Potensi Leukoplakia Terhadap Transformasi Keganasan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

POTENSI LEUKOPLAKIA TERHADAP TRANSFORMASI KEGANASAN

POTENSI LEUKOPLAKIA TERHADAP TRANSFORMASI KEGANASAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Lesi pra-ganas adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang
mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis
yang merupakan pertanda akan terjadinya keganasan.
Hal ini perlu diperhatikan mengingat pada umumnya kelainan yang terjadi di dalam rongga
mulut, terutama pada mukosa rongga mulut, kurang mendapat perhatian karena lesi tersebut
sama sekali tidak memberikan keluhan.
Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut lebih tinggi bila dibandingkan dengan
negara lainnya di seluruh dunia. Keadaan yang demikian diduga ada hubungannya dengan
kebiasaan mengunyah tembakau yang dilakukan sebagian masyarakat di kawasan Asia.
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami perubahan, karena
lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga sering pula mengalami iritasi
mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan sistemik.
Perlu diingat bahwa kelainan yang terjadi pada umumnya memberikan gambaran yang mirip
antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran dalam
menentukan diagnosis yang tepat. Untuk itu, diperlukan diagnosis banding, karena di antara
kelainan yang terjadi ada yang berpotensial menjadi maligna (keganasan). Pemahaman mengenai
pentingnya pendekatan patologik akan meningkatkan kemampuan para dokter gigi pada era
globalisasi. Ada beberapa macam lesi pra-ganas rongga mulut, antara lain erithroplakia,
carsinoma in situ, dan lai-lain. Tetapi, lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut
adalah leukoplakia1 .
1.2 Rumusan Masalah
Seberapa besar potensi leukoplakia menjadi ganas
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui potensi leukoplakia yang mengarah pada keganasan..
1.4 Manfaat
Dengan adanya tulisan ini , diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang
potensi leukoplakia yang mengarah pada keganasan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leukoplakia
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut. Meskipun
leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga menjadi suatu lesi
pre-cancer. Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan
adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa.
Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang terdapat
pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau terkelupas.
Untuk menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara
klinis maupun histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa
dengan "lichen plannus" dan "white sponge naevus".2
2.2 Manifestasi klinis
Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacam-macam bentuk. Secara
klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti karena banyak lesi lain yang memberikan
gambaran yang serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak
ditemukan pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita.
Hal ini terjadi karena sebagian besar pria merupakan perokok berat. Lesi ini sering ditemukan
pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival,
mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah
terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas, dan permukaannya
tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak
menonjol. Kadang-kadang lesi ini dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada
perokok berat, warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran
tersebut di atas lebih dikenal dengan esbutan "speckled leukoplakia".1
Leukoplakia digambarkan memiliki tiga bentuk klinis utama : Homogenous, nodular ( bintik –
bintik ) dan verukosa.
Homogenous leukoplakia mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas , yang
memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten , sekalipun permukaan lesi tersebut mungkin
digambarkan secara bermacam – macam seperti misalnya berombak-ombak dengan pola garis –
garis lurus , keriput atau papilomatous.
Nodular leukoplakia mengacu pada suatu lesi campuran merah dan putih , dimana nodul – nodul
keratotik yang kecil tersebar pada bercak – bercak atrofik dari mukosa , varian klinis ini sangat
penting karena sangat tingginya angka trasformasi keganasan yang ditimbulkannya , dua pertiga
dari kasusnya dalam beberapa seri menunjukkan tanda – tanda displasia epithel atau karsinoma
pada pemeriksaan histopatologik.
Verrucous leukoplakia , lesi putih dengan permukaannya terbelah oleh banyak tonjolan seperti
papilla yang mungkin juga berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi yang agak mirip
pada dorsum lidah.3
Waldron dan shafer dalam penyelidikannya tahun 1975 terhadap 3000 kasus leukoplakia ,
dimana semua leukoplakia dianggap berpotensi sebagai karsinoma dan dibiopsi secara cukup
agresif, jelas membuktikan bahwa lesi yang secara klinis mungkin dianngap sebagai karsinoma
sel skuamosa, sering hanya menunjukkan keratosis yang ekstensif pada pemeriksaan
mikroskopisnya, sementara itu sebaliknya, leukoplakia yang nampak biasa saja secara klinis ,
kadang terbukti sebagai suatu tahap dini dari karsinoma sel skuamosa yang infiltratif, dan ini
mempertegas pentingnya untuk dilakukan biopsi segera bila kemungkinan penyakit lain yang
dapat diidentifikasi secara klinis telah dikesampingkan.2
Lesi ini banyak terjadi pada mukosa bukal dan mukosa mandibula dan tempat yang jarang
terkena adalah bibir dan palatum, mukosa rahang atas, daerah retromolar, dasar mulut dan
lidah.kurang dari 50% dari lesi ini mengenai pipi, mukosa rahang bawah dan sulkus.2
2.3 Etiologi
2.3.1 Faktor lokal
Faktor lokal biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:
trauma dapat berupa gigitan tepi atau akar gigi yang tajam iritasi dari gigi yang malposisi
Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi,adanya kebiasaan jelek,
antara lain kebiasaan menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun lidah.Kemikal atau
termalpada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh terjadinya leukoplakia
dan perubahan keganasan,faktor-faktor kaustik tersebut antara lain:tembakau
terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap rokok dan panas
yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di
dalam tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga
merupakan benda yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum
yang disebut "stomatitis Nicotine". Pada lesi ini, dijumpai adanya warna kemerahan dan timbul
pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi
penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula adanya "multinodulair" dengan bintik-bintik
kemerahan pada pusat noduli. Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di daerah
sekitarnya. Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salah satu
bentuk dari leukoplakia.
Alkohol telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan
terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada
mukosa.BakterialLeukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal
yang disertai higiene mulut yang jelek.1
Tembakau, alkohol , kandidiasis, reaksi elektrogalvanik, iritan mekanis dan kemis, diantara
faktor lokal yang paling banyak beresiko terhadap munculnya leukoplakia adalah tembakau dan
alkohol.Arus elektrogalvanik juga dapat dikaitkan dengan leukoplakia pada beberapa pasien dan
mayoritas dari lesi ini hilang atau mengecil secara spontan dengan dihilangkannya sel listrik
yang ditimbulkan oleh restorasi logam yang berlainan dan berdekatan . Iritan mekanis lokal dan
berbagai macam iritan kimia menimbulkan hiperkeratosis dengan atau tanpa disertai perubahan
displastik , lesi ini akan segera hilang seiring dengan hilangnya iritan.6
2.3.2 Faktor regional dan sistemik
Selain faktor diatas , keadaan umum dari membran mukosa mulut , yang dipengaruhi oleh baik
penyakit regional maupun sistemik penting dalam meningkatkan efektivitas dari faktor yang
bekerja secara lokal misalnya defisiensi vitamin B12 , defisiensi asam folat dan anemia
siderofenik menjadikan pasien – pasien ini mudah sekali terkena leukoplakia dan karsinoma
mulut.4
Namun lebih sering adalah pasien – pasien penderita xerostomia yang disebabkan oleh penyakit
kelenjar saliva , obat – obatan kolinergik atau radiasi.
Pada penelitian binatang yang dibuat menderita xerostomia secara sengaja , timbulnya
leukoplakia tampak meningkat pesat.
Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang berpendapat bahwa penyakit
ini lebih mudah berkembang pada individu yang berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini
dikemukakan oleh Shaffer dan Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik,
misalnya sipilis. Pada penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya
"syphilis glositis". Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Hal ini
telah dibuktikan oleh peneliti yang melakukan biopsi di klinik. Ternyata, dari 171 penderita
candidiasis kronik, 50 di antaranya ditemukan gambaran yang menyerupai leukoplakia.Untuk
mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinik,
histopatologi, serta latar belakang etiologi terjadinya lesi ini.Defisiensi vitamin A diperkirakan
dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan
epitel mukosa respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan
manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut parah,
gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan menggunakan
binatang tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan
perubahan hiperkeratotik.1
2.4 Transformasi keganasan
Faktor – faktor yang dapat menentukan angka transformasi keganasan biasanya menyangkut
tempat, ketebalan dan derajat keratinisasi , bahan iritan , faktor predisposisi.
Berdasarkan penelitian Waldron dan Shafer tahun 1975 yang mencakup 3000 leukoplakia
menyatakan bahwa dasar mulut merupakan tempat dengan resiko tinggi terkena leukoplakia, 43
% dari leukoplakia ini menunjukkan beberapa derajat displasia epitel , karsinoma in situ, atau
karsinoma yang invasive sedangkan palatum dan pipi , /mukosa rahang atas dan mukosa rahang
bawah, serta sulkus mempunyai resiko relative rendah. Perlu dicatat bahwa secara umum tempat
– tempat di dalam mulut yang agak jarang terkena ( dasar mulut, dan permukaan ventral lidah )
memiliki angka transformasi paling tinggi dan ini menunjukkan kepentingan klinis dari
lekoplakia di tempat yang tidak lazim tersebut.2
Tanpa mengecilkan dari peran penyebab yang telah dikemukakan sebelumnya tentang kesulitan
dalam meramalkan kemungkinan perubahan keganasan dari suatu leukoplakia berdasarkan atas
gambaran klinisnya, nodular leukoplakia ( berbintik – bintik) dan Verrucous leukoplakia
tampaknya memilki prognosa yang lebih menakutkan dibandingkan dengan homogenous
leukoplakia. Dalam sebuah kumpulan kasus 74% dari kasus leukoplakia yang dikemudian hari
mengalami transformasi keganasan mula – mula terlihat sebagai lesi nodular ( berbintik – bintik
).Transformasi keganasan tidak dapat dicegah jika displasia sudah terjadi sekalipun apikasi dari
karsinogennya telah dihentikan.
2.5 Diagnosis
Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan diagnosis leukoplakia. Bila
diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi, akan tampak adanya perubahan
keratinisasi sel epitelium, terutama pada bagian superfisial.
Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
1.Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau
stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya
sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan
epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinyairitasi.
2.Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya pengerasan pada
lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu
di dalam rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat
penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam
pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat
dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih
teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat
menebal dan sangat dominan. Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun
pada kasus-kasusyangparah.
3.Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada
suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan,
penumpukan dan penggabungan dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya penebalan
pada lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi pada tiap-tiap tempat yang berbeda
dalam rongga mulut. Bisa saja suatu penebalan tertentu pada tempat tertentu dapat dianggap
normal, sedang penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa dianggap abnormal. Akantosis
kemungkinan berhubungan atau tidak berhubungan dengan suatu keadaan hiperortikeratosis
maupun parakeratosis. Akantosis kadang-kadang tidak tergantung pada perubahan jaringan yang
ada di atasnya.
4.Dysplasia
Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis suatu displasia epitel. Meskipun
demikian, tidak ada perbedaan yang jelas antara displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang
mungkin dapat menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah karsinoma in
situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya displasia epitel adalah: adanya
peningkatan yang abnormal dari mitosis; keratinisasi sel-sel secara individu; adanya bentukan
"epithel pearls" pada lapisan spinosum; perubahan perbandingan antara inti sel dengan
sitiplasma; hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel; adanya hiperkromatik; adanya
pembesaran inti sel atau nucleus; adanya dikariosis atau nuclear atypia dan "giant nuclei";
pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler hiperplasia dan
karsinoma intra epitel atau carcinomainsitu.Pada umumnya, antara displasia dan carsinoma in
situ tidak memiliki perbedaan yang jelas. Displasia mengenai permukaan yang luas dan menjadi
parah, menyebabkan perubahan dari permukaan sampai dasar. Bila ditemukan adanya basiler
hiperlpasia maka didiagnosis sebagai carcinoma in situ.
Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan granuler. Mungkin secara klinis
carcinoma in situ kurang dapat dilihat. Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia
yang dalam pemeriksaan intra oral kelainan tersebut tampak jelas.
Diagnosis dan Diferensial Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosis oral leukoplakia, perlu pemeriksaan dan gambaran histopatologis.
Hal ini untuk mengetahui adanya proses diskeratosis. Meskipun pada pemeriksaan histopatologis
tampak adanya proses diskeratosis, masih sulit dibedakan dengan carsinoma in situ, karena di
antara keduanya tidak memiliki batasan yang jelas.
Pemeriksaan histopatologis juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya sel-sel "atypia" dan
infiltrasi sel ganas yang masuk ke jaringan yang lebih dalam. Keadaan ini biasanya ditemukan
pada squamus sel carsinoma ‘karsinoma sel skuamosa’. Karsinoma sel skuamosa merupakan
kasus tumor ganas rongga mulut yang terbanyak dan lokasinya pada umumnya di lidah.
Penyebab yang pasti dari karsinoma sel skuamosa belum diketahui, tetapi banyak lesi yang
merupakan permulaan keganasan dan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya karsinoma
tersebut. Lesi pra-ganas dan factor-faktor predisposisi itu adalah leukoplakia, perokok, pecandu
alkohol, adanya iritasi setempat, defisiensi vitamin A,B, B12, kekurangan gizi, dll. Seperti
halnya lesi pra-ganas rongga mulut lainnya, dalam stadium dini karsinoma ini tidak memberikan
rasa sakit. Rasa sakit baru terasa apabila terjadi infeksi sekunder. Oleh karena itu, apabila
ditemukan adanya lesi pra-ganas dalam rongga mulut, terutama leukoplakia, sebaiknya dilakukan
pemeriksaanhistopatologi.2
Leukoplakia memiliki gambaran klinis yang mirip dengan beberapa kelainan. Oleh karena itu,
diperlukan adanya "diferensial diagnosi" atau diagnosis banding untuk membedakan apakah
kelainan tersebut adalah lesi leukoplakia atau bukan. Pada beberapa kasus, leukoplakia tidak
dapat dibedakan dengan lesi yang berwarna putih di dalam rongga mulut tanpa dilakukan biopsy.
Jadi, cara membedakannya dengan leukoplakia adalah dengan pengambilan biopsi. Ada beberapa
lesi berwarna putih yang juga terdapat dalam rongga mulut, yang memerlukan diagnosis banding
dengan leukoplakia. Lesi tersebut antara lain: syphililitic mucous patches; "lupus erythematous"
dan " white sponge nevus"; infeksi mikotik, terutama kandidiasis; white folded gingivo
stomatitis; serta terbakarnya mukosa mulut karena bahan-bahan kimia tertentu, misalnya
minuman atau makanan yang pedas.1
Diagnosis leukoplakia ditegakkan berdasarkan displasia selular melalui mikroskopi , secara
umum tidak adanya displasia dalam biopsi menunjukkan bentuk yang jinak.Secara histologis
bentuk dari leukoplakia ditandai oleh pola yang berubah dari hiperkeratosisdan infiltrasi sel
radang krhonis dalam korium.
Displasia ditandai dengan orientasi abnormal dari sel epitel, pleomorfisme selular dan atipia
selular yang member kesan keganasan dini ( stratifikasi epitel yang tidak teratur, hyperplasia dari
lapisan basal, rete peg yang berbentuk seperti tetesan air mata, peningkatan jumlah gambaran
mitotic, hilangnya polaritasdari sel basal , peningkatan perbandingan nucleus sitoplasma,
polimorfisme nucleus, dan hiperkromatism dari nucleus, pembesaran nukleulus, keratinisasi dari
sel dari sel tunggal atau sel kelompok dalam stratum spinosum, dan hilangnya pola seluler yang
lazim ).
Lesi yang menunjukkan derajat displasia yang parah dapat didiagnosa sebagai karsinoma in
situ.5
2.6 Terapi
Terapi pendahuluan untuk lesi ini adalah menghilangkan semua iritan lokal dan faktor
predisposisi sistemik yang diketahui, kemudian terapi topikal dengan obat anti jamur diberikan
secara berkesinambungan selama 1 sampai 2 minggu .Pelaksanaan biopsi harus dilakukan bila
resolusi yang berarti dari lesinya tidak terjadi pada saat itu. Dan terapi berikutnya tergantung
hasil akhir biopsi, jika tidak ditemukan tanda – tanda displasia dan daerah yang biopsinya
dianggap cukup representatif untuk seluruh lesi tersebut , maka terapi konservatif masih dapat
diterima.
Kunjungan berulang berulang untuk tindak lanjut dan pemeriksaan biopsi beberapa kali
sangatlah penting , khususnya bila eliminasi total dari iritannya tidak mungkin dicapai.
Pemberian vitamin A telah lama direkomendasikan untuk terapi leukoplakia yang tidak dapat
dibuang dengan mudah melalui pembedahan.Vitamin A dan analognya menyebabkan perubahan
metaplastik dalam epithelium skuamosa dan mengurangi tendensinya untuk berkeratinisasi .Dan
pemberian secara topikal dari agen – agen ini dapat mengurangi ukuran lesi leukoplakia secara
klinis , terapi selama 2-3 minggu akan menghasilkan perubahan yang nyata.1
Perawatan leukoplakia dilakukan dengan mengeliminir faktor iritasi yang meliputi penggunaan
tembakau (rokok), alkohol, memperbaiki higiene mulut, memperbaiki mal oklusi, dan
memperbaiki gigi tiruan yang letaknya kurang baik, karena hal tersebut lebih banyak membantu
mengurangi atau menghilangkan kelainan tersebut dibanding perawatan secara sistemik.
Perawatan lainnya adalah dengan melakukan eksisi secara "chirurgis" atau pembedahan terhadap
lesi yang mempunyai ukuran kecil atau agak besar. Bila lesi telah mengenai dasar mulut dan
meluas, maka pada daerah yang terkena perlu dilakukan "stripping".
Perawatan dengan pemberian vitamin B kompleks dan vitamin C dapat dilakukan sebagai
tindakan penunjang umum, terutama bila pada pasien tersebut ditemukan adanya faktor
malnutrisi vitamin. Peranan vitamin C dalam nutrisi erat kaitannya dengan pembentukan
substansi semen intersellular yang penting untuk membangun jaringan penyangga. Karena,
fungsi vitamin C menyangkut berbagai aspek metabolisme, antara lain sebagai elektron
transport. Pemberian vitamin C dalam hubungannya dengan lesi yang sering ditemukan dalam
rongga mulut adalah untuk perawatan suportif melalui regenerasi jaringan, sehingga
mempercepat waktu penyembuan. Perawatan yang lebih spesifik sangat tergantung pada hasil
pemeriksaan histopatologi.2
2.7 Prognosis
Apabila permukaan jaringan yang terkena lesi leukoplakia secara klinis menunjukkan
hiperkeratosis ringan maka prognosisnya baik. Tetapi, bila telah menunjukkan proses
diskeratosis atau ditemukan adanya sel-sel atipia maka prognosisnya kurang menggembirakan,
karena diperkirakan akan berubah menjadi suatu keganasan.2

BAB 3
PEMBAHASAN

Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut. Meskipun
leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga menjadi suatu lesi
pre-cancer. Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan
adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa.
Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang terdapat
pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau terkelupas. Untuk menentukan
diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun
histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan "lichen
plannus" dan "white sponge naevus".1
Leukoplakia digambarkan memiliki tiga bentuk klinis utama : Homogenous, nodular ( bintik –
bintik ) dan verukosa.
Homogenous leukoplakia mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas , yang
memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten , sekalipun permukaan lesi tersebut mungkin
digambarkan secara bermacam – macam seperti misalnya berombak-ombak dengan pola garis –
garis lurus , keriput atau papilomatous.
Nodular leukoplakia mengacu pada suatu lesi campuran merah dan putih , dimana nodul – nodul
keratotik yang kecil tersebar pada bercak – bercak atrofik dari mukosa , varian klinis ini sangat
penting karena sangat tingginya angka trasformasi keganasan yang ditimbulkannya , dua pertiga
dari kasusnya dalam beberapa seri menunjukkan tanda – tanda displasia epithel atau karsinoma
pada pemeriksaan histopatologik.
Verrucous leukoplakia , lesi putih dengan permukaannya terbelah oleh banyak tonjolan seperti
papilla yang mungkin juga berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi yang agak mirip
pada dorsum lidah.8
Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi
predisposisi menurut beberapa ahli klinikus terdiri dari faktor yang multiple,, yaitu faktor lokal
faktor sistemik dan malnutrisi vitamin.Faktor lokal biasanya merupakan segala macam bentuk
iritasi kronis, antara lain:trauma berupa gigitan tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi
yang malposisi, pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi,adanya
kebiasaan jelek, antara lain kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun
lidah.Kemikal atau termal pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh
terjadinya leukoplakia dan perubahan keganasan,faktor-faktor kaustik tersebut antara
lain:tembakau terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap
rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat
yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa
pipa rokok juga merupakan benda yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik
pada palatum yang disebut "stomatitis Nicotine". Pada lesi ini, dijumpai adanya warna
kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna putih
kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula adanya "multinodulair"
dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli. Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi
perubahan di daerah sekitarnya. Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini
merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.6,7
Perawatan leukoplakia dilakukan dengan mengeliminir faktor iritasi yang meliputi penggunaan
tembakau (rokok), alkohol, memperbaiki higiene mulut, memperbaiki mal oklusi, dan
memperbaiki gigi tiruan yang letaknya kurang baik, karena hal tersebut lebih banyak membantu
mengurangi atau menghilangkan kelainan tersebut dibanding perawatan secara sistemik.
Perawatan lainnya adalah dengan melakukan eksisi secara "chirurgis" atau pembedahan terhadap
lesi yang mempunyai ukuran kecil atau agak besar. Bila lesi telah mengenai dasar mulut dan
meluas, maka pada daerah yang terkena perlu dilakukan "stripping".
Perawatan dengan pemberian vitamin B kompleks dan vitamin C dapat dilakukan sebagai
tindakan penunjang umum, terutama bila pada pasien tersebut ditemukan adanya faktor
malnutrisi vitamin. Peranan vitamin C dalam nutrisi erat kaitannya dengan pembentukan
substansi semen intersellular yang penting untuk membangun jaringan penyangga. Karena,
fungsi vitamin C menyangkut berbagai aspek metabolisme, antara lain sebagai elektron
transport. Pemberian vitamin C dalam hubungannya dengan lesi yang sering ditemukan dalam
rongga mulut adalah untuk perawatan suportif melalui regenerasi jaringan, sehingga
mempercepat waktu penyembuan. Perawatan yang lebih spesifik sangat tergantung pada hasil
pemeriksaan histopatologi.

BAB 4
KESIMPULAN
Leukoplakia merupakan salah satu lesi praganas rongga mulut yang sering dijumpai. Meskipun
lesi ini bukan termasuk dalam maligna (keganasan), dalam perkembangannya lesi tersebut dapat
menjadi squamus sel karsinoma.
Pada pemeriksaan histopatologis, jika diketahui adanya sel-sel "atypia" dan infiltrasi sel ganas
yang masuk ke jaringan yang lebih dalam, maka dapat dipastikan bahwa lesi ini telah berubah
menjadi squamus sel karsinoma. Apabila leukoplakia telah berubah menjadi keganasan maka
perawatan bagi penderita karsinoma tersebut dengan sistem pananganan keganasan secara
keseluruhan dengan upaya promotif, preventif, dan kuratif secara terpadu.
Lesi leukoplakia pada umumnya sukar dibedakan dengan lesi berwarna putih lainnya yang juga
terdapat di dalam rongga mulut. Karenanya, diperlukan adanya diferensial diagnosis atau
diagnosis banding leukoplakia. Untuk memastikan diagnosis leukoplakia dengan lesi berwarna
putih lainnya, diperlukan pemeriksaan histopatologis atau bila perlu dilakukan biopsi. Perawatan
leukoplakia yang paling utama adalah mengeliminir faktor-faktor iritasi yang dapat
menyebabkan terjadinya leukoplakia. Bila lesi masih kesil, perawatan yang dilakukan adalah
dengan pembedahan pada lesi, atau stripping bila lesi telah meluas. Meskipun prognosis
leukoplakia pada umumnya baik, apabila pada pemeriksaan ditemukan adanya proses
diskeratosis, maka prognosisnya kurang baik. Karena lesi praganas ini bisa berubah menjadi
suatu keganasan, sebaiknya pemeriksaan histopatologis yang teliti diperlukan untuk menegakkan
diagnosis.2

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai