BAB I
PENDAHULUAN
1. Alat ini hanya untuk mengontrol dan mengarahkan benda kerja ke mata
potong/mata gerinda.
2. Produk yang dikerjakan berupa parang.
3. Pengerjaan produk dengan alat ini hanya untuk membantu proses
penggerindaan sisi serta mata parang dan tidak dengan proses
pengamplasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembuatan proposal tugas akhir tentang jig dan fixture ini ditujukan
untuk mengatasi masalah yang sudah disebutkan pada latar belakang masalah
diatas dan dikhususkan bagi para pelaku usaha Pandai Besi. Oleh karena itu, ini
menggunakan teori yang telah dikembangkan agar sesuai dengan proses
perancangan, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, dan manfaat.
Selain bagian penting dari proses manufaktur, tool design berada pada
posisi antara desain produk dan produksi produk, sehingga tujuan utama tool
design adalah menurunkan biaya manufaktur, dengan mempertahankan kualitas
produk dan meningkatkan produksi.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut tool design harus memenuhi syarat
berikut : (Menurut Edward G. Hoffman dalam Agung. 2015).
a. Menyajikan design tool yang simple dan mudah dioperasikan untuk mendapat
efisiensi maksimum.
b. Mengurangi biaya manufaktur dengan memproduksi parts dengan biaya
sekecil mungkin.
c. Design tool yang konsisten agar dapat memproduksi parts dengan kualitas
tinggi.
6
Jig dan fixture merupakan alat bantu produksi yang digunakan pada proses
manufaktur, sehingga menghasilkan duplikasi part yang akurat. Jig dan fixture
biasanya dibuat secara khusus sebagai alat bantu proses produksi untuk
mempermudah dalam penyetingan material yang menjamin keseragaman bentuk
dan ukuran dalam jumlah banyak (mass product) serta mempersingkat waktu
produksi. (Menurut Edward G. Hoffman dalam Agung. 2015).
1. Ukuran
Kontruksi jig biasanya ringan, dan tidak selalu tetap pada meja mesin. Hal
ini karena jig harus bergerak mengarahkan alat potong, tidak seperti fixture yang
dijepit pada meja. Selain itu ukuran perlengkapan yang cukup besar dalam
konstruksinya membantu menahan jig tetap pada posisinya. Fixture dipasangkan
pada meja untuk memastikan benda kerja tidak bergerak saat mesin mulai
beroperasi.
2. Aplikasi
Fixture ditetapkan pada aplikasi yang lebih luas dibandingkan dengan jig.
Beberapa contoh fixture secara umum diantaranya lathe fixture, miling fixture,
grinding fixture, dan sawing fixture. Fixture juga dapat dimanfaatkan dalam
operasi setiap mesin yang menuntut hubungan yang tepat antara posisi alat
terhadap benda kerja.
3. Akurasi
2. Aspek Ekonomi
a. Mengurangi biaya produksi dengan menghemat waktu proses.
b. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat atau mesin.
c. mengoptimalisasi mesin yang kurang teliti, jika menggunakan tangan
lansung.
1. Plate fixture
Bentuk paling sederhana dari fixture, dibuat dari pelat datar yang mempunyai
variasi klem dan locator untuk memegang dan memposisikan benda kerja.
Konstruksinya sederhana sehingga bisa digunakan pada hampir semua proses
pemesinan.
Gambar 2.3 Angle plate fixture modifikasi (Hoffman dalam Agung. 2015).
4. Indexing fixture
Indexing fixture mempunyai bentuk yang hampir sama dengan indexing jig,
jenis fixture ini digunakan untuk Untuk benda kerja yang harus dikerjakan
dengan jarak (linier/angular) antar pemesinan yang harus dikerjakan dengan
hasil yang sangat presisi.
5. Multistattion fixture
Adalah jenis fixture untuk kecepatan tinggi, dan volume produksi tinggi
dimana siklus pemesinan kontinyu, Berikut uraiaannya:
6. Profiling fixture
Profiling fixture digunakan untuk mengarahkan perkakas pada proses
permesinan kontur yang tidak terjangkau atau tidak bisa dilakukan oleh
mesin. Konturnya bisa internal ataupun eksternal.
Proses kreatif juga memiliki pola – pola yang harus dipakai, antara lain :
a. Recognition adalah realisasi pertama ataupun pengakuan bahwa masalah itu
ada.
b. Preparationi adalah aplikasi dari usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk
memahami masalah tersebut.
c. Incubation adalah periode untuk meninggalkan pemikiran tersebut dalam
pikiran, yang membuat alam bawah sadar mulai bekerja.
d. Illumination adalah persepsi ataupun formulasi dari ide inti.
e. Vertification adalah kerja keras untuk mengembangkan dan menguji ide
tersebut.
13
2. Clamping
3. Celah (Clerance)
a. Ruang rugi yang cukup besar harus disediakan untuk memungkinkan
variasi ukuran benda kerja.
14
5. Penanganan
Buat peralatan ringan dan mudah ditangani, pastikan tidak ada sudut yang
tajam, dan bila berat berikan titik – titik pengangkatan.
6. Umum
a. Pertahankan desain yang sederhana sehingga minimal.
b. Gunakan seku cadang standar sebanyak mungkin.
c. Metode lokasi dan pengikat harus dibuat sedemikian sehingg waktu idle
minimal.
d. Desain untuk keamanan.
BAB III
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam perancangan jig dan fixture untuk proses
penggerindaan pada usaha pandai besi, didasarkan flow chart sebagai berikut:
MULAI
Oservasi lapangan
· Produk parang
· Kontruksi jig dan fixture
· Prinsip kerja jig dan fixture
· Ketersediaan material
Input
· Bentuk kontruksi
· Dimensi jig dan
fixture
Gambar desain
· Menentukan dimensi-dimensi
part dan dimensi assembly
· Detail gambar teknik
kesimpulan
SELESAI
3.2.1 parang
sama lain dikarenakan bentuk parang yang akan dibuat sesuai dengan masing-
masing daerah pemesan yang akan dikirim. lengkukan bentuk serta ketebalan
parang juga berbeda-beda, itu dikarenakan produk parang dibentuk dengan proses
penempaan sehingga bentuk detil setiap parang tidak ada yang sama persis.
19
penggerindaan yang saat ini masih tergolong cukup rawan dengan kecelakaan
kerja. posisi tubuh pekerja yang seperti itu sangat mudah mengalami sakit pada
Keterangan:
1. Pengatur ketinggian
2. Pencekam
3. Pengatur kemiringan
4. Slider
21
1. pengatur ketinggian
Keterangan:
1. Flange bolts
2. Silinder pendukung handle.
3. Mur pembatas.
4. Batang ulir.
5. Tuas.
6. frame.
7. Shoulder bolts.
8. Sambungan plat pendukung.
9. Plat pendukung.
10. Cover body.
22
2. Pencekam
3. Pengatur kemiringan
4. Slider
2. Mengatur kemiringan.
Pada saat tuas (G) diputar searah jarum jam, maka pelat penekan akan tertarik
keatas melalui bantuan ulir dan mur, dan Clamping akan bergeser menumpu di
badan cover (A). Kemiringan yang bisa disetting hanya sesuai dengan kebutuhan
para pekerja pandai besi dalam menggerinda parang.
3. Mengatur ketinggian.
Pada saat tuas (E) diputar searah jarum jam, maka ujung cover (A) akan
terangkat keatas melalui bantuan ulir dan mur. Ketinggian diatur sesuai
lengkungan sebuah produk/parang.
Dari gambar diatas, maka dapat dilihat bahwa jenis jig dan fixture ini
mencekam benda kerja. Desain alat ini disesuaikan dengan kebutuhan serta cara
parang/pisau. Berikut keterangan Dari gambar 3.3 yang meliputi komponen jig
D. Lapisan karet
Lapisan karet yang dilapisi pada kedua pelat clamping berfungsi untuk
memperkesat serta meredam benda kerja/parang saat proses penggerindaan
berlangsung, agar benda kerja tidak mengalami kerusakan/patah akibat dari
pencekaman yang terlalu kuat.
E. Tuas.
Tuas (E) berfungsi untuk mengatur ketinggian jig dan fixture. setting
ketinggian pada alat bantu ini berbeda fungsi dengan setting ketinggian pada
jenis jig lain yang ada, setting ketinggian ini diperuntukan sesuai dengan
lengkungan suatu benda kerja/parang yang berbeda-beda.
F. Rangka.
Rangka berfungsi sebagai penumpu bagian-bagian jig dan fixture. Rangka ini
diikat pada pelat sliding (H) yang bekerja untuk arah sumbu Z dan -Z.
G. Tuas.
Tuas (G) berfungsi untuk mengatur kemiringan sesuai dengan kebutuhan benda
kerja/parang.
H. Pelat sliding.
I. sliding shaft.
Shaft sliding berfungsi untuk mengatur rangka (F) yang bergeser arah sumbu Z
dan -Z.
J. Collar.
27
Collar juga sering disebut dengan Bos as, berfungsi sebagai penumpu sliding
yang terjadi antara rangka (F) dan sliding shaft (I), bos as juga berfungsi untuk
mengurangi biaya perawatan pada alat bantu ini. Bos as ini didesain menyatu
dengan sliding plate dengan cara penyambungan las.
K. Poros pencekam.
Poros pencekam berfungsi untuk menarik clamping (B) untuk melakukan
proses pencekaman benda kerja/parang.
L. Collar plate.
Berfungsi untuk menahan bos as (M) yang mengalami gaya tekan dari pelat
penekan (N).
M. Collar.
Berfungsi untuk merubah gaya tekan dari pelat penekan (N) menjadi gaya tarik
untuk pelat penarik (O).
N. Pelat penekan.
Pelat penekan ialah pelat yang mengalami gaya tekan dari ulir tuas pencekam
(Q) dan menekan boas as (M) untuk merubah gaya tekan menjadi gaya tarik.
O. Pelat penarik.
Pelat penarik ialah bagian yang menarik ke empat poros pencekam (K).
P. Ulir penekan.
Ulir penekan berfungsi untuk mendorong pelat penekan (N) serta menarik
pelat penarik (O) dengan bantuan mur.
Q. Tuas pencekam.
Tuas pencekam berfungsi untuk mempermudah pekerja dalam mencekam
benda kerja.
R. Meja kerja.
Meja kerja beefungsi untuk membatasi lokasi kerja sliding Jig dan fixture juga
sebagai tempat dudukan gerinda.
S. Penyangga sliding shaft.
Komponen ini ialah bagian yang membatasi lokasi sliding jig dan fixture arah
sumbu X dan -X.
T. Sliding plate.
28
Collar juga sering disebut dengan Bos as, berfungsi sebagai penumpu sliding
yang terjadi antara rangkal (F) dan sliding shaft (v), bos as juga berfungsi
untuk mengurangi biaya perawatan pada alat bantu ini. Bos as ini didesain
menyatu dengan sliding plate dengan cara penyambungan las.
V. Sliding shaft.
Shaft sliding berfungsi untuk mengatur rangka (F) yang bergeser arah sumbu X
dan -X
Proses kerja jig dan fixture ini terbagi dalam tiga bagian fungsi, yaitu:
1. mencekam.
Pada saat tuas pencekam (Q) diputar searah jarum jam, maka pelat penekan
akan mendekati permukaan collar (M), sehingga pelat penarik (O) akan
menjauhi pelat penekan (N) serta menarik ke empat buah poros pencekam (K)
dan clamping (B) hingga mencekam benda kerja.
2. Mengatur kemiringan.
Pada saat tuas (G) diputar searah jarum jam, maka pelat penekan akan tertarik
keatas melalui bantuan ulir dan mur, dan Clamping akan bergeser menumpu di
badan cover (A). Kemiringan yang bisa disetting hanya sesuai dengan kebutuhan
para pekerja pandai besi dalam menggerinda parang.
3. Mengatur ketinggian.
Pada saat tuas (E) diputar searah jarum jam, maka ujung cover (A) akan
terangkat keatas melalui bantuan ulir dan mur. Ketinggian diatur sesuai
lengkungan sebuah produk/parang.
3.3.1.1.
29
3.3.3. Perhitungan