada pasien, diagnosis lesi prekursor (hiperplasia endometrium atipikal), dan

pengobatan yang sesuai.


- Tipe II Estrogen Independen
Tipe ini bisanya didapatkan pada wanita postmenopause, kurus, dan fertil atau

wanita dengan siklus hormonal yang normal. Tipe II lebih agresif dan mempunyai

prognosis lebih buruk daripada tipe I. Tipe II paling sering didapat pada wanita

Afro-Amerika. Yang termasuk kanker endometrium tipe II adalah:


 high-grade endometrioid cancer,

 uterine papillary serous carcinoma,

 uterine clear cell carcinoma.

Terdapat 3 lokasi dimana kanker endometrium sering terjadi yaitu fundus, tuba

dan isthmus. Hal ini berkaitan dengan pengaruh hormonal pada lapisan uterine

di lokasi tersebut6.

Gambaran histologik endometrioid adenocarcinoma yang merupakan kanker

endometrium yang paling sering terjadi.


Tabel yang menunjukkan perbedaan kanker endometrium tipe I dan II.

4. Penyebab Carcinoma Endometrium


a. Menstruasi dini.
b. Monopause yang terlambat.
c. Penyakit ovarium polikistik (ovarium yang mengandung banyak kista).
d. Tumor fungsi ovarium (kaya estrogen).
e. Asupan estrogen berkepanjangan.
f. Hipertensi
g. Diabetes melitus
h. Kegemukkan (jaringan lemak dapat mengubah beberapa hormon menjadi

estrogen).
i. Pernah mengalami disfungsional pendarahan uterus.
j. Kehamilan lebih dari 5 kali
k. Infertilitas/ketidaksuburan

5. Patofisiologi Carcinoma Endometrium

Fibroblas Growth Factor Reseptor 2 (FGFR2) adalah reseptor tirosin kinase yang

berperan dalam proses biologikal. Mutasi pada FGFR telah dilaporkan pada 10-

12% dari kanker endometrium identik dengan penemuan yang didapatkan dari
kelainan kraniofasial kongenital. Inhibisi pada FGFR2 diharapkan akan menjadi

terapi masadepan bagi penderita kanker endometrium. Beberapa peneliti

menduga terdapat dua peran FGFR2 dalam mempengaruhi endometrium, yaitu

dengan menghambat proliferasi sel endometrium pada siklus menstruasi dan

sebagai onkogen pada karsinoma endometrial.

Selain itu, kadar hormon sex estrogen yang tinggi juga dapat menyebabkan

peningkatan masa dan jumlah sel lapisan uterus jika tidak terdapat cukup

progesteron, salah satu hormon sex yang penting pada wanita.

Siklus menstrual normal, rata-rata berlangsung 28 hari, terdapat 2 fase. Pada

2 minggu pertama, estrogen adalah hormon seks yang dominan. Estrogen

menyebabkan lapisan sel uterus bertumbuh dan bertambah jumlahnya. Pada 14

hari selanjutnya, hormon sex yang dominan adalah progesteron. Progesteron

menyebabkan kematangan sel sehingga lapisan uterus dapat menerima dan

menutrisi ovum yang sudah difertilisasi.

Apabila tidak terdapat cukup progesteron, sel pada lapisan uterus (epitelium)

akan bertumbuh dan bermultiplikasi semakin banyak. Hal ini disebut hiperplasia

simpleks. Apabila situasi ini terus berlanjut, akan terbentuk kelenjar baru pada

lapisan uterus. Hal ini disebut hiperplasia kompleks. Akhirnya, sel menjadi

atipikal dan menunjukkan perilaku yang menyimpang.

Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat ditemukan

pada beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu yang lama,

mengkonsumsi estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil estrogen, malfungsi

tiroid, penyakit hepar.


Kanker endometrium mungkin berasal di area minoris (misalnya, sebuah

polip endometrium) atau multifokal difus. Pertumbuhan awal dari tumor dicirikan

oleh pola eksofitik yang menyebar. Pertumbuhan tumor ditandai dengan

kerapuhan dan perdarahan spontan, bahkan pada tahap awal. Kemudian

pertumbuhan tumor ditandai oleh invasi miometrium dan pertumbuhan menuju

leher rahim. Empat rute penyebaran terjadi di luar rahim:

1. Langsung

Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat terutama pada

yang differensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan kavum uteri dan

endoserviks. Dari kavum uteri menuju ke stroma endometrium ke

miomterium ke ligamentum latum dan organ sekitarnya. Jika telah mengenai

endoserviks, penyebaran selanjutnya seperti pada adenokarsinoma serviks.

2. Melalui kelenjar limfe

Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke para aorta

dan melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka interna,

eksterna dan iliaka komunis serta melalui kelenjar limfe ligamentum

rotundum akan sampai ke kelenjar limfe inguinal dan femoral.

3. Melalui aliran darah

Biasanya proses penyebarannya sangat lambat dan tempat metastasenya

adalah paru, hati dan otak.

4. Intraperitoneal atau melalui tuba.


Biasanya disertai pappilary serous carcinoma (UPSC), serupa dengan

penyebaran kanker ovarium.

6. Manifestasi klinis Carcinoma Endometrium


Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah

perdarahan pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan

perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Keluhan

keputihan merupakan keluhan yang paling banyak menyertai keluhan utama.

Gejalanya bisa berupa:

 Perdarahan rahim yang abnormal


 Siklus menstruasi yang abnormal
 Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih

mengalami menstruasi)
 Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause
 Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang

berusia diatas 40 tahun)


 Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
 Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca

menopause)
 Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
 Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

7. Cara mendeteksi (skrining) Carcinoma Endometrium


Sebagian besar kanker endometrium terdiagnosis pada stadium dini. Hal ini

dikarenakan wanita menopause cenderung memeriksakan dirinya ke dokter

apabila terdapat perdarahan vaginal. Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan

melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik termasuk melakukan pap smear

dan pemeriksaan pelvik.


Pemeriksaan pelvik merupakan langkah awal pemerikasaan fisik pada

kanker endometrium. Pada pemeriksaan pelvik, dokter memeriksa daerah

sepanjang kandungan apakah terdapat lesi, benjolan, atau mengetahui daerah

mana yang terasa sakit jika diraba. Untuk daerah kandungan bagian atas dokter
menggunakan alat spekulum. Teknik pemeriksaan ini sebenarnya harus rutin

dilakukan oleh wanita untuk mengetahui kondisi vaginanya.


Biopsi endometrial diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker

endometrium. Pada pemeriksaan biopsi, akan diambil sebagian kecil dari lapisan

uterus (endometrium) kemudian dilihat sediaan tersebut di mikroskop. Karena

kanker endometrium dimulai di dalam uterus, kelainannya tidak selalu dapat

dideteksi dengan pap smear. Karena itu, sampel dari jaringan endometrium

harus diambil dan dilihat dengan mikroskop untuk dideteksi apakah terdapat sel

kanker atau tidak. Salah satu prosedur dibawah ini dapat dilakukan :
- Biopsi endometrium : Mengambil sebagian kecil jaringan endometrium,

dengan memasukkan selang yang kecil dan fleksibel melalui serviks kedalam

uterus. Selang ini kemudian akan mengikis sebagian kecil jaringan

endometrium sehingga kemudian didapatkan sampel jaringan. Patolog

kemudian akan memeriksa sampel sel kanker di bawah mikroskop


- Dilatasi dan kuretase : Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan dilatator

kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan. Memasukkan kamera

(endoskopi) kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk

di PA-kan. Sampe jaringan endometrium yang didapatkan dari kuretase kemudian

diperiksa di mikroskop.
Gambar diatas menunjukkan sebuah spekulum yang dimasukkan ke vagina untuk

memudahkan melihat serviks. Kemudian kuret dimasukkan lewat serviks ke uterus untuk

mengikis jaringan yang abnormal agar dapat diperiksa

Tes tambahan untuk menegakkan diagnosis meliputi :

- USG transvaginal. Transvaginal ultrasound, adalah suatu alat yang dimasukkan ke

dalam rahim dan berfungsi untuk mengetahui ketebalan dinding rahim. Ketebalan

dinding yang terlihat abnormal akan dicek lanjutan dengan pap smear atau biopsi.

Pada pemeriksaan USG didapatkan tebal endometrium di atas 5 mm pada usia

perimenopause. Pemeriksaan USG dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya

keganasan endometrium dimana terlihat adanya lesi hiperekoik di dalam kavum

uteri/endometrium yang inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas dengan ukuran

6,69 x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan USG transvaginal diyakini banyak penelitian

sebagai langkah awal pemeriksaan kanker endometrium, sebelum pemeriksaan-

pemeriksaan yang invasif seperti biopsi endometrial, meskipun tingkat


keakuratannnya yang lebih rendah, dimana angka false reading dari strip

endometrial cukup tinggi. Sebuah meta-analisis melaporkan tidak terdeteksinya

kanker endometrium sebanyak 4% pada penggunaan USG transvaginal saat

melakukan pemeriksaan pada kasus perdarahan postmenopause, dengan angka

false reading sebesar 50%. USG transvaginal dengan atau tanpa warna, digunakan

sebagai tehnik skrining. Terdapat hubungan yang sangat kuat dengan ketebalan

endometrium dan kelainan pada endometrium. Ketebalan rata-rata terukur 3,4±1,2

mm pada wanita dengan endometrium atrofi, 9,7±2,5 mm pada wanita dengan

hiperplasia, dan 18,2±6,2mm pada wanita dengan kanker endometrium. Pada studi

yang melibatkan 1.168 wanita, pada 114 wanita yang menderita kanker endometrium

dan 112 wanita yang menderita hiperplasia, mempunyai tebal endometrium 5 mm.

Metode non-invasif lainnya adalah sitologi namun akurasinya sangat rendah.


- Papanicolau Test
adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias Papanicolau, untuk

mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human papilomavirus. Pengambilan

sampel endometrium, selanjutnya di periksa dengan mikroskop (PA). Cara untuk

mendapatkan sampel adalah dengan aspirasi sitologi dan biopsy hisap (suction

biopsy) menggunakan suatu kanul khusus. Alat yang digunakan adalah novak,

serrated novak, kovorkian, explora (mylex), pipelly (uniman), probet. Pap smear tidak

sensitif untuk mendiagnosa kanker endometrium. Pada pemeriksaan pap smear,

50% dari penderita kanker endometrium menunjukkan hasil yang normal. Sel

endometrium yang jinak terkadang ditemukan saat pemeriksaan pap smear pada

wanita diatas 40 tahun Bia sel ini ditemukan, maka resiko kanker pada wanita

tersebut adalah 3-5%. Pada wanita premenopause, temuan ini kurang akurat,
terutama bila hasil didapatkan saat penderita sedang haid. Pada penderita yang

memakai terapi hormon, resiko keganasan berkurang (1-2%).

8. Pencegahan Carcinoma Endometrium


Pemeriksaan Rutin
Pada awal menopause, wanita harus diberitahu mengenai resiko dan gejala

awal kanker endometrium. Mereka harus didorong untung melaporkan apabila

terdapat perdarahan vagina ataupun spotting ke dokter.


Screening terutama harus dilakukan jika mereka memiliki anggota keluarga

yang didiagnosis dengan kanker endometrium, usus besar, atau kanker

ovarium.

9. Penatalaksanaan Carcinoma Endometrium


1. Pembedahan

Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan

rahim). Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi

bilateral) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel

kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan

terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan

sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka

kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah

ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah

menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar

endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani

pengobatan lainnya.
2. Radioterapi

Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh

sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya

menyerang sel-sel kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III

dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan. Angka ketahanan hidup 5

tahun pada pasien kanker endometrium menurun 20-30% dibanding

dengan pasien dengan operasi dan penyinaran. Penyinaran bisa dilakukan

sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor) atau setelah

pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Stadium I dan

II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien dengan risiko
rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi adjuvan

pasca operasi.

Radiasi adjuvan diberikan kepada :

 Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau invasi

melebihi setengah miometrium.


 Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.

Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri

(Prawirohardjo, 2006).

Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker

endometrium:

Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk

mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan

sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu

dirawat di rumah sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang

dimasukkan ke dalam tubuh.



Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang mengandung

suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama

beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di

rumah sakit.
3. Kemoterapi

Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi

merupakan terapi sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai

sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.

A. Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
(1) Membunuh sel-sel kanker.
(2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
(3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.

B. Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau

bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang

telah bermetastase.
2) Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa

tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi.


3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan

kecil untuk diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol

gejalanya.
4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya.
5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
C. Cara Pemberian Kemoterapi
(1) Per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral,

diantaranya chlorambucil dan etoposide (VP-16).


(2) Intra-muskulus
Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak

diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali

berturut-turut. Yang dapat diberikan secara intra-muskulus antara

lain bleomicin dan methotreaxate.


(3) Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau

diberikan secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian

kemoterapi yang paling umum dan banyak digunakan.


(4) Intra arteri
Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan

sarana yang cukup banyak, antara lain, alat radiologi diagnostik,

mesin, atau alat filter, serta memerlukan keterampilan tersendiri.


(5) Intra peritoneal
Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus

(kateter intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi karena

pemasangan perlu narkose.


D. Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel

yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel

baru dan sel yang lain akan mati. Sel yang abnormal akan membelah

diri dan berkembang secara tidak terkontrol yang pada akhirnya akan

terjadi suatu massa yang disebut tumor


Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap:
1. Fase G0: Fase istirahat
2. Fase G1: Sel siap membelah diri yang diperantarai oleh

beberapa protein penting untuk bereproduksi. Berlangsung 18-30

jam
3. Fase S: DNA sel akan dicopy,18-20 jam
4. Fase G2: Sintesa sel terus berlanjut,2-10 jam
5. Fase M: sel dibagi menjadi 2 sel baru,30-60 menit
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi

mempunyai target dan efek merusak bergantung pada siklus selnya.

Obat kemoterapi aktif pada saat sel bereproduksi, sehingga sel tumor

yang aktif merupakan target utama dari kemoterapi. Namun, efek

samping obat kemoterapi yaitu dapat mempengaruhi sel yang sehat.

E. Persiapan Kemoterapi

Darah tepi : HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.

Fungsi hepar : bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.

Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan creatinine clearance test (bila

serum kreatinin meningkat).



Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).

EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin).
F. Syarat Pemberian Kemoterapi
1. Syarat yang harus dipenuhi
 Keadaan umum cukup baik.
 Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek

samping yang akan terjadi.


 Faal ginjal dan hati baik.
 Diagnosis histopatologik.
 Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
 Riwayat pengobatan (radioterapi atau kemoterapi) sebelumnya.
 Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb > 10 gr%, leukosit >

5000/mm3, trombosit > 150.000/mm3.


2. Syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi pengobatan.
 Mempunyai pengetahuan kemoterapi dan menejemen kanker pada

umumnya
 Sarana laboratorium yang lengkap.
G. Efek samping :
1) Pada kulit.
 Alopesia.
 Berbagai kelainan kulit lain.
2) Gangguan di mukosa.
 Stomatitis.
 Enteritis yang menyebabkan diare.
 Sistitis hemoragik.
 Proktitis
3) Pada saluran cerna.
 Anoreksia.
 Mual muntah.
4) Depresi sumsum tulang.
 Pansitopenia atau anemia.
 Leukopenia.
 Trombositopenia.
5) Menurunnya imunitas.
6) Gangguan organ.
 Gangguan faal hati.
 Gangguan pada miokard.
 Fibrosis paru.
 Ginjal.
7) Gangguan pada saraf.
 Neuropati.
 Tuli.
 Letargi.
8) Penurunan libido.
9) Tidak ada ovulasi pada wanita.

Kemoterapi pada Kanker Endometrium

Adjuvan AP (Doxorubicin 50-60 mg/m2,

Cisplatinum 60 mg/m2 dengan

interval 3 minggu)
Kemoradiasi Cis-platinum 20-40 mg/m2 setiap

minggu (5-6 minggu)

Xelloda 500-1000mg/hari (oral)

Gemcitabine 300mg/m2

Paclitacel 60-80 mg/m2, setiap

minggu (5-6 minggu)

Docetaxel 20 mg/m2setiap minggu

(5-6 minggu)

Peran kemoterapi dalam pengobatan kanker endometrium sedang

dalam penelitian clinical trial fase II . Kemoterapi yang dipakai antara lain

Daxorubicin, golongan platinum, fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid, dan

paclitaxel. Hasil penelitia menunjukkan kanker endometrium pasca operasi

yang diikuti kemoterapi kombinasi memiliki angka survival lebih

tinggi.Berikut ini rekomendasi pemberian kemoterapi:

Karakteristik penderita Rekomendasi


Tumor stadium lanjut atau Kemoterapi

rekuren (cisplatin/doxorubicin/paclitaxel)
Tumor stadium lanjut atau Hormonal therapy (oral progestin

rekuren dengan reseptor atau magestrol asetat)

positif dan/atau grade 1 atau

2
Tumor stadium III-IVA Operasi diikuti kemoterapi

4. Terapi Hormonal
Terapi primer
Salah satu keunikan kanker endometrium adalah merespon terapi hormon.

Progestin digunakan sebagai terapi primer wanita yang mempunyai resiko

tinggi operasi. Namun terapi ini jarang dilakukan. Ini bisa saja merupakan

satu-satunya pilihan terapi paliatif dalam beberapa kasus. Pada kasus yang

jarang lainnya, pada adenocarcinoma stadium 1 yang sulit di operasi,

intrauterine progestional dapat membantu. Namun terapi ini harus

digunakan dengan hati-hati.


Terapi Hormonal Adjuvan
Single-agent progestin telah menunjukkan aktifitas pada penderita dengan

stadium lanjut. Tamoxifen memodulasi ekspresi dari progesteron reseptor

dan meningkatkan efikasi progestin. Tamoksifen dan progestin sebagai

terapi adjuvan telah menunjukkan tingkat respon yang tinggi. Secara

umum, toksisitas sangat rendah, kombinasi ini paling sering digunakan

untuk penyakit rekuren


Terapi Pengganti Estrogen
Karena dugaan kelebihan estrogen sebagai penyebab perkembangan

kanker endometrium, ada kekhawatiran bahwa penggunaan estrogen pada

wanita dengan kanker endometrium dapat meningkatkan resiko

kekambuhan atau kematian. Namun, efek seperti itu belum ada


penelitiannya. Gog meneliti efek terapi pengganti estrogen secara acak

pada 1236 wanita yang telah menjalani operasi kanker stadium I dan II

dengan memberikan estrogen atau plasebo. Hasilnya terdapat

kekambuhan yang rendah. Karena beresiko dan keamanannya belum

terbukti, pasien harus diberi konseling hati-hati sebelum memulai rejimen

estrogen pasca operasi.


5. Terapi adjuvan
Pemakaian postoperatif radiasi pada wanita dengan kanker endometrium

stadium 1 masih kontroversial karena rendahnya tingkat kekambuhan pada

stadium 1 dan data-data penelitian yang masih kurang. Beberapa

penelitian mendukung pemberian postoperative external beam pelvic

radiotherapy pada penderita stage IC, dan grade III. Sebagian besar data

retrospektif, pengalaman institusim dan beberapa penelitian mendukung

pemberian external beam pelvic radiation, vaginal brachytherapy pada

penderita stadium II. Pada stadium III, tumor directed postoperative

external beam radiation diindikasikan dengan atau tanpa kemoterapi.

Kebanyakan terapi radiasi ditujukan spesifik pada penyakit pelvis namun

dapat juga ditujukan ke area para aortic bila ada metastasis. Beberapa

pasien dengan stadium IV radioterapi bertujuan sebagai terapi kuratif.

Namun pada penyakit stadium IV B dimana metastasis intraperitoneal

berada di luar jangkauan radiasi radioterapi, tidak disarankan untuk

dilakukan radiasi di seluruh bagian abdomen. Oleh sebab itu, pada stadium

ini radioterapi dimaksudkan sebagai terapi paliatif bukan kuratif.


Daftar Pustaka

1. Abdul bari, Saifuddin. 2012. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal.YBPSP. Jakarta

2. Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM

3. Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan

Keluarga Berencana. EGC. Jakarta

4. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. EGC. Jakarta

5. Varney, Helen. 2000. Buku Saku Bidan. EGC. Jakarta

6. Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. 2006. YBPSP. Jakarta

7. Aziz, F., Andrijono., & Abdul, B, S. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi

Ginekologi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjdo

8. Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

9. Dongoes M. 1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

10. Diananda. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kanker. Yogyakarta: Mirza

Media Pustaka

11. Edianto, D. 2006.Kanker Serviks, Buku Acuan Nasional Onkologi

Ginekologi.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.


12. Joni. 2012. Penatalaksanaan kanker

serviks.thttp://kankerserviks.or.id/komplikasi-kanker-servik-kanker-leher-

rahim/. Diunduh tanggal 9 September 2013.

13. Mardjikoen, P. 2007. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam: Wiknjosastro, H. ,

Prawirohardjo, S.Ilmu Kandungan. Ed.2. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

14. Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

15. Tira, D.B 2008. Risiko Jumlah Perkawinan, Riwayat Abortus, dan Pemakaian

Alat Kontrasepsi Hormonal Terhadap Kejadian Kanker Serviks di Rumah

Sakit Pelamonia Makassar Tahun 2006 –2007. Jurnal MKM vol. 03 no. 01

juni 2008.

16. Nanda International. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

17. Baziad,Ali dkk.1993. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta.Media Aesculapius


18. Jones. Derek Llewellyn.2001. Dasar-dasar obstetric dan
ginekologi.jakarta.hipokrates
19. Moore, Hacker.2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta.Hipokrates
20. Rayburn, F. William.2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta. Widya medika
21. Wiknjosastro, hanifa.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta.yayasan bina pustaka

Anda mungkin juga menyukai