Anda di halaman 1dari 3

A.

Latar Belakang
Di Indonesia, sistem pembayaran pelayanan kesehatan dengan pola casemix berbasis
Indonesian DRG (INA-DRG) telah mulai diterapkan untuk pembiayaan Jaminan Kesehatan
Masyarakat miskin (Jamkesmas) di beberapa RS Pilot sejak tahun 2006 lalu, dan terus
berkembang hingga kini. Dalam perkembangannya, INA-DRG kemudian bertransformasi
menjadi INA-CBG (Indonesia Case Base Groups). Seiring waktu, penggunaan sistem ini
telah diperluas hingga sebagian besar fasilitas pelayan kesehatan menggunakan pola
pembayaran case-mix yang dikelolah oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) mulai
tahun 2014
Dengan adanya sistem pembiayaan model case-mix, terjadi perubahan yang
signifikan pada aspek pengelolaan dokumen rekam medis, khususnya terkait koding data
klinis sebab proses ‘grouping’ di aplikasi INA-CBG’s mengguanakan koding diagnose dan
klinis. Besaran klaim yang dibayarkan sangat tergantung dari kode DRG yang dihasilkan.
Oleh karena itu, pada beberapa penelitian ditemukan adanya RS yang mengalami ‘kerugian’
akibat ketidaksesuaian jumlah klaim yang dibayar dengan besaran biaya yang telah
dikeluarkan oleh RS untuk suatu pelayanan (Junadi, 2010). Bahkan ada pula klaim yang
tidak dibayarkan atau ditolak, karena tidak dapat diolah oleh sistem ‘grouping’ DRG. Dan
berdasarkan penelitian, hal ini terutama disebabkan oleh ketidakakurasian kode diagnosis
dan prosedur medis (Danuri, 2009).
Keakurasian kode diagnosis dan prosedur medis dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor utama tentunya adalah tenaga koding (coder). Coder adalah tenaga rekam medis
sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis
maupun prosedur medis yang sudah ditetapkan, (Depkes, 2006). Karakteristik koder yang
berpengaruh terhadap akurasi koding yang dihasilkan, antara lain meliputi ; latar belakang
pendidikan, pengalaman dan lama kerja, serta pelatihan-pelatihan terkait yang pernah
diikuti. Faktor lain adalah Dokter yang menuliskan diagnosis dan prosedur yang dilakukan;
kelengkapan berkas dalam dokumen rekam medis; sarana dan prasarana koding; serta
kebijakan terkait koding yang dikeluarkan oleh RS.
Beberapa penelitian menyebutkan keakuratan koding diagnos dan prosedur medis di
Indonesia mencapai 30-70%. Salah satu hasil penelitian sebelumnya oleh Purnamasari,
(2012) di RSUD Simo Boyolali dengan yang diketahui bahwa dari 74 sampel yang
digunakan terdapat ketidakakuratan kode diagnosis sebesar 22% (16 Dokumen). Dari 16
Dokumen tersebut ditemukan 4 dokumen diantara ketidakakuratan kode diagnosisnya
memberikan pengaruh terhadap besarnya biaya klaim jamkesmas, dan setelah di lakukan
penelitian diketahui rumah sakit mengalami kerugian sebesar Rp. 1.368.260,19. Oleh karena
itu peran coder juga penting dalam era BPJS ini.

B. Rumusan Masalah
Mengingat pentingnya peran coder dalam keakurasian kode diagnosis dan prosedur
medis di berbagai bidang kesehatan dalam era BPJS maka rumusan masalahnya yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan coder?
2. Apa yang dimaksud dengan rekam medis?
3. Apa yang dimaksud dengan diagnosis dan prosedur medis?
4. Apa yang dimaksud dengan koding?
5. Apa peran coder terhadap tingkat keakuratan koding?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran coder terhadap tingkat
keakuratan koding diagnosis dan prosedur medis.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan pengertian coder
b. Mendiskripsikan pengertian rekam medis
c. Mendiskripsikan pengertian diagnosis dan prosedur medis
d. Mendiskripsikan pengertian koding
e. Menganalisa peran coder terhadap tingkat keakuratan koding diagnosis dan prosedur
medis.

D. Manfaat
1. Bagi Pembaca
Makalah ini akan dapat memberi wawasan yang baru terhadap pembaca tentang
peran rekam medis terhadap tingkat keakuratan koding diagnosis dan prosedur medis di
era BPJS yang terkait dengan klain asuransi.
2. Bagi Penulis
Makalah ini dapat digunakan untuk sharing tentang pengetahuan penulis
terhadap coder dan tingkat keakuratan kode.

E. Kajian Pustaka
1. Rekam Medis
Menurut DepKes (1997), rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis
maupun yang terekam tentang identitas, anamnese, penentuan fisik laboratorium,
diagnosa segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan
pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan
gawat darurat. Menurut Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 Bab 1 Pasal 1,
rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dari pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi
dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung
suatu sistem pengolaan rekam medis yang baik dan benar, tidak akan tercipta tertib
administrasi rumah sakit sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai