PENJARA
pengaturan mengenai sanksi pidana pokok dan pidana tambahan pada Pasal 10
KUHP. Pidana itu sendiri berasal dari kata straf (Belanda) yang lebih dikenal
Pidana” mengatakan, istilah hukuman berasal dari kata “straf” dan istilah
istilah yang inkonvensional, yaitu jika pidana menggantikan kata “straf” dan
diancam pidana untuk menggantikan kata “wordt gestraft”. Hal ini dapat
22
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed.II,
Cet.IX, Balai Pustaka, Jakarta, h. 360.
23
Mahrus Ali, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Ed. 1, Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 185.
24
25
dapat mempunyai arti luas dan berubah-ubah karena istilah tersebut dapat
berkonotasi dengan bidang yang cukup luas tidak hanya dalam bidang hukum,
tetapi juga dalam istilah sehari-hari seperti dibidang pendidikan, moral, agama
dan sebagainya. Oleh karena “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka
perlu adanya pembatas pengertian yang dapat menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat
pidana yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah straf, sedangkan
hukuman merupakan suatu istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis
sanksi baik dalam hukum perdata, administrasi, dan sebagainya. Istilah pidana
menurut Andi Hamzah dapat diartikan secara sempit yakni, sanksi yang berkaitan
syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas
delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara
pada delit itu.25 Secara lebih jelas H.L.A Hart dalam bukunya Yudi Wibowo
24
Andi Hamzah, 2008, Asas - Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, (selanjutnya
disingakat Andi Hamzah I) , h. 27.
25
Mahrus Ali, op.cit, h.186.
26
Punishment must :
a. involve pain or orther consequence normally considered unpleasant;
b. be for an actual or supposed for his offence;
c. be for an offence against legal rules;
d. be intentionally administered by human beings other than the offender;
be imposed and administered by an authority constited by a legal
system against with the offence is committed.26
Terjemahan bebas: Menurut H.L.A Hart, pidana harus meliputi 5 hal, yaitu :
a. rasa sakit atau sesuatu yang tidak menyenangkan;
b. ditujukan untuk perbuatan pidananya;
c. perbuatan tersebut melawan hukum;
d. dilakukan dengan niat jahatnya; dan
e. dihukum oleh kekuasaan yang berwenang untuk menangani kejahatan-
kejahatan. 27
Menurut Van Hamel dalam bukunya P.A.F dan Theo Lamintang yang
berjudul “Hukum Penitensier Indonesia”, arti pidana atau straf menurut hukum
Een bijzonder leed, tegen den overtreder van een door den staat gehanhaafd
rechtsvoorschrift, op den enkelen grond van die overtrading, van wage den
26
Yudi Wibowo Sukinto, 2013, Tindak Pidana Penyelundupan di Indonesia Kebijakan
Formulasi Sanksi Pidana, Cet I, Sinar Grafika, Jakarta, h. 98.
27
Ibid.
28
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2012, Hukum Penitensier Indonesia, Ed. 2, Cet 2,
Sinar Grafika, Jakarta, h. 33.
27
Terjemahan Bebas :
Pada umumnya jika dilihat dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa,
yang sengaja diberikan oleh badan hukum berwenang kepada seseorang, yang
melawan hukum. Akan tetapi disatu sisi tidak semua sarjana menyetujui pendapat
bahwa hakikat pidana adalah pemberian nestapa, hal ini diungkapkan oleh
Husman dalam bukunya Ninik Suparini yang berjudul “Eksistensi Pidana Denda
dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan” bahwa pidana menyerukan untuk tertib;
pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama yakni untuk mempengaruhi
penderitaan kepada pelaku tindak pidana agar menimbulkan efek jera. Akan tetapi
di satu sisi sanksi pidana juga harus membuat agar pelaku tindak pidana dapat
29
Ibid.
30
Ninik Suparini, 2007, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Ed.
1 Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, h.12.
28
hukum pidana sebagai pedang bermata dua. Di Indonesia pada Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana saat ini menggunakan double track system, yaitu
mempergunakan dua jenis sanksi yakni pidana dan tindakan hal ini bertujuan agar
keadilan. Jika ditinjau tujuan dari pidana itu sendiri dapat dilihat dari aliran-aliran
1. Aliran Klasik
Menurut aliran ini tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi
individu dari kekuasaan penguasa atau negara, sedangkan tujuan
pidananya adalah untuk memperjuangkan hukum pidana yang lebih adil
dan obyektif dalam penjatuhan pidana.
2. Aliran Modern Aliran Kriminologi
Tujuan hukum pidana menurut aliran ini adalah mengembangkan
penyelidikan terhadap kejahatan dan penjahat, asal-usul serta cara
pencegahan agar masyarakat terlindung dari kejahatan.31
Kedua aliran tesebut di atas pada dasarnya memiliki tujuan pidana yang
undangan baik itu kepada terdakwa ataupun korban. Pidana merupakan sanksi
yang dijatuhkan kepada seseorang sebagai upaya terakhir dalam sebuah perkara.
Perlu atau tidaknya hukum pidana dalam masyarakat terletak pada tujuan yang
sosial yang terjadi. Hal ini berarti bahwa kebijakan penegakan hukum termasuk
31
Ibid, h. 14.
29
dengan suatu sanksi yang berupa pidana. Mengingat hukum pidana hanyalah
penyaring dari sekian banyak perbuatan yang tercela, maka ada empat hal yang
Berkaitan dengan tujuan pidana yang garis besarnya telah disebut dimuka,
maka muncul lah teori-teori mengenai hal tersebut. Ada tiga golongan utama teori
gagasan tentang hak untuk menjatukan pidana yang keras. Teori ini
sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan, dengan alasan
sehingga dia harus menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Dari sinilah
32
Ibid, h.15.
30
sudah terlihat bahwa dasar utama teori absolut atau teori pembalasan adalah balas
dendam terhadap pelaku atau dengan kata lain, dasar pembenaran dari pidana
Menurut Johannes Andenaes, tujuan dari pidana menurut teori absolut ini
adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan (to satisfy the claims of justice),
Sementara itu, Kal O. Christiansen mengindentifikasi lima ciri pokok dari teori
absolut, yakni;
33
Ibid, h.16
34
Mahrus Ali, op.cit, h.187.
31
ditarik kesimpulan bahwa dasar pembenar dari pidana pada kejahatan itu sendiri
yakni, agar setiap perbuatan melawan hukum itu harus dibalas, karena keharusan
tersebut sifatnya mutlak. Hal tersebut dilakukan karena pada teori ini
Teori relatif atau teori tujuan merupakan teori yang berusaha mencari dasar
pembenar dari suatu pidana semata-mata pada satu tujuan tertentu, dimana tujuan
kejahatan dan tujuan untuk mencegah agar orang lain tidak melakukan
kejahatan.36
aliran ini adalah untuk mengurangi frekwensi kejahatan. Penganut teori ini
35
Mahrus Ali, op.cit, h.189.
36
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, op.cit, h. 15.
32
Secara umum ciri-ciri pokok atau karakteristik teori relatif ini sebagai berikut :
37
Muhamad Muladi, 2008, Politik Hukum Pidana, Bahan Kuliah Pertemuan ke 3, Medan,
(selanjutnya disingkat Muladi II), h.2.
38
Mahrus Ali, op.cit, h.191.
33
semata-mata pada suatu tujuan dari pemidanaan, yang tujuannya harus diarahkan
kepada suatu upaya agar dikemudian hari kejahatan yang telah dilakukan tidak
terulang lagi dan bisa dicegah. Adapun sifat pencegahan dari teori ini ada 2
macam, yaitu :
Teori ini memiliki sifat untuk menakut-nakuti agar membuat orang jera,
hal ini bertujuan agar semua masyarakat tidak melakukan kejahatan. Teori
dan ancaman yang berat dan menjatuhkan hukuman lebih berat dari
kesalahan si pembuat.39
Teori pencegahan khusus ini menyatakan bahwa tujuan pidana yang dingin
Teori relatif atau teori tujuan jika dilihat dari beberapa pengertian diatas dan
dilihat dari sifat pencegahannya maka teori ini dalam penjatuhan pidana dan
39
Andi Hamzah ,1986, Sistem Pidana dan Pemidana Indonesia dari Retribusi dan Reformasi,
Pradnya Paramita, Jakarta, (selanjutnya disingkat Andi Hamzah II), h.20.
40
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, loc.cit.
34
Teori gabungan merupakan suatu teori sebagai jalan keluar dari teori absolut
dan teori relatif yang belum dapat memberi hasil yang memuaskan. Teori
Tercapainya tujuan pidana tidak terlepas dari masalah pidana itu sendiri,
diterapkan cara, sarana atau tindakan apa yang akan digunakan, sehingga jelas
41
Yudi Wibowo, op.cit, h.105.
35
Tujuan pemidanaan selain yang disebut diatas dalam ayat (2) disebutkan
manusia, dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang tercantum di dalam RUU
KUHP tersebut merupakan penjabaran teori gabungan dalam arti yang luas. Ia
rasa bersalah pada terpidana. Dari penjabaran di atas terlihat bahwa tujuan
pemidanaan dapat berubah-ubah, karena dalam hal ini hukum pidana berfungsi
dalam masyarakat yang pada dasarnya gambaran masanya akan bergantung pada
Berdasarkan kajian baik teoritis maupun praktis pidana kerja sosial yang
kemerdekaan. Secara etimologi istilah “pidana kerja sosial” berasal dari dua kata
yaitu “pidana” dan “kerja sosial”. Pidana kerja sosial adalah suatu bentuk pidana
dimana pidana yang dijalani oleh terpidana dengan melakukan pekerjaan sosial
36
Istilah pidana kerja sosial dalam wacana ilmu hukum pidana, diterjemahkan ke
Secara sederhana “pidana kerja sosial” dapat diartikan sebagai pidana yang
berupa kerja sosial. Pidana kerja sosial merupakan jenis pidana yang berbeda
yakni :
42
Tongat, op.cit, h.7.
43
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradidalan Pidana, Penerbit Universitas Diponogoro,
Semarang, (selanjutnya disingkat Muladi III), h.139.
37
kerja sosial dapat diterapkan terhadap tindak pidana yang tidak terlalu berat dan
melebihi pidana denda katagori I.44 Penerapan pidana kerja sosial yang berlaku di
berbagai negara memiliki penegasan bahwa pidana kerja sosial harus atas
adanya konflik dengan berbagai konstitusi maupun traktat yang melarang kerja
paksa (force labour), sehingga hakim dapat menjamin bahwa terpidana memang
Pidana kerja sosial jika dilihat dari aspek perlindungan masyarakat maka
terpidana dapat terhindar dari stigmatisasi, kehilangan rasa percaya diri yang
44
Pasal 80 RUU KUHP Ayat (3) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan
katagori, yaitu :
a. Kategori I Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah);
b. Kategori II Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah);
c. Kategori III Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah);
d. Kategori IV Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);
e. Kategori V Rp 1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah); dan
f. Kategori VI Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah);
45
Tongat, op.cit, h.12.
38
dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam
dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib.47 Menurut Pasal 69 ayat (1)
ada lima macam hukuman yang dapat dikenakan terpidana karena telah melanggar
46
Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo,1990, Hukum Pidana, Dasar Aturan Umum,
Hukum Pidana Kodifikasi,Ghalia Indonesia, h.83.
47
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, op.cit, h.54.
48
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, op.cit, h.60-61.
39
Dilihat dari kedua pengertian di atas maka, pada intinya pidana penjara
Lembaga Pemasyarakatan dan mewajibkan orang tersebut taat pada tata tertib
yang belaku dalam lembaga pemasyarakatan. Pada masa yang lampau, di dunia
terpisah atau diasingkan dari terpidana penjara lainnya. Ada beberapa sistem
1. Sistem Pennsylvania
tahun 1829 dengan sistem, hukuman yang dijalani secara terasing dalam sebuah
49
sel dan yang dihukum itu hanya dapat berkontak dengan penjaga sel. Dalam
dosa yang telah ia perbuat dan akan dapat memperkokoh daya menolak tiap
pengaruh yang jahat. Harapan yang dibuat untuk sistem Pennsylviania oleh
konseptornya ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga dalam
49
Made Widnyana, 1988, Pidana Dan Permasalahannya, Jurusan Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.37.
50
Wirjono Prodjodikoro,2014, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia,PT. Refika Aditama,
Bandung, h.182.
40
melakukan sejenis pekerjaan tangan dan secara terbatas menerima tamu akan
2. Sistem Auburn
Auburn Amerika Serikat yang menentukan bahwa para hukuman pada siang hari
disuruh bersama-sama bekerja tetapi tidak boleh berbicara.52 Hal ini ternyata pada
prakteknya susah di terapkan karena perintah untuk tidak bicara itu bertentangan
3. Sistem Irlandia
Sistem Irlandia dalam bukunya Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi yang
berjudul “Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana” memaparkan bahwa sistem
bergaul satu sama lain sehingga pada akhirnya, setelah tiga perempat dari lamanya
untuk melatih yang terhukum agar menjadi seorang anggota masyarakat yang
baik. Sesuai dengan usaha reformasi (perbaikan dari yang terhukum) maka
hukuman penjara menurut sistem Irlandia tersebut dijalani melalui tiga tingkatan,
yaitu :
51
Made Widnyana, op.cit.,h.38.
52
Wirjono Prodjodikoro, op.cit, h,183.
53
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, 2014, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,
Prenadamedia Group,Jakarta, h.69.
41
lamanya hukuman penjara yang bersangkutan akan tetapi pada prakteknya kedua
5. Sistem Osborne
Dewasa ini, pidana penjara tidak lah sama dengan pidana penjara pada
waktu dulu yang dilakukan dengan cara menutup para terpidana di menara-
54
Made Widnyana, op.cit., h.41.
55
Made Widnyana, op.cit., h.42.
56
Made Widnyana,loc.cit.
42
ditunjukan kepada penjahat yang menunjukkan watak buruk dan nafsu jahat.
Hukuman penjara diatur dalam Pasal 12 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling
lama lima belas tahun berturut-turut.
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh
tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh
memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara
selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan
pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima
belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan,
pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi
dua puluh tahun.
tahun, hal ini merupakan batas maksimal yang diambil dari sistem pidana Jerman,
hal-hal yang bersifat khusus seperti telah terjadinya suatu pengulangan atau
merupakan salah satu bentuk dan jenis pidana yang paling sering digunakan dalam
prakteknya yang membuat narapidana tidak menjadi lebih baik. Pada prakteknya
57
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, op.cit, h.65.
43
dibidang kejahatan, hal ini didasarkan pada budaya prilaku yang ada dalam
penjara dimana “penjahat kelas teri” harus tunduk dan taat pada “penjahat kelas
kakap” yang sering kali secara tidak langsung “penjahat kelas teri” mempelajari
melakukan tindak kejahatan. Selain itu adanya stigma negatif bagi narapidana
dalam masyarakat.
pidana penjara menuai banyak kritikan baik dari para ahli maupun masyarakat
yang menganggap pidana penjara dewasa ini kurang efektif dalam mencapai
tujuan pemidanaan itu sendiri. Secara garis besar kritik tersebut terdiri dari kritik
yang moderat dan kritik ekstrem. Kritik moderat pada intinya masih
yang ekstem menghendaki hapusnya sama sekali pidana penjara.58 Menurut Barda
a. Kritik dari straftmodus melihat dari sudut pelaksanaan pidana penjara, dari
sudut sistem pembinaan atau treatment dan kelembagaan atau institusinya.
b. Kritik dari sudut strafmaat melihat dari sudut lamanya pidana penjara,
khususnya ingin membatasi atau mengurangi penggunaan pidana penjara
jangka pendek.
58
Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cet.1,Citra Aditya Bakti,
Bandung, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi III) h.33.
44
yang mengkritik pidana penjara secara ekstrem. Salah satu tokoh gerakan “prison
“The institution of prison and imprisonment are tobe for ever abolished,
entirely and totally, no trace should be lift of this darkside inhuman history”
Terjemahan Bebas:
Pada umum kritikan pidana pejara yang dilakukan oleh para ahli lebih
menitik beratkan pada pidana penjara pendek. Pidana penjara itu sendiri tidak bisa
pendek yang kemudian menjadi sorotan oleh para ahli. Salah satu ahli yang
berpendapat bahwa pidana penjara pendek tidak membuat perubahan yakni adalah
S.R. Brody. S.R dalam bukunya Barda Nawawi yang berjudul kapita selekta
hukum pidana menyatakan bahwa lamanya waktu yang dijalani di dalam penjara,
59
Ibid, h.34.
60
Ibid, h. 33.
45
Tidak ada bukti bahwa pidana penjara yang lama, membawa hasil yang lebih baik
Pidana penjara baik itu pidana penjara jangka pendek pada dasarnya dapat
tujuan dari pidana itu sendiri tidak dapat berjalan dengan optimal.
perubahan dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dalam
menambahkan pidana kerja sosial sebagai salah satu jenis pidana pokok.
Diadopsinya pidana kerja sosial dalam sistem hukum pidana Indonesia tidak
terlepas dari tekad untuk menjadikan hukum pidana di Indonesia yang tidak saja
Pidana kerja sosial dibeberapa negara Eropa merupakan sanksi pidana yang
menjadi suatu alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan atau yang lebih
dikenal dengan pidana penjara. Jika dilihat dari segi ekonomi maka
dari kenyataan bahwa biaya yang harus dikeluarkan negara untuk membiayai
61
Ibid, h. 39.
46
pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan sangat besar baik itu dari segi
makanan maupun pakaian. Pidana kerja sosial dirasa sangatlah penting untuk
adanya beberapa dampak negatif dari pidana penjara itu sendiri yakni :
Pemaparan di atas jika ditinjau dari segi kemanusiaan sangatlah jauh dengan
tujuan pemidanaan yang menjadikan orang yang baik dan berguna serta dapat
membebaskan rasa bersalah pada terpidana, selain itu dari segi narapidana yang
62
C.I.Harsono,1995, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta, h.60.
47
terkadang hak asasinya di langgar baik secara langsung maupun tidak langsung,
hal ini lah yang dapat menjadi dasar bahwa perlu adanya alternatif dari pidana
penjara itu sendiri dan salah satu alternatif yang bisa digunakan yakni pidana
kerja sosial. Adanya pidana kerja sosial sebagai alternatif pidana penjara dapat
secara umum membawa dampak positif bagi terpidana yakni akan meniadakan
stigmatisasi seorang terpidana sebagai “penjahat” dan jika dilihat segi ekonomi
maka pidana kerja sosial dapat menekan biaya negara karena pemerintah tidak
perlu mengeluarkan uang terlalu besar untuk kebutuhan narapidana selama ada di
Lembaga Pemasyarakatan.