EPILEPSI
Perceptor :
Oleh :
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan case report dengan judul “Epilepsi”
sebagai rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF SarafRSUD Dr. Abdoel
Moeloek Bandar Lampung.
Dengan ketulusan hati penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
dr. Zam Zanariyah, Sp.S, M.Kes., selaku dosen pembimbing di bagian Saraf, atas
semua bantuan dan kesabarannya membimbing penulis sehingga penulis dapat
menjalani kepaniteraan klinik di bagianSarafRSUD Dr. Abdoel Moeloek Bandar
Lampung.
Penulis menyadari bahwa case report ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
Ria/ Nurulia
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. S
Umur : 28 tahun
Alamat : Dusun Tegal Rejo, Kec Sukadana. Kab/Kota
Lampung Timur
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status : Belum Menikah
Tanggal Masuk : 2 Maret 2018
Tanggal Anamnesis : 7 Maret 2018
Pasien : Bangsal saraf
Anamnesis : Alloanamnesis
Keluhan Utama : Kejang berulang10 hari yang lalu
3
kaki kanan yang tidak bisa digerakan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala
yang hilang tmbul dan pasien tidak bisa berbicara dengan jelas. Keluhan
kejang berulang terjadi terus menerus selama 10 hari dan pasien menjadi
lebih sering tidur atau mengalami penurunan kesadaran akibat kejang
berulang.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sudah mengalami kejang sejak
usia 3 tahun. Namun saat itu kejang pada pasien diawali oleh demam tinggi.
Kejang tanpa didahului demam muncul kembali saat pasien berusia 12 tahun.
Pasien rutin mengkonsumsi obat antikejang sebanyak 2 tablet per hari.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah putus obat. Pasien belum
pernah mendapatkan pemeriksaan EEG saat kecil. Keluhan mual dan muntah
disangkal. Riwayat trauma pada bagian kepala sebelumnya tidak ada.
Riwayat Pengobatan
Os mengaku mengkonsumsi obat anti kejang, namun keluarga pasien tidak
tau namanya dan obatnya tidak dibawa.
Riwayat Sosioekonomi
Pasien tinggal bersama keluarga. Riwayat minum alkohol ataupun merokok
disangkal.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
4
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5 (afasia)M2 = 11
Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit,
RR : 26 x/menit
Suhu : 38o C
BB : 40 kg
TB : 152 cm
Status Gizi : (IMT 14,3) Gizi kurang
Status Generalis
- Kepala
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik,
edema palpebra tidak ada
Telinga : Liang telinga lapang, serumen minimal
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-),
deviasi (-), epistaksis (-)
Mulut : Kering(-), lidah putih(-), sianosis (-),
stomatitis (-)
- Leher
Pembesaran KGB : tidak terlihat dan teraba pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak terlihat dan teraba pembesaran kelenjar
tiroid
Trakhea : central, deviasi (-)
- Toraks
(Cor)
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba pada ICS IV linea
5
midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-),gallop(-)
(Pulmo)
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
- Extremitas
Superior : oedem (-/-), edema (-/-), turgor kulit baik,
CRT ≤ 2 detik
Inferior : oedem (-/-), edema (-/-), turgor kulit baik,
CRT ≤ 2 detik
Status Neurologis
- Saraf Kranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : normal (normosmia)
N.Opticus (N.II)
- Tajam penglihatan : 6/60- 6/60 bedsite
- Lapang penglihatan : sama dengan pemeriksa(dalam batas
normal)
- Tes warna : tidak dilakukan
- Fundus oculi : tidak dilakukan
6
N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)
Kelopak Mata
- Ptosis : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Exopthalmus : (-/-)
Pupil
- Ukuran : 3 mm/3mm
- Bentuk : Bulat/Bulat
- Isokor/anisokor : Isokor
- Posisi : Sentral/Sentral
- Refleks cahaya langsung : (+/+)
- Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)
Gerakan Bola Mata
- Medial : normal
- Lateral : normal
- Superior : normal
- Inferior : normal
- Obliqus superior : normal
- Obliqus inferior : normal
- Refleks pupil akomodasi : normal / normal
- Refleks pupil konvergensi : normal / normal
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : normal
- Ramus maksilaris : normal
- Ramus mandibularis : normal
Motorik
- M. masseter : normal
7
- M. temporalis : normal
- M. pterygoideus : normal
Refleks
- Refleks kornea : (+/+)
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : simetris
- Tertawa : simetris
- Meringis : simetris
- Bersiul : simetris
- Menutup mata : simetris
Pasien disuruh untuk
- Mengerutkan dahi : simetris
- Menutup mata kuat-kuat : simetris
- Mengembungkan pipi : simetris
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : tidak dilakukan
N.Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran : normal
- Tinitus : tidak ditemukan
N.vestibularis
- Test vertigo : negatif
- Nistagmus : tidak ditemukan
8
- Arcus palatoparingeus : normal
- Refleks batuk : normal
- Refleks muntah : tidak dilakukan
- Peristaltik usus : Normal
- Bradikardi : (-)
- Takikardi : (-)
N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus : normal
- M.Trapezius : normal
N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi : tidak ditemukan
- Fasikulasi : tidak ditemukan
- Deviasi : lidah deviasi kea rah sinistra
9
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)
- Sensibilitas
Eksteroseptif
- Rasa raba : normal
- Rasa nyeri : normal
- Rasa suhu panas : sulit dilakukan
- Rasa suhu dingin : sulit dilakukan
Proprioseptif
- Rasa sikap : tidak dilakukan
- Rasa gerak : tidak dilakukan
- Rasa getar : tidak dilakukan
- Rasa nyeri dalam : tidak dilakukan
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
- Steriognosis : tidak dilakukan
- Grafognosis : tidak dilakukan
- Koordinasi
Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan
Tes pronasi supinasi : tidak dilakukan
- Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : afasia
Fungsi orientasi : disorientasi
Fungsi memori : tidak baik
Fungsi emosi : normal
D. Pemeriksaan Penunjang
10
- EEG : ditemukan gelombang epileptogenik di lobus frontalis sinistra (
Maret 2018)
E. Resume
Nn. S(28 tahun) datang dengan keluhan kejang berulang yang terjadi±10 hari
yang lalu dengan frekuensi 4kali dalam sehari dengan durasiselama kurang
lebih 5 menit, pasien kejang secara tiba-tiba dengan kaku pada seluruh
anggota gerak kiri maupun kanan dengan kedua lengan dan tungkai menekuk
dan kemudian lurus (kelojotan), badan melengkung mata mendelik keatas,
lidah tidak tergigit dan tidak mengompol namun terkadang keluar busa dari
mulut. Pada saat sebelum kejang pasien dalam keadaan sadar, saat kejang
pasien dalam keadaan berbaring tidak sadar, setelah kejang pasien tertidur
dan merasa lemas pada seluruh tubuh. Pasien sudah mengalami kejang sejak
usia 3 tahun, kejang didahului oleh demam sebanyak 1x, kejang kemudian
muncul kembali saat pasien berusia 12 tahun. Kejang tanpa didahului oleh
demam dan jenis kejang sama yang dirasakan saat ini. Pasien rutin
mengkonsumsi obat antikejang sebanyak 2 tablet per hari. Pasien tidak
pernah putus obat sejak usia 12 tahun. Pasien belum pernah mendapatkan
pemeriksaan EEG saat kecil. Keluhan lain yang dirasakan pasienadalah sakit
kepala yang hilang timbul, kelemahan kaki dan tangan kanan, sulit berbicara
dan pasien sering tidur. Mual-muntah dan riwayat trauma kepala tidak ada.
RPD: pasien pernah kejang jika demam saat berusia 3 tahun namun tidak
pernah kejang lagi hingga kelas 5 SD. Kejang yang terjadi pada pasien sama
seperti kejang yang dirasakan saat ini.
RPK: tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat epilepsi ataupun
mengalami penyakit kejang-kejang.
RPO: pasien mengkonsumsi obat anti kejang 2 tablet sehari.
11
38oC.Pada status generalis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan Nervus
Kranialis ditemukan parese N XI dengan lidah deviasi kea rah kiri. Refleks
fisiologis, bisep kanan dan trisep kanan negative. Kekutan otot tangan kanan
dan kaki kanan adalah 0. Refleks patologis Babinski (-/-), Chadock (-/-),
Schaefer (-/-) dan Gonda (-/-) H. Trommer (-/-).Rangsang meningeal Kaku
kuduk (-), Burdzinsky sign I (-), Burdzinsky sign II (-), Kernigsign (-),
Laseque sign (-).
F. Diagnosis
G. Penatalaksanaan
1. Umum
- Kurangi aktivitas yang melelahkan
- Minum obat rutin
- Pantau tanda-tanda vital dan kejadian kejang kembali
2. Medikamentosa
H. Prognosa
12
13
BAB II
ANALISIS KASUS
14
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara tiba-tiba dan
sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh
hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh
suatu penyakit otak akut(unprovoked) (ILAE and IBE, 2005).
15
g. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran, dan perkembangan
bayi atau anak.
h. Riwayat bangkitan neonatal atau kejang demam.
i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP dan lain-lain.
Pada anamnesis yang dilakukan didapatkan data bahwa pasien datang dengan
keluhan Ny. WDA (34 tahun) datang dengan keluhan kejang berulang yang
terjadi±10 hari yang lalu dengan frekuensi 4kali dalam sehari dengan
durasiselama kurang dari 5 menit, pasien kejang secara tiba-tiba dengan kaku
pada seluruh anggota gerak kiri maupun kanan dengan kedua lengan dan
tungkai menekuk dan kemudian lurus (kelojotan), mata mendelik keatas,
lidah tidak tergigit dan tidak mengompol namun terkadang keluar busa dari
mulut. Pada saat sebelum kejang pasien dalam keadaan sadar, saat kejang
pasien dalam keadaan berbaring tidak sadar, setelah kejang pasien sadar dan
merasa lemas pada seluruh tubuh. Pasien mengatakan kejang biasanya terjadi
jika pasien kelelahan atau kurang istirahat.
Pasien sudah mengalami kejang sejak kelas 2 SD dan rutin mengkonsumsi
carbamazepine sebanyak 2 tablet per hari atau fenobarbitol yang diminum
sebanyak 2 tablet per hari. Pasien pernah putus obat sejak menikah dan tidak
kontrol kembali. Pasien pernah mendapatkan pemeriksaan EEG saat kecil.
Keluhan lain selain kejang tidak ada. Sakit kepala, muntah-muntah, atau
demam disangkal. Riwayat trauma kepala tidak ada. Riwayat minum alkohol
ataupun merokok disangkal.
16
Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan
kesadaran
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum
Parsial sederhana yang menjadi umum, parsial kompleks menjadi
umum, parsial sederhana yang menjadi kompleks lalu menjadi
umum.
2. Bangkitan umum
a. Bangkitan lena (absence)
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi
mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan
klonik pada mata, dagu dan bibir.
b. Bangkitan mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat
umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih
ekstremitas, atau satu grup otot.Dapat berulang atau tunggal.
c. Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas
menetap dalam satu posisi.Biasanya terdapat deviasi bola mata dan
kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh.Wajah
menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat
bernafas.Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan
pupil dilatasi.
d. Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya
kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau
menyeluruh sehingga pasien terjatuh.
e. Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi
kejang kelojot.
f. Bangkitan tonik-klonik
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat
kemudian diikuti oleh gerakan klonik.
17
3. Bangkitan tidak terklasifikasi
Berdasarkan anamnesis pasien pada kasus ini dapat ditentukan bahwa jenis
bangkitan yang dialami oleh pasien berupa bangkitan umum tonik-klonik.
Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang
umum. Secara garis besar, etiologiepilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :
Epilepsi yang dialami pasien ini termasuk dalam epilepsi idiopatik, karena
pada pasien tidak didapatkan adanya kelainan struktural pada otak, dan
didapatkan tidak adanya riwayat dalam keluarga.
18
Setelah dilakukan anamnesis, penegakan diagnosis epilepsi dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologi.
2. Pemeriksaan neurologik
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologi sangat tergantung dari
interval antara saat dilakukanya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir.
Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka
akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda vokal seperti todds
paresis, transient aphasic symptoms, yang tidak jarang jadi petunjuk
lokalisasi.
Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan berlalu, sasaran
utama adalah untuk menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi
sistem syaraf permanent dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakanial.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan pada pasien tidak
didapatkan hasil yang menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi maupun tanda-tanda defisit neurologi karena
pemeriksaan dilakukan setelah 6 hari pasca bangkitan.
19
Pemeriksaan EEG akan membantu menunjukan diagnosis dan membantu
menentukan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi. Pada keadaan
tertentudapat membantu menentukan prognosis dan menentukan perlu atau
tidaknya pengobatan dengan OAE.
b. Pemeriksaan CT scan dan MRI
Meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi lesiepileptogenik
diotak.Dengan MRI beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologi dapat
terdiagnisi secara non infasif, misalnya nesial temporal sclerosis, glioma,
ganglioma, malformasikavernosus, DNET.Ditemukanya lesi-lesi ini
menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter terhadsap OAE.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan hematologik mencakup hemoglobin, leukosit, hematokrit,
trombosit, akusan darah tepi, elektrolit. Pemeriksaan ini dilakukan ini
dilakukan pada awal pengobatan beberapa bulan kemudian diulang
bila timbul gejala klinik dan rutin setiap tahun sekali.
2. Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level setelah tercapai
steady state, pada saat bangkitan terkontrol baik, tanpa gejala toksik.
Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk memonitor kepatuhan
pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan ini timbul lagi,
atau bila timbul gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat
lain, atau saat melepas kombinasi dengan obat lain.
20
Penatalaksanaan pada pasien epilepsi adalah dengan pemberian OAE. Prinsip
terapi farmakologi pada pasien epilepsi antara lain :
1. OAE diberikan apabila :
a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
b. Pastikan faktor pencetus bangkitan dapat dihindari
c. Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu tahun
d. Pasien dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang
tujuan pengobatan
e. Pasien dan keluarga sudah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping obat.
2. Terapi dimulai dengan mono terapi, penggunaan OAE pilihan sesuai
dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efeksamping.
4. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
5. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
21
Indikasi menghentikan obat pada pasien epilepsi antara lain:
1. Secara klinis: bebas bangkitan selama 2 tahun
2. Cara penurunan: secara bertahap (6 minggu s/d 6 bulan)
3. Jika dalam penurunan dosis, bangkitan timbul kembali, OAE diberikan
kembali dengan dosis terakhir yang sebelumnya dapat mengontrol
bangkitan.
22
DAFTAR PUSTAKA
23