Tentang
“Tinjauan Pendidikan dilihat dari Aspek Antropologis, Sosiologis dan Filosofis”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Pedagogik
Dosen: Drs. H. Azis Lukman Praja., M.Si
Disusun Oleh :
Dyana Koswara 155010009
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Dalam laporan ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan yang
dimiliki.
Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas tentang Tinjauan Pendidikan dilihat dari
Aspek Antropologis, Sosiologis, Filosofis dan Religius, yang saya sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Tugas ini disusun oleh penyusun dalam berbagai hambatan
dan rintangan, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun dengan penuh kesabaran
penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan tugas ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, sahabat-sahabat, sehingga kendala-kendala yang saya
hadapi alhamdulillah dapat teratasi.
Penyusunan tugas ini tercipta berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada dosen maupun wakil dosen mata
kuliah Pedagogik dan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada kami, sehingga
penyusunan tugas ini dapat terwujud dengan baik.
Adapun tujuan kami membuat tugas ini semoga dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa/i Universitas
Pasundan. Kami menyadari bahwa tugas yang kami buat masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengajar kami meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan tugas saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.
KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
3. Tujuan ……………………………………………………………………………… 2
BAB II ISI
1. Kesimpulan …………………………………………………………………….. 22
2. Saran ……………………………………………………………………………. 23
1. Latar Belakang
1. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendidikan dalam perspektif Antropologi?
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum, Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, serta untuk memperoleh
pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Sedangkan, Antropologi
pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan dengan analisis berdasarkan konsep-konsep dan pendekatan Antropologi.
(Nasution, 2004).
Antropologi pendidikan mencoba mengungkapkan proses-proses transmisi budaya atau
pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi. Selain itu, proses belajar
individu sebagai kegiatan sosial budaya merupakan pemahaman dari Antropologi Pendidikan,
termasuk di dalamnya peran pendidikan formal dan pendidikan informal. (Nasution, 2004).
Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal dapat dilakukan melalui enkulturasi
semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat yang sangat kompleks,
terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam
memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.
G.D. Spindler berpendirian bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap
pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan
dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan
sosial budayanya. (Hasojo, 1984).
Dengan mempelajari metode pendidikan kebudayaan maka antropologi bermanfaat bagi
pendidikan. Hal ini disebabkan karena kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat bersifat unik dan sukar untuk dibandingkan. Setiap penyelidikan yang dilakukan
oleh para ilmuwan akan memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi
pendidikan.
Semakin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukan waktu untuk
memahami kebudayaannya sendiri. Hal ini membuat kebudayaan di masa depan tidak dapat
diramalkan secara pasti, sehingga dalam mempelajari kebudayaan baru diperlukan metode
baru untuk mempelajarinya. Dalam hal ini pendidik dan antropolog harus saling bekerja
sama, dimana keduanya sama-sama memiliki peran yang penting dan saling berhubungan.
Pendidikan bersifat konservatif yang bertujuan mengekalkan hasil-hasil prestasi kebudayaan,
yang dilakukan oleh pemuda-pemudi sehinga dapat menyesuaikan diri pada kejadian-
kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan di luar kebudayaan serta merintis jalan
untuk melakukan perubahan terhadap kebudayaan. (Hasojo, 1984).
Setiap manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu seorang pendidik harus sedikit banyak
memahami latar belakang siswa, yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa. Oleh karena itu,
antropologi dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan.
Antropologi dalam pendidikan memiliki beberapa manfaat diantaranya :
Antropologi Pendidikan sebagai disiplin ilmu, kini banyak dikembangkan oleh para ahli yang
menyadari pentingnya kajian budaya pada suatu masyarakat. Antropologi di negara-negara
maju memandang salah satu persoalan pembangunan di negara berkembang adalah karena
masalah budaya belajar. Kajian budaya belajar kini menjadi perhatian yang semakin menarik,
khususnya bagi para pemikir pendidikan diperguruan tinggi. Perhatian ini dilakukan dengan
melihat kenyataan lemahnya mutu sumber daya manusia yang berakibat terhadap rentannya
ketahanan sosial budaya masyarakat dalam menghadapi krisis kehidupan. (Hasojo, 1984).
Teori antropologi pendidikan yang diorientasikan pada perubahan sosial budaya
dikategorikan menjadi empat orientasi, yaitu :
Orientasi teoritik yang fokus perhatiannya kepada keseimbangan secara statis. Teori
ini merupakan bagian dari teori-teori evolusi dan sejarah.
Orientasi teori yang memandang adanya keseimbangan budaya secara dinamis. Teori
ini yang menjadi penyempurna teori sebelumnya, yakni orientasi adaptasi dan tekno-
ekonomi yang menjadi andalannya.
Orientasi teori yang melihat adanya pertentangan budaya yang statis, dimana sumber
teori datang dari rumpun teori struktural.
Orientasi teori yang bermuatan pertentangan budaya yang bersifat global atas gejala
interdependensi antar Negara, dimana teori multikultural termasuk didalamnya.
(Hasojo, 1984).
Model pembelajaran ini diterapkan melalui muatan lokal. Materi disesuaikan dengan potensi
lokal masing-masing daerah di lingkungan sekolah. Sehingga siswa dapat mengenali potensi
budayanya sendiri, mengembangkan budaya, menumbuhkan cinta tanah air, dan
mempromosikan budaya lokal kepada daerah lain.
Guru mengajak siswa ke suatu tempat ( objek ) tertentu untuk mempelajari sesuatu dalam
rangka suatu pelajaran di sekolah. Metode karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu
mereka memahami kehidupan nyata dalam lingkungan beserta segala masalahnya. Misalnya,
siswa diajak ke museum, kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang
mengandung nilai sejarah atau kebudayaan tertentu. (Nasution, 2004).
Pendidikan Agama, tujuannya : membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
IPS, tujuannya : mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis
terhadap kondisi sosial masyarakat.
SBK, tujuannya : membentuk karakter peserta didik agar memiliki rasa seni dan
pemahaman budaya.
Modelling adalah metode pembelajaran dengan menggunakan model (guru) sebagai obyek
belajar perubahan tingkah laku yang kemudian ditiru oleh siswa. Modelling bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan fisik dan mental siswa. (Nasution, 2004).
Saya mendapatkan dari berbagai sumber bahwa Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang
dirangkai oleh selat, dan keadaan geogafisnya tidak merata. Faktor geografis suatu daerah
sangat berpengaruh pada jaringan komunikasi dan transportasi antar daerah maupun pulau.
Khususnya di daerah yang dikelilingi hutan belantara dan pegunungan yang tinggi, yang akan
menghambat proses informasi, sehingga akan berpengaruh pada pengetahuan penduduk di
sekitar.
Selain faktor geografisnya, di masing-masing daerah memiliki berbagai macam suku bangsa,
adat istiadat, sistem nilai, budaya yang berbeda. Misalnya : Suku Jawa, Sunda, Madura,
Dayak, Minang, Batak dan sebagainya. Sedangkan dari ras polynesia yang mendiami
Indonesia bagian timur, misalnya : Ambon, Timor, Irian Jaya. Keragaman budaya tersebut
telah memberikan pengaruh terhadap hubungan sosial masyarakat, sistem pendidikan, mata
pencaharian, dan pola berfikir manusia.
Dengan berbagai macam suku bangsa dan kebudayaan secara alamiah, dari dulu telah
berlangsung upaya pendidikan sebagai proses transmisi dan transformasi kebudayaan. Untuk
itu, pendidikan di masing-masing daerah berbeda dan disesuaikan dengan budaya daerah
tersebut. Proses pendidikan bangsa telah ada sebelum kedatangan penjajah dan memiliki
antropologis yang kuat.
Kurikulum yang sudah diterapkan pada masing-masing daerah berdampak pada
perkembangan pengetahuan yang berbeda dan mempengaruhi kemajuan masyarakat. Hal ini
tentunya berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan. Masyarakat perkotaan, memberikan pendidikan anaknya mulai tingkat dasar
sampai perguruan tinggi. Program pendidikan di sekolah terdiri dari : sekolah reguler, home
schooling, akselerasi, dan sekolah berstandar internasional (RSBI). (Nasution, 2004).
Selain itu, di kota merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan, sehingga memungkinkan
perkembangan pendidikan mudah dijangkau dan cepat. Berbeda dengan daerah pedesaan,
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi merupakan permasalahan. Hal ini dikarenakan
tingkat ekonomi penduduk yang masih minim, kesadaran orang tua akan pendidikan masih
kurang, akses lembaga pendidikan terbatas, dan angka migrasi tinggi. Hal ini menyebabkan
angka anak drop out dari keluarga kurang mampu tersebut tinggi. (Nasution, 2004).
Melihat permasalahan tersebut, maka peranan pendidikan sangat penting khususnya
penyusunan kurikulum oleh satuan pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan peserta didik. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pendidikan nasional dan
tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu kurikulum berbasis budaya lokal telah
memberikan sumbangan untuk lebih mengenal potensi budaya di masing-masing daerah,
sehingga peserta didik dapat mengenal potensi budayanya sendiri, dapat mengembangkan
potensi budaya, serta dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya (berwirausaha).
(Nasution, 2004).
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam implikasi antropologi, adalah sebagai berikut :
(Koentjaraningrat, 1990).
Setelah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka masyarakat ikut serta dalam merancang
kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, menentukan narasumber sebagai fasilitator,
dan ikut menilai hasil belajar.
Pada awal abad ke-20, sosiologi mempunyai peranan penting dalam pemikiran pendidikan,
sehingga lahirlah sosiologi pendidikan. Ditinjau dari etimiologinya istilah sosiologi
pendidikan terdiri atas dua kata yaitu sosiologi dan pendidikan. Jadi sepintas saja telah jelas
bahwa di dalam sosiologi pendidikan yang menjadi masalah sentralnya adalah aspek-aspek
sosiologi di dalam pendidikan.
Menurut H.P Fairchild dalam bukunya “Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa :
Sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
1. Goerge Payne, yang boleh disebut bapak sosiologi pendidikan memberikan konsepsi
bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok sosial, proses sosial, terdapat yang dinamakan dengan social
relationship, hubungan-hubungan sosial ataupun secara tehnis disebut interaksi sosial,
dimana di dalam dan dengan interaksi sosial itu individu memperoleh dan
mengorganisir pengalaman-pengalamannya. Inilah yang merupakan aspek-aspek atau
prinsip-prinsip sosiologisnya.
Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural atau usaha
mempertahankan status quo.
Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan
sebagainya.
Lingkup ini lebih condong menganalisis struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki
karakter berbeda dengan relasi sosial di dalam masyarakat luar sekolah, antara lain yaitu:
Di sini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan dengan kelompok-
kelompok sosial lainnya dalam masyarakat di sekitar sekolah/lembaga pendidikan.
Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu:
5. Untuk memahami seberapa jauhkah guru dapat membina kegiatan sosial anak
didiknya untuk mengembangkan kepribadian anak
Mengapa para guru dan calon guru harus memahami dan dibekali dengan sosiologi
pendidikan? Berikut alasna pentingnya mempelajari sosiologi pendidikan bagi guru
(Gunawan: 2000)
Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas, baik kebebasan yang dinikmati anak
dalam mengeluarkan buah pikiran, dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan
dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan kepribadiannya.
Kebebasan guru juga terbatas oleh kepribadian atasannya (kepala sekolah, pengawas,
kakanwil, sampai mendikbud) seluruhnya dipengaruhi, dibatasi, serta diarahkan pada
pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) dalam GBHN, Undang-Undang Pendidikan,
peraturan, dan sebagainya.
Anak dalam perkembangannnya dipengaruhi oleh orangtua/wali(pendidikan informal), guru-
guru(pendidikan formal), dan masyarakat(pendidikan nonformal). Keberhasilan pendidikan
disekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi
anak/siswa dengan lingkungan sosialnya(yang berlainan) dalam berbagai situasi yang
dihadapidi dalam maupun di luar sekolah.
Anak berbeda-beda dalam bakat atau pembawaannya, terutama karena pengaruh lingkungan
sosialnya yang berlainan. Pendidikan itu sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi yang
terjadi dalam interaksi sosial. Maka sudah sewajarnya bila seorang guru/pendidikan harus
berusaha menganalisis pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antarmanusia
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani, dari kata philos, yang berarti cinta,
senang, suka, dan kata sophia, yang berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan.
Menurut Hasan Shadini dalam Jalaludin (1997:9), filsafat adalah cinta kepada ilmu
pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Menurut Imam
Barnadib dalam Jalaludin (1997:9), filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan
sistematis.
Jadi filsafat dapat diartikan sebagai cara berfikir atau pandangan yang sistematis,
menyeluruh, dan mendasar tentang suatu kebenaran.
Menurut Al Syaibani dalam Jalaludin (1997:13), filsafat pendidikan adalah aktifitas pikiran
yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai cara untuk mengatur, dan
menyelaraskan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan
nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat
pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah
falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-
aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan
kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-
persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut John Dewey dalam Jalaludin (1997:13 ), filsafat pendidikan merupakan suatu
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir
(intekektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju kearah tabiat manusia, maka
filsafat dapat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga
akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu
hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda,
sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu
ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat
pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis
terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke
bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan,
sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat
pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat
penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah
cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan
filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan
penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada
khususnya.
Dalam buku filsafat pendidikan karangan Prof. Jalaludin dan Drs. Abdullah Idi
mengemukakan bahwa Jhon S. Brubachen mengatakan hubungan antara filsafat dan
pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan
tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat
secara bersama-sama.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, yaitu sebagai berikut :
1. Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam
memecahkan proplematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para
ahli.
2. Filsafat, berfungsi member arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran
filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan (paedagogik).
Dari uraian di atas dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan
pendidikan terdapat hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan
mempunyai peranan yang amat penting dalam suatu system pendidikan karena filsafat
merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan
kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya system pendidikan.
Filsafat mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis sehingga menjadikan
manusis berkembang, maka hal semacam ini telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar
dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Penuangan pemikiran ini dituangkan dalam
bentuk kurikulum. Dengan kurikulum itu sistem pengajaranya dapat terarah, lebih dapat
mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan peserta didik.
Untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan terdapat beberapa unsur yang
akan menjadi tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, yaitu antara lain :
Dasar pendidikan yaitu suatu aktifitas untuk mengembangkan dalam bidang pendidikan dan
pengembangan kepribadian, tentunya pendidikan memerlukan landasan kerja untuk memberi
arah bagi programnya. Sebab dengan adanya dasar juga dapat berfungsi sebagai semua
sumber peraturan yang akan dicitakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah
pelaksanaan dan langkah jalur yang menentukan. Tujuan pendidikan dapat diuraikan menjadi
4 macam, yaitu sebagai berikut:
Tujuan Institusional
Adalah perumusan secara umum pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh
lulusan suatu lembaga pendidikan.
Tujuan Kurikuler
Adalah perumusan pola perilaku dan pola kemampuan serta keterampilan yang harus dimiliki
oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
Tujuan Instruksional
Adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh peserta didik sesudah ia
menyelesaikan kegiatan instruksional yang bersangkutan.
Pendidik merupakan individu yang manpu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu
situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan peserta didik adalah anak
yang sedang tumbuh dan berkembang baik ditinjau dari segi fisik maupun segi perkembangan
mental.
Setiap anak memiliki pembawaan yang berlainan. Karena itu pendidik wajib senantiasa
berusaha untuk mengetahui pembawaan masing-masing anak didiknya, agar layanan
pendidikan yang diberikan sesuai dengan keadaan pembawaan masing-masing.
1. Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Pasal 1 butir 19 UU No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Tujuan pendidikan yang ingin dicapai itulah yang
menentukan kurikulum dan isi pendidikan yang diberikan. Dengan kurikulum dan isi
pendidikan inilah kegiatan pendidikan itu dapat dilaksanakan secara benar seperti apa yang
telah dirumuskan..
Hubungan kurikulum dengan pandangan filsafat adalah dalam bentuk kurikulum yang
dilaksanakan. Adapun salah satu tugas pokok dari filsafat adalah memberikan arah dari tujuan
pendidikan. Suatu tujuan pendidikan yang hendak dicapai itu haruslah direncanakan
(diprogramkan) dalam apa yang disebut kurikulum.
1. Sistem Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu
perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya
sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi),
srategi kegiatan dan tekdik penilaian yang sesuai. Sistem pendidikan merupakan suatu alat,
pendidikan merupakan suatu aplikasi dari kebudayaan, yang posisinya itu tidak netral
melainkan selalu bergantung pada siapa dan bertujuan apa pendidikan itu dilaksanakan.
Adapun hubungan filsafat pendidikan dengan sistem pendidikan yaitu :
Filsafat pendidikan sebagai suatu sumber lapangan studi bertugas merumuskan secara
normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hwkikat dan sifat hakikat manusia,
hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, sistem pendidikan yang
meliputi politik kependidikan, kepemimpinan pendidikan dan metodologi
pengajaranya, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan
masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Antropologi pendidikan adalah cabang spesialisasi yang
termuda dalam antropologi. Antropologi sebagai kajian manusia dan cara-cara hidup mereka,
yang muncul pada saat lahirnya gagasan oleh semangat etnografi, arkeologi, geologi dan
terutama di dorong oleh semangat Darwinisme. Dengan didorong oleh konsep evolusi
organisme, mulailah berkembang Antropologi dengan pandangan bahwa pada dasarnya
semua kebudayaan manusia berkembang melalui tahap-tahap yang menjurus kearah
kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Eropa dan Amerika.
Sedangkan dalam Pendidikan Sosiologis Guru adalah seorang administrator, informator,
konduktor, dan sebagainya, dan harus berkelakuan menurut harapan masyarakatnya. Dari
guru, sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral
tinggi demi masa depan bangsa dan negara. Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana
kelas, baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran, dan
mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam
pengembangan kepribadiannya.
Kebebasan guru juga terbatas oleh kepribadian atasannya (kepala sekolah, pengawas,
kakanwil, sampai mendikbud) seluruhnya dipengaruhi, dibatasi, serta diarahkan pada
pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) dalam GBHN, Undang-Undang Pendidikan,
peraturan, dan sebagainya.
Anak dalam perkembangannnya dipengaruhi oleh orangtua/wali(pendidikan informal), guru-
guru(pendidikan formal), dan masyarakat(pendidikan nonformal). Keberhasilan pendidikan
disekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi
anak/siswa dengan lingkungan sosialnya(yang berlainan) dalam berbagai situasi yang
dihadapidi dalam maupun di luar sekolah.
Anak berbeda-beda dalam bakat atau pembawaannya, terutama karena pengaruh lingkungan
sosialnya yang berlainan. Pendidikan itu sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi yang
terjadi dalam interaksi sosial. Maka sudah sewajarnya bila seorang guru/pendidikan harus
berusaha menganalisis pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antarmanusia
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Namun bila dipandang Pendidikan dalam pandangan filosofis disini adalah pendidikan
merupakan suatu system yang dalam pelaksanaannya, perlu menggunakan filsafat sebagai
acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Filsafat tersebut digunakan sebagai nilai-nilai dan
keyakinan-keyakinan filsafat yang menjiwai, mendasari, dan memberikan identitas
(karakteristik) suatu sistem pendidikan.
1. Saran
Semoga Materi yang saya sajikan bisa memberikan pengetahuan yang bertambah dan semoga
para pembaca menjadi lebih paham dan mengerti kajian pendidikan dilihat dari berbagai
aspek.
DAFTAR PUSTAKA
http://zulfahsmile.blogspot.co.id/2015/01/pendekatan-antropologi-dalam-
mengkaji.html (Diakses tanggal 15-05-2016 Pukul 18.00 WIB)
http://amboyaser.blogspot.co.id/2014/08/makalah-sosiologi-pendidikan-
pengertian.html (15-05-2016 / 18.04)
1987. Filsafat Pendidikan/ Sistem dan Metode. IKIP Yogyakarta.
Jalaluddin dan Abdullah, Idi. 2002. Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan
Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.2006.
(http://www.anekamakalah.com/2012/12/pendidik-dalam-perspektif-filosofis.html(12-
05-2016 / 15.56) )
Advertisements