Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit infeksi kronik
menular masyarakat yang masih menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Tuberkulosis paru adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, TB paru menjadi
penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernapasan pada semua kelompok umur serta penyebab kematian
nomor satu dari golongan penyakit infeksi pernapasan (Departemen
Kesehatan, 2007).
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi
masalah kesehatan penting di dunia. Tb paru dapat menyebar dari satu orang
ke orang lain melalui transmisi udara (droplet dahak pasien Tb paru). (Depkes,
2007)
India, Cina, dan Indonesia berkontribusi terhadap lebih dari lima puluh
persen kasus Tuberkulosis di seluruh dunia. Laporan Tb paru dunia oleh
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang Tb paru terbesar nomor tiga di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar lima ratus tiga puluh
sembilan ribu dan jumlah kematian sekitar seratus satu ribu pertahun.Terdapat
dua ratus empat puluh empat penderita kasus Tb paru aktif per seratus ribu
penduduk. (WHO, 2009)
Jumlah penderita Tb paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus
meningkat. Menurut laporan WHO, penderita Tb paru di Indonesia pada tahun
2009 sebanyak 294.731 orang. Pada tahun 2010, jumlah penderita Tb paru
naik menjadi 330.000 orang dan pada tahun 2012, junlah penderita Tb paru
meningkat cukup tajam yaitu 583.000 orang. Saat ini setiap menit muncul satu
penderita baru Tb paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru Tb

1
paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal
akibat Tb paru di Indonesia 2. India, Cina, dan Indonesia berkontribusi
terhadap lebih dari lima puluh persen kasus Tuberkulosis di seluruh dunia.
Laporan Tb paru dunia oleh World Health Organization (WHO) pada tahun
2009, masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang Tb paru terbesar
nomor tiga di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar
lima ratus tiga puluh sembilan ribu dan jumlah kematian sekitar seratus satu
ribu pertahun. Terdapat dua ratus empat puluh empat penderita kasus Tb paru
aktif per seratus ribu penduduk. (Kartasasmita, 2009)
Penyebab paling penting peningkatan angka kejadian Tb paru di seluruh
dunia adalah ketidakpatuhan terhadap program, diagnosis, pengobatan tidak
adekuat, endemik HIV, dan MDR. Menurut survei resistensi obat yang
dilakukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 menunjukan bahwa estimasi
Tb MDR diantara Tb kasus baru 1,8% dan pada kasus pengobatan nya 17, 1%.
(Kartasasmita, 2009)
Menurut Perhimpunan dokter Paru yang ada di Indonesia, penyebab
kematian terbesar pada kasus Tb paru ini adalah Tb paru yang terjadi pada
penderita HIV/AIDS. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita Tb paru
adalah bronkietaksis, hemoptesis berat, empiema, pneumothorax yang
disebabkan karena kerusakan jaringan paru, insufisiensi kardiopulmoner serta
penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya. (Depkes, 2007)
Penderita Tb paru yanng meninggal di rumah sakit mempunya persentasi
terbesar (66,7%) umumnya usia produktif dengan tingkat pengetahuan, tingkat
pendidikan yang rendah, serta kurangnya kemampuan ekonomi
mempengaruhi kemauan/ kemampuan penderita dan keluarganya dalam upaya
pengobatan. Hal ini merupakan hal yang wajar, karena penderita Tb paru
sebelum meninggal dibawa ke rumah sakit dengan alasan tertentu antara lain
sesak nafas, menurunnya fungsi paru, dan batuk darah. (Departemen
kesehatan, 2007)

Berdasarkan latar belakang tersebut sekiranya cukup sebagai dasar bagi


peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang angka kejadian

2
penemuan tuberkulosis paru, mengingat akan berdampak burukbagi penderita

dan sebagai pedoman untuk tatalaksana pengobatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa landasan teori yang dapat mendukung dalam pemberian asuhan
keperawatan dengan TB paru?
2. Bagaimana penatalaksanaan untuk penderita TB paru?
3. Bagaimana asuhan keperawatan untuk penderita TB paru?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis penyakit tuberculosis paru.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan penyakit tuberculosis paru.

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui konsep medis penyakit tuberculosis paru.
2. Dapat mengetahui konsep keperawatan penyakit tuberculosis paru.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (Smeltzer,
2013)
Tuberkulosis adalah penyakit yang menyerang paru-paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis (TBC) adalah penyakit akibat
kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenal semua
organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang baisanya merupakan
lokasi infeksi primer.(Nurhidayah, 2011)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang di kenal sebagai focus primer dari ghon.
(Wijaya & Putri, 2013)

B. Klasifikasi
1. Menurut WHO, TB dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
a. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan
kasus baru dengan bentuk TB berat.
b. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan
sputum BTA positif.
c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam
kategori I.
d. Kategori IV ditujukan kepada : TB kronik.
2. Pembagian secara patologis:
a. Tuberkulosis primer

4
b. Tuberkulosis post primer
3. Berdasarkan pemeriksaan dahak:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
4. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:
a. Katergori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberkulin negatif.
b. Kategori I, yaitu terpajan tuberkulosis tetapi tidak terbukti adanya
infeksi, di sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
c. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
d. Kategori III, terinfeksi tuberkulosis dan sakit. (Nurhidayah, 2011)

C. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini
tidak berspora sehingga muda di basmi oleh pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ulytraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberkulosis yaitu tipe
Human dan tipe Bovin. Basil tipe Bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe Hman bisa berada di bercak
ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang
terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.
Setelah terinhalasi dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini
dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan
sampai bertahun-tahun.(Nurarif & Kusuma, 2015)
Basil tipe Human, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimiawi dan fisik.
Kuman ini hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
hidup bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lainnya adalah aerob. Sifat ini menunjukkan

5
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang lebih tinggi kadar oksigennya.
Dalam hal ini tekanan apikal bagian paru-paru lebih tinggi daripada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit
tuberkulosis. (Nurhidayah, 2011)
D. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit tuberculosis paru, yaitu:
1. Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan
berhari - hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap
oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian
baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan
oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan
gerakan silia bersama sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer
atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi
pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan
limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang.Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar

6
getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal
+ limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak
terjadi.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia
yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivitas
lagi karena kuman yang dormant.
c. Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini
menyebar ke sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga dapat
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara
limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen ke organ
tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan
tuberculosis primer.
2. Tuberculosis pasca primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun –
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa.
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.Tuberculosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes,
AIDS, gagal ginjal.Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang
dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus
superior atau inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia
kecil.Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel
besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat.

7
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan
imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi :
a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras,
menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai
granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan
bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk
jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah
kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan
kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh
enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan
sitokin dengan TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah
cryptic dissesminaate TB yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia
lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak
kavitas dapat meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia
baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka
akan teradi TB Milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau
tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus.
Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan
terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau
empiema bila rupture ke pleura memadat dan membungkus diri
sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh
atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan
kemudian menjadi mycetoma bersih dan menyembuh disebut open
healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri
menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang

8
terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate
shaped. (Wijaya & Putri, 2013)

E. Manifestasi Klinis
Tuberkulosis seing dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lainnya yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehiingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan.
Gambaran klinik TB dpat di bagi menjadi 2 golongan, ggejala
respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada
tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
b. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
c. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

9
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam
influenza ini.
b. Gejala sistemik lain
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan
keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
(Nurhidayah, 2011)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan
tuberculosis Paru, yaitu :
1. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
2. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical
lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru
(misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat

10
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding
tipis.lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila
terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.Pada klasifikasi
bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi.Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan
yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian
paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru
adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru
(efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura
(pnemothorax)
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-
garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun
atelektasis dan emfisema.
3. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah
banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan
radiologis biasa.Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan
dapat dibuat transversal.
4. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai
proses-proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada
perut.Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan koronal.
5. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat

11
tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai
sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi,
laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
6. Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai
tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified
protein derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau
2 T.U ( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih
memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan ,
umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin
hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah terserang
Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
7. Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
a. Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non
sensitivity.
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.
Disini peran antibody normal masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity
disini peran antibody selular paling menonjol. (Wijaya & Putri, 2013)

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru,
yaitu :
1. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran
getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.

12
2. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam
jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material
masuk ke rongga pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat
mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
3. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura,
rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
4. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan
laryngitis tuberculosis.
5. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam
saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya
tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis
dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan
saluran pencernaan.
6. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim
paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih
lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
7. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas,
menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk
mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh. (Nurarif & Kusuma, 2015)

13
H. Penatalaksanaan
Menurut Nurhidayah (2011), penatalaksanaan medis untuk TB paru
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Prinsip pengobatan
2. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

14
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
 Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien.Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.

15
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu
(1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien.

16
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolik

17
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
c. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas.
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.

18
7. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh:
a. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental,
atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/
faringeal.

19
2. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pathogen.
3. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler
dan secret kental, tebal.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi,
keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.

C. Rencana/ Intervensi Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental,
atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/
faringeal.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharaapkan klien dapat
mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil: mengelaurkan sekret tanpa bantuan, menunjukan perilaku
mempertahankan jalan napas.
Rencana Tindakan:
a. Kaji pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.
Rasional : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis,
ronchi menunjukan akumulasi secret.
b. Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah,
diakibatkan oleh kerusakan paru-paru.
c. Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk
efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam
mambantu ventilasi maksimal meningkatkan gerakan secret
d. Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.

20
Rasional:Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan
secret.
e. Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan
meminimalkan upaya pernapasan
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik,
brochodialator, kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran
secret.
2. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pathogen.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
menentukan intervensi mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi
Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.
Rasional :Mengurangi resiko kontaminasi silang.
b. Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi
kemkungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
c. Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi
pernapasan).
Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu
secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan
bahwa bereaksi pada proses infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
d. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik
kering pada inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum, dan
adanya mengi / ronchi . lakukan isolasi pernapasan bila etiolgi batuk
produktif tidak diketahui.

21
Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi
perkembangan PCP penyakit yang paling sering terjadi meskipun
demikian , TB mengalami peningkatan an infeksi jamaur lainnya.
e. Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/
inflamasi.
Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat
mencegah terjadinya sepsis.
f. Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan
membuang pada tempat, anjurkan buang dahak pada wadah cairan
disinfektan.
Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien
keperawatan atau orang lain.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti
agen mikroba.
Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk
organsime tertentu ( sistem perusak).
3. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler
dan secret kental, tebal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
bebas dari distress pernapasan
Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan
adekuat dengan gas darah dalam rentang normal.
Rencana Tindakan :
a. Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian
kecil bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi
pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea
berat sampai distress penapasan.
b. Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku .

22
Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi organ
vital
c. Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir
disiutkan, khususnya dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim.
Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah
kolaps atau penyempitan jalan napas, sehingga membantu
menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan
napas pendek.
d. Anjurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode
penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
e. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-
tanda malnutrisi.
Rencana Tindakan :
a. Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan
khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet.

23
c. Monitor intake dan output secara periodic
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.
d. Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi
protein karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi
gaster.
e. Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolic
f. Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah
sehingga dengan obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang
penuh.
g. Berikan terapi parenteral sesuai indikasi.
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan
parenteral.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi,
keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis
kebuthan pengobatan.
Rencana Tindakan :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
b. Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahap individu.

24
c. Beri penyuluhan tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan
pencegahan).
Rasional :Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB
Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi,
pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
d. beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
e. Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan,
komplikasi, dan pencegahan).
Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB
Paru (( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi,
pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
f. Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada
keluhan.
Rasional :agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan
yang terdapat pada pasien.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti
meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Pada pemeriksaan fisik dengan penderita TB Paru dapat ditemukan
tanda-tanda :
a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c. Secret di saluran napas dan ronkhi.
d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus.
Keluhan utama yang sering terjadi pada penderita TB Paru
yaitu Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada. Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis
lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.

B. Saran
Makalah ini masih perlu penyempurnaan supaya bisa digunakan
sebagai acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan. Oleh karena itu
kami berharap atas sumbangan kritk dan saran untuk perbaikan kedepannya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Nurhidayah. 2011.Keperawatan Medikal Bedah 1. Makassar : Alauddin Unersity


Press.
Smeltzer, S.C,. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, Edisi
12. Jakarta : EGC.
Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Marisa. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
1. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Askep Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC,Edisi Revisi jilid 1. Jogjakarta : Penerbit
Mediaction Jogja.
Kartasasmita, Cissy B. 2009. Epidemiologi Tuberculosis. Bandung: UNPAD.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
WHO. Global Tuberculosis Report [serial online]. 2009. Diakses pada 21
September 2017

27

Anda mungkin juga menyukai