Anda di halaman 1dari 31

TUGAS

GANGGUAN PADA SISTEM PERNAFASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA

OLEH

KELOMPOK 2 :

1. FATHAILLAH LIESTANTO
2. I MADE KARTIKA AGUS WAHYUDI
3. ITA NURNIATI
4. JANUAR ARIADI
5. LAELATUNNAFIS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

PROGRAM B TAHUN

2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah penyebab utama penyakit kronik pada anak, yang menyebabkan
sebagian besar hilangnya hari sekolah akibat penyakit kronik. Asma mempunyai awitan pada
setiap usia. Sekitar 80-90% anak asma mendapat gejala pertama sebelum usia 4-5 tahun. Pada
suatu waktu selama masa anak akan mendapat gejala dan tanda yang sesuai dengan asma.
Kira-kira 2-20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan
menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak Indonesia, namun diperkirakan
berkisar antara 5-10%. Di Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari
50% kunjungan merupakan penderita asma.
Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Sebagian besar anak yang menderita
sebagian kecil akan menderita asma berat yang sulit diobati, biasanya lebih bersifat menahun
daripada musiman. Yang menyebabkan ketidakberdayaan dan secara nyata mempengaruhi
hari-hari sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi sehari-hari. Sungguh merupakan hal yang
tidak menyenangkan apabila dalam masa-masa bermain dan beraktivitas, anak-anak
terganggu karena penyakit yang diderita. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian khusus
baik berupa perawatan, pengobatan dan pencegahan.
Oleh karena itu penyakit asma memerlukan penanganan khusus terlebih lagi pada
anak-anak yang selalu diliputi keceriaan dalam hari-hari dalam bermain dan beraktivitas
dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tenaga kesehatan dari berbagai bidang
multidisipliner. Dalam pelayanan keperawatan, perawat mempunyai peranan sebagai tenaga
profesional yaitu bertindak memberikan asuhan keperawatan, penyuluhan kesehatan kepada
orang tua, memberikan informasi tentang pengertian, tanda dan gejala, serta pencegahan
secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan berbagai pihak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ASMA
Pengertian Asma menurut para ahli sebagai berikut :
1. Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami
radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
2. Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan
ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia,
tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan
orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
3. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
4. Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan
nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008)
mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing(mengi) dan atau batuk
dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung
pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya
aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan,
serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab
lain sudah disingkirkan
5. Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
(2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
6. Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat
peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh (Abidin, 2002).
B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon
yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer,
2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing,
ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut
menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher,
hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir
dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing
dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner &
Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang
1) gejala kurang dari seminggu
2) serangan singkat
3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) gejala lebih dari sekali seminggu
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%

c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)


1) gejala setiap hari
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
4) FEV 1 tau PEV 60% – 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
1) gejala setiap hari
2) serangan terus menerus
3) gejala pada malam hari setiap hari
4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih
suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang
terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar
tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.
e. Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.
Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma
berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita
asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Triggerdianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum
berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap
pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma
jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma
adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh
melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau
mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti
aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan,
logam dan jam tangan.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh
adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem
trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi
peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi
untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.

D. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot
polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal,
sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan
udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu
bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi
dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin
menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka
dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan
meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
E. MANIFESTASI KLINIS ASMA
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing)
telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan
satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul
bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan.
Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan
tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit
tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat yang
berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi
apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal
F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan,
dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,
FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian
dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi
searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan
disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka
drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA

1. Pengkajian Primer Asma


a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan
memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma
sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat
berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang
khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul
secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan,
meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma
dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit
yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama
pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
b) Frekuensi pernapasan meningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior
rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
5) Sistem kardiovaskuler
a) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5
mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi
mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

C. RENCANA KEPERAWATAN ASMA

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN (NOC)

1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


efektif berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
tachipnea, peningkatan Airway Management
produksi mukus, kekentalan  Respiratory status : Ventilation
 Respiratory status : Airway patency  Buka jalan nafas,
sekresi dan bronchospasme.
guanakan teknik chin
 Aspiration Control,
lift atau jaw thrust bila
Dengan kriteria hasil : perlu
 Posisikan pasien untuk
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan memaksimalkan
suara nafas yang bersih, tidak ada ventilasi
sianosis dan dyspneu (mampu  Identifikasi pasien
mengeluarkan sputum, mampu bernafas perlunya pemasangan
dengan mudah, tidak ada pursed lips) alat jalan nafas buatan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Pasang mayo bila perlu
(klien tidak merasa tercekik, irama  Lakukan fisioterapi
nafas, frekuensi pernafasan dalam dada jika perlu
rentang normal, tidak ada suara nafas  Keluarkan sekret
abnormal) dengan batuk atau
 Mampu mengidentifikasikan dan suction
mencegah factor yang dapat  Auskultasi suara nafas,
menghambat jalan nafas catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
 Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Airway Management
perubahan membran kapiler  Buka jalan nafas,
– alveolar  v Respiratory Status : Gas exchange gunakan teknik chin
 v Respiratory Status : ventilation lift atau jaw thrust bila
 v Vital Sign Status perlu
 Posisikan pasien untuk
Dengan kriteria hasil :
memaksimalkan
 v Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Identifikasi pasien
 v Memelihara kebersihan paru paru dan perlunya pemasangan
bebas dari tanda tanda distress alat jalan nafas buatan
pernafasan  Pasang mayo bila perlu
 v Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Lakukan fisioterapi
suara nafas yang bersih, tidak ada dada jika perlu
sianosis dan dyspneu (mampu  Keluarkan sekret
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan batuk atau
dengan mudah, tidak ada pursed lips) suction
 v Tanda tanda vital dalam rentang  Auskultasi suara nafas,
normal catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bial perlu
 Berikan pelembab
udara
 Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2
Respiratory
Monitoring
 Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
 Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas,
seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
 Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
penyempitan bronkus Airway Management
 Respiratory status : Ventilation
 Respiratory status : Airway patency  Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin
 Vital sign Status
lift atau jaw thrust bila
Dengan Kriteria Hasil : perlu
 Posisikan pasien untuk
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan memaksimalkan
suara nafas yang bersih, tidak ada ventilasi
sianosis dan dyspneu (mampu  Identifikasi pasien
mengeluarkan sputum, mampu bernafas perlunya pemasangan
dengan mudah, tidak ada pursed lips) alat jalan nafas buatan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Pasang mayo bila perlu
(klien tidak merasa tercekik, irama  Lakukan fisioterapi
nafas, frekuensi pernafasan dalam dada jika perlu
rentang normal, tidak ada suara nafas  Keluarkan sekret
abnormal) dengan batuk atau
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal suction
(tekanan darah, nadi, pernafasan)  Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
 Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan
nafas yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan proses selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
penyakit. Pain Management
 Pain Level,
 Pain control,  Lakukan pengkajian
nyeri secara
 Comfort level
komprehensif termasuk
Dengan Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
 Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor
penyebab nyeri, mampu menggunakan presipitasi
tehnik nonfarmakologi untuk  Observasi reaksi
mengurangi nyeri, mencari bantuan) nonverbal dari
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan
dengan menggunakan manajemen nyeri  Gunakan teknik
 Mampu mengenali nyeri (skala, komunikasi terapeutik
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri untuk mengetahui
berkurang pengalaman nyeri
 Tanda vital dalam rentang normal pasien
 Kaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
 Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

5 Cemas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


kesulitan bernafas dan rasa selama 3 x 24 jam, pasien mampu :  Anxiety Reduction
takut sufokasi. (penurunan
 Anxiety control kecemasan)
 Coping  Gunakan pendekatan
 Impulse control yang menenangkan
 Nyatakan dengan jelas
Dengan Kriteria Hasil : harapan terhadap
pelaku pasien
 Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas  Jelaskan semua
prosedur dan apa yang
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
dirasakan selama
menunjukkan tehnik untuk mengontol
prosedur
cemas
 Pahami prespektif
 Vital sign dalam batas normal
pasien terhadap situasi
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
stres
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
 Temani pasien untuk
berkurangnya kecemasan
memberikan keamanan
dan mengurangi takut
 Berikan informasi
faktual mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis
 Dorong keluarga untuk
menemani anak
 Lakukan back / neck
rub
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Identifikasi tingkat
kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


kurang dari kebutuhan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Nutrition Management
tubuh berhubungan dengan  Kaji adanya alergi
faktor psikologis dan  Nutritional Status : food and Fluid makanan
biologis yang mengurangi Intake  Kolaborasi dengan ahli
pemasukan makanan  Nutritional Status : nutrient Intake gizi untuk menentukan
 Weight control jumlah kalori dan
nutrisi yang
Dengan Kriteria Hasil : dibutuhkan pasien.
 Anjurkan pasien untuk
 Adanya peningkatan berat badan sesuai
meningkatkan intake
dengan tujuan
Fe
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
 Anjurkan pasien untuk
badan
meningkatkan protein
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan
dan vitamin C
nutrisi
 Berikan substansi gula
 Tidk ada tanda tanda malnutrisi
 Yakinkan diet yang
 Menunjukkan peningkatan fungsi
dimakan mengandung
pengecapan dari menelan
tinggi serat untuk
 Tidak terjadi penurunan berat badan
mencegah konstipasi
yang berarti
 Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
 Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
 Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
 Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan berat badan
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
 Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
 Monitor lingkungan
selama makan
 Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

7 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan faktor- selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Teaching : disease
faktor pencetus asma. Process
 Kowlwdge : disease process  Berikan penilaian
 Kowledge : health Behavior tentang tingkat
pengetahuan pasien
Dengan Kriteria Hasil :
tentang proses
 Pasien dan keluarga menyatakan penyakit yang spesifik
pemahaman tentang penyakit, kondisi,  Jelaskan patofisiologi
prognosis dan program pengobatan dari penyakit dan
 Pasien dan keluarga mampu bagaimana hal ini
melaksanakan prosedur yang dijelaskan berhubungan dengan
secara benar anatomi dan fisiologi,
 Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang
menjelaskan kembali apa yang tepat.
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya  Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa
muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
 Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
 Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
 Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
 Hindari harapan yang
kosong
 Sediakan bagi keluarga
atau pasien informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
 Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan
cara yang tepat
 Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

8 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan batuk selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Activity Therapy
persisten dan  Kolaborasikan dengan
ketidakseimbangan antara  Energy conservation Tenaga Rehabilitasi
suplai oksigen dengan  Activity tolerance Medik
kebutuhan tubuh.  Self Care : ADLs dalammerencanakan
progran terapi yang
Dengan Kriteria Hasil :
tepat.
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa  Bantu klien untuk
disertai peningkatan tekanan darah, nadi mengidentifikasi
dan RR aktivitas yang mampu
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari dilakukan
(ADLs) secara mandiri  Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik,
emoi, social dan
spiritual

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Self Care assistane :
kelemahan fisik ADLs
 Self care : Activity of Daily Living  Monitor kemempuan
(ADLs) klien untuk perawatan
Dengan Kriteria Hasil : diri yang mandiri.
 Monitor kebutuhan
 Klien terbebas dari bau badan klien untuk alat-alat
 Menyatakan kenyamanan terhadap bantu untuk kebersihan
kemampuan untuk melakukan ADLs diri, berpakaian,
 Dapat melakukan ADLS dengan bantuan berhias, toileting dan
makan.
 Sediakan bantuan
sampai klien mampu
secara utuh untuk
melakukan self-care.
 Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang
normal sesuai
kemampuan yang
dimiliki.
 Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


faktor resiko prosedur selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Infection Control
invasif (Kontrol infeksi)
 Immune Status  Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien
 Dengan Kriteria Hasil : lain
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Pertahankan teknik
 Menunjukkan kemampuan untuk isolasi
mencegah timbulnya infeksi  Batasi pengunjung bila
 Jumlah leukosit dalam batas normal perlu
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
 Gunakan sabun
antimikrobia untuk
cuci tangan
 Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
 Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik
aseptic pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma
adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan.
Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
Biasanya pada asma diagnosa yang pertama kali muncul adalah klien merasakan sesak nafas
yang berhubungan dengan proses penyakit. Sebab pada saat pengkajian pada pasien asma
ditemukan bahwa pasien merasa susah dalam bernafas, berkeringat, anoreksia dan sulit
dikeluarkan.
Adapun tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dengan
memberikan kompres hangat, karena bila menggunakan kompres dingin dapat mempercepat
panas tubuh. Sementara, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang volume cairan
dengan memenuhi kebutuhan cairan melalui pemberian infus ringer laktat 5% (RL) atau
dekstrosa 5%.

B. SARAN
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i STIKES Mataram dapat
memahami konsep teori asuhan keperawatan dari ASMA.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In
Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada
Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai