PENDAHULUAN
Rubella atau campak jerman, ini penyakit anak yang ringan tetapi juga
dapat menular pada remaja dan orang dewasa. Penyakit ini menyebabkan
kelenjar bengkak, nyeri sendi dan ruam pada wajah dan leher yang berlangsung
dua sampai tiga hari. Kesembuhan selalu cepat dan tuntas. Pada populasi yang
belum divaksinasi, rubella umumnya timbul pada musim semi dengan epidemi
yang timbul dengan siklus siklus setiap 6-9 tahun sekali. Diperkirakan
ditemukan 20 kasus rubella ditemukan setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Rubella sangat berbahaya apabila seorang wanita yang terkenanya dalam 20
1
minggu pertama kehamilan. Ini dapat menyebabkan kelainan serius pada bayi
yang dilahirkan. Rubella dapat ditularkan melalui batuk dan bersin dari seorang
penderita sebelum orang tadi menyadari bahwa dia sakit. Rubella sangat mudah
menular dan cara paling baik untuk melindungi ibu yang sedang mengandung
dan bayinya ialah memastikan wanita tadi diimunasi sebelum mengandung
(kehamilan supaya dihindari selama satu bulan sesudah imunisasi).1
2
Di Indonesia, rubella merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang memerlukan upaya pencegahan efektif. Data surveilans
selama lima tahun terkahir menunjukkan 70% kasus rubella terjadi pada
kelompok <15 tahun. Selain itu, berdasarkan studi tentang estimasi beban
penyakit CRS di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus
CRS, 82/100.000 terjadi pada usia ibu 15-19 tahun dan menurun menjadi
47/100.000 pada ibu usia 40-44 tahun. Sedangkan perhitungan modelling di
Jawa Timur diperkirakan 700 bayi dilahirkan dengan CRS setiap tahunnya.4
3
I.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
3. Bagi Peneliti
dapat memberikan masukan mengenai hal-hal apa saja yang akan diteliti
untuk peneliti lain yang ingin meneliti mengenai imunisasi campak dan
rubella.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 IMUNISASI
II.1.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.5
II.1.2 Tujuan
5
Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemic pada generasi yang akan
datang. Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi sekarang dapat
menyebabkan penyakit semakin meluas pada generasi yang akan datang,
bahkan dapat menyebabkan epidemik. Sebaliknya jika cakupan imunisasi
tinggi, penyakit akan datang dihilangkan dari dunia.9
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak – anak, tetapi
juga mencakup wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan), wanita usia subur
(calon mempelai). Pada anak – anak, imunisasi diberikan sejak bayi dibwah
umur 1 tahun (0-11 bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1 – kelas 6).
6
2) Intramuskular
Diperuntukan Imunisasi DPT, DT, TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak. 10
7
II.2 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi pasien si penerima
layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian
vaksinasi, reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan
pasca imunisasi (KIPI) atau adverse following immunization (AEFI).10
Reaksi vaksin. Gejala yang muncul pada reaksi vaksin sudah bisa diprediksi
terlebih dahulu, karena umumnya perusahaan vaksin telah mencantumkan reaksi efek
samping yang terjadi setelah pemberian vaksinasi. Keluhan yang muncul umumnya
bersifat ringan (demam, bercak merah, nyeri sendi, pusing, nyeri otot). Meskipun hal
ini jarang terjadi, namun reaksi vaksin dapat bersifat berat, misalnya reaksi anafilaksis
dan kejang. Bila keluhan KIPI bersifat ringan, misalnya demam, nyeri tempat suntikan,
atau bengkak maka dapat dilakukan pengobatan sederhana, misalnya dengan minum
8
obat antipiretik saja. Tetapi bila kejadian pasca imunisasi bersifat serius, maka harus
secepat mungkin dibawa kerumah sakit. 10
II.3 CAMPAK
II.3.1 Definisi
Campak atau measles atau rubeola adalah penyakit virus gawat dan
mudah menular yang menyebabkan suhu badan tinggi, ingusan, batuk dan mata
merah, diikuti dengan ruam.1
Campak adalah penyakit infeksi virus akut, dengan gejala-gejala
eksantem akut, demam, inflamasi mukosa dan saluran napas, yang diikuti
erupsi makulopapular berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi kulit.
Campak adalah penyakit menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium inkubasi, stadium prodormal (kataral), dan stadium erupsi yang
bermanifestasi dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik. Umur
terbanyak penderita campak adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 dan
5-14 tahun. Nama lain penyakit ini adalah morbili, measles, dan rubeola.11
II.3.2 Epiemiologi
9
mengenai semua sistem organ. Pneumonia dan ensefalitis adalah penyebab
umum kematian. Tingkat komplikasi lebih tinggi pada anak usia kurang dari 5
tahun dan lebih dari 20 tahun. Peningkatan komplikasi terjadi karena penurunan
kekebalan tubuh, kekurangan gizi, kekurangan vitamin A, dan tidak ada
vaksinasi campak sebelumnya.3
II.3.3 Etiologi
10
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat
dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung
luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid
yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA) – yang merupakan struktur helix nucleoprotein dari
myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu
protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.14
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada
temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari,
pada suhu 37°C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56°C hanya
satu jam. Sebaliknya virus ini mampu berahan dalam keadaan dingin, pada suhu
-70°C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam
lemari pendingin dengan suhu 4-6°C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila
tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan
dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.14
II.3.4 Patofisiologi
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung,
melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa
penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala
prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua
setelah timbulnya ruam. Virus campak menempel dan berkembang biak pada
epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut
pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar
pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7
hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan
dasar patologik ruam dan infiltrat peribronkial paru. Juga terdapat udema,
bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran
11
pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C: coryza, cough
and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas,
batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi
(pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf
pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa konvelesen,
hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap,
berubah menjadi deskuamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan
karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi
limfosit.15,16
II.3.5 Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara
droplet melalui udara, sejak 1-2 hari setelah timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Infeksi virus campak pertama kali terjadi pada epitel
saluran nafas nasofaring. Infeksi di daerah nasofaring ini akan diikuti dengan
penyebaran virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan
terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi replikasi ekstensif
dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan
limfatik yang lebih jauh. Replikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama
infeksi.14
Setelah lima hingga tujuh hari setelah infeksi terjadi viremia sekunder
yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara generalisata.
Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi,
tetapi organ lainnya seperti kulit, kandung kemih, dan usus dapat terinfeksi
pula.14
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis
12
sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah
dan menimbulkan manifestasi klinis dari system saluran nafas diawali dengan
dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada system saluran
pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut
bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.14
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari
ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi
pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-
T.14
Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran
nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian titer virus akan
menurun menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama proses
infeksi, virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag.17
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu,
adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.15
13
Tabel II.3. Patogenesis campak tanpa penyulit.14
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
b) Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada
stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 5 hari. Gejala
utama yang muncul adalah demam yang terus meningkat hingga
mencapai puncaknya suhu 39,4 - 40,6°C pada hari ke 4 atau 5 yaitu pada
14
saat ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat batuk, pilek dan
konjungtivitis. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi
petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang
kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang
diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila
seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang.
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak
muncul pada hari ke-10±1 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih
keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan
dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa
bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada
bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah
bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1-2 hari sebelum
timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam
kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring
biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri
tenggorokkan.
c) Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14
infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak
gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5˚C. Ruam
pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di
lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian
ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher,
lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam
akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan
terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam
muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian
tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.
15
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang
akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang
akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan.
Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi
kecoklatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus
dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat,
ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk
telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak
sehingga sulit dikenali.
II.3.7 Diagnosis
16
2. Deteksi virus
a) Virus campak dapat ditemukan pada sel mononuclear darah tepi,
sekresi saluran nafas, usapan konjugtiva dan dalam urin. Tetapi
virus campak sangat sulit ditemukan, sehingga pemeriksaan untuk
menemukan virus jarang digunakan untuk menegakkan diagnosis
penyakit campak.
b) Sel epitel yang berasal dari nasofaring, mukosa bukalis, konjungtiva
atau urin dapat digunakan untuk pemeriksaan sitologi secara
langsung untuk melihat sel raksasa dan mendeteksi antigen dengan
menggunakan antibodi terhadap protein N virus. Protein ini paling
banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.
c) Pemeriksaan jaringan langsung pada penderita dengan
immunocompromised karena respon antibodinya tidak terbentuk.
d) RNA virus dapat dideteksi dengan reverse transcription dan
diamplifikasi memakai PCR, teknik ini belum digunakan secara luas
untuk menegakkan diagnosis.
3. Mendeteksi antibodi
Diagnosis penyakit campak paling sering ditegakkan dengan
pemeriksaan serologi. Menggunakan sampel saliva atau serum.
Antibodi IgM muncul bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit
dan sebagian besar dideteksi 3 hari sesudah munculnya ruam. Antibodi
IgM meningkat cepat dan kemudian menurun hingga tidak dapat
dideteksi setelah 4-12 minggu. IgG sebaiknya diperiksa pada sampel
yang sama untuk mengetahui apakah sudah pernah terinfeksi atau sudah
pernah mendapat imunisasi.
17
Saat pengambilan serum yang tepat untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium adalah:18,19
a) Usapan tenggorokan dan saliva diambil dalam 6 minggu sesudah
munculnya gejala untuk pemeriksaan antibodi IgM spesifik campak
dan mendeteksi RNA virus.
b) Sampel darah diambil dalam 6 minggu sesudah munculnya gejala
untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik virus dan RNA virus
c) Sampel darah umumnya diambil pada fase akut (1-7 hari setelah
munculnya rum pada kulit) dan pada fase konvalesen untuk
mendeteksi antibodi IgG spesifik campak. Positif jika terjadi
kenaikan titer antara fase akut dan konvalesen 4 kali lipat.
II.3.8 Penatalaksanaan
18
II.3.9 Komplikasi
1. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh
Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus yang menyerang
epitel pada saluran pernafasan. Ditandai dengan batuk, meningkatnya
frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun,
apabila disebabkan oleh virus gejala pneumonia akan menghilang,
kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi.
Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala
saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia
karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah
dirusak oleh virus. Gambaran infiltrate pada foto toraks dan adanya
leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di Negara sedang
berkembang dimasa malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit
pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi
antibiotik. 14
Untuk pengobatan diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75
mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang
dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotic diberikan sampai tiga
hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberculin
dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh
karena uji tuberkulin biasanya negative (anergi) pada saat anak
menderita campak. Gangguan reaksi delayed hypersensitivity
disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.14
19
stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang
rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula
terjadi mastoiditis.14
Otitis media seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder,
sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol
(TMP 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis).
3. Ensefalitis
Merupakan penyakit neurologic yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke-4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis
sekitr 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%.
Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun
melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis
dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat
ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis
ringan, dengan predominan sel mononuclear, peningkatan protein
ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
20
4. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute sclerosing encephalitis merupakan kelainan degenerative
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak
yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000
infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih
muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti
oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280). Tida ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka
waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.14
5. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam
sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan
kehilangan protein (protein losing enteropaty). Pada keadaan berat anak
mudah jatuh dalam dehidrasi sehingga pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.14
II.3.9 Pencegahan
21
pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan
mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan rumah yang
baik.15
22
d) Pencegahan tingkat ketiga
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin
bagi penderita yang mengalami kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan
kerjasama yang baik antara pasien dengan dokter. Penyuluhan juga sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan
penyakit campak. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antara
disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik
dengan para ahli sesama disiplin ilmu.15
II.4 RUBELLA
II.4.1 Definisi
Rubella atau campak jerman, ini penyakit anak yang ringan tetapi juga
dapat menular pada remaja dan orang dewasa. Penyakit ini menyebabkan
kelenjar bengkak, nyeri sendi dan ruam pada wajah dan leher yang berlangsung
dua sampai tiga hari.1
II.4.2 Etiologi
23
biasanya diisolasi pada biakan jaringan, dan keberadanya diperagakan oleh
kemampuan sel ginjal kera hijau Afrika (African green monkey kidney)
[AGMK] terinfeksi rubella menahan tantangan dengan enterovirus. Selama
penyakit klinis virus berada dalam sekresi nasofaring, darah, tinja, dan urin.
Virus telah ditemukan dari nasofaring 7 hari sebelum eksantem, dan 7-8 hari
sesudah menghilangnya. Penderita dengan penyakit subklinis juga infeksius.22
II.4.3 Epidemiologi
24
serupa. Satu serangan biasanya memberikan imunitas permanen. Epidemi
terjadi setiap 6-9 tahun sebelum vaksin tersedia. 21
II.4.4 Patofisiologi
25
Gambar II.1: Patofisiologi Rubella. 21
26
II.4.5 Gejala Klinis
27
II.4.6 Diagnosis
II.4.7 Penatalaksanaan
II.4.9 Pencegahan
Pada orang yang rentan, proteksi pasif dari atau pelemahan penyakit
dapat diberikan secara bervariasi dengan injeksi intramuskuler globulin imun
serum (GIS) yang diberikan dengan dosis besar (0,25-0,50 mL/kg atau 0,12-
0,20 mL/lb) dalam 7-8 hari pasca pemajanan. Efektivitas globulin imun tidak
28
dapat diramalkan. Tampaknya tergantung pada kadar antibodi produk yang
digunakan dan pada faktor yang belum diketahui. Manfaat GIS telah
dipertanyakan karena pada beberapa keadaan ruam dicegah dan manifestasi
klinis tidak ada atau minimal walaupun virus hidup dapat diperagakan dalam
darah. Bentuk pencegahan ini tidak terindikasi, kecuali pada wanita hamil
nonimun. 21
Program vaksinasi atau imunisasi merupakan salah satu upaya
pencegahan terhadap rubella. Di Amerika Serikat mengharuskan untuk
imunisasi semua laki-laki dan wanita umur 12 dan 15 bulan serta pubertas dan
wanita pasca pubertas tidak hamil. Imunisasi adalah efektif pada umur 12 bulan
tetapi mungkin tertunda sampai 15 bulan dan diberikan sebagai vaksin campak-
parotitis-rubella (measles-mumps-rubella [MMR]).21
29
BAB III
METODE PENELITIAN
pengetahuan orang tua murid terhadap imunisasi campak dan rubella di sekolah
III.3.2 Sampel
Desain sampling menggunakan Non Random Sampling dengan
menggunakan teknik Purposive Sampling. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah seluruh orang tua murid yang hadir di sekolah RA
AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto
pada tanggal 12 Agustus 2017 sebanyak 50 orang yang memenuhi
kriteria inklusi.
30
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian
3-6 tahun).
responden.
orang tua murid yang hadir di sekolah RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan
kuesioner.
31
III.5 Definisi Operasional Variabel
Pengetahuan
Campak Penyakit orang tua murid Kuesioner Nominal 1. Pengetahuan
menular yang terhadap baik, responden
ditandai imunisasi mampu menjawab
dengan 3 campak dan 8-10 soal nilai 80-
stadium, yaitu rubella meliputi: 100%.
stadium
inkubasi, 1. Definisi 2. Pengetahuan
stadium campak. cukup, respoden
prodormal 2. Etiologi mampu menjawab
(kataral), dan campak. 5-7 soal nilai
stadium erupsi 3. Epidemiologi 50%-70%.
yang campak.
4. Gejala klinis 3. Pengetahuan
bermanifestasi
campak. kurang, bila
dengan
5. Tatalaksana respoden mampu
demam,
campak. menjawab soal 0-
konjungtivitis
6. Komplikasi 4 nilai ˂50%.
dan bercak
koplik. campak.
7. Pencegahan
campak.
32
Rubella Penyakit anak Pengetahuan Kuesioner Nominal 1. Pengetahuan
menular yang orang tua murid baik, responden
lazim biasanya terhadap mampu menjawab
ditandai imunisasi 8-10 soal nilai 80-
dengan gejala- campak dan 100%.
gejala utama rubella meliputi:
ringan, ruam 2. Pengetahuan
serupa dengan 1. Definisi cukup, respoden
campak ringan rubella. mampu menjawab
atau demam 2. Etiologi 5-7 soal nilai
skarlet, dan rubella. 50%-70%.
pembesaran 3. Epidemiolo
gi rubella. 3. Pengetahuan
serta nyeri
4. Gejala kurang, bila
limfonodi
klinis respoden mampu
pascaoksipital,
rubella. menjawab soal 0-
retroaurikuler,
5. Tatalaksana 4 nilai ˂50%.
dan servikalis
posterior. rubella.
6. Komplikasi
rubella.
7. Pencegahan
rubella.
benar maka dikategorikan dalam pengetahuan baik, menjawab 5-7 soal benar
maka dikategorikan dalam pengetahuan cukup dan menjawab 0-4 soal benar
berikut:
Baik: bila subjek mampu menjawab dengan benar 8-10 pertanyaan dari
33
Cukup: bila subjek mampu menjawab dengan benar 5-7 pertayaan dari
Kurang: bila subjek mampu menjawab dengan benar 0-4 pertayaan dari
menggunakan teori dan kepustakaan yang ada sehingga dapat diambil suatu
kesimpulan.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
sehat.
35
3. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit dan penanggulangan
masalah kesehatan.
4. Meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya kesehatan.
masyarakat yang:
35 km2 berlokasi di Jln Darmo Sugondo Nomor 01 Desa Kemlagi Kec. Kemlagi
36
Mojokusumo, Mojodowo, Pandan Krajan, Japanan, Tanjungan, Mojorejo, dan
Mojodadi.
37
Tabel IV.1 Distribusi jumlah penduduk berdasarkan
usia dan jenis kelamin (Profil Puskesmas Kemlagi, 2016).
Laki-laki Umur Perempuan
1131 0-4 1083
1260 5-9 1193
1248 10-14 1260
1347 15-19 1206
1179 20-24 1297
1215 25-29 1152
1375 30-34 1244
1416 35-39 1347
1573 40-44 1868
1403 45-49 1250
1186 50-54 1309
904 55-59 1053
834 60-64 756
628 65-69 658
567 70-74 604
604 >75 626
Dari data diatas, yang ditunjukkan oleh Tabel IV.1, maka jumlah
penduduk usia produktif merupakan jumlah paling banyak (20-54 tahun)
sebesar 18.814 jiwa, jumlah penduduk usia non produktif 0-19 tahun sebanyak
9.728 jiwa, dan > 54 tahun sebesar 7.234 jiwa.
Sedangkan data penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf
dan ijazah tertinggi yang diperoleh menurut jenis kelamin di wilayah kerja
Puskesmas Kemlagi tahun 2016 adalah sebagai berikut:
38
Tabel IV.2 Data penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf dan
ijazah tertinggi yang diperoleh menurut jenis kelamin di wilayah kerja
Puskesmas Kemlagi tahun 2016 (Kantor Desa).
JUMLAH PERSENTASE
NO VARIABEL
L P L+P P P L+P
PENDUDUK BERUMUR 10
1 15,479 15,630 31,109
TAHUN KE ATAS
PENDUDUK BERUMUR 10
2 TAHUN KE ATAS YANG 14,469 15,154 29,623 93.48 96.95 95.22
MELEK HURUF
PERSENTASE PENDIDIKAN
3 TERTINGGI YANG
DITAMATKAN:
a. TIDAK MEMILIKI IJAZAH
2,595 3,034 5,629 16.76 19.41 18.09
SD
b. SD/MI 4,324 4,856 9,180 27.93 31.07 29.51
c. SMP/ MTs 3,507 3,433 6,940 22.66 21.96 22.31
d. SMA/ MA 2,876 2,681 5,557 18.58 17.15 17.86
e. SEKOLAH MENENGAH
748 710 1,458 4.83 4.54 4.69
KEJURUAN
f. DIPLOMA I/DIPLOMA II 75 88 163 0.48 0.56 0.52
g. AKADEMI/DIPLOMA III 117 154 271 0.76 0.99 0.87
h. UNIVERSITAS/DIPLOMA IV 213 194 407 1.38 1.24 1.31
i. S2/S3 (MASTER/DOKTOR) 14 4 18 0.09 0.03 0.06
39
IV.4 Sumber Daya Kesehatan
Tabel IV.3 Daftar ketenagaan berdasarkan jenis pekerjaan di
Puskesmas Kemlagi Tahun 2016 (Profil Puskesmas Kemlagi,
2016).
No Jenis Tenaga PNS Non Keterangan
PNS
1 Kepala Puskesmas PNS - -
2 Kasub bag TU PNS - -
3 Dokter Umum 1 - -
4 Dokter Gigi 1 -
5 Perawat 4 9 4 induk, 9 ponkesdes
6 Perawat Gigi 1
7 Bidan 10 3 1 induk, 2 pustu,10
ponkesdes
8 Tenaga Kesehatan 1 - -
Masyarakat
9 Tenaga Kesehatan -
Lingkungan
10 Analis Kesehatan - 1 Honorer
11 Tenaga gizi 1 -
12 Tenaga Kefarmasian -
13 Administrasi Umum 6
14 Sopir - -
15 Tenaga Kebersihan RT - 2 honorer
16 Tenaga Dapur dan - 1 honorer
Linen
17 Keamanan - -
40
Kemlagi memiliki fasilitas laboratorium klinis yang melayani pemeriksaan
darah, urine, BTA dan pemeriksaan kimia klinik.
Angka kejadian dan kematian karena campak dan rubella saat ini sudah
rendah. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia yang diterbitkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016, kasus csmpak di
seluruh Indonesia hanya berjumlah 126 dengan jumlah kematian akibat campak
adalah 0. Sedangkan untuk kasus rubella di seluruh Indonesia hanya berjumlah
41 dengan jumlah kematian akibat rubella adalah 0.23
41
Tabel. IV.4 Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan
karakteristik pendidikan dan pekerjaan di Sekolah RA AN Nur, Desa
Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017.
(Sumber: Data Primer, 2017).
besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 42 orang
sebesar 12%, dan sebanyak 2 responden bekerja sebagai PNS atau sebesar
4%.
42
Tabel. IV.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Terhadap Imunsiasi
Campak dan Rubella di Sekolah RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan
Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017.
(Sumber: Data Primer, 2017).
Umur Tingkat
No Nama Skor
(tahun) pengetahuan
1 Ny. I 26 8 Baik
2 Ny. S 26 6 Cukup
3 Ny. J 37 4 Kurang
4 Ny. S 38 7 Cukup
5 Ny. R 39 6 Cukup
6 Ny. A 31 7 Cukup
7 Ny. W 34 7 Cukup
8 Ny. S 32 10 Baik
9 Ny. S 34 7 Cukup
10 Ny. N 33 6 Cukup
11 Ny. M 45 4 Kurang
12 Ny. S 46 8 Baik
13 Ny. S 31 8 Baik
14 Ny. R 26 8 Baik
15 Ny. I 23 8 Baik
16 Ny. Y 32 7 Cukup
17 Ny. M 38 8 Baik
18 Ny. R 27 9 Baik
19 Ny. S 26 8 Baik
20 Ny. S 32 7 Cukup
21 Ny. S 29 8 Baik
22 Ny. A 31 8 Baik
23 Ny. M 33 6 Cukup
24 Ny. M 40 9 Baik
25 Ny. S 45 10 Baik
26 Ny. S 60 10 Baik
27 Ny. D 25 7 Cukup
28 Ny. C 31 10 Baik
29 Ny. M 60 7 Cukup
30 Ny. I 23 10 Baik
31 Ny. N 32 6 Cukup
43
32 Ny. Y 34 8 Baik
33 Ny. E 24 7 Cukup
34 Ny. S 37 10 Baik
35 Ny. E 26 10 Baik
36 Ny. D 30 10 Baik
37 Ny. J 50 9 Baik
38 Ny. R 26 8 Baik
39 Ny. W 26 6 Cukup
40 Ny. T 33 7 Cukup
41 Ny. H 43 8 Baik
42 Ny. R 27 9 Baik
43 Ny. W 37 8 Baik
44 Ny. T 37 7 Cukup
45 Ny. Y 30 10 Baik
46 Ny. F 35 10 Baik
47 Ny. S 51 10 Baik
48 Ny. I 32 8 Baik
49 Ny. L 28 8 Baik
50 Ny. L 27 8 Baik
dengan presentase 62%, tingkat pengetahuan cukup 17 orang dengan presentase 34%,
44
BAB V
DISKUSI
Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan orang tua murid terhadap
imunisasi campak dan rubella di sekolah RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan
Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017 pada sebagian besar responden adalah baik
sebanyak 31 orang (62%).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silvia dkk pada tahun
2014 di Puskesmas Kawangkoan, Manado yang menunjukkan sebagian besar ibu
memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai imunisasi campak.24 Serta sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditama tahun 2015 di Puskesmas Weru
Sukoharjo menunjukkan sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan yang baik
mengenai imunisasi campak.25
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua murid yang
berpengetahuan baik sadar akan pentingnya imunisasi campak dan banyak memperoleh
informasi tentang imunisasi khususnya imunisasi campak dari media informasi, media
cetak maupun dari informasi perawat dan bidan setempat, terlebih lagi mereka
mempunyai gadget yang cukup canggih untuk mencari informasi dari dunia maya.
Responden yang berpengetahuan baik mengetahui banyak hal tentang imunisasi
campak dan rubella, dilihat dari pernyataan yang mampu di jawab di kuesioner yang
diberikan pada saat penelitian, hampir semua di jawab benar, kecuali ada beberapa
indikator mengenai penularan penyakit, berapa kali imunisasi campak dan rubella
diberikan tidak tepat dalam menjawabnya, serta efek samping setelah imunisasi.
45
BAB VI
VI.1 Kesimpulan
VI.2 Saran
1. Bagi responden
46
2. Kepada lahan penelitian
47
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fambonne E, Chakrabarti S. 2001. No evidence for a new variant of measles-
mumps- rubella induced autism Pediatrics. 108:991-5.
2.
Rammohan A, Awofeso N, Fernandez RC. Paternal education status
significantly influences infants' measles vaccination uptake, independent of
maternal education status. BMC Public Health 2012;12:336.
3.
Perry RT, Halsey NA. The clinical significance of measles: a review. J Infect
Dis. 2004;189(1):4-16.
4.
Direktorat jenderal pencegahan dan pengendalian penyakit. Kementerian
kesehatan. 2017. Petunjuk teknis kampanye Imunisasi Measles Rubella.
5.
Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2008.
6.
Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010
7.
Hadinegoro SRS. Jadwal Imunisasi. Dalam: Ranuh IGN, Suyitno H,
Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editor.
Pedoman imunisasi di Indonesia. Ed 3. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia: 2008.
8.
Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK Respiratologi PP
IDAI; 2007.
9.
Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis MD.
Current Medical Diagnosis and Treatment. 2002.
10.
Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius: 2010
11.
Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan
anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
12.
Haralambieva IH, Ovsyannikova IG, Pankratz VS, Kennedy RB, Jacobson RM,
Poland GA. The genetic basis for interindividual immune response variation to
48
measles vaccine: new understanding and new vaccine approaches. Expert
Review of Vaccines 2013 01;12(1):57-70.
13.
Soedarmo, SSP. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua. 2012.h.109-18.
14.
Soedarmo, SSP. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua. 2012.h.109-18.
15.
Swart D, Rik L. 'The Pathogenesis of Measles Revisited'. Pediatric Infectious
Disease Journal 2007; 27(10).
16.
Sabella C. 'Measles: Not just a childhood rash', Cleveland Clinic Journal of
Medicine 2010;77(3):207-13.
17.
Cherry J.D. Feign R.D. Textbook of pediatric infectious disease. Edisi ke-4.
Philadepia: WB Saunders; 2008.h.1889-91.
18.
Soedarto. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press;
2007.
19.
Setiawan IM. Penyakit Campak. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
20.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editor. Kapita selekta kedokteran.
Jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.67-8.
21.
Behrman RE., Kliegman RM., Arvin AM. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak:
“Infeksi Virus-Rubella” (Edisi ke-15). Terjemahan Oleh: Maldonado, Y., EGC,
Jakarta, Indonesia, hal. 1072.
22.
James, C. 2000. Rubella. Dalam: Kandun, I.N (Editor). Manual Pemberantasan
Penyakit Menular (hal. 453 – 456). Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
23.
Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016. Hal:132.
24.
Silvia M., dkk. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya
Imunisasi Campak dengan Kepatuhan Melaksanakan Imunisasi di Puskesmas
Kawangkoan. Universitas Sam Ratulangi, Manado. 2014.
25.
Aditama. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Pengetahuan Ibu
dengan Ketepatan Jadwal Mengikuti Imunisasi Campak di Wilayah Kerja
Puskesmas Weru Sukoharjo. 2015.
49
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA MURID TERHADAP
IMUNISASI CAMPAK DAN RUBELLA DI SEKOLAH RA AN NUR DESA
JAPANAN KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN
2017
Tanggal wawancara :
1. Nama responden :
3. Pendidikan :
o Tidak sekolah
o Tidak tamat SD
o Tamat SD
o Tamat SMP
o Tamat SMA/SMK
o Akademi/Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan :
5. Jumlah anak : orang
6. Nama anak :
a. Virus
b. Bakteri
c. Tidak tahu
50
2. Menurut Ibu, apakah campak dan rubella menular?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
3. Menurut ibu, bagaimana campak dan rubella menular?
a. Pernapasan
b. Kontak kulit
c. Tidak tahu
4. Menurut Ibu, apakah campak dan rubella bisa dicegah?
a. Bisa
b. Tidak bisa
c. Tidak tahu
a. Imunisasi
b. Membersihkan lingkungan
c. Tidak tahu
a. 1 kali
b. ≥ 2 kali
c. Tidak tahu
7. Apakah anak yang sedang demam boleh diberikan imunisasi campak dan rubella?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah anak ibu pernah diimunisasi selain campak dan rubella?
a. Pernah
b. Tidak pernah
51
9. Apakah ada efek samping pada anak setelah imunisasi.?
a. Ada. __________________
b. Tidak ada
10. Berapa jarak dari rumah ibu ke tempat memeroleh imunisasi terdekat?
a. < 3 km
b. 3-5 km
c. > 3 km
52
53