PENDAHULUAN
1
tubuh (IMT), lingkar lengan atas (LLA), tebal lemak triseps dan biseps, peningkatan
proporsi lemak tubuh, kadar albumin, hemoglobin, penurunan kadar C-reactive
protein dan peningkatan Zn plasma. Pemberian diet tinggi kalori tinggi protein
(TKTP) dan obat TB pada penderita TB yang di rawat di rumah sakit memberikan
hasil berupa perbaikan secara klinis yaitu peningkatan berat badan, peningkatan kadar
Hb serta penurunan SGOT dan SGPT.1
Pada penderita TB asupan makanannya rendah, hal ini disebabkan oleh
anoreksia, mual, muntah dan suhu badan yang meningkat menyebabkan peningkatan
metabolisme energi dan protein. Asupan yang tidak adekuat dapat menimbulkan
pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis dan akan mengakibatkan terjadinya penurunan berat
badan dan kelainan biokimia tubuh. Dampaknya yaitu terjadi penurunan sistem
imunitas tubuh dan proses infeksi menjadi lebih progessif yang akan mengakibatkan
perlambatan penyembuhan TB.1
Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan yang adekuat dan tinggi
protein akan menghentikan proses deplesi, selain itu terjadi perbaikan sel dan mukosa
jaringan serta sistem imunitas sehingga daya tahan tubuh meningkat. Diet yang cukup
selain dapat meningkatkan status gizi penderita juga berpengaruh pada peningkatan
sistem imunitas yang membantu mempercepat penyembuhan TB. Selain pemberian
obat TB yang diberikan untuk mematikan bakteri dan memutus rantai penularan
diberikan penyuluhan dan perbaikan gizi, agar penderita mengetahui kebutuhan
makanan yang meningkat pada keadaan sakit sehingga penderita dapat meningkatkan
asupan makanan. Berbagai sumber protein dengan kualitas yang baik dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein yang meningkat pada penderita TB
seperti daging, ikan, telur, susu dan kedelai (proten). 1
Perbaikan status gizi dapat terjadi dengan meningkatnya asupan makanan
diikuti dengan peningkatan berat badan, IMT, LLA, triseps, biseps dan kadar
albumin. Hal ini akan memberikan hasil pengobatan yang optimal. Kebutuhan energi
dan protein yang tinggi disertai dengan penyuluhan gizi akan mempercepat proses
2
penyembuhan, terutama pada penderita malnutrisi. Pada umumnya penderita TB
ditemukan pada usia produktif dan hal ini secara tidak langsung akan memberi
dampak terhadap produksi kerja mereka, disebabkan oleh ketidakhadiran karena
sakit, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pendapatan mereka.
Penyembuhan yang cepat dan terapi yang tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi serta meningkatkan kualitas hidup penderita.1
3
BAB II
ISI
4
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:2
Kemiskinan pada masyarakat, terutama pada negara yang sedang
berkembang.
Kegagalan program TB. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:
o Tidak memadainya pendanaan.
o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB seperti kurang terakses
oleh masyarakat, penemuan kasus atau diagnosis yang tidak standar,
obat yang tidak terjamin penyediaannya serta tidak dilakukan
pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar.
o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang
tidak standar dan gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).
o Persepsi yang salah pada masyarakat tentang manfaat dan efektivitas
BCG.
o Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi atau yang mengalami pergolakan.
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan.
Dampak pandemi HIV.
Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan
dalam 22 negara dengan masalh TB besar (high burden countries). Menyikapi
masalah tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan
dunia (global emergency).2
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permaslahan TB.
Koinfeksi dengan TB akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada
ssat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance/MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
5
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
epidemi TB yang sulit diatasi.2
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan 101.000 kematian.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.2
2.2 Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini bersifat aerob dan tahan asam, serta dapat
bersifat patogen maupun saprofit.3 Sifat aerob dari kuman ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini,
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis. 4 Ada beberapa
mikrobakteri patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil
daripada sel darah merah.3
Penyakit yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis ini mulai menyebar ke
segala penjuru dunia pada abad XVII-XVIII. Pada saat itu, TB menyebabkan
kematian hampir seperempat jumlah kaum dewasa di Eropa, sedangkan di Amerika
Serikat bagian utara, dari tahun 1800-awal tahun 1900-an, TB merupakan penyebab
kematian utama.5
Walaupun mikrobakteri tuberkulosis sudah ditemukan oleh dr. Robert Koch
pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, penyakit TB ini baru bisa diberantas setelah
ditemukan obatnya pada 1940 sampai 1950-an. Obat pertama yang diproduksi antara
lain streptomycin, isoniazid dan para-aminosacylic acid. Kemudian, muncul obat-
obatan seperti etambutol, rifampisin, thiacetazone dan pyrazinamide. Sejak saat itu,
TB sempat mereda dan tidak menjadi masalah lagi di kalangan kedokteran. Namun,
6
awal tahun 1990-an TB kembali menjadi bahan pembicaraan dunia kedokteran karena
ternyata masih membunuh sekitar 2-3 juta penduduk dunia, khususnya di negara
ekonomi lemah dan menengah.5
7
dengan M. tuberculosis, sistem imun akan mulai bereaksi. Makropag yang berfungsi
menghancurkan organisme yang berbahaya bagi tubuh akan mulai mengelilingi dan
membangun dinding untuk menghalangi bakteri tuberkulosis dalam paru-paru. Bila
makropag tidak berhasil melindungi dengan baik, bakteri akan tetap berada dalam
dinding ini selama bertahun-tahun dalam keadaan hidup tapi tidak aktif. Pada kasus
ini, seseorang dapat dianggap sudah terinfeksi TB, tapi tidak akan merasa sakit atau
mengalami gejala-gejalanya serta tidak dapat menularkan penyakit ini pada orang
lain.6
Tetapi, kadang sistem pertahanan imun gagal untuk melindungi. Pada kasus
ini, bakteri TB akan mulai memanfaatkan makropag untuk kepentingannya sendiri,
menyebabkan sel darah bergerak untuk membentuk kelompok yang lebih rapat yang
disebut granuloma. Bakteri akan berkembang biak di dalam granuloma, yang pada
akhirnya akan membesar seperti nodul. Bagian tengah dari nodul ini teksturnya lunak
dan rapuh seperti keju. Setelah beberapa lama, bagian tengah ini akan menjadi cair
dan menembus dinding granuloma yang mengelilinginya, menumpahkan bakterinya
ke saluran pernapasan dan menyebabkan timbulnya lubang-lubang besar berisi udara
(cavitas). Bila berisi dengan oksigen, saluran udara adalah tempat berkembang biak
yang ideal untuk bakteri, yang akan berkembang menjadi jumlah yang amat besar.
Bakteri ini kemudian akan menyebar dari cavitas ke seluruh bagian dari paru-paru
dan bagian lain dari tubuh manusia.6
8
dan nyeri dada. Gejala sistemik termasuk demam yang tidak terlalu tinggi, menggigil,
keringat di malam hari, kelelahan, hilangnya nafsu makan dan penurunan berat
badan.3,6 Bakteri tuberkulosis juga dapat menyerang organ tubuh yang lain, seperti
sendi, tulang, traktus urinarius, sistem saraf pusat, otak, sumsum tulang dan sistem
limpa. Bila TB terjadi di luar paru-paru, tanda dan gelalanya akan bervariasi,
tergantung pada organ yang terkena. Sebagai contoh, TB pada tulang belakang dapat
menyebabkan terjadinya sakit punggung dan TB yang menyerang ginjal dapat
menyebabkan keluarnya darah pada urin. Tuberkulosis juga dapat menyebar ke
seluruh tubuh, secara simultan menyerang berbagai sistem organ.6
Diagnosis TB Paru
Semua suspect TB paru diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA positif). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan dahak mikroskopis berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pada pemeriksaan dahak
untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
9
yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagi-
sewaktu (SPS)2
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspect TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspect membawa sebuah botol dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Botol dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Diagnosis TB
hanya berdasarkan foto toraks saja tidak dibenarkan. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologi paru tidak selalu menunjukkan aktivitas
penyakit.2
Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. tuberculosis pada penanggulangan TB
khususnya untuk mngetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap
obat antituberkulosis (OAT) yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan
dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam
beberapa situasi:2
Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar
internasional dan telah mendapatkan pemantapan mutu (quality assurance) oleh
10
laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut
memberikan kesimpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam
pengobatan dapat dicegah.2
Pemeriksaan Foto Toraks
Sebagian besar kasus TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun,
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:2
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini,
pemeriksaan foto toraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak napas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumothoraks, pleuritis eksudatva,
efusi perikarditis atau efusi pleura) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan aspergiloma atau bronkiektasis).
11
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi dan foto toraks.2
Alur Diagnosis TB Paru
12
2.6 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu
”definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:2
Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru
Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau
BTA negatif
Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat
Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah menentukan
paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar, menentukan prioritas
pengobatan TB BTA positif, analisis kohort hasil pengobatan.2
Beberapa istilah dalam definsi kasus:2
Kasus TB: pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter
Kasus TB pasti (definitif): pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat
diperlukan untuk menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
mencegah timbulnya resistensi, menghindari pengobatan yang tidak perlu
(overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber daya lebih biaya (cost-
effective) dan mengurangi efek samping.2
13
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, pericardium, kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin.
14
2. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
TB ekstra paru berat, misalnya meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kemih dan alat kelamin.
15
6. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
16
o Faktor budaya, adanya kepercayaan untuk memantang
makanan tertentu, yang apabila dipandang dari segi gizi
mengandung zat gizi yang baik.
o Faktor pendidikan dan pekerjaan, faktor pendidikan dapat
mempengaruhi kemampuan menyerap pengetahuan gizi
yang diperoleh. Faktor pekerjaan juga dianggap
mempunyai peranan penting.
o Faktor kebersihan lingkungan, kebaersihan lingkungan
yang jelek akan memudahkan menderita penyakit tertentu.
o Faktor fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan
sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi.
Umur7
Secara klinis terjadinya penularan tidak dipengaruhi perbedaan usia,
akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa median umur penderita TB
17
didominasi kelompok usia produktif (15-50 tahun sekitar 75%). Fakta ini
mungkin dikarenakan pada kelompok umur tersebut mempunyai riwayat
kontak di suatu tempat dalam waktu yang lama.
Jenis Kelamin7
Catatan statistik menunjukkan mayoritas penderita TB adalah
perempuan. Tetapi, ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, baik pada
tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun
tingkat molekuler.
18
dengan kata lain mengencerkan konsentrasi basil TB dan kuman lain,
terbawa keluar dan mati terkena sinar ultraviolet. Menurut persyaratan
ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai (Kepmenkes, 1999.
Depkes, 2003).
4. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, khususnya cahaya
alam berupa cahaya matahari. Cahaya matahari masuk minimal 60 lux
dengan syarat tidak menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya dapat
mematikan kuman, namun hal itu tergantung jenis dan lamanya cahaya
tersebut.
19
Faktor Risiko Kejadian TB
20
morbiditas serta mortalitas, bahkan kehilangan 40% berat badan dapat menyebabkan
kematian.7
Manusia mempunyai berbagai mekanisme pertahanan untuk mencegah
masuknya organisme patogen ke dalam tubuh. Mekanisme pertahanan tubuh ini
ditandai oleh komponen pasif dan aktif yang akan bereaksi terhadap infeksi.7
Serum secara normal mengandung protein yang menolong sebagai faktor anti
mikroba dalam sistem immunitas, termasuk lisozim, komplemen transferin dan
protein lain dengan fungsi opsonik seperti glutamin. Masuknya parasit dalam tubuh
manusia akan menyebabkan interaksi dengan status gizi, yang mana besar kecilnya
pengaruh interaksi tersebut tergantung pada (1) pengaruh parasit pada metabolisme
host, (2) efek nutrisi host terhadap perkembangan pertumbuhan populasi parasit, (3)
perkembangan respon imunitas dari host dan (4) patofisiologi infeksi.7
Malnutrisi terbagi atas malnutrisi primer dan sekunder.8
Malnutrisi Primer
Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan
lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala
kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak
usia 9 bulan hingga 5 tahun, meskipun dapat dijumpai pada anak lebih besar.
Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikan berat badan terhenti atau
menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang (maturasi) terlambat,
perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak
adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan
rambut. Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai
tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit.
Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna
21
kemerahan dan terjadi pembesaran hati. Anak tampak sering rewel, cengeng dan
banyak menangis.8
Malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. Pertumbuhan sel-sel otak baru atau
mielinasi sel otak juga terganggu yang berpengaruh terhadap perkembangan mental
dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita
malnutrisi primer yang berat.8
Malnutrisi Sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang
bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak Tetapi karena
adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh.
Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, gangguan metabolisme,
gangguan kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain.
Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, di negara maju kasusnya terjadi
sekitar 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat sekitar 30 juta anak, maka diduga
terdapat 300.000 – 500.000 anak yang kurang gizi bukan karena masalah ekonomi.
Bila di Jakarta terdapat 1 juta anak maka sekitar 10.000 – 50.000 anak mengalami
kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus tersebut bila tidak ditangani
dengan baik akan jatuh dalam keadaan gizi buruk.
Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya kesulitan makan atau
gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama. Tampilan klinis gangguan
saluran cerna yang harus dicermati adalah gangguan Buang Air Besar (sulit atau
sering BAB), BAB berwarna hitam atau hijau tua, sering nyeri perut, sering muntah,
mulut berbau, lidah sering putih atau kotor. Manifestasi lain yang sering menyertai
adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak disertai kulit kering dan sangat sensitif.
Berbeda pada malnutrisi primer, pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat
lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya,
penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan
22
pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Ketua Tim Adhoc Program Revitalisasi Posyandu Rini Sutiyoso mengatakan bahwa
penderita gizi buruk di Jakarta sering diikuti penyakit penyerta TBC (kompas, 5
Oktober 2006). Tetapi fenomena tersebut harus lebih dicermati. Karena, pada kasus
malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis tuberkulosis (TB). Overdiagnosis
adalah diagnosis TB yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu
mengalami infeksi TB. Penelitian yang dilakukan penulis didapatkan overdiagnosis
pada 42 (22%) anak dari 210 anak dengan gangguan kesulitan makan disertai gagal
tumbuh yang berobat jalan di Picky Eaters Clinic Jakarta (Klinik Khusus Kesulitan
Makan). Laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana DKI Jakarta, bahwa kasus
TB sering menyertai. Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan
panduan diagnosis yang ada. Hal lain adalah kesalahan dalam menginterpretasikan
gejala klinis, kontak dan pemeriksaan penunjang khususnya tes mantoux dan foto
polos paru.8
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.2
23
Jenis, Sifat dan Dosis OAT
Dikutip dari 2.
Prinsip Pengobatan2
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
24
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan2
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paket Kombipak2
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
25
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.2
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:2
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan risiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Dikutip dari 2.
26
Dosis OAT-Kombipak untuk Kategori 1
Dikutip dari 2.
Dikutip dari 2.
27
Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak
3,7ml sehingga menjadi 4ml (1ml = 250mg).
Dikutip dari 2.
Dikutip dari 2.
28
Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Dikutip dari 2.
29
dan biseps, peningkatan proporsi lemak tubuh, kadar albumin, hemoglobin,
penurunan kadar C-reactive protein dan peningkatan Zn plasma.
memberikan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) dan obat TB pada penderita
TB yang di rawat di rumah sakit dan hasilnya terjadi perbaikan secara klinis
berupa; peningkatan berat badan, peningkatan kadar Hb, dan penurunan SGOT,
SGPT.
Rendahnya asupan makanan pada infeksi disebabkan oleh anoreksia, mual,
muntah, suhu badan yang meningkat menyebabkan peningkatan metabolisme energi
dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak adekuat menimbulkan
pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan
biokimia tubuh. Hal ini berdampak terhadap sistem imunitas dan penurunan daya
tahan tubuh dan infeksi menjadi progessif yang mengakibatkan perlambatan
penyembuhan TB.9
Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan yang adekuat dan tinggi
protein akan menghentikan proses depletion dan perbaikan sel, mukosa jaringan serta
integritas sel dan sistem imunitas sehingga daya tahan meningkat dan
menguntungkan pengobatan TB.9
Diet yang cukup selain dapat meningkatkan status gizi penderita juga
berpengaruh pada peningkatan sistem imunitas yang membantu mempercepat
penyembuhan TB. Selain pemberian obat TB yang diberikan untuk mematikan
bakteri dan memutus rantai penularan diberikan penyuluhan gizi, agar penderita
mengetahui kebutuhan makanan yang meningkat pada keadaan sakit, dan dapat
meningkatkan asupan makanan. Berbagai sumber protein dengan kualitas yang baik
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein yang meningkat untuk
penyembuhan TB seperti daging, ikan, telur, susu dan kedelai (proten). Perbaikan
status gizi dapat terjadi dengan meningkatnya asupan makanan diikuti dengan
peningkatan berat badan, IMT,LILA, triseps, biseps dan kadar albumin. Hal ini akan
30
memberikan hasil pengobatan yang optimal. Kebutuhan energi dan protein yang
tinggi disertai dengan penyuluhan gizi akan mempercepat proses penyembuhan,
terutama pada penderita malnutrisi.9
31
Nilai Gizi
TKTP I TKTP II
Kalori 2690 3040
Protein 103 g 120 g
Lemak 73 g 98 g
Karbohidrat 420 g 420 g
Kalsium 700 mg 1400 mg
Besi 30,2 mg 36 mg
Vitamin A (RE) 2746 2965
Thiamin 1,5 mg 1,7 mg
Vitamin C 114 mg 116 mg
Dikutip dari 10.
32
Contoh Menu Sehari TKTP II
(sebagai tambahan pada makanan biasa)
Pagi Siang Malam
Nasi Nasi Nasi
Telur dadar Ikan bumbu acar Daging empal
Daging semur Ayam goreng Telur balado
Ketimun + tomat iris Tempe bacam Sup sayuran
Susu Sayur asam Pisang
Pepaya
33
Tabel yang kedua di bawah ini adalah kebutuhan kalori tambahan bagi
seorang yang sedang sakit.11
Kebutuhan Energi pada Keadaan Sakit
Beratnya Penyakit Kebutuhan Kalori Tambahan
Ringan +10%
Sedang +25%
Berat +50-100%
Dikutip dari 11.
Contoh kasus:
Hitunglah perkiraan kebutuhan kalori per hari bagi seorang pasien dengan
sakit yang sedang dan memiliki berat badan normal 60 kg.
Jawab:
Kebutuhan energi/hari untuk mempertahankan berat badan normal :
BB x 25 kal/kg BB = 60 x 25 = 1500 kal/hari
Dengan demikian kebutuhan total energi/hari selama sakit :
1500 kal/hari + 25% x 1500 kal/hari = 1500 kal/hari + 375 kal/hari = 1875 kal/hari
Atau bila dibulatkan menjadi 1900 kal/hari.
Selama sakit, kebutuhan kalori meningkat menurut beratnya penyakit yang
diderita pasien. Perhitungan kebutuhan energi tersebut dilakukan menurut kebutuhan
energi masing-masing pasien seperti pada tabel pertama ditambah dengan kebutuhan
energi tambahan seperti tabel kedua.11
34
protein ini dibagi dengan 6, 25 untuk memperoleh jumlah asupan nitrogen dalam 24
jam.11
Jika asupan nitrogen lebih besar dari pengeluarannya, keadaan ini
menunjukkan balans nitrogen positif yang menggambarkan anabolisme
(pembentukan jaringan protein tubuh). Sebaliknya, jika asupan nitrogen lebih kecil
daripada pengeluarannya, balans nitrogen menjadi negatif dan akan menimbulkan
katabolisme (perombakan jaringan protein tubuh, khususnya lean body mass) yang
menyebabkan atropi otot. Pada orang dewasa yang sehat umumnya terdapat
keseimbangan nitrogen sedangkan dalam keadaan sakit yang berat atau kronis seperti
kanker, infeksi dan KKP yang kronis, akan terdapat balans nitrogen yang negatif.11
Dalam memberikan protein, kita harus memastikan dahulu apakah pemberian
energi atau kalorinya sudah memadai. Jika tidak memadai, protein yang diberikan
akan dimetabolisasi menjadi energi sehingga tidak memenuhi tujuan untuk
mempertahankan balans nitrogen yang positif. Dalam keadaan normal, tubuh akan
menggunakan protein sebagai sumber energi pada 2 keadaan, yaitu : asupan energi
dari karbohidrat dan lemak yang tidak mencukupi kebuthan dan asupan protein yang
berlebihan. Kebutuhan protein bisa diukur berdasarkan rasio kalori :nitrogen yaitu
150 :1 untuk terapi diet yang standar bagi penderita tuberkulosis. Dengan catatan
bahwa 1 gram nitrogen setara dengan 6,25 protein. Dengan rasio kalori :nitrogen =
150 :1, maka kebutuhan protein/hari:
Kebutuhan nitrogen x 6,25 = kebutuhan kalori total
150 x 6,25
Jadi, untuk menghitung kebutuhan protein pada penderita tuberkulosis, kita harus
mengetahui kebutuhan kalori total pada penderita tersebut.11
35
BAB III
KESIMPULAN
36
penambahan 13% dari total energi per hari diperlukan untuk setiap 1 0C kenaikan suhu
tubuh di atas suhu tubuh normal (370C).
Kebutuhan protein pada penderita tuberkulosis tergantung pada kebutuhan
kalori total yang telah dihitung karena kebutuhan protein/hari dapat dihitung
berdasarkan rumus:
Kebutuhan kalori total
150 x 6,25
Jadi, untuk mengetahui kebutuhan protein/hari, kita harus menghitung terlebih dahulu
kebutuhan karlori total/hari.11
37