Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

A. Masalah Utama
Harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.(Budi Ana Keliat, 2010).
Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri
dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung.(Schult & videbeck,1998) dalam (Fitria, 2014).
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.(Stuart dan
Sundeen, 2005).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri
rendah adalah penilaian yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
serta merasa tidak percaya pada diri sendiri.

2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi


a. Factor predisposisi
1) Factor yang mempengaruhi harga diri
Harga diri adalah sifat yang diwariskan secara genetik.
Pengaruh lingkungan sangat penting dalam pengembangan harga
diri. Faktor-faktor predisposisi dari pengalaman masa anak-anak
merupakan faktor kontribusi pada gangguan atau masalah konsep
diri. Anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua.
Penolakan orang tua menyebabkan anak memilki ketidakpastian
tentang dirinya dan hubungan dengan manusia lain. Anak merasa
tidak dicintai dan menjadi gagal mencintai dirinya dan orang lain.
Saat ia tumbuh lebih dewasa, anak tidak didorong untuk
menjadi mandiri, berpikir untuk dirinya sendiri, dan bertanggung
jawab atas kebutuhan sendiri. Kontrol berlebihan dan rasa memiliki
yang berlebihan yang dilakukan oleh orang tua dapat menciptakan
rasa tidak penting dan kurangnya harga diri pada anak. Orangtua
membuat anak-anak menjadi tidak masuk akal, mengkritik keras,
dan hukuman.
Tindakan orang tua yang berlebihan tersebut dapat
menyebabkan frustasi awal, kalah, dan rasa yang merusak dari
ketidak mampuan dan rendah diri. Faktor lain dalam menciptakan
perasaan seperti itu mungkin putus asa, rendah diri, atau peniruan
yang sangat jelas terlihat dari saudara atau orangtua. Kegagalan
dapat menghancurkan harga diri, dalam hal ini dia gagal dalam
dirinya sendiri, tidak menghasilkan rasa tidak berdaya, kegagalan
yang mendalam sebagai bukti pribadi yang tidak kompeten.
Ideal diri tidak realistik merupakan salah satu penyebab
rendahnya harga diri.Individu yang tidak mengerti maksud dan
tujuan dalam hidup gagal untuk menerima tanggung jawab diri
sendiri dan gagal untuk mengembangkan potensi yang dimilki. Dia
menolak dirinya bebas berekspresi, termasuk kebenaran untuk
kesalahan dan kegagalan, menjadi tidak sabaran, keras, dan
menuntut diri. Dia mengatur standar yang tidak dapat ditemukan.
Kesadaran dan pengamatan diri berpaling kepada penghinaan diri
dan kekalahan diri. Hasil ini lebih lanjut dalam hilangnya
kepercayaan diri.
2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah diterima
oleh masyarakat, misalnya wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri , kurang objektif, dan kurang rasional dibandingkan pria.
Pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat, kurang ekpresif
dibanding wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau
pria berperan tidak seperti lazimnya maka akan menimbulkan
konflik didalam diri mapun hubungan sosial. Misalnya wanita yang
secara tradisional harus tinggal dirumah saja, jika ia mulai keluar
rumah untuk mulai sekolah atau bekerja akan menimbulkan
masalah. Konflik peran dan peran yang tidak sesuai muncul dari
faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria.

3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri


Intervensi orangtua terus-menerus dapat mengganggu pilihan
remaja. Orang tua yang selalu curiga pada anak menyebakan kurang
percaya diri pada anak. Anak akan ragu apakah yang dia pilih tepat,
jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka timbul rasa
bersalah. Ini juga dapat merendahkan pendapat anak dan mengarah
pada keraguan, impulsif, dan bertindak keluar dalam upaya untuk
mencapai beberapa identitas. Teman sebayanya merupkan faktor lain
yang mempengaruhi identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan,
diingikan, dan dimilki oleh kelompoknya.

b. Faktor presipitasi
1) Trauma
Masalah khusus tentang konsep diri disebabakan oleh setiap situasi
dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi dapat
mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Situasi dan stressor
yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian
badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur
tindakan dan pengobatan.
2) Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi
yang dialami individu dalam peran.
Transisi perkembangan
Transisi perkembangan adalah perubahan normatif
berhubungan dengan pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat
menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan
harus dilakukan inidividu dengan menyelesaikan tugas
perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan
stressor bagi konsep diri.
Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan. Transisi
situasi merupakan bertambah atau berkurangnya orang yang penting
dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang
yang berarti, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orang tua.
Transisi sehat sakit
Transisi sehat sakit berkembang berubah dari tahap sehat ke
tahap sakit. Beberapa stressor pada tubuh dapat menyebabakan
gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep
diri yaitu gambaran diri, peran ,dan harga diri. Masalah konsep diri
dapat dicetuskan oleh faktor psikologis, sossiologis, atau fisiologis,
namun yang lebih penting adalah persepsi klien terhadap ancaman.
perilaku.
3. Tanda dan Gejala
Menurut L. J Carpenito dan Keliat , perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain :
Data Subjektif:
 Mengkritik diri sendiri atau orang lain
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Perasaan lemah dan takut
 Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
 Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
 Hidup yang berpolarisasi
 Ketidakmampuan menentukan tujuan
 Mengungkapkan kegagalan pribadi
 Merasionalisasi penolakan

Data Objektif:
 Produktivitas menurun
 Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain
 Penyalahgunaan zat
 Menarik diri dari hubungan social
 Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
 Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
 Tampak mudah tersinggung /mudah marah
4. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep HDR Kerancuan Depersonalisasi


Diri Diri Positif Identitas

5. Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa
ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat
sebagai berikut :
 Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat.
 Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
 Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik
untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia.
 Tidak menyebabkan kantuk
 Memperbaiki pola tidur
 Tidak menyebabkan lemas otot.

Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya


diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).
Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
d. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok
bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok
stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan
therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005). Dari
empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah
adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok
dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
(Keliat dan Akemat,2005).

C. Pohon Masalah
Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri

Koping individu tidak efektif

D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Isolasi sosial: Menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Koping individu tidak efektif

E. Data yang Perlu Dikaji


1. Koping tidak efektif
a. Data Subjektif:
1) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
2) Klien malu bertemu dan berhadan dengan orang lain.
b. Data Objektif :
1) Ekspresi wajah sedih.
2) Tidak ada kontak mata ketika diajak berbicara.
3) Suara pelan dan tidak jelas.
4) menangis.

2. Harga diri rendah


a. Data Subjektif :
1) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
2) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
3) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
4) Mengungkapkan dirinya tidak berguna
5) Mengkritik diri sendiri
b. Data Objektif :
1) Merusak diri sendiri dan orang lain
2) Menarik diri dari hubungan social
3) Tampak mudah tersinggung
4) Tidak mau makan dan tidak mau tidur

3. Isolasi Sosial: Menarik diri


a. Data Subjektif:
1) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
2) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
3) Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain

b. Data Objektif
1) Ekspresi wajah kosong
2) Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
3) Suara pelan dan tidak jelas
F. Diagnosis Keperawatan Jiwa
1. Harga Diri Rendah
2. Koping Tidak efektif

G. Rencana Tindakan Keperawatan


Harga diri rendah
1. Untuk Klien
a. Tujuan umum: Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/ klien akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan).
b) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan kedua yang dimiliki dan
membuat jadwal

2. Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Koping individu tidak efektif


1. Untuk Klien
a. Tujuan Umum: Koping klien efektif
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien mampu mengungkapkan masalah secara baik
Tindakan:
a) Identifikasi koping yang selama ini di gunakan
b) Membantu menilai koping yang biasa di gunakan
c) Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis
d) Melatih koping : berbincang (meminta, menolak, dan
mengungkapkan/ membicarakan masalah secara baik)
e) Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
3) Klien mampu beraktivitas sesuai dengan jadwal kegiatan
a) Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
b) Melatih koping: beraktivitas.
c) Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
4) Klien mampu berlatih olahraga
5) Klien mampu melakukan relaksasi

2. Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama pasien di rawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

H. Strategi Pelaksanaan Tindakan


Diagnosa Strategi Pelaksanaan
Pasien Keluarga
Gangguan SP 1p SP 1 k
konsep
1. Mendiskusikan 1. Mendiskusikan
diri: HDR kemampuan dan aspek masalah yang di
positif yang dimiliki rasakan keluarga
pasien dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai 2. Menjelaskan
kemampuan yang masih pengertian, tanda
dapat digunakan gejala, proses
3. Membantu pasien terjadinya HDR yang
memilih/menetapkan di alami pasien
kemampuan yang akan 3. Menjelaskan cara
dilatih merawat pasien
4. Melatih kemampuan yang dengan HDR
sudah dipilih
5. Memberikan pujian yang
wajar terhadap
keberhasilan pasien
6. Menyusun jadwal
7. pelaksanaan kemampuan
yang telah dilatih dalam
rencana harian

SP 2 p SP 2 k
1. Mengevaluasi jawal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melatih kemampuan merawat pasien
kedua yang dipilih klien dengan masalah HDR
3. Menganjurkan pasien 2. Melatih keluarga
memasukan dalam melakukan cara
kegiatan harian merawat pasien
dengan masalah HDR
langsung pada pasien

SP 3 k
1. Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planing)
2. Menjelaskan follow
up pasien setelah
pulang

Koping SP 1 p SP 1 k
individu tidak
1. Identifikasi koping 1. Mendiskusikan
efektif
yang selama ini masalah yang
digunakan. dirasakan keluarga
2. Membantu menilai dalam merawat pasien
koping yang biasa 2. Menjelaskan
digunakan. pengertian, tanda dan
3. Mengidentifikasi cita- gejala koping individu
cita atau tujuan yang inefektif yang dialami
realistis pasien beserta proses
4. Melatih koping terjadinya.
berbincang/asertif 3. Menjelaskan cara-cara
5. Membimbing merawat pasien
memasukkan jadwal koping individu
kegiatan inefektif
SP 2 p SP 2 k
1. Validasi masalah dan 1. Melatih keluarga
latihan sebelumnya. mempraktekkan cara
2. Melatih koping: merawat pasien
beraktivitas. koping individu
3. Membimbing inefektif
memasukkan dalam 2. Melatih keluarga
jadwal kegiatan melakukan cara
4. Validasi masalah dan merawat langsung
latihan sebelumnya pasien koping
5. Melatih koping: individu Inefektif
beraktivitas.
6. Membimbing
memasukkan dalam
jadwal kegiatan

Daftar Pustaka

Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
Stuart dan Sundeen. (1999). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
http://elmoresagala.wordpress.com/2013/12/04/lp-jiwa-gangguan-konsep-diri-harga-
diri-rendah/
http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-isolasi-sosialmd#
http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-perilaku-kekerasan#

Gambut, Juni 2017


Preceptor Akademik Preceptor Klinik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai