Anda di halaman 1dari 8

Biosaintifika 4 (2) (2012)

Biosantifika
Berkala Ilmiah Biologi

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika

Isolasi dan Identifikasi Virus Avian Influenza Subtipe H5N1


Di Peternakan Tradisional Kecamatan Gunungpati Semarang

isolation and identification of avian influenza virus subtype H5N1


at traditional farm in Gunungpati semarang

Angga Ari Wibowo, R. Susanti, Farikhul Ulum, Nugrahaningsih W.H.

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Avian Influenza (AI) atau yang lebih dikenal dengan flu burung disebabkan oleh virus influenza
Diterima April 2012 yang bermutasi menjadi patogen. Penelitian tentang isolasi dan identifikasi virus AI subtipe
Disetujui Juni 2012 H5N1 perlu dilakukan untuk mengetahui keberadaan virus tersebut khususnya di kecamatan
Dipublikasikan September Gunungpati. Desain penelitian adalah eks ploratif dengan pengumpulan sampel usap kloaka
2012 secara acak di lima kelurahan di kecamatan Gunungpati. Sampel usap kloaka ditumbuhkan
pada telur ayam berembrio SPF, kemudian diisolasi RNA-nya dilanjutkan dengan identifikasi
subtipe virus AI menggunakan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT–PCR)
Keywords: dengan primer pendeteksi gen H5 dan N1. Hasil positif apabila visualisasi hasil elektroforesis
Avian influenza; RT-PCR; dari produk PCR menunjukkan pita-pita spesifik panjang 219 bp untuk H5 dan 131 bp untuk
traditional farm; virus gen N1-nya. Limapuluh sampel usap kloaka yang diisolasi dari lima kelurahan di Gunungpati,
delapan isolat positif VAI dan enam diantaranya positif H5N1 dengan angka prevalensi 12%.
Isolat positif berasal dari 2 spesies itik (16,67%), 2 dari entok (11,76%) dan 2 dari angsa
(18,18%). Dari lima kelurahan yang diambil sampelnya, tiga kelurahan ditemukan positif
virus H5N1 masing-masing kelurahan Sekaran (6,67%), Kalisegoro (16,67%) dan Pakintelan
(15,78%). Unggas-unggas air di peternakan unggas tradisional berpotensi sebagai penularan
virus AI, khususnya subtipe H5N1.

Abstract
Avian Influenza (AI) or better known as bird flu is caused by influenza viruses that mutate into a
pathogen. Research on the isolation and the identification of H5N1 subtype needed to be carried out to
determine the presence of the virus, particularly in the subdistrict of Gunungpati. The study design was
explorative by collecting cloacal swab samples randomly from five villages in Gunungpati. The cloacal
swab samples were cultured in embryonated SPF chicken eggs, then the RNA was isolated and followed
by the identification of AI virus subtype using Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-
PCR) with H5 and N1 gene detecting primers. A positive result is obtained if the visualization of the
electrophoresis of PCR products showed bands with specific length of 219 bp for H5 gene and 131 bp for
N1 gene. Fifty cloacal swab samples were isolated from five villages in Gunungpati, and eight of them
were positive isolates and six of them were H5N1 positive with the prevalence rate of 12%. The positive
isolates were derived from two species of duck (16,67%), 2 from wild duck (11,76%) and 2 from geese
(18,18%). Of the five sampled villages, three villages were found to be H5N1 positive, i.e. Sekaran village
(6,67%), Kalisegoro village (16,67%) and Pakintelan village (15,78%). Water birds in traditional poultry
farming were considered potential as the transmitters of AI virus, particularly of H5N1 subtype.

© 2012 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2085-191X
FMIPA UNNES Gd D6 Lt 1 Jln. Raya Sekaran- Gunungpati- Semarang 50229
Telp./Fax. (024) 8508033; E-mail: rsant_ti@yahoo.com
Angga Ari Wibowo, et al. / Biosaintifika 4 (2) (2012)

PENDAHULUAN dak satupun dari wabah-wabah tersebut ang-


kanya mendekati wabah H5N1 di Asia tahun
Avian Influenza (AI) adalah penyakit 2004. Pertengahan Desember 2003 sampai
infeksi yang disebabkan oleh virus influenza awal Februari 2004, wabah yang disebabkan
tipe A. Virus influenza A, termasuk fami- oleh virus HPAI H5N1 garis Asia dilaporkan
li Orthomyxoviridae, mempunyai material telah menyerang unggas di Korea Selatan,
genetik berupa RNA berpolaritas negatif, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Laos,
dengan diameter 120 nm dan strukturnya Indonesia dan Cina (Maines et al., 2005;
berfilamen. Selain tipe A, virus influenza OIE, 2005). Tahun 2004 sampai akhir tahun
juga memiliki 2 tipe lain yaitu B dan C. Tipe 2009, wabah VAI H5N1 berjumlah 468 ka-
A menyerang unggas dan manusia, tipe B sus dengan angka kematian 282 orang. Ka-
hanya menyerang manusia dan tipe C meny- sus di Indonesia menempati urutan tertinggi
erang babi dan manusia. Tipe A mudah ber- di dunia yaitu 162 kasus dengan kematian
mutasi dan sangat patogen, sedang influenza berjumlah 134 orang (WHO, 2010). Tujuan
B dan C hanya dapat menimbulkan sakit rin- dari penelitian ini adalah mengisolasi dan
gan dan tidak menyebabkan epidemik. mengidentifikasi virus avian influenza subti-
Virus influenza tipe A secara natural pe H5N1 di peternakan tradisional kecama-
dapat menginfeksi unggas dan manusia. Vi- tan Gunungpati.
rus ini dibagi menjadi berbagai subtipe ber-
dasar analisis serologis dan genetik hemaglu- METODE
tinin (HA) dan neuroamidase (NA). Sampai
saat ini ada 16 subtipe HA (H1-H16) dan Penelitian dilakukan di Laboratorium
9 subtipe NA (N1-N9) (Russel &Webster, Kesehatan Masyarakat dan Veteriner Fakul-
2005). Semua subtipe HA dan NA ditemu- tas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
kan pada unggas air, dan hanya 3 subtipe HA Bogor. Sampel yang diambil berasal dari 5
(H1-H3) dan 2 subtipe NA (N1 dan N2) pada kelurahan di Kecamatan Gunungpati secara
manusia (Hoffman et al., 2001). Dilaporkan purposive sampling dengan waktu penelitian
bahwa subtipe H5 dan H7 yang sangat viru- selama 6 bulan. Pengambilan Sampel ada-
len pada unggas dan berpotensi sebagai pe- lah wilayah Kecamatan Gunungpati, yaitu
nyebab pandemik (Russel & Webster, 2005). di desa Kalisegoro, Ngijo, Pakintelan, Pa-
Unggas air merupakan hospes alami temon, dan Sekaran, dilakukan secara acak
dari virus AI. Hewan tersebut merupakan dengan mengusap cottonswab pada bagian
hewan produktif karena dapat menghasilkan dalam kloaka unggas sedalam ± 2 cm. Hasil
uang apabila dipelihara atau diternakkan olesan cottonswab dimasukkan ke dalam ta-
(Arsyad, 2008). Selain unggas air, ayam me- bung tube 1,5 ml yang berisi media transport
rupakan hewan yang juga banyak diternak- PBS gliserol. Sampel diberi label, lalu disim-
kan. Spesies unggas ini yang paling rentan pan dalam freezer supaya virus tetap hidup.
terhadap patologi virus AI, hingga menye- Propagasi virus pada telur ayam be-
babkan banyak kematian. Virus H5N1 san- rembrio SPF (Specific Pathogen Free), dila-
gat patogen pada ayam dan manusia. Semen- kukan dengan cara: sampel usap kloaka di-
tara kasus klinis dan kematian pada unggas tumbuhkan pada telur ayam yang berembrio
air (itik, entok dan angsa) tidak tampak seca- SPF umur 9 hari. Setiap 1 - 4 sampel usap
ra signifikan. Salah satu reservoir yang patut kloaka dipolling berdasar jenis dan pemilik
diperhitungkan adalah peran unggas air se- unggas. Inokulum dibuat dengan mencam-
bagai sumber penularan virus AI (Hulse-Post pur sampel usap kloaka dengan media PBS
et al., 2005). 10 µl dengan kandungan 2x106 U/L penisi-
Sejak tahun 1959 sampai akhir tahun lin dan 200 mg/L streptomisin. Inokulum
2003, dilaporkan hanya terjadi 24 wabah vi- diinokulasikan pada ruang alantois TAB
rus influenza pada ternak unggas di seluruh SPF setelah 3 menit inkubasi. Setelah inoku-
dunia. Kebanyakan wabah tersebut terbatas lasi, telur diinkubasi suhu 37 0C, dan diamati
secara geografis pada daerah tertentu, dan ti- setiap hari selama 4 hari, hingga di hari ke-4

63
Angga Ari Wibowo, et al. / Biosaintifika 4 (2) (2012)

dipanen semua alantoisnya. Telur yang em- gunakan Trizol® LS Reagent (Invitrogen)
brionya rusak atau mati sebelum 4 hari dan sesuai petunjuk. Sebanyak 250 µl cairan alan-
embrio yang hidup sampai 4 hari diuji cairan tois dan 750 µl Trizol dimasukkan ke dalam
alantoisnya menggunakan sel darah merah tabung 1,5 ml, dicampur hingga homogen.
(SDM) dengan uji hemaglutinasi (HA). Setelah inkubasi 5 menit pada suhu kamar/
Uji Hemaglutinasi (HA), ada 2 jenis, ruang, ditambahkan 200 µl kloroform, diko-
yaitu uji HA cepat dan lambat. Uji HA cepat cok dan diinkubasi kembali selama 10 menit.
dilakukan dengan mencampur masing-ma- Lalu disentrifus dengan kecepatan 12000 g
sing 100 µl alantois telur dengan 200 µl me- selama 15 menit pada suhu 4 oC. Superna-
dia 5% Sel Darah Merah (SDM) ayam. Hasil tan diambil dan dimasukkan ke tabung 1,5
positif ditunjukkan adanya penggumpalan ml yang baru. Ditambahkan isopropanol 500
darah untuk selanjutnya diuji dengan uji HA µl lalu dihomogenisasi. Setelah diinkubasi 10
lambat untuk mengetahui titer HA virus. Uji menit suhu kamar, larutan disentrifus 12000
HA lambat dilakukan dengan menggunakan g, 4 oC selama 15 menit. Kali ini superna-
alat microplate U buttom (Nunc) sesuai dengan tan yang dibuang menyisakan pelet. Enda-
standar yang berlaku. Mikroplate diisi den- pan pelet dicuci dengan 1000 µl etanol 70%
gan 25 µl PBS pH 7,2 pada sumur ke- 1-12. (dalam H2O dietylpirocarbonat). Larutan
Cairan alantois diambil dari telur sebanyak divorteks selama beberapa menit, kemudian
25 µl, dimasukkan ke dalam sumur sesuai disentrifus 12000g, 4 oC selama 20 menit.
nomor sampel uji. Cairan alantois diencer- Supernatan dibuang, pelet RNA dikeringkan
kan bertingkat kelipatan dua dengan PBS, pada suhu ruang selama 15 – 20 menit. Sete-
kemudian ditambahkan 25 µl suspensi SDM lah kering, disuspensi kembali dengan 30 µl
ayam 0,5% ke dalam seluruh sumur. Tahap H2O bebas nuklease (ultrapure H2O). Larutan
terakhir dilakukan pengocokan microplate RNA disimpan pada suhu -20 oC sebagai stok
dengan menggoyang-goyangkannya, lalu RNA hingga dilakukan langkah berikutnya.
diinkubasi pada suhu ruang sekitar 30 menit. Identifikasi Subtipe VAI dilakukan
Pembacaan sampel uji dapat dilakukan jika dengan menggunakan RT–PCR (Reverse
SDM sumur kontrol telah teraglutinasi di Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Re-
dasar sumur. Sampel dinyatakan positif apa- verse transcription adalah pembuatan copy
bila SDM pada sumur sampel mengalami DNA (cDNA) yang sifatnya komplementer
aglutinasi. Titer HA dihitung berdasarkan dengan RNA virus, dengan enzim reverse
pengenceran tertinggi alantois yang dapat transcriptase. PCR adalah metode alternatif
mengaglutinasi SDM. untuk mengidentifikasi virus AI, walaupun
Isolasi RNA dilakukan dengan meng- genom virus hanya berjumlah sedikit (Payun-

Tabel 1. Sekuen basa primer untuk mengamplifikasi gen H5 dan N1 serta besaran produk
yang diharapkan.

Primer Sekuen Basa Fragmen Gen Produk (bp)


1a
H5-1 : 5’GCCATTCCA- H5 219
CAACATACACCC’3 (basa 915-
H5-3 : 5’CTCCCCTGCT- 1133)
CATTGCTATG’3
2b CU-N1F : 5’GTTT- N1 131
GAGTCTGTTGCTTG- (basa 479-
GTC’3 609)
CU-N1R 5’TGATAGT-
GTCTGTTATTATGCC’3
Keterangan: aWHO (2005); bPayungporn et al. (2004)

64
Angga Ari Wibowo, et al. / Biosaintifika 4 (2) (2012)

gporn et al., 2004; OIE, 2005). RT–PCR di- elitian ini adalah sebanyak 50 sampel usap
lakukan dengan menggunakan SuperscriptTM kloaka unggas (ayam, itik, entok, dan angsa)
III One-Step RT–PCR sistem untuk isolat diambil dari peternak tradisional di lima ke-
yang positif uji haemaglutinasi. Reaksi PCR lurahan yaitu kelurahan Sekaran, Patemon,
dibuat sebanyak 20 µl dengan komposisi 10 Kalisegoro, Ngijo dan Pakintelan. Setiap
µl 2x reaction mix, 1 µl primer forward (10 µM), peternak diambil sampel rata-rata 2-4 ekor
1 µl primer reverse (10 µM), 0,5 µl Superscript pada satu jenis unggas, sesuai dengan jenis
III RT/Platinum Taq Mix, 2 µl sampel RNA unggas yang dimiliki peternak. Sampel usap
dan ultrapure H2O 5,5 µl (sampai volume 20 kloaka berdasar jenis unggas di kecamat an
µl). Primer yang digunakan untuk mengam- Gunungpati terdiri dari 10 ekor ayam, 12
plifikasi gen H5 dan N1. Program RT-PCR ekor itik, 17 ekor entok dan 11 ekor angsa.
adalah reverse transcription 45 oC selama 60 Kemudian dilakukan polling sesuai dengan
menit, predenaturasi 95 oC selama 5 menit, jenis unggas dan pemilik ternak menjadi 30
siklus terdiri dari denaturasi 95 oC 30 detik, sampel.
anneling 55 oC 30 detik, ekstensi 72 oC 40 de- Sebanyak 8 isolat positif uji HA. Ang-
tik sebanyak 35 siklus, post ekstensi 72 oC ka titer HA menunjukkan selang antara
selama 10 menit (Payungporn et al., 2004). 28-211. Titer HA 28 sudah tergolong tinggi
Untuk identifikasi subtipe virus, setiap isolat (Natih et al., 2010).. Titer HA ini prinsipnya
diamplifikasi dengan primer H5 dan N1 sep- mengaglutinasi sel darah merah sehingga
erti terlihat pada Tabel 1. pada sumur terlihat titk-titik merah. Titer
DNA hasil RT-PCR yang diperoleh, HA adalah pengenceran tertinggi yang ma-
kemudian dianalisis dengan teknik elektrofo- sih memperlihatkan aglutinasi sempurna.
resis menggunakan ultrapureTM agarose (in- Uji HA merupakan suatu uji untuk menge-
vitrogen) 2%. Sebanyak 1,4 g agarose dilarut- tahui keberadaan antigen virus yang dapat
kan ke dalam 70 ml TBE (Tris Buffer EDTA) mengaglutinasi SDM (Sel Darah Merah).
satu kali, kemudian dipanaskan dalam micro- Berdasar hasil penelitian menunjukkan bah-
wave sampai larutan menjadi jernih. Setelah wa titer HA virus cukup tinggi sebesar lebih
didinginkan pada suhu kamar sampai dari 28 (Natih et al., 2010). Untuk dapat men-
hangat-hangat kuku, kemudian dimasukkan galgutinasi sempurna diperlukan sekitar 107
3 µl ethidium bromide (10mg/ml; invitrogen) unit virus. Titer HA pada penelitian ini ada-
dan dicampur sampai homogen. Larutan lah 28-210 yang dapat dikatakan cukup tinggi
agarose kemudian dituang ke dalam cetakan (Tabel 2). Uji HA digunakan untuk menghi-
gel yang telah dipasang sisir, dan dibiarkan tung kandungan virus yang telah mati (tidak
sampai membeku. Setelah membeku, gel di- infektif) dan yang masih hidup (infektif).
masukkan dalam bak elektroforesis (Mupid- Untuk menghitung jumlah virus infektif di-
x, Japan) yang telah diisi larutan buffer TBE gunakan uji EID50 (Egg Infectious Dose50), te-
satu kali sampai gel terendam. Sebanyak 10 tapi di penelitian ini tidak dilanjutkan ke uji
µl produk PCR dicampur dengan 2 µl loading tersebut.
dye (Sigma) kemudian dimasukkan ke dalam Identifikasi subtipe virus AI H5N1 de-
sumur-sumur pada gel. Running dilakukan ngan RT-PCR menggunakan primer spesifik
pada 100 volt selama 35 menit. Setelah yaitu untuk deteksi gen H5 dan N1 virus.
running selesai, keberadaan pita-pita DNA Pita-pita cDNA yang didapat kemudian di-
produk PCR diamati di atas UV transilumi- visualisasikan pada elektroforegram. RNA
nator (Vilber Lourmart, France). Hasil yang virus direaksi balik menjadi cDNA. Running
positif ditunjukkan adanya pita spesifik ber- elektroforesis dilakukan dua kali, yaitu un-
warna jingga pada gel agarose (Payungporn tuk H5 dan N1. Pita-pita tersebut akan me-
et al., 2004). lewati gel agarose yang berpori bergerak dari
kutub negatif menuju kutub positif dari alat
HASIL DAN PEMBAHASAN elektroforesis. Ukuran pita yang diharapkan
adalah spesifik berukuran 219 bp untuk gen
Sampel yang dikumpulkan dalam pen- H5-nya (Gambar 1), dan 131 bp untuk gen

65
Angga Ari Wibowo, et al. / Biosaintifika 4 (2) (2012)

Gambar 1. Elektroforegram isolat berdasarkan gen H5. M: marker. K: Kontrol (+). Kode
U3, U4, U10, U16, U26, U29: sampel positif H5. Kode U1, U2, U5-U9, U11-U15, U17-
U25, U27, U28, U30: sampel negatif H5. Kode P & B: isolat diluar kecamatan Gunungpati
(bukan termasuk hasil penelitian ini).

Gambar 2. Elektroforegram isolat berdasarkan gen N1. M: marker. K: Kontrol (+). Kode
U3, U4, U9, U10, U16, U26, U29, U30: sampel positif N1. Kode U1, U2, U5-U8, U11-U15,
U17-U25, U27, U28: sampel negatif N1. Kode P & B: isolat diluar kecamatan Gunungpati
(bukan termasuk hasil penelitian ini).

N1-nya (Gambar 2). gidentifikasi genom, termasuk dalam hal ini


Genom virus AI adalah single-strand genom VAI, ketika virus tidak dalam jumlah
RNA sehingga pada reaksi PCR dibutuhkan yang banyak. RT (Reverse Transciptase) ada-
sintesa sebuah DNA copy (cDNA) yang ber- lah enzim polimerase yang digunakan untuk
komplementar dengan RNA virus. PCR (Po- mensintesa cDNA, sehingga reaksinya dise-
lymerase Chain Reaction) adalah teknik yang but RT-PCR. Metode RT-PCR sudah banyak
mempunyai banyak kelebihan dalam men- digunakan untuk mendiagnosa adanya virus

66
Angga Ari Wibowo, et al. / Biosaintifika 4 (2) (2012)

Tabel 2. Isolat positif virus AI subtipe H5N1 di peternakan tradisional kecamatan Gunung-
pati Semarang.

No. Inokulum Jenis Asal Titer HA H5 N1 Subtipe


1. U3 Entok Sekaran 211 + + H5N1
2. U4 Itik Kalisegoro 211 + + H5N1
3. U9 Ayam Kalisegoro 210 - + HxN1
4. U10 Angsa Kalisegoro 29 + + H5N1
5. U16 Angsa Pakintelan 29 + + H5N1
6. U26 Itik Pakintelan 28 + + H5N1
7. U29 Entok Pakintelan 211 + + H5N1
8. U30 Entok Patemon 211 - + HxN1

avian influenza, biasanya metode ini akan rasal dari kecamatan Gunungpati menunjuk-
dilanjutkan dengan sekuensing DNA untuk kan 6 isolat positif virus H5N1. Isolat positif
melihat lebih jauh tentang karakter moleku- H5N1 semuanya berasal dari unggas air dari
ler virus ini, seperti mutasi virus, hubungan Sekaran, Kalisegoro, Patemon dan Pakin-
kekerabatan dan untuk rekayasa genetik lain- telan. Pada penelitian ini, isolat yang me-
nya (Dharmayanti et al., 2004). nunjukkan positif H5N1 berasal dari entok
Hasil identifikasi yang terlihat pada (11,76%), itik (16,67%), dan angsa (18,18%).
elek troforegram menunjukkan sensifitas Unggas air yang dikenal sebagai inang ala-
dari primer spesifik pendeteksi virus VAI mi memungkinkan virus untuk menginfeksi,
subtipe H5N1 terbukti berhasil. Elektrofo- tanpa ada gejala yang membahayakan bagi
regram menunjukkan bahwa 6 isolat (U3, inangnya. Peluang untuk virus beradaptasi
U4, U10, U16, U26, dan U29) positif H5N1 juga memperbesar untuk menginfeksi inang-
(Gambar 1 & 2) dengan titer HA 109-1011 nya (Strum et al., 2005). Data penelitian ini,
(Tabel 2). Keenam isolat H5N1 berasal dari perlu ditindak lanjuti dengan menyampai-
kelurahan Sekaran (1 isolat), Kalisegoro (2 kan atau melaporkan ke Dinas Peternakan
isolat), Pakintelan (3 isolat). Selain keenam terkait agar dilakukan pemeriksaan lebih
sampel tersebut, 2 sampel positif N1 tetapi rinci sebagai tindak lanjut untuk pencegahan
negatif untuk H5, sehingga subtipenya ada- dan penanggulangan VAI H5N1.
lah HxN1 yaitu masing-masing U9 dan U30. Penelitian sebelumnya oleh Susan-
Kedua isolate positif H5N1 berasal dari en- ti (2008), menyebutkan bahwa prevalensi
tok (2 isolat), itik (2 isolat), dan angsa (2 iso- unggas air di dua kabupaten di Jawa Barat
lat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa juga tergolong tinggi. Angka prevalensi pada
dari total sampel (50) usap kloaka, 6 positif unggas air (itik 4,04%, entok 4,85%, angsa
VAI H5N1 dengan prevalensi 12%, dan 2 po- 6,67%) ini didapatkan dari peternak tradisio-
sitif HxN1 (4%). Hasil ini juga menunjukkan nal di Kabupaten Sukabumi dan Bogor. Pen-
bahwa semua unggas yang positif VAI H5N1 elitian dari pasar Nanchang, China tahun
adalah unggas air yaitu 2 isolat dari entok 2000 menunjukkan angka prevalensi pada
(11,76%), 2 isolat dari itik (16,67%), dan 2 itik hanya sebesar 1,3% (Liu et al., 2003).
isolat dari angsa (18,18%). Bahkan prevalensi VAI subtipe H5 pada ung-
Pada Gambar 1 dan 2, untuk 6 isolat gas air di Minesota, Amerika Serikat cukup
positif terlihat pita spesifik yang diinginkan. rendah, yaitu hanya sebesar 0,4% (Hanson
Untuk 2 sampel yang negatif H5 tetapi po- et al., 2003). Berdasar penelitian-penelitian
sitif untuk primer N1 berarti subtipe VAI tersebut, terlihat bahwa untuk spesies angsa
tersebut HxN1, dengan (x) adalah subtipe H memiliki resiko infeksi yang relatif tinggi.
lain (H1-H16 selain H5). Sistem beternak dengan mengumbar
Sebanyak 50 isolat sampel yang be- ternak secara bebas (backyard) di Thailand
67
Angga Ari Wibowo, et al. / Biosaintifika 4 (2) (2012)

dapat memberikan angka prevalensi hing- lingkungan yang terkontaminasi lebih kecil
ga sebesar 56% untuk unggas yang terin- dibanding dengan kandang terbuka. Pem-
feksi VAI, walaupun infeksi tersebut tanpa buatan kandang tertutup ini memerlukan
menunjukkan gejala dari luar (Songserm, biaya yang sedikit mahal dan memerlukan
2006). Pola beternak secara tradisional di perawatan ekstra. Solusi yang praktis ada-
Kecamatan Gunungpati menyebabkan ma- lah dengan kandang tertutup (untuk malam
syarakat memiliki resiko baik menguntung- hari), pelataran yang berpagar dan panga-
kan ataupun merugikan masyarakat sendiri daan kolam di dalamnya (untuk siang hari).
dibanding pada pola peternakan intensif.
Masyarakat kebanyakan memelihara unggas SIMPULAN
dengan tujuan menambah ekonomi rumah
tangga. Diuntungkan lagi dengan mudahnya Hasil isolasi dan identifikasi dari 50
pemeliharaan unggas karena tanpa dirawat sampel usap kloaka asal unggas di Kecama-
dengan intensif pun unggas tersebut masih tan Gunungpati, menunjukkan 6 isolat posi-
dapat hidup dan mencari makanannya sen- tif VAI subtipe H5N1 (12%), 2 isolat berasal
diri serta masih terlihat sehat. Di samping dari entok (11,76%), 2 dari angsa (18,18%),
keuntungan, tentu saja ada juga kerugian- dan 2 dari itik (12,67%). Unggas-unggas air
nya, yaitu rentan terhadap penyakit. di peternakan unggas tradisional berpotensi
Sejak ditemukan kasus yang muncul sebagai penularan VAI, khususnya subtipe
pada warga Semarang, pemerintah kota Se- H5N1.
marang tak henti-hentinya melakukan him-
bauan agar warga mau dan ikut andil dalam DAFTAR PUSTAKA
hal tanggap flu burung. Pemerintah juga me-
lakukan pemusnahan terhadap unggas yang Arsyad, A. M. (2008). Hubungan Pengeta-
berada di sekitar rumah warga yang positif huan Tentang Flu Burung dengan Sikap
AI. Pemusnahan tersebut tentunya akan me- Masyarakat yang Memelihara Unggas di
rugikan bagi peternak karena kemungkinan Wilayah Mojogedang. Skripsi. Surakar-
peternak mendapatkan ganti rugi yang tidak ta: Fakultas ilmu Kesehatan Universi-
layak atau bahkan mengikhlaskan unggas- tas Muhammadiyah Surakarta.
nya tanpa adanya biaya ganti rugi. Dharmayanti, R., Damayanti, A., Wiyono,
Selama ini penanggulangan kasus VAI R., Indriani & Darminto. (2004). Iden-
di Indonesia khususnya di Semarang bersi- tifikasi Virus Avian Influenza Isolat
fat pengobatan. Daerah-daerah yang belum Indonesia dengan Reverse Transcrip-
terdeteksi kasus, masyarakat acuh tak acuh tase–Poly-merase Chain Rection (RT-
terhadap penyakit ini, padahal VAI sudah PCR). JITV, 9(2), 136-143.
menjadi penyakit endemik di Indonesia. Pe- [FAO] Food and Agriculture Organization.
merintah pun baru bertindak setelah terjadi (2005). Pencegahan dan Pengendalian
kasus di wilayah tertentu, dengan hanya me- Flu Burung (Avian Influenza) pada
musnahkan unggas yang diduga akan tertu- Peternakan Unggas Skala Kecil. Buku
lar unggas yang telah terinfeksi. Tentu saja Petunjuk bagi Paramedik Veteriner
hal ini sangat merugikan masyarakat bahkan (Online). Retrieved from http://www.
pemerintah sendiri. Kehilangan penghasi- fao.org/.
lan yang tidak sedikit tentunya telah dialami Hanson, B. A., Stallknecht, D. E., Swayne, D.
para peternak tradisional, sehingga perlunya E., Lewis, L. A. & Senne, D. A. (2003).
tindakan penanggulangan yang tepat baik Avian Influenza in Minnesota ducks
dari pemerintah maupun peternak sendiri. during 1998-2000. Avian Dis, 47, 867-
Anjuran oleh FAO (2005) yaitu den- 871.
gan perkandangan yang tertutup, sehingga Hoffman, E., Stech, J., Guan, Y., Webster,
unggas akan selalu berada dalam kandang R. G. & Perez, D. R. (2001). Universal
tersebut dan tetap terlindung. Kontak antara primer set for the full-length amplifica-
unggas ternak dengan unggas terinfeksi dan tion of all influenza A viruses. Arch Vi-

68
Angga Ari Wibowo, et al. / Biosaintifika 4 (2) (2012)

rol, 146, 2275-2289. in Hanoi, Vietnam in 2001. J Virol, 79,


Hulse-Post, D. J., Sturm-Ramirez, K. M., 4201-4212.
Humberd, J., Seiler, P., Govorkova, E. Payungporn, S., Phakdeewirot, P., Chu-tin-
A., Krauss, S., Scholtissek, C., Putha- imitkul, S., Theamboonlers, A., Keaw-
vathana, P., Buranathai, C., Nguyen, charoen, J., Oraveerakul, K., Amonsin,
T. D., Long, H. T., Naipospos, T. S. P., A. & Poovororawan, Y. (2004). Single-
Chen, H., Ellis, T. M., Guan, Y., Pei- step multiplex reverse transcription-
ris, J. S. M. & Webster, R. G. (2005). polymerase chain reaction (RT-PCR)
Role of domestic ducks in the propaga- for influenza A virus subtype H5N1
tion and biological evolution of highly detection. Viral Immunol, 17, 588-593.
pathogenic H5N1 influenza viruses Russell, C. J. & Webster, R. G. (2005). The
in Asia. Proc Natl Acad Sci USA, 102, genesis of a pandemic influenza virus.
10682-10687. Cell, 123, 368-371.
Liu, M., Guan, Y., Peiris, M., He, S., Webby, Songserm, T., Jam-on, R., Sae-Heng, N.,
R. J., Perez, D. & Webster, R. G. (2003). Meemak, N., Hulse-Post, D. J., Sturm-
The quest of influenza A virus for new Ramirez, K. M. & Webster, R. G.
host. Avian Dis, 47, 849-856. (2006). Domestic ducks and H5N1 in-
Maines, T. R., Lu, X. H., Erb, S. M., Ed- fluenza epidemic in Thailand. Emerg
wards, L., Guarner, J., Greer, P. W., Infec Dis, 12, 575-581.
Nguyen, D. C., Szretter, K. J., Chen, L. Sturm-Ramirez, K. M., Ellis, T., Bousfield,
M., Thawatsupha, P., Chittaganpitch, B., Bissett, L., Dyrting, K., Rehg, J. E.,
M., Waicharoen, S., Nguyen, D. T., Poon, L., Guan, Y., Peiris, M. & Web-
Nguyen, T., Nguyen, H. H. T., Kim, J. ster, R. G. (2005). Reemerging H5N1
H., Hoang, L. T., Kang, C., Phuong, influenza viruses in Hong Kong in
L. S., Lim, W., Zaki, S., Donis, R. O., 2002 are highly pathogenic to ducks. J
Cox, N. J., Katz, J. M. & Tumpey, T. M. Virol, 78, 4892-4901.
(2005). Avian influenza (H5N1) viruses Susanti, R., Soejoedono, R. D., Mahardika,
isolated from human in Asia 2004 ex- I. G. N. K., Wibawan, I. W. T. & Su-
hibit increased virulence in mammals. J hartono, M. T. (2008). Isolasi dan iden-
Virol, 79, 11788-11800. tifikasi virus avian influenza subtipe
Natih, K. K. N., Retno, D., Soejoedono, Way- H5N1 pada unggas air sehat di peter-
an, T. W. & Fachriyan, H. P. (2010). nakan skala rumah tangga (backyard) di
Preparasi Imunoglobulin G Kelinci Jawa Barat. Media Kedokteran Hewan, 3,
sebagai Antigen Penginduksi Antibodi 139-146.
Spesifik Terhadap Virus Avian Influ- WHO. (2010). Cumulative Number of Con-
enza H5N1 Strain Legok. Jurnal Veteri- firmed Human Cases of Avian Influen-
ner,11(2), 99-106. za A/(H5N1) (Online). Retrieved from
[OIE] Office international des Epizooties. http://www.who.int/csr/disease/avi-
(2005). Update on avian influenza vi- an_influenza/country. May 10, 2010.
ruses, including highly pathogenic
H5N1 from poultry in live bird market

69

Anda mungkin juga menyukai