OLEH
SYAMSUR RAHMAN
1714901110098
I. KONSEP PENYAKIT
1.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi
saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan
fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi
beberapa waktu.
Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang
kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK sesungguhnya
merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan bronkitis kronis, dimana
keduanya menyebabkan perubahan pola pernafasan (Reeves, 2001 : 41).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan
emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus.
2.1 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief
Mansjoer (2002) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi Udara
3. Paparan Debu, asap
4. Gas-gas kimiawi akibat kerja
5. Riwayat infeki saluran nafas
6. Perubahan cuaca yang ekstrim
7. Obat-obatan
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan
kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus
influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama menurut Neil F. Gordan (2002)
bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita
penyakit PPOK, yaitu :
1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
2. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3. Merokok
4. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
5. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi
kronik.
9. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini
dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
1.4 Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi,
pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
1.6 Komplikasi
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratorik
3. Infeksi saluran pernapasan
4. Gagal jantung, terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akinat penyakit paru-
paru)
5. Disritmia jantung
6. Status asmatikus: komplikasi utama yang berhubungan dengan asma bronkhial
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara
2. Membersihkan sekresi brounkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas insfeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada insfeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilotar. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan sintomatik
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1-2 liter/menit
8. Tindakan rehabilitas yang meliputi :
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance , yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula
e. Pengelolaan psikososial, terutama ditunjukkan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang diderita.
1.8 Patway
Faktor predisposisi
Kompensasi Gangguan
Gangguan
Kardiovaskuler metabolisme
pertukaran gas
jaringan
Hipoksemi Pola nafas
Insufisiensi/
gagal nafas tidak
Hipertensi Metabolisme efektif
pulmonal anaerob
Lelah, lemah
Intoleransi Kurang
Aktivitas perawatan diri
II. RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN PPOK
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan
terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi,
kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan.
2.1.2 Pemeriksaan fisik : data fokus
1. Dipnea/sesak napas
2. Batuk kronik
3. Lihat adanya sputum kental
4. Sianosis
5. Dengarkan bunyi wheezing, mengi
6. Pemakaian otot bantu pernapasan
7. Takikardi
8. Lihat apakah pasien Gelisah
9. Mengeluh anoreksia
10. Berkurangnya ekspansi paru, pengembangan dinding thorax
11. Lemah
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer
b. Corakan paru yang bertambah
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II,
III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap.
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 :
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil ( NOC )
- Tujuan dan Kriteria Hasil
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan
nafas
2.3.2 Intervensi keperawatan dan Rasional ( NIC )
- Intervensi
Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
Auskultasikan suara napas sebelum dan sesudah suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Minta klien napas dalam sebelum suction dilakukan
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
Anjurkan pasien untuk istirahan dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
Diagnosa 2 :
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil ( NOC )
- Tujuan dan Kriteria Hasil
Tanda vital dalam rentang normal
Dapat mentoleransiaktivitas/ tidak ada kelelahan
Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
Tidak ada penurunan kesadaran
2.3.2 Intervensi keperawatan dan Rasional ( NIC )
- Intervensi
Evaluasi adanya nyeri dada
Catat adanya disritmia jantung
Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
Monitor status kardiovaskular
Monitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung
Monitor abdomen sebagai indikator penurunan perfusi
Monitor balance cairan
Monitor adanya perubahan tekanan darah
Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
III. DAFTAR PUSTAKA
NANDA , 2012, Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi Huda, Amin.
2013. Aplikasi Volume 1. Jakarta: Media Action
Smeltzer, Suzana C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth
Edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, edisi ketiga. Jakarta: balai penerbit FKUI
(……………………………………...) (……………………………………..)