Ifa Lapsus
Ifa Lapsus
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
The World Allergy Organization (WAO) pada Oktober 2003 telah
menyampaikan revisi nomenklatur penyakit alergi untuk digunakan secara global.
Alergi adalah reaksi hipersentivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi.
Pada keadaan normal mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular
tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau
gangguan mekanisme ini akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang
disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas sendiri berarti gejala atau tanda
yang secara objektif dapat ditimbulkan kembali dengan diawali oleh pajanan terhadap
suatu stimulus tertentu pada dosis yang ditoleransi oleh individu yang normal.1
Menurut Japanese Ocular Allergology Society, konjungtivitis alergi adalah
peradangan pada konjungtiva yang diperantarai reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang
disertai dengan gejala subyektif dan objektif (Takamura et al., 2011). Pada sebagian
besar penderita, konjungtivitis alergik merupakan bagian dari sindroma alergi yang
lebih luas, misalnya rinitis alergika musiman. Tetapi konjungtivitis alergika bisa
terjadi pada seseorang yang mengalami kontak langsung dengan zatzat di dalam
udara, seperti serbuk sari, spora jamur, debu dan bulu binatang.2
Konjungtivitis alergi tidak hanya menyerang bagian konjungtiva saja, tetapi
juga memengaruhi struktur mata lain seperti kelopak mata, kornea dan tear film.
Gejala dan tanda konjungtivitis yang muncul dipengaruhi beberapa hal yaitu genetik,
lingkungan, mikrobiota pada mata dan mekanisme pengaturan imun (Robles-
Contreras et al., 2011). Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu
grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokoknjungtivitis atopic dan konjungtivitis
papilar raksasa (Vaughan, 2010).3
Vernal Keratoconjunctivitis umumnya terjadi di daerah yang beriklim hangat
atau tropis pada bulan hangat, namun bisa juga dijumpai di daerah utara seperti
Amerika Serikat dan Kanada (Jun et al., 2008 dalam La Rosa et al., 2013). VKC lebih
sering menyerang laki-laki dengan kelompok usia terbanyak pada usia 11-13 tahun
dan jarang terjadi pada usia dewasa. Sifat dari VKC adalah kronik dengan
karakteristik self-limiting dan tidak ada penurunan visus (Sanchez et al., 2011).
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada
konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah
gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis
berat.4
2
1.2.Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan kasus ini yang meliputi:
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir dan ujian dibagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.
2. Sebagai gambaran untuk pengetahuan mengenai penyakit konjungtivitis alergi
dan beberapa faktor resikonya beserta penularan dan pencegahannya di
lingkungan wilayah kerja Puskesmas Kawatuna.
3
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Laporan Kasus
a. Identitas Pasien
Nama : An. S P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 7 Tahun
BBL : 20 kg
Tanggal Lahir : 9 Mei 2010
Alamat : Jl. BTN Lasoani Blok W No.16, Kec. Palu Selatan
b. Identitas ayah & ibu
Nama Ibu : Ny. M Nama Ayah : Tn. F
Umur : 41 tahun Umur : 37 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang makanan Pekerjaan : Wiraswasta
C. Deskripsi kasus
Anak laki-laki usia 7 tahun 1 bulan dibawa oleh Ibunya dengan
keluhan sejak 3 hari yang lalu pasien mengeluhkan sebelah matanya merah
ketika melihat matahari atau cahaya yang sangat terang atau ketika terkena
debu. Keluhan tersebut disertai dengan keluarnya air mata yang banyak, mata
bengkak dan sangat gatal, terdapat kotoran tetapi berwarna bening atau jernih.
Menurut pasien walaupun mata merah namun ketajaman mata masih baik.
Pasien sudah berusaha mengobatinya dengan tetes mata yang dibelinya
diwarung tapi belum membaik.
4
Riwayat penyakit sebelumnya ; pasien pernah mengalami keluhan serupa dan
tidak pernah sampai dirawat di RS atau Puskesmas, Riwayat demam (+), Riwayat
Alergi (+), Riwayat influenza (+).
Riwayat penyakit keluarga ; Ayah, kakek dan kakak laki-laki pasien merupakan
seorang perokok aktif. kakak perempuan pasien menggunakan kacamata. Nenek
pasien memiliki riwayat penyakit asma. Paman pasien memiliki riwayat penyakit
yang sama dengan pasien.
Genogram
Riwayat kebiasaan dan lingkungan ; Pasien mandi 2 kali sehari yakni pagi dan
malam menggunakan air yang berasal dari PAM dan air untuk dikonsumsi berasal
dari sumber yang sama.Pola istirahat pasien sangat tidak teratur dan pasien tidur
bersama Ibu dan Ayahnya.Kebiasaan memotong kuku di lakukan 2 minggu
sekali.Pulang sekolah pasien langsung ke warung tempat Ibunya berdagang dan
bermain hingga petang sampai Ibunya menutup warung.Pasien juga mempunyai
5
kebiasaan mengucak-ngucak matanya ketika terasa gatal tanpa mencuci tangan
terlebih dahulu.
Riwayat kehamilan dan persalinan ; Pasien merupakan anak terakhir dari tiga
bersaudara. Jarak kelahiran antara anak pertama dan kedua adalah dua tahun dan
dari anak kedua ke pasien adalah tiga belas tahun. Usia ibu saat mengandung
pertama kali berusia 20 tahun. Selama hamil ibu rutin memeriksakan
kehamilannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Ibu pasien tidak mengalami
kelainan selama mengandung. Pasien lahir normal dengan BBL 3500 gr ditolong
oleh dukun. Usia kehamilan cukup bulan. Tidak ada kelainan saat neonatal.
Asupan makanan; Asi sejak lahir sampai usia 2 tahun, sambil pasien
diberikan makanan tambahan berupa bubur saring, sayuran dan telur puyuh sejak
umur 11 bulan.
Riwayat imunisasi; Ibu pasien rutin membawa pasien untuk mendapatkan
imunisasi, imunisasi yang diberikan terakhir pada Tahun 2016 di sekolah di
wilayah kerja Puskesmas Singgani.
Riwayat Sosial Ekonomi; Sumber penghasilan keluarga berasal dari Ibu pasien
sebagai penjual makanan.
Status gizi; untuk status gizi pasien masuk dalam kategori gizi cukup.
6
Riwayat Sosial dan Lingkungan:
o Pasien tinggal di area perumahan padat penduduk, dekat dengan tempat
pelayanan kesehatan, tidak jauh dari jalan raya dan pasar.
o Pasien tinggal dengan ibu, ayah, nenek, kakek dan 2 orang saudaranya.
o Satu ruang tamu seluas ± 6 x 7 meter memiliki 3 jendela besar.
o Tiga ruang tidur seluas ± 4 x 5 meter yang masing-masing ruang di isi 1-2
orang. Ketiga kamar memiliki jendela.Pasien tidur bersama ibu dan Ayahnya.
o Satu ruang keluarga dan satu ruang menonton seluas ± 7 x 8 meter.Di ruang
keluarga terdapat 1 lemari dan 1 sofa.Di ruang menonton terdapat 3 lemari, 2
meja, 2 kursi, 1 lemari pendingin dan 1 TV dan terdapat pintu samping.Dalam
dapur terdapat lemari makanan sekaligus lemari piring, meja dan kursi makan,
mesin cuci.Di dapur juga sekaligus terdapat tempat mencuci piring, 1 kamar
mandi dan 1 pintu menuju halaman belakang.Pengelolaan makanan dan air
minum melaui kompor.Makanan yang ada di tutup dalam tudung saji. Selesai
makan, peralatan makan langsung di cuci.
o Pencucian baju menggunakan mesin cuci dan sekaligus di keringkan pada
mesin tersebut.
o 2 kamar mandi yang di gabung wc seluas ±2 x 2 meter dengan 1 ventilasi. Tipe
wc jongkok. Sabun yang di gunakan merupakan sabun batang.Air berwarna
keruh dan tidak berbau.
o Dinding rumah terbuat dari beton, terdapat plafon, ventilasi kurang dan lantai
rumah beralas tehel.
o Dihalaman belakang terdapat kandang ayam, gubuk bersantai dan tempat
berjemur pakaian seluas ± 8 x 12 meter.
o Terdapat pekarangan di halaman depan rumah seluas ± 2 x 12 meter.
o Sumber air yang di gunakan berasal dari PDAM.
o Sampah rumah tangga di isi dalam kantong plastik. Sampah basah dan sampah
kering di gabung. Sampah di buang di tempat pembuangan akhir. Jarak antara
7
rumah pasien dan tempat pembuangan akhir ± 5 km. Sampah di buang 4 kali
dalam seminggu.
o Pendapatan keluarga berasal dari Ibu, dimana Ibu pasien bekerja sebagai
pedagang makanan.
8
Gambar 3. Kondisi ruang tamu pasien
9
Gambar 4. Kondisi Ruang tengah Pasien
10
Gambar 6. Kondisi Kamar Tidur Pasien Gambar 7. Kondisi Kamar Mandi
11
Gambar 7. Kondisi dapur pasien
Kesadaran : composmentis
Suhu : 37oC
HR : 80 x/menit
RR : 24 x/menit
12
2. Menilai Pertumbuhan :
Berat Badan : 20 kg
Panjang Badan : 70 cm
Lingkar Lengan : 11 cm
3. Penampakan Umum :
Aktivitas : Aktif
4. Kepala
13
Mulut : Mukosa sianosis (-).
5. Leher
6. Thoraks
7. Abdomen
8. Uro- Genitalia
Normal
10. Ekstremitas
Atas : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/-
14
Bawah : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/-
11. Kulit
Ikterus (-), ruam (-), pustula (-), kering(-)
Turgor kulit normal
Kelainan kulit lainnya (-)
11. Vertebrae
Kelainan (-)
Diagnosis Kerja :
Konjungtivitis Alergi
Medikamentosa
Dexametason 3 tab/ 3x1
Ctm 3 tab / pulv IX
Truvit syr. 1 x 1 cth
Non Medikamentosa
Edukasi:
suatu allergen berupa zat-zat di dalam udara, seperti serbuk sari, spora
15
Hindari bermain terlalu sering di luar ruangan dimana banyak terdapat
allergen pemicu.
beristirahat pasien.
makanan yang bergizi terutama untuk mata pasien seperti wortel, hati
oranye.
dari mata yang sakit ke mata yang sehat, atau dari pasien ke orang-
16
BAB III
PEMBAHASAN
hidup sehat yang diperkenalkan oleh Dr. Hendrick L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu
faktor biologis (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,
Berdasarkan hasil penelusuran kasus ini, jika mengacu pada konsep kesehatan
masyarakat, maka dapat dilihat beberapa faktor yang menjadi faktor resiko terhadap
1) Faktor Genetik
faktor genetik, karena maturitas barrier imunitas dari ibunya belum sempurna,
sehingga belum dapat melindungi tubuh dengan maksimal. Selain itu, sekresi
enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein, belum dapat bekerja
berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan
barier yang berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat
terjadi akibat faktor polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu
17
tertentu.Berdasarkan hasil anamnesis, ditemukan bahwa paman pasien
memiliki riwayat alergi yang sama, dalam hal ini menunjukan bahwa faktor
2) Faktor Lingkungan
Pada sebagian besar penderita, konjungtivitis alergik merupakan
bagian dari sindroma alergi yang lebih luas, misalnya rinitis alergika
musiman. Dimana pada riwayat penyakit dahulu bahwa pasien sudah tiga kali
datang berobat ke puskesmas kawatuna dengan keluhan yang sama yaitu
demam, beringus, batuk dan gatal di area hidung dan bibir. Juga konjungtivitis
alergika bisa terjadi pada seseorang yang mengalami kontak langsung dengan
zat-zat di dalam udara, seperti serbuk sari, spora jamur, debu dan bulu
binatang. Yang dimana pada kenyataannya, pasien adalah seorang anak-anak
yang mempunyai aktivitas yang lebih banyak di luar ruangan tepatnya di
pinggir jalan raya yang notabene adalah pusat debu. Hal ini menunjukkan
bahwa lingkungan pasien juga berperan penting sebagai pencetus penyakit
pasien.
3) Faktor Perilaku
Konjungtivitis alergi juga dapat terjadi dan menular akibat adanya
kontak langsung dengan allergen atau berpindahya sekret dari mata yang sakit
ke mata yang sehat. Yang ditinjau dari perilaku pasien dimana pasien setiap
harinya bermain di luar ruangan kemudian mandi ketika malam hari yang
berarti bahwa kebersihan diri tidak terjaga. Juga pasien adalah seorang anak-
anak yang sama sekali belum pemperhatikan perilakunya yang akan
menyebabkan ia terkena penyakit, contohnya kebiasaan pasien yang tidak
disadari seperti mengucak mata, tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
18
4) Faktor Pelayanan kesehatan
Kurangnya kasus konjungtivitis alergi sehingga informasi mengenai
penyakit tersebut kurang di paparkan kepada masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Kawatuna. Serta konjungtivitis alergi yang dialami pasien adalah
kasus pertama didalam keluarga pasien sehingga dalam pencegahan, cara
penularan dan penanganan awalnyapun tidak di ketahui oleh keluarga pasien.
19
BAB IV
PENUTUP
20
DAFTAR PUSTAKA
1. http://eprints.undip.ac.id/46316/3/Luh_Putu_Uthari_22010111110084_Lap.K
TI_Bab2.pdf
2. http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/G0012088_bab2.pdf
3.
21