Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yoga Hadi Saputra

Kelas : A
NIM : 20170430024

Paradigma Ilmu Ekonomi Islam

Metodologi dan Definisi


Paradigma yang digunakan dalam ekonomi Islam (Islamic Economics) adalah keadilan sosial
dan ekonomi sebagai tujuan utama, sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al-Hadid ayat 25
yang artinya “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-
bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan…” Tujuan utama ekonomi Islam adalah
realisasi kesejahteraan manusia melalui aktualisasi ajaran Islam. Dalam konteks inilah dapat
dipahami adanya beberapa definisi ekonomi Islam sebagai berikut:

 “Ekonomi Islam adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan Syariah yang mencegah
ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material agar
memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada
Allah dan masyarakat” (Hasanuzzaman, 1984).
 “Ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
masyarakat dalam perspektif nilai-nilai Islam” (Mannan, 1986).
 “Ekonomi Islam memusatkan perhatian pada studi tentang kesejahteraan manusia
yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya di bumi atas dasar kerja sama
dan partisipasi.” (Khan, 1994).

Menurut Zarqa (1992) ekonomi Islam (Islamic Economics) terdiri atas komponen berikut:
pertama, ajaran nilai berasal dari Al-Quran, Sunnah dan sumber-sumber lain, kedua,
pernyataan positif yang akan masuk dalam ekonomi Islam berasal dari ekonomi konvensional,
ketiga, pernyataan positif yang adal dalam ekonomi Islam berasal dari Al-Quran dan Sunnah,
keempat, hubungan antarvariabel ditemukan lewat observasi, analisis dan eksperimen
sebagai sumber ilmu. Oleh karena itu tugas ekonomi Islam lebih besar daripada ilmu ekonomi
konvensional (Chapra, 1996), tugas-tugas tersebut antara lain:
1. Mempelajari perilaku aktual individu dan kelompok, perusahaan, pasar, dan
pemerintah.
2. Menunjukkan jenis perilaku yang dibutuhkan untuk merealisasikan tujuan.
3. Harus menjelaskan mengapa ada para pelaku ekonomi tidak bertindak menurut jalan
yang seharusnya.
4. Harus menganjurkan cara bagaimana yang dapat membawa perilaku semua pemain
di pasar yang mempengaruhi alokasi dan distribusi sumberdaya sedekat mungkin
dengan tingkat yang ideal.

Positif vs Normatif
Ekonomi positif (positive economics) membahas mengenai realitas hubungan ekonomi,
sedangkan ekonomi normatif (normative economics) membicarakan mengenai apa yang
seharusnya dilakukan berdasarkan nilai tertentu.

Quran dan Sunnah tidak hanya berbicara pada dataran normatif saja, tetapi juga menyajikan
informasi positif. Misalnya dalam kutipan Al-Quran berikut ini:

 “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka


akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-
Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-
Nya lagi Maha Melihat”. (Q.S. Asy-Syuura: 27).
 “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia
melihat dirinya serba cukup”. (Q.S. Al-Alaq: 6-7)

Ayat-ayat ini menunjukkan bagaimana dampak kenaikan kekayaan/penghasilan yang


substansial terhadap perilaku manusia. Bukti-bukti memang menunjukkan bahwa manusia
biasanya cenderung melampaui batas bila merasa lebih kaya. Selain itu Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga memperingatkan kecenderungan serakahnya manusia:
“Andaikata seorang anak Adam telah memiliki harta benda sebanyak satu lembah, tentu ia
akan berusaha memiliki dua lembah. Dan andaikata ia telah memiliki dua lembah, tentu ia
akan berusaha untuk memiliki tiga lembah. Memang tidak ada yang dapat memenuhi
kehendak anak Adam melainkan tanah. Dan Allah akan memberi tobat bagi mereka yang
bertobat”. (H.R. Bukhari – Muslim).
Ada benang merah yang dapat ditarik dari kutipan Quran dan Sunnah di atas, yaitu bahwa di
satu sisi ada keinginan yang tak terbatas dari manusia terhadap kekayaan, di sisi lain,
keinginan tersebut dibatasi oleh aturan syariat Islam bila manusia menyadari dan mengingat
ganjaran dan hukuman di akhirat kelak. Oleh karena itu, Mannan (1993) menyatakan bahwa
aspek-aspek normatif dan positif saling berkaitan erat dalam ekonomi Islam. Mannan
menyimpulkan bahwa masalah dalam ekonomi Islam harus dipahami dan dinilai dalam rangka
ilmu pengetahuan sosial yang terintegrasi, tanpa memisahkan komponen normatif dan
positif.

http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/paradigma-ekonomi-islam.html , Dikutip
pada tanggal 6 Maret 2018 , pukul 05.16 WIB

Anda mungkin juga menyukai