Definisi Polimer
Polimer merupakan molekul raksasa (makromolekul) yang merupakan gabungan dari
monomer - monomer. polimer mempunyai massa molekul relatif yang sangat besar, yaitu
sekitar 500-10.000 kali berat molekul unit ulangnya. istilah polimer berasal dari bahasa
yunani, polys = banyak dan meros = bagian, yang berarti banyak bagian atau banyak
monomer.
B. Klasifikasi polimer
Berdasarkan asal polimer:
Polimer alam: polimer yang tersedia secara alami di alam. Contoh: karet alam (dari
monomer-monomer 2-metil-1,3-butadiena/isoprena), selulosa (dari monomer-monomer
glukosa), protein (dari monomer-monomer asam amino), amilum, asam nukleat.
Polimer sintetik: polimer buatan hasil sintetis indukstri/pabrikan. Contoh: nilon (dari asam
adipat dengan heksametilena), PVC (dari vinil klorida), polietilena, poliester (dari diasil
klorida dengan alkanadiol)
Serat: polimer yang dimanfaatkan sebagai serat. Misalnya: untuk kain dan benang.
Contoh: poliester, nilon, dan dakron.
Plastik: polimer yang dimanfaatkan untuk plastik. Contoh: bakelit, polietilena, PVC,
polisterina, dan polipropilena.
Polimerisasi kondensasi adalah reaksi dua molekul bergugus fungsi lebih dari satu
menghasilkan molekul besar dengan gugus fungsi yang juga lebih dari satu diikuti
penyingkiran molekul kecil.
a. Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi terjadi dalam tiga tahap, yaitu pemicuan, perambatan, dan pengakhiran.
Oleh karena pembawa rantai dapat berupa ion atau radikal bebas maka polimerisasi adisi
digolongkan ke dalam polimerisasi radikal bebas dan polimerisasi ion.
1) Radikal Bebas
Radikal bebas biasanya dibentuk melalui penguraian zat kurang stabil dengan energi tertentu.
Radikal bebas menjadi pemicu pada polimerisasi. Zat pemicu berupa senyawa peroksida,
seperti dibenzoil peroksida dan azodiisobutironitril.
Tahap perambatan adalah perpanjangan (elongasi) radikal bebas yang terbentuk pada tahap
pemicuan dengan monomer-monomer lain:
Laju polimerisasi dapat dikendalikan dengan menggunakan zat penghambat (inhibitor) dan
pelambat (retarder). Penghambat bereaksi dengan radikal bebas ketika radikal bebas
terbentuk. Polimerisasi tidak akan berlanjut sebelum seluruh zat penghambat habis terpakai.
Kuinon dapat bertindak sebagai zat penghambat bagi banyak sistem polimerisasi sebab
kuinon bereaksi dengan radikal bebas menghasilkan radikal yang mantap akibat resonansi.
Radikal bebas yang mantap ini tidak dapat memicu polimerisasi lebih lanjut.
Zat pelambat yang biasa digunakan adalah gas oksigen. Gas ini kurang reaktif dibandingkan
dengan penghambat. Cara kerja zat pelambat adalah melalui persaingan dengan monomer
untuk bereaksi dengan radikal bebas sehingga laju polimerisasi menurun. Persamaannya:
2) Polimerisasi Ionik
Polimerisasi adisi dapat terjadi melalui mekanisme yang tidak melibatkan radikal bebas.
Dalam hal ini, pembawa rantai dapat berupa ion karbonium (polimerisasi kation) atau ion
karbanion (polimerisasi anion).
Dalam polimerisasi kation, monomer pembawa rantai adalah ion karbonium. Katalis untuk
reaksi ini adalah asam Lewis, seperti AlCl3, BF3, TiCl4, SnCl4, H2SO4, dan asam kuat
lainnya.
Polimerisasi radikal bebas memerlukan energi atau suhu tinggi, sebaliknya polimerisasi
kation paling baik dilakukan pada suhu rendah.
Polimerisasi kation terjadi pada monomer yang memiliki gugus yang mudah melepaskan
elektron. Dalam polimerisasi yang dikatalis oleh asam, tahap pemicuan dapat digambarkan
sebagai berikut.
HA adalah molekul asam, seperti HCl, H2SO4, dan HClO4. Pada tahap pemicuan, proton
dialihkan dari asam ke monomer sehingga menghasilkan ion karbonium (C+).
Polimerisasi adisi dapat terjadi melalui mekanisme yang tidak melibatkan radikal bebas.
Dalam hal ini, pembawa rantai dapat berupa ion karbonium (polimerisasi kation) atau ion
karbanion (polimerisasi anion).
Dal
am
poli
mer
isasi
kati
on,
monomer pembawa rantai adalah ion karbonium. Katalis untuk reaksi ini adalah asam Lewis,
seperti AlCl3, BF3, TiCl4, SnCl4, H2SO4, dan asam kuat lainnya.
Polimerisasi radikal bebas memerlukan energi atau suhu tinggi, sebaliknya polimerisasi
kation paling baik dilakukan pada suhu rendah.
Polimerisasi kation terjadi pada monomer yang memiliki gugus yang mudah melepaskan
elektron. Dalam polimerisasi yang dikatalis oleh asam, tahap pemicuan dapat digambarkan
sebagai berikut.
HA adalah molekul asam, seperti HCl, H2SO4, dan HClO4. Pada tahap pemicuan, proton
dialihkan dari asam ke monomer sehingga menghasilkan ion karbonium (C+).
Perambatan berupa adisi monomer terhadap ion karbonium, prosesnya hampir sama dengan
perambatan pada radikal bebas.
Pengakhiran rantai dapat terjadi melalui berbagai proses. Proses paling sederhana adalah
penggabungan ion karbonium dan anion pasangannya (disebut ion lawan).
Dalam polimerisasi anion, monomer pembawa rantai adalah suatu karbanion (C-). Dalam hal
ini, monomer pembawa rantai adalah yang memiliki gugus dengan keelektronegatifan tinggi,
seperti propenitril (akrilonitril), 2–metilpropenoat (metil metakrilat), dan feniletena (stirena).
Seperti polimerisasi kation, reaksi polimerisasi anion optimum pada suhu rendah. Katalis
yang dapat dipakai adalah logam alkali, alkil, aril, dan amida logam alkali.
Contohnya adalah kalium amida (KNH2) yang dalam pelarut amonia cair dapat mempercepat
polimerisasi monomer CH2=CHX dalam amonia. Kalium amida akan terionisasi kuat
sehingga pemicuan dapat berlangsung seperti berikut.
Proses pengakhiran pada polimerisasi anion tidak begitu jelas seperti pada polimerisasi kation
sebab penggabungan rantai anion dengan ion lawan (K+) tidak terjadi. Namun demikian, jika
terdapat sedikit air, karbon dioksida, atau alkohol akan mengakhiri pertumbuhan rantai.
b. Polimerisasi Kondensasi
Namun demikian, jika setiap molekul pereaksi mengandung dua atau lebih gugus fungsional
maka reaksi berikutnya boleh jadi terbentuk. Misalnya, reaksi antara dua monomer asam
heksanadioat (asam adipat) dan etana–1,2–diol (etilen glikol).
Dapat dilihat bahwa hasil reaksi masih mengandung dua gugus fungsional. Oleh karenanya,
reaksi berikutnya dengan monomer dapat terjadi, baik pada ujung hidroksil maupun pada
ujung karboksil.
Cara menghentikan reaksi yang lebih kekal adalah dengan menggunakan penghentian ujung.
Misalnya, penambahan sedikit asam asetat pada reaksi pertumbuhan polimer. Oleh karena
asam asetat bergugus fungsional tunggal, sekali asam itu bereaksi dengan ujung rantai yang
sedang tumbuh maka tidak akan terjadi lagi reaksi lebih lanjut. Jadi, polimerisasi yang sedang
berlangsung dapat dikendalikan.
(http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/10/reaksi-polimerisasi-pembentukan-
polimer.html)
Kinetika Reaksi
Reaksi polimerisasi digolongkan menjadi dua :
1. Reaksi polimerisasi berantai
Pada polimerisasi berantai suatu monomer teraktivasi M menyerang monomer yang lain dan
bergabung, kemudian akan menyerang monomer yang lain dan seterusnya. Monomer yang
digunakan bereaksi dengan lambat membentuk rantai polimer.
2. Reaksi polimerisasi bertahap.
Pada polimerisasi polimer tingkat tinggi terbentuk dengan cepat. Pada polimerisasi bertahap untuk
setiap dua monomer pada reaksi bercampur yang bergabung pada suatu waktu dan kemudian
tumbuh membentuk nilai rantai yang segra terbentuk.
Reaksi polimerisasi berantai
Proses yang terjadi adalah :
1. Inisiasi
I 2 R r = k
i.[I]
M + R M
I cepat
I = inisiator
M
I = radikal monomerik
R = radikal inisiator yang terurai secara homolitik
r = laju reaksi inisiasi
= laju reaksi pembentukan radikal R
http://iqmal.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/iqmal-kinetika-08-kinetika-reaksi-
polimerisasi.pdf
DEGRADASI KIMIA
A. Pengertian
1. Degradasi
Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu senyawa atau molekul menjadi
senyawa atau molekul yang lebih sederhana secara bertahap. Misalnya, pengurangan panjang
polimer makromolekul atau perubahan gula menjadi glukosa dan akhirnya membentuk alcohol.
Degradasi polimer dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat karena ikatan rantai utama
makromolekul. Pada polimer linear, reaksi tersebut mengurangi massa molekul atau panjang
rantainya. Sesuai dengan penyebabnya, kerusakan atau degradasi polimer ada beberapa macam.
kerusakan termal (panas), fotodegradasi (cahaya), radiasi (energi tinggi), kimia, biologi
(biodegradasi) dan mekanis. Dalam artian peningkatan berat ukuran molekul ikat silang dapat
dianggap lawan degradasi.
Pada kerusakan termal (termokimia) ada peluang aditif, katalis atau pengotor, turut bereaksi
meskipun dari segi istilah seakan-akan tidak ada senyawa lain yang tidak terlibat. Fotodegradasi
polimer lazim melibatkan kromofor yang menyerap daerah uv di bawah 400 nanometer. Radiasi
energi tinggi misalnya sinar X, gamma, atau partikel, tidak khas serapan. Segenap bagian molekul
dapat kena dampak, apabila bila didukung oleh faktor oksigen, aditif, kristalin, atau pelarut tertentu.
Degradasi mekanis dapat terjadi saat pemrosesan maupun ketika produk digunakan oleh gaya geser,
dampak benturan dan sebagainya.
Degradasi polimer menyebabkan terjadinya perubahan dalam sifat - kekuatan tarik, warna, bentuk,
dll - dari suatu polimer atau produk berbasis polimer di bawah pengaruh dari satu atau lebih faktor-
faktor lingkungan seperti panas, cahaya atau bahan kimia. Perubahan-perubahan ini biasanya tidak
diinginkan, seperti perubahan selama penggunaan, cracking dan depolymerisation produk atau,
lebih jarang, diinginkan, seperti dalam biodegradasi atau sengaja menurunkan berat molekul suatu
polimer untuk daur ulang. Perubahan dalam sifat sering disebut "penuaan".
Dalam sebuah produk jadi perubahan seperti itu harus dicegah atau ditunda. Namun degradasi
dapat berguna untuk daur ulang / penggunaan kembali limbah polimer untuk mencegah atau
mengurangi lingkungan pencemaran. Degradasi juga dapat diinduksi dengan sengaja untuk
membantu penentuan struktur.
Polimer molekul yang sangat besar (pada skala molekuler), dan mereka yang unik dan berguna
terutama properti akibat ukuran mereka. Kerugian dalam panjang rantai menurunkan kekuatan tarik
dan merupakan penyebab utama pecah dini.
2. Degradasi Kimia
Degradasi kimia adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian komponen suatu polimer
karena reaksi dengan polimer sekitarnya berupa tindakan atau proses penyederhanaan atau
meruntuhkan sebuah molekul menjadi lebih sederhana (kecil) baik secara alami maupun buatan.
Degradasi atau penguraian kimia kerangka polimer-polimer vinil yang tersusun dari rantai-rantai
karbon yang tidak mengandung gugus-gugus fungsional selain ikatan rangkap dua polimer-polimer
diena pada prinsipnya terbatas pada reaksi oksidasi.
Polimer-polimer terurai sangat lambat oleh oksigen dan reaksinya bersifat otokatalitik. Reaksi dapat
dipercepat oleh penerapan panas atau sinar atau oleh hadirnya beberapa zat kotor yang mengkatalis
proses oksidasi tersebut.
Polimer-polimer tak jenuh mengalami penguraian oksidatif jauh lebih cepat oleh proses-proses
radikal bebas yang rumit, yang melibatkan zat antara peroksida dan hidroperoksida. Polimer-polimer
tak jenuh juga sangat mudah menerima serangan ozon. Penguraian polimer melalui ozonolisis untuk
memperbaiki ketahanan ozon dengan cara menempatkan sebagian alkena yang diperlukan untuk
ikat silang sedemikian rupa sehingga pemutusan ikatan oksidatif tidak menyebabkan berkurangnya
berat molekul.
b. Fluoroelastomer
Degradasi kimia dari fluoroelastomer, FKM (Viton ® A), dalam situasi alkaline (10% NaOH, 80 ° C).
Optical microscope dan analisis SEM mengungkapkan bahwa degradasi dimulai dengan kekasaran
permukaan sejak tahap awal paparan (misalnya, 1 minggu) dan akhirnya menyebabkan keretakan
pada permukaan setelah kontak yang terlalu lama. Pada awalnya tingkat degradasi terutama
terbatas pada daerah permukaan (beberapa nanometer) tapi dengan pencahayaan lebih lama
(misalnya, 12 minggu) itu meluas sampai ke bawah daerah bawah permukaan fluoroelastomer.
Tingkat degradasi permukaan ini ditemukan untuk menjadi cukup kuat untuk mempengaruhi sifat
mekanik massal. Mekanisme molekuler dari degradasi kimia permukaan yang ditentukan
menggunakan analisis permukaan (XPS dan ATR-FTIR) di mana degradasi awal ditemukan untuk
melanjutkan melalui dehydrofluorination. Ini mengarah pada pembentukan ikatan ganda pada
tulang punggung karet yang mempercepat degradasi lebih jauh dengan pencahayaan lebih lama.
Selain itu, salib-link situs dari sampel karet yang terbuka juga ditemukan untuk rentan terhadap
serangan hidrolitik kimia di bawah lingkungan yang diteliti terbukti dengan penurunan kepadatan
lintas link dan fraksi gel (%).
c. Klor-Induced Cracking
Gas yang sangat reaktif diantaranya adalah klorin, yang akan menyerang polimer rentan seperti resin
asetal dan polybutylene pipa. Ada banyak contoh seperti pipa dan alat kelengkapan asetal gagal
dalam properti di Amerika Serikat sebagai akibat klorin-induced cracking. Pada dasarnya serangan
gas bagian sensitif dari rantai molekul (terutama sekunder, tersier atau allylic atom karbon), oksidasi
rantai rantai dan akhirnya menyebabkan perpecahan. Akar penyebab adalah sisa-sisa klorin dalam
pasokan air, ditambahkan untuk tindakan anti-bakteri, serangan terjadi bahkan pada bagian per juta
jejak gas yang larut. Klorin menyerang bagian lemah dari suatu produk, dan dalam kasus sebuah
resin asetal persimpangan dalam sistem pasokan air, itu adalah akar benang yang diserang pertama,
menyebabkan retak rapuh untuk tumbuh. Perubahan warna pada permukaan fraktur disebabkan
oleh pengendapan karbonat dari air keras pasokan, sehingga sendi sudah dalam kondisi kritis selama
berbulan-bulan. Masalah-masalah di AS juga terjadi untuk polybutylene pipa, dan menyebabkan
materi yang dikeluarkan dari pasar, meskipun masih digunakan di tempat lain di dunia.
f. Degradasi Polyester
Degradasi poliester dapat terjadi tanpa kehadiran asam katalis yang menyebabkan degradasi PVC.
Selama hidrolisis air yang bertindak sebagai katalis reaktif bukan asam. Ini menyebabkan degradasi
terutama pada suhu dan tekanan tinggi selama pemrosesan.
Dalam proses ini molekul air akan menyerang CO-ikatan ester, memecah polimer setengah. Molekul
air akan terdisosiasi, dengan satu atom hidrogen membentuk kelompok asam karboksilat pada atom
karbon dengan oksigen berikatan ganda, sedangkan sisanya membentuk atom alkohol di ujung
rantai yang lain. Produk reaktif ini dapat juga menyebabkan degradasi lebih lanjut dari rantai
polimer. Pemotongan rantai ini rata-rata menurunkan berat molekul dari polimer, menurunnya
jumlah dan kekuatan ikatan antarmolekul serta tingkat keterlibatan. Ini akan meningkatkan
mobilitas rantai, menurunnya kekuatan polimer dan meningkatkan deformasi pada tegangan
rendah.
b. Degradasi Nylon
Nylon merupakan salah satu polimer yang banyak ditemukan. Selain jelas digunakan dalam industri
tekstil untuk pakaian dan karpet, banyak nilon digunakan untuk membuat ban tali - struktur bagian
dalam ban kendaraan di bawah karet.
Serat juga digunakan dalam tali, dan nilon dapat dicampakkan ke dalam bentuk padat untuk roda
gigi dan bantalan di mesin, misalnya.
Perusahaan kimia raksasa dari Amerika Serikat, Du Pont, berhasil mengembangkan teknologi baru
daur ulang untuk Nylon, yakni dengan menggunakan teknologi ammonolysis. Pilot plant untuk
melakukan riset daur ulang Nylon, ternyata jauh sebelumnya telah dibangun di wilayah Ontario,
tepatnya di kota Kingston, Kanada, demikian Du Pont menjelaskan. Pihak Du Pont sendiri bahkan
telah mengadakan riset dan pengembangan proses ammonolysis pada fasilitas riset tersebut selama
bertahun-tahun.
Dan terakhir, sebelum mengaplikasikannya secara luas, Du Pont merasa perlu untuk mengadakan
test kelayakan terutama dari sudut pandang ekonomis metoda baru tersebut. Untuk itulah, pada
tahun 2000 ini, Du Pont juga telah menyelesaikan pembangunan sarana yang lebih besar di kota
Maitland yang juga terletak di wilayah Ontario. Sarana demonstrasi daur ulang Nylon dalam skala
besar ini, sebenarnya juga dimaksudkan untuk memberikan sarana penilaian bagi khalayak industri
secara luas terhadap metoda baru tadi. Dan tentu saja sekaligus sebagai sarana promosi Du Pont
yang jitu.
Metoda ammonolysis ini adalah metoda yang murni hasil riset milik Du Pont sendiri. Nylon yang
beredar di pasaran adalah Nylon PA6 dan Nylon PA66. Namun kenyataannya selama ini, metoda
daur ulang kimiawi untuk masing-masing jenis Nylon adalah saling berlainan. Sehingga sebelum
masing-masing didaur ulang, diperlukan proses pemisahan di antara kedua jenis Nylon tersebut.
Apalagi untuk jenis bahan seperti karpet Nylon (yang biasanya terbuat dari campuran Nylon PA6 dan
PA66), tidak ada metoda kimiawi yang bisa dipakai untuk mendaur-ulangnya. Dan biasanya, bahan-
bahan Nylon yang tidak bisa dipisahkan seperti ini, tidak didaur-ulang, bahkan sebagian besar
ditimbun di dalam tanah begitu saja.
Proses ammonolysis yang ditemukan Du Pont, adalah teknologi degradasi polimer yang berlaku
untuk kedua jenis Nylon, PA6 dan PA66. Disinilah letak perbedaannya. Jadi ketika Nylon yang akan
didaur ulang dikumpulkan, tidak diperlukan lagi proses pemisahan Nylon PA6 dan PA66. Metoda
kimiawi daur ulang seperti ini adalah metoda pertama di dunia, yang sangat dinanti-nantikan
kehadirannya, terutama pada ‘era ISO 14000′ seperti sekarang ini. Hasil daur ulang Nylon dengan
proses ammonolysis terbukti menunjukkan kualitas yang serupa. Kualitas bahan yang homogen ini
memungkinkan dan memudahkan pemasaran kembali hasil daur ulang Nylon. Ini penting artinya dari
sudut pandang ekonomis. Namun yang jauh lebih penting lagi, proses daur ulang ini sangat besar
artinya bagi pelestarian lingkungan hidup, karena tidak perlu lagi penimbunan berbagai jenis Nylon
ke dalam tanah.
D. Cara dan Proses Degradasi PET
Sampel yang digunakan adalah botol minuman ringan sebagai sumber PET.
Prosedur sintesis dibenzil tereftalat dilakukan sebagai berikut bahwa Plastik PET dari botol minuman
ringan seberat 3,057 g yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 ml yang
telah berisi batang magnet yang dilapisi teflon, 30 ml benzyl alkohol, dan 0,601 g zink asetat. Setelah
condenser pendingin air dipasang, campuran diaduk dan direfluks selama 20, 24, dan 28 jam.
Campuran hasil dicuci dengan air terdistilasi 100 ml dan air didekantasi dari campuran. Setelah
penambahan 50 ml metanol ke dalam campuran hasil, lalu didinginkan dalam ice bath untuk
menghasilkan kristal putih dibenzil tereftalat belum murni yang dikumpulkan melalui filtrasi isap.
Produk ini dilarutkan dalam 100 ml metanol panas dan filtrasi panas dilakukan untuk menghilangkan
pengotor yang tak larut. Filtrat diuapkan hingga tinggal separo pada hot plate dan dibiarkan
mendingin pelan-pelan sampai temperatur kamar. Setelah pendinginan lanjut dalam ice bath,
produk yang telah dianggap murni dikumpulkan melalui filtrasi isap dan dibiarkan sampai kering di
udara. Data titik leleh zat hasil sintesis dibandingkan dengan data literatur (titik leleh dibenzil
tereftalat, DBT 96,5 – 97oC). Jika titik leleh DBT hasil sintesis sama atau mendekati data ini maka
dapat dikatakan sudah cukup murni. Dari spektra FTIR akan diketahui puncak khas seperti gugus
C=O, C=C, C-H alifatik, dan C-H aromatik ulur, sedang dari RMN 1H dapat diketahui jumlah proton
metilen dan aromatik serta multiplisitasnya. Kromatografi lapis tipis diperlukan untuk mengetahui
fraksi molekul yang ada dalam zat hasil sintesis.
Sintesis dibenzil tereftalat dilakukan melalui degradasi poli(etilena tereftalat) secara refluks dalam
benzil alkohol pada temperatur 145-150 oC selama 20, 24, dan 28 jam menggunakan katalis zink
asetat. Hasil degradasi dimurnikan dengan rekristalisasi dalam metanol dan kemudian titik leleh,
spektra FTIR, RMN 1H, dan pemisahan secara TLC ditentukan. Titik leleh produk degradasi selama 28
jam adalah 98-99oC. Berdasarkan spektra FTIR diketahui senyawa hasil degradasi memiliki gugus OH
dari benzil alkohol pengotor (3431,1 cm-1), C=O (1716,5 cm-1), C-O (1272,9 cm-1), CHalifatik (sekitar
2950 cm-1), dan aromatik (sekitar 3050 cm-1), benzen monosubstitusi (727,1 dan 696,3 cm-1), dan
benzen disubstitusi (383,8 cm-1), sedangkan pada spektra RMN 1H menunjukkan pergeseran kimia
pada 8,2 ppm (s, 10H aromatik monosubstitusi), 7,5 ppm (s, 9 H yaitu 4 H aromatik disubstitusi dan 5
H aromatik benzil alkohol), 5,4 ppm(s, 1 H yang berikatan dengan O pada benzil alkohol), 4,8 ppm (s,
4 H metilen), dan 2,9 ppm (s, 7 H dari pengotor lain). Pada lempeng TLC terlihat noktah tunggal pada
hasil degradasi selama 28 jam, yang dapat menunjukkan senyawa tunggal. Berdasarkan hasil
karakterisasi ini dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil degradasi adalah dibenzil tereftalat yang
masih mengandung benzil alkohol dan pengotor lain.
Sintesis dibenzil tereftalat (DBT) berhasil dibuat melalui degradasi PET secara refluks dalam benzil
alkohol dalam kondisi reaksi yaitu, temperature 145-150oC, waktu 28 jam, dan tekanan atmosfer.
Dibenzil tereftalat tersebut berupa kristal berwarna putih dengan titik leleh 98 – 99oC.
Penstabil
Cahaya terhalang-amina penstabil (Hals) menstabilkan terhadap pelapukan oleh pemulungan radikal
bebas yang dihasilkan oleh foto-oksidasi matriks polimer. UV-absorbers stabil terhadap pelapukan
dengan menyerap sinar ultraviolet dan mengubahnya menjadi panas. Antioksidan menstabilkan
polimer dengan menghentikan reaksi berantai karena adsorpsi sinar UV dari sinar matahari. Reaksi
berantai yang dimulai oleh foto-oksidasi mengarah pada penghentian silang dari polimer dan
degradasi milik polimer.
(http://yoza-fitriadi.blogspot.co.id/2011/01/tugas-kimia-polimer-degradasi-kimia.html)
Proses Pembuatan
A. Proses Injection Molding
Termoplastik dalam bentuk butiran atau bubuk ditampung dalam sebuah hopper
kemudian turun ke dalam barrel secara otomatis (karena gaya gravitasi) dimana ia dilelehkan
oleh pemanas yang terdapat di dinding barrel dan oleh gesekan akibat perputaran sekrup
injeksi. Plastik yang sudah meleleh diinjeksikan oleh sekrup injeksi (yang juga berfungsi
sebagai plunger) melalui nozzle ke dalam cetakan yang didinginkan oleh air. Produk yang
sudah dingin dan mengeras dikeluarkan dari cetakan oleh pendorong hidraulik yang tertanam
dalam rumah cetkan selanjutnya diambil oleh manusia atau menggunakan robot. Pada saat
proses pendinginan produk secara bersamaan di dalam barrel terjadi proses pelelehan plastik
sehingga begitu produk dikeluarkan dari cetakan dan cetakan menutup, plastik leleh bisa
langsung diinjeksikan.
B. Proses Ekstrusi
Ekstrusi adalah proses untuk membuat benda dengan penampang tetap. Keuntungan dari
proses ekstrusi adalah bisa membuat benda dengan penampang yang rumit, bisa memproses
bahan yang rapuh karena pada proses ekstrusi hanya bekerja tegangan tekan, sedangkan
tegangan tarik tidak ada sama sekali. Aluminium, tembaga, kuningan, baja dan plastik adalah
contoh bahan yang paling banyak diproses dengan ekstrusi. Contoh barang dari baja yang
dibuat dengan proses ekstrusi adalah rel kereta api. Khusus untuk ekstrusi plastik proses
pemanasan dan pelunakan bahan baku terjadi di dalam barrel akibat adaya pemanas dan
gesekan antar material akibat putaran screw.
Variasi dari ekstrusi plastik
1. blown film
2. flat film and sheet
3. ekstrusi pipa
4. ekstrusi profil
5. pemintalan benang
6. pelapisan kabel
C. Proses Thermoforming
Thermoforming adalah proses pembentukan lembaran plastik termoset dengan cara
pemanasan kemudian diikuti pembentukan dengan cara pengisapan atau penekanan ke rongga
mold. Plastik termoset tidak bisa diproses secara thermoforming karena pemanasan tidak bisa
melunakkan termoset akibat rantai tulang belakang molekulnya saling bersilangan. Contoh
produk yang diproses secara thermoforming adalah nampan biskuit dan es krim.
D. Proses Blow Molding
Blow molding adalah proses manufaktur plastik untuk membuat produk-produk
berongga (botol) dimana parison yang dihasilkan dari proses ekstrusi dikembangkan dalam
cetakan oleh tekanan gas. Pada dasarnya blow molding adalah pengembangan dari proses
ekstrusi pipa dengan penambahan mekanisme cetakan dan peniupan.
http://terasept.blogspot.co.id/2013/06/proses-pengolahan-plastik.html