Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua di dunia
setelah katarak. Pada tahun 2013, prevalensi kebutaan di Indonesia pada usia
55-64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun
ke atas sebesar 8,4%. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan
glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible). Hal ini
menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus
glaukoma. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2010,
diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma.
Glaukoma adalah penyakit yang menyerang saraf mata (optic nerve)
manusia, hingga terjadi kerusakan struktur dan fungsional saraf yang
bersesuaian. Kerusakan tersebut dapat terjadi secara mendadak atau perlahan
tergantung pada tekanan bola mata penderitanya. Kerusakan yang terjadi akan
menyebabkan gangguan penglihatan hingga akhirnya menyebabkan kebutaan
permanen (“infodatin-glaukoma.pdf,” 2015).
Sebagian besar glaukoma merupakan glaukoma primer. Orang
keturunan Asia lebih sering menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan
orang keturunan Afrika dan Eropa lebih sering menderita glaukoma sudut
terbuka. Faktor risiko utama adalah meningkatnya usia dan faktor keturunan.
Faktor risiko lain antara lain miopi tinggi, diabetes melitus, hipertensi dan
pengobatan dengan steroid lama (“infodatin-glaukoma.pdf,” 2015).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit glaukoma ?
2. Apa saja klasifikasi penyakit glaukoma ?
3. Apa etiologi penyakit glaukoma ?
4. Bagaimana Web Of Caution (WOC) penyakit glaukoma ?

1
5. Apa saja Manifestasi Klinis penyakit glaukoma ?
6. Bagaimana Pemeriksaan Fisik pada pasien glaukoma ?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang penyakit glaukoma ?
8. Apa saja Komplikasi yang terjadi akibat penyakit glaukoma ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien dengan penyakit glaukoma ?
10. Bagaimana Alogaritma penanganan penyakit glaukoma ?
11. SOP apa saja yang digunakan dalam penanganan penyakit glaukoma ?
12. Adakah Evidance Based Nursing (EBN) terkait penyakit glaukoma ?

C. Tujuan
Tujuan Umum
Menambah pengetahuan tentang penyakit glaukoma
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit glaukoma
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit glaukoma
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit glaukoma
4. Untuk memahami WOC penyakit glaukoma
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis penyakit glaukoma
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan fisik penyakit glaukoma
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang penyakit glaukoma
8. Untuk mengetahui Komplikasi penyakit glaukoma
9. Untuk memahami Asuhan Keperawatan pasien dengan penyakit
glaukoma
10. Untuk memahami Alogaritma penanganan penyakit glaukoma
11. Untuk mengetahui SOP apa saja yang digunakan dalam penanganan
penyakit glaukoma
12. Untuk mengetahui Evidance Based Nursing (EBN) terkait penyakit
glaukoma

2
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai
mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit
glaukoma.
2. Bagi pembaca
Diharapkan bagi pembaca dapat menambah wawasan mengenai
penyakit glaukoma.
3. Bagi pendidikan
Dapat menambah informasi mengenai penyakit glaukoma.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Kelainan glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokular, atrofi
papil saraf optik dan menyempitnya lapang pandang (Asicha, Iqbal, &
Armayanti, 2011).
Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan
oleh meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola
mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi dan
pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga merusak jaringan-jaringan
syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata.
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak
normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan
saraf penglihatan dan kebutaan (Utomo, 2010).
Glaukoma dalah suatu kelainan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intra ocular (TIO), yang menimbulkan kerusakan saraf
optikus, sehingga terjadi kelainan lapangan pandang dan gangguan visus yang
berakhir pada kebutaan.
TIO normal 10-22mmHg, variasi 1hari 2-8mmHg, saat tertinggi pada
pagi hari dan terendah pada sore hari. TIO ditentukan oleh banyaknya
produksi aqueous humor oleh corpus siliar dan hambatan-hambatan pada
aqueous tersebut di dalam bola mata.

4
B. Klasifikasi
Klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut (Utomo, 2010)
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang
meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang
secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueous
mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran
dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran
schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga
dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose
dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal.
Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang
timbul.

b. Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)


Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis
menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan
trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan
tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa
yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan
yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang
berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris

5
menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi
kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah
dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung
pada penyebab :
a. Perubahan lensa
b. Kelainan uvea
c. Trauma
d. Bedah

3. Glaukoma kongenital
a. Primer atau infantil
b. Menyertai kelainan kongenital lainnya

4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh,
bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras
seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan
penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa

6
sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan
glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar,
alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata
telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Berdasarkan Lamanya Glaukoma primer dibedakan menjadi 2 yaitu :


1. Glukoma Akut
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan
intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat
bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata,
atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling
banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40
tahun atau lebih.
c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-
obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan
emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema,
luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur,
uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca
pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1) Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata
dan daerah belakang kepala .
2) Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal
berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan
gejala glaukoma akut.
3) Tajam penglihatan sangat menurun.
4) Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.

7
5) Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6) Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7) Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang
positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8) Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9) Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat
kekeruhan media penglihatan.
10) Tekanan bola mata sangat tinggi.
11) Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan
tekanan. Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah
edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi
tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak
turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol
20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau
filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah
pengobatan medikamentosa.

2. Glaukoma Kronik
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan
tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi
mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis,
pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan
progresif.

8
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit
berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata
seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium
dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak
karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga
kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri
menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg
dan dianggap patologik diatas 25 mmHg. Pada funduskopi
ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding
cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil.
Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang
menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola
mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin
memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam
batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan
minum harus sedikit-sedikit.

C. Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Utomo, 2010)
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau
dicelah pupil

9
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Utomo, 2010)
1. Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.
Terdapat 2 % daripopulasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka
ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.
2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita
glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma.
Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan
anak-anak.
3. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena
glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang
lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan
bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis
mata.
4. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata
yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler
untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai
obat secara rutin lainnya.

10
D. Web Of Caution (WOC)

11
12
13
14
E. Manifestasi Klinis
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam
garis vertikal atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini
berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti
normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini.
Pada stadium lanjut keluhan klien yang muncul adalah sering menabrak
akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang
menjadi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain
adalah : (Utomo, 2010)
1. Mata merasa sakit tanpa kotoran.
2. Kornea suram
3. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
5. Nyeri di mata dan sekitarnya.
6. Udema kornea.
7. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8. Lensa keruh.
9. Tekanan bola mata yang tidak normal
10. Rusaknya selaput jala
11. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
berakhir dengan kebutaan.

F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksanan fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata yang
dapat menunjukan :
1. Untuk sudut terbuka primer
Melaporkan kehilangan penglihatan perifer lambat ( melihat
terowongan )
2. Untuk sudut tertutup primer :
a. Kejadian tiba-tiba dari nyeri berat pada mata sering disertai dengan
sakit kepala , mual dan muntah.

15
b. Keluhan-keluhan sinar halo, penglihatan kabur, dan penurunan
persepsi sinar.
c. Pupil terfiksasi secara sedang dengan sclera kemerahan karena
radang dan kornea tampak berawan.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Utomo,
2010) :
1. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina,
discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
2. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi
bila melebihi 25 mmhg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain
a. Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola
mata dengan cara sebagai berikut :
1) Penderita di minta telentang
2) Mata di teteskan tetrakain
3) Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas
4) Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk dan ibu jari
(jangan menekan bola mata penderita)
5) Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala
tonometer
Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola
mata dalam milimeter air raksa.
1) Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya
glaukoma.
2) Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita
glaukoma.

16
b. Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang
dipengaruhi kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan
tonometri aplanasi adalah
1) Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa
2) Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lendir
3) Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan
dinaikkan sehingga ingkaran tersebut mendekat sehingga bagian
dalam terimpit
4) Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang
memberi gambaran setengah lingkaran berimpit. Tekanan
tersebut merupakan tekanan bola mata.
5) Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20
mmHg dianggap sudah menderita glaukoma.
3. Pemeriksaan lampu-slit.
Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu
memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan
pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
4. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang
pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi.
Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan untuk
mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu
a. A-Scan-Ultrasan.
Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna,
mengukur mata untuk pemasangan implant lensa okuler dan
memantau adanya glaucoma congenital.

17
b. B-Scan-Ultrasan.
Berguana unutk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam
mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.

H. Komplikasi
Banyak pasien yang berada pada penyakit stadium akhir yang akan
merasakan terbatasnya bidang pandangan mereka, dan menyebabkan
hilangnya bidang penglihatan pusat.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
1) Riwayat keluarga positif ( diyakini berhubungan dengan
glaucoma sudut terbuka primer )
2) Tumor mata
3) Hemoragi intraokuler
4) Inflamasi intraokuler uveiti
5) Kontusio mata dari trauma.
b. Pemeriksanan fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata
c. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan respons emosional
terhadap kondisi dan rencana tindakan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) (00032) Ketidakefektifan pola nafas
2) (00204) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
3) (00027) Kekurangan volume cairan
4) (00002) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
5) (00085) Hambatan mobilitas fisik
6) (00038) Risiko trauma

18
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC
Keperawatan
1. (00032) NOC NIC
Ketidakefektifa  Status pernafasan : Manajement jalan nafas
n pola nafas ventilasi 1. Buka jalan nafas dengan
 Status pernafasan teknik chin lift atau jaw
Kriteria hasil thrust
1) Frekuensi pernafasan 2. Posisikan pasien untuk
normal : 16-20 x/i memaksimalkan ventilasi
2) Irama reguler 3. Identifikasi kebutuhan aktual
3) Tidak ada otot bantu / potensial untuk memasukan
nafas alat membuka jalan nafas
4) Tidak ada suara 4. Masukan alat NPA atau
nafas tambahan OPA
5) Tidak ada retraksi 5. Lakukan fisioterapi dada
dinding dada 6. Buang sekret dengan
6) SpO2 > 95% memotivasi pasien
7) Tidak sianosis 7. Instruksikan batuk efektif
8. Auskulasi suara nafas
Monitor pernafasan
9. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
10. Catat pergerakan
dada,penggunaan otot
bantu pernafasan
11. Monitor pola nafas
12. Monitor SpO2
2. (00204) NOC NIC
Ketidakefektifa  Perfusi jaringan : Manajement sensasi perifer
n perfusi Perifer 1. Monitor sensasi tumpul dan
jaringan perifer Kriteria Hasil : tajam dan panas dan dingin

19
1) CRT < 2 detik 2. Monitor adanya parathesia
2) Akral hangat dengan tepat
3) Denyut nadi teraba 3. Dorong pasien menggunakan
kuat bagian tubuh yang tidak
4) TD 120/80 mmHg terganggu untuk mengetahui
suhu makanan, cairan, air
mandi dll
4. Dorong pasien menggunakan
bagian tubuh yang tidak
terganggu dalam rangka
mengetahui tempat dan
permukaan suatu benda
Pengecekan kulit
5. Monitor warna,kehangatan,
bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada
ekstremitas
6. Dokumentasikan perubahan
membran mukosa
3. (00027) NOC NIC
Kekurangan  Keseimbangan Manajement cairan
volume cairan cairan 1. Timbang berat badan setiap
 Hidrasi hari dan monitor status
Kriteria Hasil : pasien
1) Balance cairan input 2. Hitung atau timbang popok
dan output dalam 24 dengan baik
jam 3. Jaga intake yang akurat dan
2) Turgor kulit baik catat output
3) Membran mukosa 4. Masukkan kateter urin
lembab 5. Monitor status hidrasi
4) Warna urin jernih 6. Monitor tanda-tanda vital
5) Bola mata tidak 7. Monitor indikasi kelebihan
cekung cairan/retensi

20
8. Monitor makanan/cairan
yang dikonsumsi dan hitung
asupan kalori harian
9. Berikan cairan dengan tepat
Manajement hipovolemi
10. Timbang berat badan
diwaktu yang sama
11. Monitor status
hemodinamik
12. Monitor adanya tanda-
tanda dehidrasi
13. Monitor adanya hipotensi
ortotatik dan pusing saat
berdiri
14. Monitor adanya sumber-
sumber kehilangan cairan
4. (00002) NOC NIC
Ketidakseimban  Status nutrisi Manajement gangguan makan
gan nutrisi :  Status nutrisi : 1. Dorong klien untuk
kurang dari asupan nutrisi mendiskusikan makanan
kebutuhan Kriteria Hasil : yang disukai bersama
tubuh 1) Asupan makanan dengan ahli gizi
adekuat 2. Timbang berat badan klien
2) BB normal secara rutin
3. Monitor asupan kalori
makanan harian
Manajement nutrisi
4. Identifikasi toleransi makana
yang dimiliki pasien
5. Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi makan
6. Tawarkan makanan ringan

21
yang padat gizi
Bantuan peningkatan berat
badan
7. Diskusikan kemungkinan
penyebab berat badan
berkurang
8. Monitor mual muntah
9. Kaji penyebab mual muntah
dan tangani dengan tepat
10. Berikan obat-obatan untuk
meredakan mual dan nyeri
sebelum makan
11. Dukung peningkatan
asupan kalori
12. Sediakan variasi makanan
yang tinggi kalori dan
bernutrisi tinggi
5. (00085) NOC NIC
Hambatan  Ambulasi Terapi latihan : Ambulasi
mobilitas fisik  Pergerakan 1. Sediakan tempat tidur
Kriteria Hasil : berketinggian rendah
1) Berjalan dengan 2. Tempatkan saklar posisi
langkah yang efektif tempat tidur di tempat yang
2) Keseimbangan mudah dijangkau
3) Bisa berkoordinasi 3. Bantu pasien untuk duduk di
sisi tempat tidur untuk
memfasilitasi penyesuaian
sikap tubuh
4. Bantu pasien untuk
berpindah
5. Sediakan alat bantu (tongkat,
walker atau kursi roda )

22
6. (00038) Risiko NOC NIC
trauma  Integritas jaringan Manajement lingkungan :
: kulit dan Keselamatan
membran mukosa 1. Identifikasi kebutuhan
Kriteria Hasil : keamanan pasien
1) Tidak terjadi abrasi 2. Identifikasi hal-hal yang
kornea membahayakan di
lingkungan
3. Singkirkan bahan berbahaya
dari lingkungan
4. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahan
berbahaya dan beresiko
5. Sediakan alat untuk
beradaptasi
Pencegahan jatuh
6. Identifikasi perilaku dan
faktor yang mempengaruhi
risiko jatuh
7. Identifikasi karakteristik dari
lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh
8. Tanyakan pasien mengenai
persepsi keseimbangan
9. Sediakan pencahayaan yang
cukup dalam rangka
meningkatkan pandangan
10. Sediakan lampu malam
hari di sisi tempat tidur
11. Sediakan permukaan lantai
yang tidak licin

23
J. Alogaritma
Terlampir

K. SOP Penanganan
Terlampir

L. Evidance Based Nursing (EBN)


Terlampir

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Glaukoma dalah suatu kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intra ocular (TIO), yang menimbulkan kerusakan saraf optikus,
sehingga terjadi kelainan lapangan pandang dan gangguan visus yang
berakhir pada kebutaan.
Glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma primer (glaukoma sudut
terbuka dan tertutup), glaukoma sekunder, glaukoma kongenital dan
glaukoma absolut, sedangkan berdasarkan lamanya glaukoma primer dibagi
menjadi akut dan kronik.
Penyebab glaukoma yaitu bertambahnya produksi cairan mata oleh
badan cilliary dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut
bilik mata atau dicelah pupil, sedangkan faktor resiko dari glaukoma yaitu
umur, riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma, tekanan bola mata
dan obat-obatan.
Tanda dan gejala glaukoma yaitu mata merasa sakit tanpa kotoran,
kornea suram, disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah,
kemunduran penglihatan yang berkurang cepat, nyeri di mata dan sekitarnya,
udema kornea, pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang, lensa keruh,
tekanan bola mata yang tidak normal, rusaknya selaput jala dan menciutnya
lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir dengan
kebutaan.
Pemeriksanan fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata
Pemeriksaan penunjang glaukoma yaitu Oftalmoskopi, tonometri,
pemeriksaan lampu-slit, perimetri dan pemeriksaan Ultrasonografi.
Komplikasi yang terjadi pada banyak pasien yang berada pada penyakit
stadium akhir yang akan merasakan terbatasnya bidang pandangan mereka,
dan menyebabkan hilangnya bidang penglihatan pusat.

25
Asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian : Riwayat atau adanya
faktor-faktor resiko, Pemeriksanan fisik berdasarkan pengkajian umum pada
mata dan Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan respons emosional
terhadap kondisi dan rencana tindakan. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul yaitu Ketidakefektifan pola nafas, Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer, Kekurangan volume cairan, Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh dan Risiko trauma.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca agar pada pembuatan makalah kami selanjutnya akan jauh
lebih baik. Untuk kurang dan lebihnya kami mohon maaf karena kami masih
pada tahap pembelajaran.

26
DAFTAR PUSTAKA

Asicha, N., Iqbal, M., & Armayanti, I. (2011). Karakteristik Penderita Glaukoma
Di Rumah Sakit Umum Dr. Soedarso Pontianak Tahun 2009-2010.
infodatin-glaukoma.pdf. (2015). Jakarta selatan: Kementerian kesehatan RI Pusat
Data dan Informasi.
Kementrian Kesehatan RI. InfoDATIN : Situasi Gangguan Penglihatan dan
Kebutaan. Jakarta; 2014:4.
Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN : Situasi dan Analisis Glaukoma. Jakarta;
2015:3.
Mahyani F. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Kunjungan
Ulang Pasien Glaukoma di Poli Mata RSUD dr. Moch. Ansari Saleh.
Banjarmasin; 2013:7-8.
National Council on Patient Information and Education. Enhancing Prescription
Medicine Adherence: A National Action Plan. Rockville; 2007:5.
Robin, A., & Grover DS. Compliance and adherence in glaucoma management.
Indian J Ophthalmol. 2011;2.
Utomo, W. J. B. (2010). Asuhan keperawatan glaukoma.

27

Anda mungkin juga menyukai