B. ISI
1. Ergonomik
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja
yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Keduanya mengarah
kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working
life). Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang
berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja (Arif, 2009).
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “safety” dan bisanya
selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau
nyaris celaka (near miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan
keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari factor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan
pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinta kecelakaan. Dalam mempelajari factor-
faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakaan inilah berkembang berbagai
konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang
memusatkan perhatiannya pada factor penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada
yang lebih memperhatikan factor penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang
memusatkan perhatiannya pada factor penyebab pada perilaku manusia (Alamsyah, 2004).
2. Kesehatan
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris “health”, yang dewasa ini tidak hanya berarti
terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara
fisik, mental dan juga sehat secara social. Dengan demikiana pengertian sehat secara utuh
menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan
keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari factor-faktor yang dapat
menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan
berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan
lebih sehat (Sum’mamur, 1987).
Sebagaimana kita ketahui bahwa umumnya manusia selalu mempunyai pekerjaan
(work occupation) dan sebagian besar waktunya berada dalam situasi bekerja sehingga dapat
terjadi manusia akan menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh pekerjaannya atau
menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena alas an tersebut
berkembang ilmu yang dikenal dengan kesehatan kerja (occupational health). Kesehatan
kerja di samping mempelajari factor-faktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan
manusia menderita penyakit akibat (occupational disease) maupun penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaannya (work related disease) juga berupaya untuk
mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga
dalam meningkatkan kesehatan (healt promotion) pada manusia pekerja tersebut (Alamsyah,
2004).
Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa keselamatan dan kesehatan kerja pada
hakekatnya merupakan suatu pendekatan ilmiah dan sekaligus merupakan suatu program.
Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam
upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya
penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat
dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan adan keselamatan yang mungkin
terjadi. Kata lain hakekat dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah tidan berbeda dengan
pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal
yang tidak diinginkan (Sum’mamur, 1987).
3. Keselamatan
Keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil/
menghilangkan potensi bahaya/ risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan
dan kerugian yang mungkin terjadi. Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan
celaka, terlabih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu
mengenali (identity) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaskinya dan
seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asses, evaluate) bagaimana bahaya tadi
dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan
berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya (Tresnaningsih,
2007).
Pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung kepada sejauh mana faktor
ergonomi telah terperhatikan di perusahaan tersebut. Kenyataannya, kecelakaan kerja masih
terjadi di berbagai perusahaan yang secara administratif telah lulus (comply) audit sistem
manajemen K3. Ada ungkapan bahwa “without ergonomics, safety management is not
enough”. Keluhan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan kerja (work capability)
berupa kelainan pada sistem otot-rangka (musculoskeletal disorders) misalnya, seolah-olah
luput dari mekanisme dan sistem audit K3 yang ada pada umumnya. Padahal data
menunjukkan kompensasi biaya langsung akibat kelainan ini (overexertion) menempati
rangking pertama (sekitar 30%) dibandingkan dengan bentuk kecelakaan-kecelakaan kerja
yang lain (Yanri, 2009).
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak
ergonomik:
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja. antara 24-270C,
sirkulasi udara yang baik, pencahayaan yang baik, ketenangan lingkungan, getaran mekanis,
warna, dan bebauan. Adapun permasalahan lingkungan yang timbul antara lain
ketidakserasian kerja antara manusia dan lingkungan, adaptasi, dan tidak tersedianya alaat
bantu untuk keserasian tersebut.
Untuk menghindari hal tersebut diatas, maka suatu lembaga yang mengandalkan
pekerja manusia perlu memperhatikan segala bentuk aspek lingkungan. Aspek tersebut
meliputi interior dan eksterior. Interior maksudnya kondisi dalam ruangan yang tertata atau
tersusun tepat pada posisinya, contohnya letak berkas yang tidak terlalu jauh dengan posisi
pekerja dan letak mesin dengan frekuensi kebisingan yang tinggi jauh dari pekerja. Eksterior
maksudnya adalah kemampuan lembaga memposisikan wilayah strategis untuk memanjakan
pekerja. Contonya, dengan menempatkan kolam pancur dan taman di depan maupun di
belakang gedung.
2. Kesehatan Lingkungan
Selain kondisi lingkungan hal terpenting yang harus diperhatikan adalah pekerja itu
sendiri. Artinya, pekerja harus mampu mengatur jeda kerja dan staminanya dengan jalan
menghindari dehidrasi, emisi, dan hal lain yang dapat mengganggu kondisi fisik pekerja.
3. Kesehatan Mental
Kesehatan kerja akan tercapai apabila pekerja menganggap dirinya berkompetensi
dibandingkan pekerja lain. Kompetisi globalisasi harus dihadapi dengan kepercayaan diri
yang tinggi dengan berfikir memenangkan persaingan. Seorang pekerja akan dianggap dapat
memenangkan suatu kompetisi dengan cara dengan menekan biaya dan meningkatkan
produktivitas.
Dari hal tersebut diatas, ergonomic akan tercapai apabila kondisi fisik pekerja juga
dalam kondisi optimal. Setiap pekerja akan mencapai kesehatan fisik optimal apabila
memperhatikan tingkat konsumsi gizi, pemberdayaan tenaga yang baik, sikap tubuh yang
baik, dan efisisensi waktu. Pekerja harus memahami berapa takaran energy yang dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas tersebut. Energy atau gizi tersebut meliputi jumlah, kualitas,
frekuensi, selera, kebiasaan, kemampuan, dan variasi.
D. DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Undang-Undang Republik Indonensia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja . online. 2004. Available from url: www.nakertrans.go.id.
Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung,
1987. P. 65-72.
Tim Ergoinstitute. 2008. Kisah Sukses Penerapan Ergonomi. Ergo News. Edisi 3. Juni 2008.
Bandung.
Yanri, Z., M. Yusuf, A. W. Ernawaty. 1998. Kode Praktis ILO Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Kehutanan (Terjemahan Elias). International Labour Office. Ge
B. ISI
1. Ergonomik
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja
yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Keduanya mengarah
kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working
life). Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang
berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja (Arif, 2009).
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “safety” dan bisanya
selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau
nyaris celaka (near miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan
keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari factor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan
pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinta kecelakaan. Dalam mempelajari factor-
faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakaan inilah berkembang berbagai
konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang
memusatkan perhatiannya pada factor penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada
yang lebih memperhatikan factor penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang
memusatkan perhatiannya pada factor penyebab pada perilaku manusia (Alamsyah, 2004).
2. Kesehatan
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris “health”, yang dewasa ini tidak hanya berarti
terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara
fisik, mental dan juga sehat secara social. Dengan demikiana pengertian sehat secara utuh
menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan
keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari factor-faktor yang dapat
menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan
berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan
lebih sehat (Sum’mamur, 1987).
Sebagaimana kita ketahui bahwa umumnya manusia selalu mempunyai pekerjaan
(work occupation) dan sebagian besar waktunya berada dalam situasi bekerja sehingga dapat
terjadi manusia akan menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh pekerjaannya atau
menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena alas an tersebut
berkembang ilmu yang dikenal dengan kesehatan kerja (occupational health). Kesehatan
kerja di samping mempelajari factor-faktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan
manusia menderita penyakit akibat (occupational disease) maupun penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaannya (work related disease) juga berupaya untuk
mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga
dalam meningkatkan kesehatan (healt promotion) pada manusia pekerja tersebut (Alamsyah,
2004).
Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa keselamatan dan kesehatan kerja pada
hakekatnya merupakan suatu pendekatan ilmiah dan sekaligus merupakan suatu program.
Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam
upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya
penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat
dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan adan keselamatan yang mungkin
terjadi. Kata lain hakekat dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah tidan berbeda dengan
pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal
yang tidak diinginkan (Sum’mamur, 1987).
3. Keselamatan
Keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil/
menghilangkan potensi bahaya/ risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan
dan kerugian yang mungkin terjadi. Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan
celaka, terlabih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu
mengenali (identity) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaskinya dan
seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asses, evaluate) bagaimana bahaya tadi
dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan
berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya (Tresnaningsih,
2007).
Pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung kepada sejauh mana faktor
ergonomi telah terperhatikan di perusahaan tersebut. Kenyataannya, kecelakaan kerja masih
terjadi di berbagai perusahaan yang secara administratif telah lulus (comply) audit sistem
manajemen K3. Ada ungkapan bahwa “without ergonomics, safety management is not
enough”. Keluhan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan kerja (work capability)
berupa kelainan pada sistem otot-rangka (musculoskeletal disorders) misalnya, seolah-olah
luput dari mekanisme dan sistem audit K3 yang ada pada umumnya. Padahal data
menunjukkan kompensasi biaya langsung akibat kelainan ini (overexertion) menempati
rangking pertama (sekitar 30%) dibandingkan dengan bentuk kecelakaan-kecelakaan kerja
yang lain (Yanri, 2009).
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak
ergonomik:
C. PENUTUP
Kemampuan manusia dalam melakukan aktivitas tidak hanya dibatasi oleh
produktivitas yang tinggi. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah keamanan,
kenyamanan, efisiensi kerja, dan yang terutama adalah kesehatan. Dalam melakukan
aktivitasnya kesehatan fisik merupakan modal utama dalam pencapaian produktivitas kerja.
Suatu lahan pekerjaan hendaknya memiliki peraturan yang tidak hanya menguntungkan
perusahaan namun kondisi pekerjaannya juga.
Suatu program kerja perusahaan yang baik akan membawa dampak optimal bagi
kemampuan atau kebolehan pencapaian kerja yang maksimal, namun tetap memperhatikan
batasan manusia. Konseptual atau system yang dinamis akan terlihat dari cara kerja pekerja.
System ini akan dinamis apabila ditunjang dengan kondisi fisik pekerja yang baik.
Kecelakaan kerja dapat dihindari dengan melakukan pendekatan yang sifatnya kuratif
dengan jalan membatasi waktu dan beban kerja. Waktu optimal setiap manusia bekerja
umumnya tidak lebih dari 8 jam. Namun, ada beberapa lembaga yang mewajibkan pekerjanya
bekerja lebih dari 8 jam. Hal ini dapat diantisipasi dengan jalan member gaji tambahan per
jamnya.
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja. antara 24-270C,
sirkulasi udara yang baik, pencahayaan yang baik, ketenangan lingkungan, getaran mekanis,
warna, dan bebauan. Adapun permasalahan lingkungan yang timbul antara lain
ketidakserasian kerja antara manusia dan lingkungan, adaptasi, dan tidak tersedianya alaat
bantu untuk keserasian tersebut.
Untuk menghindari hal tersebut diatas, maka suatu lembaga yang mengandalkan
pekerja manusia perlu memperhatikan segala bentuk aspek lingkungan. Aspek tersebut
meliputi interior dan eksterior. Interior maksudnya kondisi dalam ruangan yang tertata atau
tersusun tepat pada posisinya, contohnya letak berkas yang tidak terlalu jauh dengan posisi
pekerja dan letak mesin dengan frekuensi kebisingan yang tinggi jauh dari pekerja. Eksterior
maksudnya adalah kemampuan lembaga memposisikan wilayah strategis untuk memanjakan
pekerja. Contonya, dengan menempatkan kolam pancur dan taman di depan maupun di
belakang gedung.
2. Kesehatan Lingkungan
Selain kondisi lingkungan hal terpenting yang harus diperhatikan adalah pekerja itu
sendiri. Artinya, pekerja harus mampu mengatur jeda kerja dan staminanya dengan jalan
menghindari dehidrasi, emisi, dan hal lain yang dapat mengganggu kondisi fisik pekerja.
3. Kesehatan Mental
Kesehatan kerja akan tercapai apabila pekerja menganggap dirinya berkompetensi
dibandingkan pekerja lain. Kompetisi globalisasi harus dihadapi dengan kepercayaan diri
yang tinggi dengan berfikir memenangkan persaingan. Seorang pekerja akan dianggap dapat
memenangkan suatu kompetisi dengan cara dengan menekan biaya dan meningkatkan
produktivitas.
Dari hal tersebut diatas, ergonomic akan tercapai apabila kondisi fisik pekerja juga
dalam kondisi optimal. Setiap pekerja akan mencapai kesehatan fisik optimal apabila
memperhatikan tingkat konsumsi gizi, pemberdayaan tenaga yang baik, sikap tubuh yang
baik, dan efisisensi waktu. Pekerja harus memahami berapa takaran energy yang dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas tersebut. Energy atau gizi tersebut meliputi jumlah, kualitas,
frekuensi, selera, kebiasaan, kemampuan, dan variasi.
D. DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Undang-Undang Republik Indonensia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja . online. 2004. Available from url: www.nakertrans.go.id.
Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung,
1987. P. 65-72.
Tim Ergoinstitute. 2008. Kisah Sukses Penerapan Ergonomi. Ergo News. Edisi 3. Juni 2008.
Bandung.
Yanri, Z., M. Yusuf, A. W. Ernawaty. 1998. Kode Praktis ILO Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Kehutanan (Terjemahan Elias). International Labour Office. Ge