Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu,

akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan

dalam waktu 3 bulan (Sarwono P, 2012).


Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang sangat penting

bagi ibu setelah melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan persalinan telah

terjadi perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi ligament-ligament

bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang, uterus membesar, postur tubuh

berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan berat badan pada masa hamil, serta

terjadi bendungan pada tungkai bawah. Pada saat persalinan dinding panggul selalu

teregang dan mungkin terjadi kerusakan pada jalan lahir, serta setelah persalinan

otot-otot dasar panggul menjadI longgar karena diregang begitu lama pada saat hamil

maupun bersalin (Sarwono, 2002). Perubahan tersebut merupakan perubahan

psikologis yang normal terjadi pada seorang ibu yang baru melahirkan. Namun hanya

sebagian ibu postpartum yang dapat menyesuaikan diri, sebagian yang lain tidak

berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis.


Masalah psikologi yang banyak terjadi pada masa nifas salah satunya adalah

baby blues (Pieter & Namora, 2013). Masalah baby blues pada ibu pascamelahirkan

dapat berakibat fatal. Gangguan kejiwaan yang berat setelah persalinan dapat

meningkatkan risiko bunuh diri sampai dengan 70 kali dibandingkan karena

penyebab lain, terutama pada tahun pertama setelah melahirkan. Lebih dari 50% di

United Kingdom wanita yang meninggal karena bunuh diri disebabkan karena

penyakit gangguan mental setelah melahirkan (Oates, 2002).


(Marshall 2006, dalam Miyansaski, 2013), mengungkapkan bahwa ada 3 jenis

gangguan afek atau mood pada ibu yang baru melahirkan dari yang ringan sampai
2

berat yaitu: postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Menurut

penelitian Cury, (2008, dalam Miyansaski, 2013) gangguan afek atau mood yang

paling sering dijumpai pada ibu yang baru melahirkan adalah postpartum blues.

Angka kejadian postpartum blues di beberapa negara seperti Jepang 15%-50%,

Amerika Serikat 27%, Prancis 31,3% dan Yunani 44,5%. Prevalensi untuk Asia

antara 26-85%, sedangkan prevalensi di Indonesia yaitu 50 – 70%.

Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa

kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita menganggap sebagai peristiwa

khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya (Iskandar, 2007). Maka

kualitas hidup manusia baik fisik dan psikologis wanita perlu dipertahankan.

Penurunan psikologis dapat terjadi pada ibu post partum yaitu post partum blues.

Post partum blues terjadi karena kurangnya dukungan terhadap penyesuaian yang

dibutuhkan oleh wanita 18 dalam menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai

ibu setelah melahirkan (Iskandar, 2007).

Peran bidan dalam mengidentifikasi adanya potensi patofisiologi sangat penting.

Asuhan pada ibu nifas yang baik akan dapat mengurangi dampak dari morbiditas dan

mortalitas, baik ibu maupun bayi (Fraser & Cooper, 2011)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan melakukan perubahan sesuai

dengan perkembangan ilmu dan teknologi kebidanan (midwifery care).

1.2.2 Tujuan Khusus


3

a. Mampu melakukan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaiaan masalah

yang disepakati bersama staf di unit pelayanan kebidanan di rumah Sakit

b. Mampu mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pada aspek masukan proses, hasil dan

dampak pada manajemen asuhan kebidanan

c. Mampu merencanakan tindak lanjut dari hasil dicapai berupa upaya

mempertahankan dan memperbaiki hasil melalui kerjasama dengan unit terkait di

Rumah Sakit.

BAB II
4

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas

2.1.1 Definisi

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Masa nifas kira-kira berlangsung

selama 6 minggu (Sarwono, 2006).

Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu minggu pertama setelah

kelahiran. Lamanya periode 4 hingga 6 minggu (42 hari), dengan ditandai perubahan

fisiologis Perubahan fisik, Involusi uterus dan pengeluaran lochea,

Laktasi/pengeluaran ASI, dan Perubahan psikis (Cuningham, 2013).

2.1.2 Tahapan Masa Nifas

Adapun tahapan masa nifas (postpartum puerperium) menurut (Suherni, Hesty

Widyasih, Anita Rahmawati, 2009, p.2) adalah:

1. Puerperium Dini : Masa kepulihan, yakni saat ibu diperbolehkan berdiri dan

berjalan- jalan.
2. Puerperium Intermedial: Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genetal

kira-kira 6-8 minggu.


3. Remot Puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama apabila ibu selama hamil (persalinan mempunyai komplikasi)


2.1.3 Perubahan-Perubahan Fisiologis masa nifas
A. Perubahan uterus : Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca

persalinan, setinggi umbilicus, setelah 4 minggu masuk panggul, setelah 2

minggu kembali pada ukuran sebelum hamil) (Suherni, Hesty Widyasih,

Anita Rahmawati, 2009).

Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus

Bayi Lahir Setinggi pusat 1000 gram


Uri Lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram
5

1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram


2 minggu Tak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
Tabel 2.1
B. Lochea

Lochea adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama

puerperium (Varney, 2007, p.960).

Ada beberapa jenis lochea, yakni (Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati,

2009, pp.78-79) :

1) Lochea Rubra ( Cruenta)

Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel- sel darah

desidua (Desidua yakni selaput tenar rahim dalam keadaan hamil), venix caseosa

(yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-

sel epitel yang mnyelimuti kulit janin), lanugo (yakni bulu halus pada anak yang

baru lahir), dan mekonium (yakni isi usus janin cukup bulan yang terdiri atas

getah kelenjar usus dan air ketuban berwarna hijau.


6

2) Lochea Sanguinolenta

Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-

7 pasca persalinan.

3) Lochea Serosa

Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca

persalinan.

4) Lochea Alba

Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu.

5) Lochea Purulenta

Ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan seperti nanah berbau busuk.

6) Locheohosis

Lochea yang tidak lancar keluarnya.

C. Perubahan vagina dan perinium

1) Vagina

Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul vugae (lipatan-lipatan atau

kerutan-kerutan) kembali.

2) Perlukaan vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan perineum tidak sering

dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi

akibat ekstrasi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar,

robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan

spekulum.

3) Perubahan pada perineum

Terjadi robekan perineum hampir pada semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di


7

garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut

arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah

panggul dengan ukuran yang lebih besar dan pada sirkumfarensia suboksipito

bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan

mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah

penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, Hesty Widyasih, Anita

Rahmawati, 2009).

D. Perubahan pada sistem pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini

disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan

yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan

pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemorroid, laserasi jalan

lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan

yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak

berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah

atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain (Eny Retna Ambarwati,

Diah Wulandari, 2009, p.80).

E. Perubahan sistem perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu,

tergantung pada 1) keadaan/status sebelum persalinan 2) Lamanya partus kalla

II yang dilalui 3) Bersarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan

(Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009, p.80).

F. Perubahan tanda-tanda vital

a) Suhu badan

Sekitar hari ke 4 setelah persalinan suhu tubuh mungkin naik sedikit,


8

antara 37,2ºC-37,5°C. Kemungkinan disebabkan karena ikutan dari aktivitas

payudara. Bila kenaikan mencapai 38°C pada hari kedua sampai hari-hari

berikutnya, harus diwaspadai infeksi atau sepsis nifas.

b) Denyut nadi

Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 kali per menit, yakni pada

waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi

utamanya pada minggu pertama postpartum.

c) Tekanan darah

Tekanan darah <140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa meningkat

dari pra persalinan pada 1-3 hari postpartum.

d) Respirasi

Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian?,

tidak lain karena ibu dalam kedaan pemulihan/dalam kondisi istirahat. Bila

ada respirasi cepat postpartum (>30x per menit) mungkin karena ikutan

tanda- tanda syok (Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009,

pp.83-84).

2.1.4 Perubahan-Perubahan Psikis Ibu Nifas

Perubahn peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.

Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta

perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam

menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai

berikut (Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009):

a. Fase taking in

Yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama

sampai kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama
9

pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang

dialaminya dari awal sampai akhir.

b. Fase taking hold

Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase

ini ibu timbul rasa kawatir akan ketidakmampuan dan tanggung jawab dalam

merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif mudah tersinggung dan

gampang marah.

c. Fase letting go

Yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini

berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri

dengan ketergantungan bayinya.

2.1.5 Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan asuhan masa nifas diantaranya sebagai berikut:

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi.

2) Melaksanakan skrining yang komperhensif, mendeteksi masalah,

mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,

keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan

perawatan bayi sehat.

4) Memberikan pelayanan keluarga berencana (Suherni, Hesty Widyasih, Anita

Rahmawati, 2009, pp.1-2).

2.1.6 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas

Kebutuhan dasar masa nifas antara lain sebagai berikut:

a. Gizi

Ibu nifas dianjurkan untuk :


10

1) Makan dengan diet berimbang, cukup karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral.

2) Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada 6 bulan

pertama, 6 bulan selanjutnya 500kalori/hari dan tahun kedua 400 kalori. Jadi

jumlah kalori tersebut adalah tambahan dari kalori per harinya.

3) Mengkomsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam bentuk

suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan

tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak. (Suherni, Hesty Widyasih,

Anita Rahmawati, 2009).

b. Ambulasi

Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada kontraindikasi.

Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboflebitis,

meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah

distensi abdominal dan konstipasi. Bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang

tujuan dan manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai

kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak karena merasa

letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi, ibu akan terancam

mengalami trombosis vena. Untuk mencegah terjadinya trombosis vena, perlu

dilakukan ambulasi dini oleh ibu nifas.

Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan

untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain, yaitu pada 1 atau 2 jam

setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta untuk melakukan

latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana Dan harus

duduk serta mengayunkan tungkainya di tepi tempat tidur. Sebaiknya, ibu nifas
11

turun dan tempat tidur sediri mungkin setelah persalinan. Ambulasi dini dapat

mengurangi kejadian komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena

puerperalis, dan emboli perinorthi. Di samping itu, ibu merasa lebih sehat dan

kuat serta dapat segera merawat bayinya. Ibu harus didorong untuk berjalan dan

tidak hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu dibantu

karena pada saat ini biasanya ibu merasa pusing ketika pertama kali bangun

setelah melahirkan. (Bahiyatun, 2009).

c. Higiene Personal Ibu

Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan kenyamanan dan

mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering menggunakan air hangat yang

dialirkan (dapat ditambah larutan antiseptik) ke atas vulva perineum setelah

berkemih atau defekasi, hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk

membersihkan sendiri. Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (mis,

hipertensi, post- seksio sesaria) harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci

daerah perineum dua kali sehari dan setiap selesai eliminasi. Setelah ibu mampu

mandi sendiri (dua kali sehari), biasanya daerah perineum dicuci sendiri.

Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah

membersihkan perineum atau setelah berkemih atau defekasi. Luka pada

perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi merupakan daerah yang tidak

mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Tindakan membersihkan vulva

dapat memberi kesempatan untuk melakukan inspeksi secara seksama daerah

perineum Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting

terbenam, lakukan masase payudara secara perlahan dan tarik keluar secara hati

- hati. Pada masa postpartum, seorang ibu akan rentan terhadap infeksi. Untuk

itu, menjaga kebersihan sangat penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu
12

untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya.

Ajari ibu cara membersibkan daerah genitalnya dengan sabun dan air bersih

setiap kali setelah berkemih dan defekasi. Sebelum dan sesudah membersihkan

genitalia, ia harus mencuci tangan sampai bersih. Pada waktu mencuci luka

(epistotomi), ia harus mencucinya dan arah depan ke belakang dan mencuci

daerah anusnya yang terakhir. Ibu harus mengganti pembalut sedikitnya dua kali

sehari. Jika ia menyusui bayinya, anjurkan untuk menjaga kebersihan

payudaranya.

Alat kelamin wanita ada dua, yaitu alat kelamin luar dan dalam. Vulva adalah

alat kelamin luar wanita yang terdiri dan berbagai bagian, yaitu kommissura

anterior, komrnissura interior, labia mayora, labia rninora, klitoris, prepusium

klitonis, orifisium uretra, orifisium vagina, perineum anterior, dan perineum

posterior. Robekan perineum terjadi pada semua persalinan, dan biasanya

robekan tenjadi di garis tengah dan dapat meluas apabila kepala janin lahir

terlalu cepat. Perineum yang dilalui bayi biasanya mengalami peregangan,

lebam, dan trauma. Rasa sakit pada perineum semakin parah jika perineum

robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua luka baru, area episiotomi atau

luka sayatan membutuhkan waktu untuk sembuh, yaitu 7 hingga 10 hari.

Infeksi dapat terjadi, tetapi sangat kecil kemungkinanya jika luka perineum

dirawat dengan baik. Selama di rumah sakit, dokter akan memeriksa perineum

setidaknya sekali sehari untuk memastikan tidak terjadi peradangan atau tanda

infeksi lainnya. Dokter juga akan memberi instruksi cara menjaga kebersihan

perineum pascapersalinan untuk mencegah infeksi.

d. Istirahat dan tidur

Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan, tidur
13

siang atau istirahat selagi bayi tidur dan kembali ke kegiatan rumah tangga

secara perlahan-lahan. Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat

menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8

jam.

Kurangnya istirahat pada ibu nifas menurut Suherni, Hesty Widyasih, Anita

Rahmawati, (2009) dapat berakibat mengurangi jumlah ASI, memperlambat

involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan perdarahan dan juga dapat

mengakibatkan ibu menjadi depresi.

e. Senam Nifas

Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan fisik seperti

dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang senggama, dan otot dasar

panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan

agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan.

Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi secara dini

dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula.

Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan

setiap hari sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh

yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan ibu. (Suherni, Hesty Widyasih,

Anita Rahmawati, 2009).

f.Seksualitas masa nifas

Kebutuhan seksual sering menjadi perhatian ibu dan keluarga. Diskusikan hal ini

sejak mulai hamil dan diulang pada postpartum berdasarkan budaya dan

kepercayaan ibu dan keluarga. Seksualitas ibu dipengaruhi oleh derajat ruptur

perineum dan penurunan hormon steroid setelah persalinan. Keinginan seksual

ibu menurun karena kadar hormon rendah, adaptasi peran baru, keletihan
14

(kurang istirahat dan tidur). Penggunaan kontrasepsi (ovulasi terjadi pada kurang

lebih 6 minggu) diperlukan karena kembalinya masa subur yang tidak dapat

diprediksi. Menstruasi ibu terjadi pada kurang lebih 9 minggu pada ibu tidak

menyusui dan kurang Iebih 30 - 36 minggu atau 4 - 18 bulan pada ibu yang

menyusui.

2.2 Baby Blues Syndrome

2.2.1 Pengertian

Postpartum blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak masa hamil

yang berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya. Postpartum

blues terjadi pada 14 hari pertama pasca melahirkan puncaknya pada 3 atau 4 hari

pasca melahirkan (Pieter, 2011). Menurut Bobak (2005) postpartum blues adalah

suatu tingkat keadaan depresi bersifat sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu

yang baru melahirkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru

akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Desfanita1)Misrawati2)

Arneliwati3), 2015.

Syndrome baby blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil yang

berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya. Perubahan ini

sebenarnya merupakan respon alami dari kelelahan pasca persalinan (Pieter dan

Lubis, 2010). Mansyur (2009) juga menyebutkan bahwa Syndrome baby blues

merupakan perasaan sedih yang dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini

berkaitan dengan bayinya. Postpartum baby blues adalah gangguan suasana hati

yang berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Syndrome baby blues ini

sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk

pada hari ke tiga dan ke empat.


15

Muhammad (2011), menjelaskan bahwa Baby blues syndrome atau stress pasca

persalinan, merupakan salah satu bentuk depresi yang sangat ringan yang biasanya

terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan cenderung lebih buruk sekitar

hari ketiga atau keempat pasca persalinan. Postpartum Distress Syndrome atau yang

juga sering disebut dengan Baby Blues Syndrome merupakan reaksi psikologis yang

berupa gejala depresi postpartum dengan tingkat ringan. Syndrome ini muncul

pasca melahirkan dan seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat pasca partum

dan memuncak pada hari kelima dan keempat belas pasca melahirkan (Medicastore,

2012)

2.2.2 Gejala-Gejala Baby Blues Syndrome

Ibu yang baru melahirkan dapat merasakan perubahan mood yang cepat dan

berganti-ganti (mood swing) seperti kesedihan, suka menangis, hilang nafsu makan,

gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah, cemas, dan merasa kesepian.

(Aprilia, 2010).

Beberapa gejala yang dapat mengindikasikan seorang ibu mengalami baby

blues syndrome Menurut Puspawardani (2011), adalah sebagai berikut :

a. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis tanpa

sebab.

b. Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran.

c. Tidak memiliki atau sedikit tenaga.

d. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga.

e. Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu memperhatikan dan

khawatir terhadap bayinya.

f. Tidak percaya diri.

g. Sulit beristirahat dengan tenang.


16

h. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan.

i. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan.

j. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

Sedangkan Menurut Young dan Ehrhardt (2009) Syndrome gejala antara lain :

1) Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit diprediksi

seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang- kadang mengalami

kebingungan ringan atau mudah lupa.

2) Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya,

ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing terhadap

lingkungan tempat bersalin.

3) Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana

hati yang terus berubah-ubah.

4) Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi yang

baru dilahirkannya.

2.2.3 Penyebab Terjadinya Baby Blues Syndrome

Beberapa hal yang disebutkan sebagai penyebab terjadinya Baby Blues

Syndrome menurut Ummu (2012), di antaranya:

a. Perubahan hormonal.

Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone yang

drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar

tiroid yang menyebabkan inudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan.

b. Fisik

Kehadiran bayi dalam keluarga menyebabkan perubahan ritme kehidupan sosial

dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil sepanjang siang dan malam
17

sangat menguras energi ibu, menyebabkan berkurangnya waktu istirahat,

sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah.

c. Psikis

Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam mengurus si

kecil, ketidakmampuan mengatasi dalam berbagai permasalahan, rasa tidak

percaya diri karena perubahan bentuk tubuh dan sebelum hamil serta kurangnya

perhatian keluarga terutama suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi.

d. Sosial

Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh adaptasi. Rasa

keterikatan yang sangat pada si kecil dan rasa dijauhi oleh lingkungan juga

berperan dalam depresi.

Penyebab baby blues syndrome diduga karena perubahan hormonal di

dalam tubuh wanita setelah melalul persalinan. Selama menjalani kehamilan,

berbagai hormon dalam tubuh ibu meningkat seinng pertumbuhan janin. Setelah

melalu tahap persalinan, jumlah produksi berbagai hormon seperti estrogen,

progesteron, dan endorphin mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi

kondisi emosional ibu. Kelelahan flsik dan rasa sakit setelah persalinan, air susu

yang belum keluar sehingga bayi rewel dan payudara membengkak, serta

dukungan moril yang kurang dapat menjadi alasan lain timbulnya baby blues

syndrome (Suwignyo, 2010).

Sedangkan munculnya baby blues syndrome menurut Atus (2008), juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Dukungan sosial

Perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan kelurga dapat berpengaruh.

Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang hangat


18

sangat penting. Dorongan moral dari teman-teman yang sudah pernah bersalin

juga dapat membantu. Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan

kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki

hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005).

2. Keadaan dan kualitas bayi

Kondisi bayi dapat menyebabkan munculnya baby blues syndrome misalnya

jenis kelamin bayi yang tidak sesuai harapan, bayi dengan cacat bawaan ataupun

kesehatan bayi yang kurang baik.

3. Komplikasi kelahiran

Proses persalinan juga dapat mempengaruhi munculnya baby blues syndrome

misalnya proses persalinan yang sulit, pendarahan, pecah ketuban dan bayi

dengan posisi tidak normal.

4. Persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu

Kehamilan yang tidak diharapkan seperti hamil di luar nikah, kehamilan akibat

perkosaan, kehamilan yang tidak terencana sehingga wanita tersebut belum siap

untuk menjadi ibu. Kesiapan menyambut kehamilan dicerminkan dalam

kesiapan dan respon emosionalnya dalam menerima kehamilan. Seorang wanita

memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan perkawinan, baik

yang diinginkan maupun tidak diinginkan, tergantung dengan keadaan. Sebagian

wanita lain menerima kehamilan sebagai kehendak alam dan bahkan pada

beberapa wanita termasuk banyak remaja, kehamilan merupakan akibat

percobaan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi. Awalnya mereka terkejut

ketika tahu bahwa dirinya hamil, namun seiring waktu mereka akan menerima
19

kehadiran seorang anak (Bobak, 2004).

5. Steressor Psikososial.

Faktor psikososial seperti umur, latar belakang sosial, ekonomi, tingkat

pendidikan dan respon ketahanan terhadap stressor juga dapat mempengaruhi

baby blues syndrome.

6. Riwayat depresi

Riwayat depresi atau problem emosional lain sebelum persalinan Seorang

dengan riwayat problem emosional sangat rentan untuk mengalami baby blues

syndrome.

7. Hormonal

Perubahan kadar hormon progresteron yang menurun disertai peningkatan

hormon estrogen, prolaktin dan kortisol yang drastis dapat mempengaruhi

kondisi psikologis ibu.

8. Budaya

Pengaruh budaya sangat kuat menentukan muncul atau tidaknya baby blues

syndrome. Di Eropa kecenderungan baby blues syndrome lebih tinggi bila

dibandingkan di Asia, karena budaya timur yang lebih dapat menerima atau

berkompromi dengan situasi yang sulit daripada budaya barat.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Baby Blues Sindrom

Faktor faktor yangmenyebabkan baby blues sidrom menurut Sujiyatini dkk (2010),

yaitu :

a. Faktor hormonal berupa perbahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan

estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turu secara bermakna setelah melahirkan

ternyata estrogen memiliki effek serupsi aktifitas enzim non adrenalin maupun
20

serotin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi.


21

b. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada

emosional seperti payudara bengkak, nyeri jahitan dan rasa mules.

c. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan fisik dan emosional yang

kompleks.

d. Faktor postpartum syndrome baby blues umum dan paritas (jumlah anak).

e. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.

f. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan,

status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan

gangguan kejiwaan sebelumnya, social ekonomi.

g. Stres yang dialami ibu dalam keluarga karena banyak kebutuhan ditambah

ekonomi keluarga semakin memburuk.

h. Kelelahan pasca persalinan juga dapat mempengaruhi psikologis ibu.

i. Rasa memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut yang

berlebihan akan kehilangan bayinya.

2.2.5 Dampak Baby Blues Syndrome

Jika kondisi baby blues syndrome tidak disikapi dengan benar, bisa berdampak

pada hubungan ibu dengan bayinya, bahkan anggota keluarga yang lain juga bisa

merasakan dampak dari baby blues syndrome tersebut. Jika baby blues syndrome

dibiarkan, dapat berlanjut menjadi depresi pasca melahirkan, yaitu berlangsung

lebih dan hari ke-7 pascapersalinan. Depresi setelah melahirkan rata-rata

berlangsung tiga sampai enam bulan. bahkan terkadang sampai delapan bulan. Pada

keadaan lanjut dapat mengancam keselamatan diri dan anaknya (Kasdu, 2007).
22

a. Pada ibu

1) Menyalahkan kehamilannya

2) Sering menangis

3) Mudah tersinggung

4) Sering terganggu dalam waktu istirahat atau insomnia berat.

5) Hilang percaya diri mengurus bayi, merasa takut dirinya tidak bisa

memberikan asi bahkan takut apabila bayinya meninggal.

6) Muncul kecemasan terus menerus ketika bayi menangis.

7) Muncul perasaan malas untuk mengurus bayi.

8) Mengisolasi diri dari lingkungan masyarakat.

9) Frustasi hingga berupaya untuk bunuh diri.

b. Pada anak

1) Masalah perilaku

Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome lebih

memungkinkan memiliki masalah perilaku, termasuk masalah tidur, tantrum,

agresi, dan hiperaktif.

2) Perkembangan kognitif terganggu

Anak nantinya mengalami keterlambatan dalam bicara dan berjalan jika

dibandingkan dengan anak-anak dari ibu yang tidak depresi. Mereka akan

mengalami kesulitan dalam belajar di sekolah.

3) Sulit bersosialisasi
23

Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome biasanya

mengalami kesulitan membangun hubungan dengan orang lain. Mereka sulit

berteman atau cenderung bertindak kasar.

4) Masalah emosional

Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome cenderung merasa

rendah diri, lebih sering merasa cemas dan takut, lebih pasif, dan kurang

independen.

c. Pada suami

Keharmonisan pada ibu yang mengalami baby blues syndrome biasanya akan

terganggu ketika suami belum mengetahui apa yang sedang di alami oleh

istrinya yaitu baby blues syndrome, suami cenderung akan menganggap si ibu

tidak becus mengurus anaknya bahkan dalam melakukan hubungan suami istri

biasanya mereka merasa takut seperti takut mengganggu bayinya.

2.2.6 Pencegahan Baby Blues Syndrome

Tindakan atau meminimalisasikan baby blues syndrome menurut Pandji (2010),

adalah sebagai berikut :

1) Mempersiapkan jauh-jauh hari kelahiran yang sehat, ibu yang hamil dan

suaminya harus benar-benar di persiapkan dari segi kesehatan janin pada saat

kehamilan, mental, finansial dan social.

2) Adanya pembagian tugas antara suami dan istri pada saat proses kehamilan

berlangsung.

3) Tanamkan pada benak ibu hamil bahwa anak adalah anugrah ilahi yang akan
24

membawa berkah dan menambah jalinan cinta kasih di tengah-tengah keluarga.

4) Bersama-sama istri merajut suatu kepercayaan dan keyakinan dengan adanya

anak karier kita akan terus berjalan.

5) Merencanakan mempekerjakan pembantu untuk membantu mengurus dan

merawat bayi dan pekerjaan rumah tangga pasca ibu melahirkan.

Pencegahan baby blues syndrome menurut Conectique (2011), juga dapat dilakukan

dengan beberapa cara yaitu :

a. Mintalah bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu anda

mengurus si kecil.

b. Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh istirahat dan tidur yang cukup. Lebih

banyak istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan,

bias mencegah depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis.

c. Konsumsilah makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan

segar.

d. Cobalah berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya. Dukungan dari

mereka bias membantu anda mengurangi depresi.


25

BAB III

LAPORAN KASUS

Asuhan Kebidanan Ny.LN P2A1H1 Post Partum SC Histerektomi Atas Indikasi

Plasenta Previa Totalis Akreta + Baby Blues Syndrom Di RSUP Dr.M.Djamil Padang

Tanggal 20 Maret 2018

3.1 Pengkajian

A. Data Subyektif

Tgl : 20 Maret 2018 No. RM : 01.00.98.30

Pukul : 10.00 WIB Ruang Rawat : Ruang Nifas

Biodata

Nama : Ny.LN Tn. M

Umur : 36 tahun 36 tahun

Agama : Islam Islam

Suku/ Bangsa : Minang/ Ind Minang/ Ind

Pendidikan : SMA SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Buruh harian lepas

Status marital : Menikah Menikah

Alamat : Jl. Gn Singgalang II No. 11. RT.03 RW.03Kel.Gunung

Pangilun Padang Utara

a) Keluhan Saat Ini

Ibu mengatakan bila menutup mata tampak orang berbaju putih

Ibu merasa orang disekitarnya membicarakannya

Ibu mengatakan terasa nyeri pada daerah luka operasi


26

b) Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Lalu

Suami mengatakan ibu tidak pernah menderita penyakit seperti sesak nafas,

jantung berdebar, batuk yang lama/menahun, penyakit dengan gejala banyak

makan, banyak minum dan sering kencing, penyakit kuning dan penyakit dengan

gejala mengeluarkan cairan dari kemaluan yang berbau dan membuat gatal.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Suami mengatakan sekarang ibu tidak sedang menderita penyakit seperti sesak

nafas, jantung berdebar, batuk yang lama/ menahun, penyakit dengan gejala

banyak makan, banyak minum dan sering kencing, penyakit tekanan darah

tinggi, penyakit kuning dan penyakit dengan gejala mengeluarkan cairan dari

kemaluan yang berbau dan membuat gatal.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

suami mengatakan dari keluarga ibu atau suami tidak ada yang pernah menderita

penyakit menurun seperti penyakit jantung, sesak nafas, tekanan darah tinggi

dan kencing manis dan tidak ada yang menderita penyakit menular seperti batuk

yang lama/ menahun dan penyakit kuning.

4) Riwayat Kebidanan

a. Haid

Haid pertama kali pada usia - tahun, haid rutin setiap setiap bulan, lamanya 6-7

hari. Pada hari pertama dan kedua ganti pembalut 3x sehari, hari ke 3 sampai

selesai ganti pembalut 2x sehari.

b. Riwayat kehamilan sekarang

Usia kehamilan 9 bulan, ibu mulai merasakan gerakan janin pada usia

kehamilan 4 bulan sejak hamil muda, ibu memiliki keluhan hilangnya nafsu
27

makan sampai usia kehamilan 5 bulan. Selama hamil ibu memeriksa

kandungannya sebanyak 5 kali. Selama hamil ibu tidak pernah melakukan

suntik TT. Selama hamil ibu diberikan vitamin saja.

c. Riwayat Persalinan Sekarang

Suami mengatakan iniadalahoperasi SCibu yang ke 2 pada tanggal 15 Maret

2018, berat badan lahir 3400gr JK: PR A/S: 8/9. Setelah operasi ibu dirawat

diruang ICU sampai tanggal 19 Maret 2018 dan pada tanggal20 Maret 2018 ibu

dipindahkan keruang nifas.

d. Riwayat Nifas Sekarang

Ibu mengatakan terasa nyeri pada daerah luka operasi. Ibu mengatakan bila

menutup mata tampak orang berbaju putih dan merasa orang disekitarnya

membicarakannya.

e. KB

Sebelumnya ibu menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan. Setelah kelahiran

anak kedua ini ibu belum memikirkan untuk menggunakan alat kontrasepsi.

5) Pola Kebiasaan Sehari-hari

f. Nutrisi

Selama hamil : Ibu makan 3x sehari, porsi sedang habis, komposisi nasi, lauk

(tahu, tempe, telur, ayam atau daging), kadang ditambah buah

dan jarang mengkonsumsi sayur, minum 7-8 gelas.

Selama nifas : ibu selalu menghabiskan porsi makanan yang disediakan oleh

ahli gizi.

g. Eliminasi

Selama hamil : Waktu hamil muda, kencing 5-6 x sehari, berkurang pada

hamil 4 bulan, kemudian pada akhir kehamilan sering lagi 6-7


28

x sehari. BAB 1 kali sehari sampai usia kehamilan 8 bulan.

Pada usia kehamilan 9 bulan BAB 2 – 3 x tidak ada keluhan.

Selama nifas : ibu belum bisa BAK spontan

Ibu masih memakai kateter dan cek residu

h. Aktifitas

Selama hamil : Kegiatan ibu selama hamil melakukan kegiatan rumah tangga

sehari-hari seperti memasak, menyapu dan mencuci.

Selama nifas : Ibu melakukan mobilisasi ringan, berjalan ke kamar mandi,

duduk dan miring kiri kanan.

Istirahat/ Tidur

Selama hamil : Tidur siang + 1 jam dan tidur malam mulai pukul 21.00 dan

bangun pukul 04.30 WIB.

Selama nifas : Setelah melahirkan ibu di rawat diruang ICU. Saat di ruang

nifas ibu terlihat gelisah, sering berbicara sendiri dan menangis

tanpa sebab.

i. Personal Hygiene

Selama hamil : Ibu mandi 2 x sehari, gosok gigi 2 x, keramas 2 x

seminggu, ganti baju 2 x sehari , ganti celana dalam

2-3 x sehari. Cebok setiap kali mandi dan selesai

BAK atau BAB. Tidak pernah melakukan perawatan

payudara

Selama nifas : Ibu sudah biasa mandi sendiri


29

j. Riwayat Ketergantungan

Selama hamil : Ibu dan suami tidak mempunyai ketergantungan

merokok, minum-minuman keras, minum obat bebas,

dan minum jamu-jamuan.

Selama nifas : Ibu tidak memiliki ketergantungan obat-obatan

apapun.

6) Latar Belakang Sosial Budaya

Ibu tidak berpantang pada jenis makanan tertentu (seperti telur,daging dan ikan) .

Tidak ada kebiasaan tidak keluar rumah sebelum 40 hari, ibu tidak membuang ASI

yang keluar pertama kali,ibu tidak biasa pijat perut.

7) Keadaan Psikososial dan Spiritual

Kehadiran bayi ini sangat diharapkan. Suami dan keluarga sangat gembira dengan

kelahiran anak dan cucu mereka.

8) Kehidupan Seksual

Selama 40 hari setelah persalinan ibu tidak akan melakukan hubungan dan

berhubungan lagi setelah 40 hari.

B. Data Obyektif

Tanggal : 20-03-2018 Jam 14.15

1. Keadaan Umum

Kesadaran : Komposmentis

2. Tanda-tanda vital

T: 150/100 mmHg N : 85 x/menit

S: 36,5 °C R : 20 x/menit

3. Pemeriksaan fisik
30

1) Penampilan

Bentuk tubuh normal.

2) Rambut/kulit kepala

Rambut berwarna hitam, penyebaran merata, rambut rontok,tidak mudah

dicabut, dan kulit kepala bersih

3) Muka

Tidak oedem, terlihatbersih, tidak tampak pucat

4) Mata

Tidak ada oedem kelopak mata, conjungtiva merah muda, sclera tidak ikterik

5) Hidung

Bentuk simetris, tidakada kelainan fungsi, tidak ada secret.

6) Mulut/Gigi

Warna bibir tidak pucat, mulutbersih, tidakada stomatitis, tidakada caries gigi,

dan tidak ada epulis.

7) Telinga

Bentuk simetris, tidak ada kelainan fungsi, bersih tidak ada serumen.

8) Leher

Jugular venous pressure 5-2 cmH2O, tampak massa sebesar telur ayam

kampung dan bergerak saat menelan, tidak nyeri

9) Thorax/ payudara

Pernapasan normal, pembesaran payudara simetris, hiperpigmentasi areola

mammae, kelenjar montgomeri tampak jelas, puting susu sebelah kanan

tenggelam dan sebelah kiri datar, konsistensi payudara lembek dan terasa

kosong. ASI sudah keluar.


31

10) Abdomen

Terlihat luka bekas operasi, TFU teraba 3 jari bawah pusat, kontraksi uterus

baik, uterus keras dan bundar, posisi uterus ditengah dan kandung kemih

terasa lembek.

11) Genetalia

Luka episiotomi tidak ada, tampak pengeluaran lochea berwarna merah

kecoklatan (lochea Sanguinolenta).

12) Anus

Tidak ada hemoroid, bersih

13) Ekstremitas atas

Simetris, tidak oedema, tidak ada kelainan fungsi

14) Ekstremitas bawah : Tidak oedema, tidak varises, simetris, tidak ada

kelainan fungsi.

4. Pemeriksaan penunjang (19/3/2018): HB = 11,6 gr/dl

Terapi yang didapat tanggal 17/06/2015

a) Ceftriaxone 2 x 500mg

b) Asammefenamat 3 x 500mg

c) SF 2 x 1 tablet

d) Vitamin C 3 x 1

e) Metronidazole 3 x 500mg

f) Transamin 3 x 1 ampul

3.2 Interpretasi Data

Diagnosa : Ny. L P2A0H2 Nifas hari ke-6 P2A1H1 Post Partum SC Histerektomi

Atas Indikasi Plasenta Previa Totalis Akreta + Baby Blues Syndrom.

Masalah : Ibu mengalami baby blues sindrom


32

Kebutuhan : Memberikan ibu suport dan kebutuhan nutrisi.

3.3 Diagnosa/Masalah Potensial:

Ibu: Depresi Postpartum

3.4 Tindakan Segera, Kolaborasi, Dan Rujukan

Kolaborasi Dengan Keluarga dan Psiakiater.

3.5 Perencanaan

a. Mengiformasikan hasil pemeriksaan dan keadaan umum ibu

b. Memantau tanda tanda vital ibu

c. Memberikan dukungan kepada ibu dan menelaskan kepada keluarga untuk

mendukung serta memotivasi ibu dan memberikan perhatian kepada ibu.

d. Menjelaskan kepada ibu tentang kebutuhan dasar ibu nifas

 Nutrisi

 Perawatan luka sc

 Eliminasi

 Personal hygiene

 Aktivitas ibu

 Perawatan dan kebutuhan bayi

e. Memantau output cairan (kateter)

f.Memberikan obat sesuai kebutuhun ibu dnegan therapy dokter.

3.6 Implementasi

a) Menginformasikan keadaan ibu yaitu

b) Melakukan pemantau tanda-tanda vital ibu setiap 4 am sekali.

c) Memberikan informasi kepada keluarga agar ibu diberikan dukungan serta

perhatian sepenuhnya, agar pasien dapat pulih kembali.


33

d) Memberikan informasi pada ibu agar memenuhi kebutuhan nutri seperti tinggi

protein.

e) Memantau intake dan output cairan ibu melalui kateter.

f) Memberikan obat kepada ibu sesuai kebutuhannya atas therapy dokter.

3.7 Evaluasi

1. Pemeriksaan TTV telah dilakukan

2. Pemberian nutrisi kepada ibu

3. Memberikan dukungan pada ibu baik dari keluarga dan tenaga kesehatan.

4. Memantau keadaan umum ibu dengan masalah yang dialami saat ini.
34

BAB IV

PEMBAHASAN

Ny.”L” Ibu postpartum hari ke-2 dengan post histerektomi dan baby blues sindrom.

Kiriman dari kamar ICU tanggal 19 maret 2018. Pada tgl 20 maret 2018 pkl.10 wib

pasien dipindahkan keruang perawatan Data subjektif pada anamnesa keluhan ibu saat

ini, menunjukkan bahwa ibu merasa masih sangat nyeri di daerah perut ibu setelah

tindakan operasi SC dan post histerektomi. Data objektif pada pemeriksaan fisik sedikit

tampak wajah ibu pucat, masih ada PPV, dan hasil pemeriksaan HB 11,6 gr%.

Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan pada tanggal 20 maret 2018 di kamar

nifas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ny. “L” mengalami Baby blues sindrom.

Ibu mengatakan bahwa keluarga dari pihak suami tidak menyukainya dan

membicarakannya. Ibu sering merasa sedih tanpa sebab.

Menurut Bobak (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan postpartum

blues adalah perubahan mood pada ibu postpartum yang terjadi setiap waktu setelah ibu

melahirkan tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat postpartum dan

memuncak antara hari kelima dan ke-14 postpartum yang ditandai dengan tangisan

singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak

dapat tidur. Mansyur (2009) juga menyebutkan bahwa Syndrome baby blues merupakan

perasaan sedih yang dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan

bayinya. Postpartum baby blues adalah gangguan suasana hati yang berlangsung selama

3-6 hari pasca melahirkan. Syndrome baby blues ini sering terjadi dalam 14 hari pertama

setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk pada hari ke tiga dan ke empat.

Ibu postpartum yang mengalami postpartum blues mempunyai gejala antara lain

rasa marah, murung, cemas, kurang konsentrasi, mudah menangis (tearfulness), sedih
35

(sadness), nafsu makan menurun (appetite), sulit tidur (Pillitari, 2003; Lyn dan Pierre,

2007 dalam Macmudah, 2010.

Berdasarkan gejala yang dialami oleh ibu, maka ibu membutuhkan dukungan dan

perhatian dari orang orang terdekat seperti suami, orangtua, dan mertua. Karena menurut

As’ari, 2005 bahwa perlunya adanya Dukungan sosial. Perhatian dari lingkungan terdekat

seperti suami dan kelurga dapat berpengaruh. Dukungan berupa perhatian, komunikasi

dan hubungan emosional yang hangat sangat penting. Dorongan moral dari teman-teman

yang sudah pernah bersalin juga dapat membantu. Dukungan sosial adalah derajat

dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-

orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari,

2005). Dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan, atau informasi yang diterima oleh

seseorang melalui kontak formal dengan individu atau kelompok (Landy dan Conte,

2007).

Memberikan informasi kepada keluarga terkhususnya suami, bahwa saat ini ibu

mengalami baby blues sindrom, oleh karena itu perlunya dukungan dan perhatian penuh

kepada ibu, seperti menemani pasien, ikut berperan dalam merawat pasien seperti

memperhatikan kebutuhan intake dan output pasien, mengajak pasien untuk mengobrol

seperti nama bayi yang cocok untuk diberikan, mengajak pasien bercerita tentang

pengalamannya, mendengarkan keluhan keluhan atau maslaah yang dialami pasien,

sehingga pasien akan merasa diperhatikan, serta memberikan dukungan baik secara moril

dan spritual agar lebih dekat lagi kepada TUHAN YANG MAHA ESA.
36

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Ny.”L” P1A0H2 nifas hari ke-6 dengan persalinan SC, pasien kiriman dari

ruang ICU tanggal 19 MARET 2018. Berdasarkan pengkajian data dan

pemeriksaan fisik, Ny.”L” mengalami masalah nyeri bekas operasi dan

histerektomi, oleh karena itu diberikan asuhan perawatan luka bekas sc.

Memberikan informasi kepada ibu bahwa nyeri dari luka operasi merupakan hal

yang fisiologis, oleh karena itu tidak boleh melakukan pekerJaan yang berat berat

terlebih dahulu, tidak melakukan aktivitas aktivitas yang berlebihan.

Syndrome baby blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil yang

berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya. Perubahan ini

sebenarnya merupakan respon alami dari kelelahan pasca persalinan (Pieter dan

Lubis, 2010). Mansyur (2009) juga menyebutkan bahwa Syndrome baby blues

merupakan perasaan sedih yang dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini

berkaitan dengan bayinya. Postpartum baby blues adalah gangguan suasana hati

yang berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Syndrome baby blues ini

sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk

pada hari ke tiga dan ke empat.

Berdasarkan data yang yang dikaji, masalah lain yang dialami pasien adalah

pasien mengalami baby blues sindrom, dikarenakan disaat pasien sadar, pasien

sering sekali menangis, sedih, berbicara ngawur, dan susah tidur. seperti menurut

(Aprilia, 2010) bahwa gejala dari baby blues sindrom yaitu seperti kesedihan, suka

menangis, hilang nafsu makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah,

cemas, dan merasa kesepian. Oleh karena itu diperlukan dukungan penuh baik
37

berasal dari keluarga terkhususnya suami dan tenaga kesehatan, dukungan yang

diberikan yaitu baik dalam perawatan kebutuhan nutrisi ibu, istirahat, perawatan

luka, serta dukungan untuk merawat bayinya, melakukan pendekatan selalu kepada

ibu agar ibu tidak merasa kesepian dan merasa dihargai, oleh karena itu pentingnya

dukungan moril, dan spritual agar terhindar dari masalah yanga lebih berat yaitu

depresi postpartum.

5.2 SARAN

5.2.1 Bagi Keluarga Pasien

Perlunya perhatian sepenuhnya dan dukungan moril dan spritual kepada pasien

serta pendekatan kepada Tuhan YME agar pasien tidak merasa kesepian dan

menganggap dirinya dibutuhkan dan dihargai serta memberikan dukungan untuk

merawat bayinya, bekerja sama dalam merawat bayinya. Mendekatkan diri kepada

agama agar tidak terbawa dalam hal yang membuat stres sehingga terjadi depresi.

5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Pentingnya untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu ibu hamil

tentang kesiapan persalinan baik pada masa hamil, bersalin dan nifas, agar ibu siap

untuk menghadapi proses persalinan dan masa nifas, sehingga dapat meminimalkan

terjadinya post partum baby blues sindrom.


1

Anda mungkin juga menyukai