Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
 Menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
 Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
Jadi, dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non
hemoragik adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh
sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis,
arteritis, trombus dan embolus.

B. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai


deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).

Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.


Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah sebagai berikut:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi
visual, gangguan dalam hubungan visual spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan
pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan control motorik dan postural.

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese Hemiparese sebelah kiri
kanan tubuh
Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk
Kelainan lapan pandang Mempunyai kerentanan
kanan terhadap sisi kontralateral
Disfagia global sehingga memungkinkan
Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan
Mudah frustasi tersebut

C. Etiologi
Stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling
sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak
, menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara
atau permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :

1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan
dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian
mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke
otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.Stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke antara lain :
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah,
merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

D. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak
lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.

E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan,
dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a
otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak
fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin,
2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008). Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen
vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
 Faktor Resiko
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke
non hemoragik yaitu:

- Faktor resiko terkendali


Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari
jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
c) Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d) Kolesterol tinggi
e) Infeksi
f) Obesitas
g) Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h) Diabetes
i) Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
estrogen tinggi
j) Penyalahgunaan obat (kokain)
k) Konsumsi alkohol

- Faktor resiko tidak terkendali


Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke
non
hemoragik sebagai berikut :
a) Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
b) keturunan / genetic

F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:

1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah


tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan


melakukan tindakan sebagai berikut:
 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
 Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,

Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.

d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
Definisi

Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Perawat seringkali


menemukan klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigennya.sebagian besar
sel tubuh memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan
pembuangan karbondioksda.Pertukaran gas pernapasan terjadi antara udara di
lingkungan dan darah. Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam sistem tabel
periodik yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8.Ia merupakan unsur
golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur
lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada Temperatur dan tekanan standar, dua atom
unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik dengan
rumus O2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Oksigen merupakan
unsur paling melimpah ketiga di alam semesta berdasarkan massa dan unsur paling
melimpah dikerak Bumi. Gas oksigen diatomik mengisi 20,9% volume atmosfer bumi.
Potter, P.A & Perry, A.G.2006

Pernapasan dapat diatur karena kondisi atau penyakit yang mengubah struktur dan
fungsi paru. Definisi oksigen menurut beberapa ahli:

1) Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh
2) Oksigen adalah kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh mempertahankan dan aktivitas berbagai organ atau sel
(Carpenito, 2006).

 Proses pernapasan
Terdapat tiga langkah dalam proses pernapasan pada manusia yaitu vetilasi, perfusi,
dan difusi.

a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar
paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan toraks yang elastis dan
persarafan yang utuh.Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang bersih, system
saraf pusat dan system pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu
mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.

b. Perfusi
Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah ked an dari membrane
kapiler alveoli sehingga dapat berlangsung pertukaran gas. Pada proses perfusi
dipengaruhi oleh :

1. Tekanan parsial O2 dan CO2 di alveolus dan darah


2. Luas permukaan membrane difusi
3. Ketebalan membrane difusi
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yag
lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan
terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh
ketebalan membran.Difusi merupakan pertukaran gas (oksigen dan CO2) dari alveolus
ke darah melalui dinding alveolus dan dinding pembuluh darah balik paru. Pada
proses difusi dipengaruhi oleh :

a. Luasnya permukaan paru-paru.


b. Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.
c. Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O² dari
alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
Berapa metode pemberian oksigen adalah :

1. Low flow oxygen system


Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien. Pada
umumnya sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya
bervariasi menurut pola pernafasan pasien.

2. High flow oxygen system


Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen
dilakukan dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan pola
pernafasan pasien.

(Carpenito, 2006).

1. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen adalah

a. Faktor Fisiologi
1. Menurunnya kapasitas peningkatan oksigen
2. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
3. Hipovolemia adalah penurunan volume darah sirkulasi yang diakibatkan
kehilangan cairan ekstraseluler yang terjadi pada kondisi seperti syok dan
dehidrasi berat.
4. Meningkatnya laju metabolism
5. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada.

b. Faktor perkembangan
1. Bayi premature: kurangnya pembentukan surfaktan
2. Bayi dan toddler: akibat adanya infeksi saluran nafas
3. Anak usia sekolah dan remaja: infeksi saluran pernapasan dan merokok.
4. Dewasa muda dan dewasa pertengahan: akibat diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas dan stres

c. Faktor perilaku
1. Nutrisi: penurunan ekspansi paru pada obesitas
2. Extrase: meningkatkan kebutuhan oksigen
3. Merokok: nikotin menyebabakan vasokonstriksi pembuluh darah.
4. Substance dan nikotin: menyebabkan intake nutrisi/Fe menurun mengakibatkan
penurunan Hb, alcohol menyebabkan depresi pernapasan.

d. Faktor lingkungan
1. Tempat kerja
2. Suhu ligkungan
3. Ketinggian tempat permukaan laut
4. Ansietas
(Carpenito, 2006).
2. Patofisiologis
Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-kondisi yang
mempengaruhi ventilasi atau transport oksigen. Ketiga perubahan primer tersebut adalah
hiperventilasi, hipoventilasi dan hipoksia.

a. Hiperventilasi
Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih yang
dibutuhkan untuk menegliminasi karbondioksida normal di vena yang diproduksi
melalui metabolism selular.Hiperventilasi dapat disebabkan oleh ansietas, infeksi,
obat-obatan, ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan
embolus paru atau syok.Ansietas akut dapat mengarah kepada hiperventilasi dan
menyebabkan kehilangan kesadaran akibat ekshalasi karbondoksida yang
berlebihan.Demam menyebabkan hiperventilasi.

b. Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbondioksida secara
adekuat.Apabila ventilasi menurun, maka PaCO2.Atelectasis merupakan kolaps
alveoli yang mencegahpertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam
pernapasan.Karena alveoli kolaps, maka paru yang diventilasi lebih sedikit dan
menyebabkan hipoventilasi.

c. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada tingkat
jaringan.Kondisi ini terjadi akibat defisiensi penghantaran oksigen atau
penggunaan oksigen di selular. Hipoksia dapat disebabkan oleh :

1. Penurunan kadar hemoglobin dan penurunan kapasitas darah yang membawa


oksigen.
2. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi.
3. Ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen yang diinspirasi.
4. Ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah
5. Perfusi darah yang mengandung oksigen di jaringan yang buruk
6. Kerusakan ventilasi

(Carpenito, 2006).
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.

DIAGNOSE KEPERAWATAN (DAFTAR MASALAH)


DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
Ketidakefektifan pola nafas NOC
Definisi : Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi  Respiratory status : Ventilation
ventilasi  Respiratory status : Airway
BatasanKarakteristik : patency
 Perubahan kedalaman pernapasan  Vital sign Status
 Perubahan ekskursi dada KriteriaHasil :
 Mengambil posisi tiga titik  Mendemonstrasikan batuk efektif
 Bradipneu dan suara nafas yang bersih, tidak
 Penurunan tekanan ekspirasi ada sisnodid dan dyspneu (mampu
 Penurunan ventilasi semenit mengeluarkan sputum, mampu
 Penurunan kapasitas vital bernafas dengan mudah, tidak ada
 Dipneu pursed lips)
 Peningkatan diameter anterior-posterior  Menunjukkan jalan nafas yang
 Pernapasan cuping hidung paten (klien tidak merasa tercekik,
 Ortopneu irama nafas, frekuensi pernafasan
 Fase ekspirasi memenjang dalamrentang normal, tidak ada
 Pernapasan bibir suara nafas abnormal)
 Takipneu  Tanda-tanda vital dalam rentang
 Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
 Faktor yang Berhubungan :
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Keletihan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Gangguan muskuloskeletal
 Kerusakan neurologis
 Imaturitas neurologis
 Disfungsi neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Keletihan otot pernapasan cedera medula spinalis

I. FOKUS INTERVENSI
INTERVENSI
NIC
Airway Management
 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
 Monitor respirasi dan status O2
Nic
Activity theraphy
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigen
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

NIC
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernafasan abnormal
 Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan ed. 10. Jakarta:
EGC
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
2015 – 2017. Jakarta: EGC

NIC-NOC 2015

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth . Jakarta : E G C.
Potter, P.A & Perry, A.G.2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, vol. 2, E /4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai