Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Campak atau measles atau rubeola adalah penyakit virus gawat dan
mudah menular yang menyebabkan suhu badan tinggi, ingusan, batuk dan mata
merah, diikuti dengan ruam. Penyakit campak bersifat endemik di seluruh
dunia, pada tahun 2013 terjadi 145.700 kematian yang disebabkan oleh campak
di seluruh dunia (berkisar 400 kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam)
pada sebagian besar anak kurang dari 5 tahun. Berdasarkan laporan DirJen
PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak kasus campak di Indonesia
dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus. Frekuensi KLB
sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus campak
adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus
campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun (3591 kasus) dan
pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus). Campak kadang-kadang dapat
menyebabkan komplikasi berbahaya seperti radang paru-paru. Kira-kira satu
orang dari 1.000 yang terkena campak akan menderita radang otak. Dari setiap
10 anak yang terkena infeksi seperti ini akan meninggal dunia dan banyak akan
menderita cacat otak permanen. Campak dapat ditularkan melalui batuk dan
bersin dari seorang penderita sebelum orang tadi menyadari bahwa dia sakit.1

Rubella atau campak jerman, ini penyakit anak yang ringan tetapi juga
dapat menular pada remaja dan orang dewasa. Penyakit ini menyebabkan
kelenjar bengkak, nyeri sendi dan ruam pada wajah dan leher yang berlangsung
dua sampai tiga hari. Kesembuhan selalu cepat dan tuntas. Pada populasi yang
belum divaksinasi, rubella umumnya timbul pada musim semi dengan epidemi
yang timbul dengan siklus siklus setiap 6-9 tahun sekali. Diperkirakan
ditemukan 20 kasus rubella ditemukan setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Rubella sangat berbahaya apabila seorang wanita yang terkenanya dalam 20

1
minggu pertama kehamilan. Ini dapat menyebabkan kelainan serius pada bayi
yang dilahirkan. Rubella dapat ditularkan melalui batuk dan bersin dari seorang
penderita sebelum orang tadi menyadari bahwa dia sakit. Rubella sangat mudah
menular dan cara paling baik untuk melindungi ibu yang sedang mengandung
dan bayinya ialah memastikan wanita tadi diimunasi sebelum mengandung
(kehamilan supaya dihindari selama satu bulan sesudah imunisasi).1

Menurut WHO, pada tahun 2008, cakupan vaksinasi campak secara


global telah mencapai 83% pada anak usia 12-23 bulan. Tingkat cakupan
terendah ditemukan di wilayah Asia Tenggara (75%) dan Afrika (73%). Pada
negara dengan tingkat pendapatan rendah, 76% anak berusia 12-23 bulan telah
mendapat vaksinasi campak.2

Empat puluh tahun setelah vaksin campak efektif dikeluarkan, campak


masih menyebabkan kematian dan sakit parah pada anak-anak di seluruh dunia.
Pada tahun 2011, setidaknya 50 juta orang terinfeksi campak di seluruh dunia
dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Komplikasi campak hampir
mengenai semua sistem organ. Pneumonia dan ensefalitis adalah penyebab
umum kematian. Tingkat komplikasi lebih tinggi pada anak usia kurang dari 5
tahun dan lebih dari 20 tahun. Peningkatan komplikasi terjadi karena penurunan
kekebalan tubuh, kekurangan gizi, kekurangan vitamin A, dan tidak ada
vaksinasi campak sebelumnya.3

Sebelum dilakukan imunisasi rubella, insidens CRS bervariasi antara


0.1-0.2/1000 kelahiran hidup pada periode endemik dan antara 0.8-4/1000
kelahiran hidup selama periode epidemi rubella. Angka kejadian CRS pada
negara yang belum mengintroduksi vaksin rubella diperkirakan cukup tinggi.
Pada tahun 1996 diperkirakan sekitar 22.000 anak lahir dengan CRS di regio
Afrika, sekitar 46.000 di regio Asia Tenggara dan 12.634 di regio Pasifik Barat.
Insiden CRS pada regio yang telah mengintroduksi vaksin rubella selama tahun
1996-2008 telah menurun.4

2
Di Indonesia, rubella merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang memerlukan upaya pencegahan efektif. Data surveilans
selama lima tahun terkahir menunjukkan 70% kasus rubella terjadi pada
kelompok <15 tahun. Selain itu, berdasarkan studi tentang estimasi beban
penyakit CRS di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus
CRS, 82/100.000 terjadi pada usia ibu 15-19 tahun dan menurun menjadi
47/100.000 pada ibu usia 40-44 tahun. Sedangkan perhitungan modelling di
Jawa Timur diperkirakan 700 bayi dilahirkan dengan CRS setiap tahunnya.4

I.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran pengetahuan orang tua murid terhadap imunisasi

campak dan rubella di sekolah RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan

Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017?

I.3 Tujuan Penelitian


I.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan orang tua murid

terhadap imunisasi campak dan rubella di sekolah RA AN Nur, Desa

Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017.

I.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui distribusi karakteristik responden

berdasarkan karakteristik pendidikan dan pekerjaan.

3
I.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden

Agar para orang tua murid mendapat tambahan informasi dan

pengetahuan mengenai imunisasi campak dan rubella.

2. Bagi Tempat penelitian

Sebagai bahan masukan dan informasi dalam peningkatan penyuluhan

tentang imunisasi campak dan rubella.

3. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam melakukan sebuah penelitian,

dapat memberikan masukan mengenai hal-hal apa saja yang akan diteliti

untuk peneliti lain yang ingin meneliti mengenai imunisasi campak dan

rubella.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 IMUNISASI
II.1.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.5

Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem


kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak
cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan
lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak.6

II.1.2 Tujuan

Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan


menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.7 Imunisasi tidak hanya
memberikan perlindungan pada individu melainkan juga pada komunitas,
terutama untuk penyakit yang ditularkan melalui manusia. Jika komunitas
memiliki angka cakupan imunisasi yang tinggi, komunitas tersebut memiliki
imunitas yang tinggi pula. Sehingga kemungkinan, anak yang belum atau tidak
mendapat imunisasi karena alasan tertentu memiliki kemungkin yang rendah
terjangkit penyakit tersebut.8,9

5
Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemic pada generasi yang akan
datang. Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi sekarang dapat
menyebabkan penyakit semakin meluas pada generasi yang akan datang,
bahkan dapat menyebabkan epidemik. Sebaliknya jika cakupan imunisasi
tinggi, penyakit akan datang dihilangkan dari dunia.9
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak – anak, tetapi
juga mencakup wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan), wanita usia subur
(calon mempelai). Pada anak – anak, imunisasi diberikan sejak bayi dibwah
umur 1 tahun (0-11 bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1 – kelas 6).

II.1.3 Cara penyuntikkan


1) Subkutan
Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela,
meningitis. Perhatikan rekomendasi untuk umur anak. 10

Tabel II.1. Cara penyuntikan subkutan10

6
2) Intramuskular
Diperuntukan Imunisasi DPT, DT, TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak. 10

Tabel II.2. Cara penyuntikan intramuskular10

7
II.2 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi pasien si penerima
layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian
vaksinasi, reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan
pasca imunisasi (KIPI) atau adverse following immunization (AEFI).10

Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang


berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek samping,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan,
atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Secara umum, reaksi KIPI dapat
dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi suntikan, dan reaksi vaksin. 10

Kesalahan program. Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan kesalahan


teknik pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan dosis, kesalahan memilih lokasi dan
cara menyuntik, sterilitas, dan penyimpanan vaksin. Dengan semakin membaiknya
pengelolaan vaksin, pengetahuan, dan ketrampilan petugas pemberi vaksinasi, maka
kesalahan tersebut dapat diminimalisasi. 10

Reaksi suntikan. Tidak berhubungan dengan kandungan vaksin, tetapi lebih


karena trauma akibat tusukan jarum, misalnya bengkak, nyeri, dan kemerahan di
tempat suntikan. Selain itu, reaksi suntikan dapat terjadi bukan akibat dari trauma
suntikan melainkan karena kecemasan, pusing, atau pingsan karena takut terhadap
jarum suntik. Reaksi suntikan dapat dihindari dengan melakukan teknik penyuntikan
secara benar. 10

Reaksi vaksin. Gejala yang muncul pada reaksi vaksin sudah bisa diprediksi
terlebih dahulu, karena umumnya perusahaan vaksin telah mencantumkan reaksi efek
samping yang terjadi setelah pemberian vaksinasi. Keluhan yang muncul umumnya
bersifat ringan (demam, bercak merah, nyeri sendi, pusing, nyeri otot). Meskipun hal
ini jarang terjadi, namun reaksi vaksin dapat bersifat berat, misalnya reaksi anafilaksis
dan kejang. Bila keluhan KIPI bersifat ringan, misalnya demam, nyeri tempat suntikan,
atau bengkak maka dapat dilakukan pengobatan sederhana, misalnya dengan minum

8
obat antipiretik saja. Tetapi bila kejadian pasca imunisasi bersifat serius, maka harus
secepat mungkin dibawa kerumah sakit. 10

II.3 CAMPAK

II.3.1 Definisi

Campak atau measles atau rubeola adalah penyakit virus gawat dan
mudah menular yang menyebabkan suhu badan tinggi, ingusan, batuk dan mata
merah, diikuti dengan ruam.1
Campak adalah penyakit infeksi virus akut, dengan gejala-gejala
eksantem akut, demam, inflamasi mukosa dan saluran napas, yang diikuti
erupsi makulopapular berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi kulit.
Campak adalah penyakit menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium inkubasi, stadium prodormal (kataral), dan stadium erupsi yang
bermanifestasi dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik. Umur
terbanyak penderita campak adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 dan
5-14 tahun. Nama lain penyakit ini adalah morbili, measles, dan rubeola.11

II.3.2 Epiemiologi

Menurut WHO, pada tahun 2008, cakupan vaksinasi campak secara


global telah mencapai 83% pada anak usia 12-23 bulan. Tingkat cakupan
terendah ditemukan di wilayah Asia Tenggara (75%) dan Afrika (73%). Pada
negara dengan tingkat pendapatan rendah, 76% anak berusia 12-23 bulan telah
mendapat vaksinasi campak.2

Empat puluh tahun setelah vaksin campak efektif dikeluarkan, campak


masih menyebabkan kematian dan sakit parah pada anak-anak di seluruh dunia.
Pada tahun 2011, setidaknya 50 juta orang terinfeksi campak di seluruh dunia
dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Komplikasi campak hampir

9
mengenai semua sistem organ. Pneumonia dan ensefalitis adalah penyebab
umum kematian. Tingkat komplikasi lebih tinggi pada anak usia kurang dari 5
tahun dan lebih dari 20 tahun. Peningkatan komplikasi terjadi karena penurunan
kekebalan tubuh, kekurangan gizi, kekurangan vitamin A, dan tidak ada
vaksinasi campak sebelumnya.3

Lebih dari 20 juta penularan campak terjadi setiap tahunnya, dengan


139.300 kematian pada tahun 2010. Sepuluh tahun terakhir telah menunjukkan
peningkatan cakupan imunisasi dengan vaksinasi virus campak yang
dilemahkan, jadwal vaksinasi sebanyak dua kali, dan tindakan preventif
terhadap campak telah menurunkan angka kematian global akibat campak
hingga 74% dari 535.000 kematian pada tahun 2000. Mayoritas dari jumlah
kematian karena campak ini terjadi di Afrika dan Asia akibat terhambatnya
program imunisasi dan kurangnya pelayanan kesehatan yang memadai.12
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul
secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4
tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu
di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan
tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan
daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau
penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%),
gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).13

II.3.3 Etiologi

Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal


selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam.
Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam
pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperature 35°C, dan
beberapa hari pada suhu 0°C. Virus tidak aktif pada pH rendah.14

10
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat
dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung
luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid
yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA) – yang merupakan struktur helix nucleoprotein dari
myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu
protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.14
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada
temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari,
pada suhu 37°C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56°C hanya
satu jam. Sebaliknya virus ini mampu berahan dalam keadaan dingin, pada suhu
-70°C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam
lemari pendingin dengan suhu 4-6°C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila
tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan
dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.14

II.3.4 Patofisiologi
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung,
melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa
penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala
prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua
setelah timbulnya ruam. Virus campak menempel dan berkembang biak pada
epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut
pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar
pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7
hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan
dasar patologik ruam dan infiltrat peribronkial paru. Juga terdapat udema,
bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran

11
pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C: coryza, cough
and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas,
batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi
(pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf
pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa konvelesen,
hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap,
berubah menjadi deskuamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan
karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi
limfosit.15,16

II.3.5 Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara
droplet melalui udara, sejak 1-2 hari setelah timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Infeksi virus campak pertama kali terjadi pada epitel
saluran nafas nasofaring. Infeksi di daerah nasofaring ini akan diikuti dengan
penyebaran virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan
terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi replikasi ekstensif
dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan
limfatik yang lebih jauh. Replikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama
infeksi.14
Setelah lima hingga tujuh hari setelah infeksi terjadi viremia sekunder
yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara generalisata.
Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi,
tetapi organ lainnya seperti kulit, kandung kemih, dan usus dapat terinfeksi
pula.14
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis

12
sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah
dan menimbulkan manifestasi klinis dari system saluran nafas diawali dengan
dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada system saluran
pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut
bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.14
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari
ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi
pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-
T.14
Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran
nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian titer virus akan
menurun menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama proses
infeksi, virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag.17
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu,
adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.15

13
Tabel II.3. Patogenesis campak tanpa penyulit.14
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

II.3.6 Gejala Klinis

Sekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya


tinggi, diikuti dengan koriza/pilek, batuk dan peradangan pada mata. Gejala
penyakit campak dikategorikan dalam tiga stadium: 11,18
a) Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 12-14 hari. Walaupun
pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif,
penderita tidak menampakkan gejala sakit.

b) Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada
stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 5 hari. Gejala
utama yang muncul adalah demam yang terus meningkat hingga
mencapai puncaknya suhu 39,4 - 40,6°C pada hari ke 4 atau 5 yaitu pada

14
saat ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat batuk, pilek dan
konjungtivitis. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi
petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang
kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang
diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila
seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang.
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak
muncul pada hari ke-10±1 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih
keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan
dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa
bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada
bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah
bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1-2 hari sebelum
timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam
kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring
biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri
tenggorokkan.

c) Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14
infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak
gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5˚C. Ruam
pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di
lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian
ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher,
lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam
akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan
terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam
muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian
tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.

15
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang
akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang
akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan.
Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi
kecoklatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus
dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat,
ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk
telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak
sehingga sulit dikenali.

II.3.7 Diagnosis

Diagnosis campak biasanya dapat dibuat dengan berdasarkan kelompok


gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai
batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari diikuti timbulnya ruam yang
memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke
muka, dada, tubuh, lengan dan kaki dalam waktu 3 hari atau lebih bersamaan
dengan meningkatnya suhu tubuh (demam 38,3 °C (101°F) dan selanjutnya
mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat
ditemukan eksantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis
campak (bercak Koplik).14,19
Tetapi gejala klinis pada penyakit campak sering mengalami modifikasi
misalnya penyakit campak dapat timbul tanpa disertai demam dan tanpa timbul
ruam-ruam pada kulit. Hal seperti ini sering terjadi pada anak atau bayi yang
sangat muda, penderita dengan immunokompresi, anak dengan malnutrisi atau
bisa pada anak yang sebelumnya telah mendapat imunisasi campak. Karena
banyak penderita menunjukkan gejala yang tidak jelas, maka untuk memastikan
diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan darah rutin
Biasanya ditemukan leukopenia.

16
2. Deteksi virus
a) Virus campak dapat ditemukan pada sel mononuclear darah tepi,
sekresi saluran nafas, usapan konjugtiva dan dalam urin. Tetapi
virus campak sangat sulit ditemukan, sehingga pemeriksaan untuk
menemukan virus jarang digunakan untuk menegakkan diagnosis
penyakit campak.
b) Sel epitel yang berasal dari nasofaring, mukosa bukalis, konjungtiva
atau urin dapat digunakan untuk pemeriksaan sitologi secara
langsung untuk melihat sel raksasa dan mendeteksi antigen dengan
menggunakan antibodi terhadap protein N virus. Protein ini paling
banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.
c) Pemeriksaan jaringan langsung pada penderita dengan
immunocompromised karena respon antibodinya tidak terbentuk.
d) RNA virus dapat dideteksi dengan reverse transcription dan
diamplifikasi memakai PCR, teknik ini belum digunakan secara luas
untuk menegakkan diagnosis.

3. Mendeteksi antibodi
Diagnosis penyakit campak paling sering ditegakkan dengan
pemeriksaan serologi. Menggunakan sampel saliva atau serum.
Antibodi IgM muncul bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit
dan sebagian besar dideteksi 3 hari sesudah munculnya ruam. Antibodi
IgM meningkat cepat dan kemudian menurun hingga tidak dapat
dideteksi setelah 4-12 minggu. IgG sebaiknya diperiksa pada sampel
yang sama untuk mengetahui apakah sudah pernah terinfeksi atau sudah
pernah mendapat imunisasi.

17
Saat pengambilan serum yang tepat untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium adalah:18,19
a) Usapan tenggorokan dan saliva diambil dalam 6 minggu sesudah
munculnya gejala untuk pemeriksaan antibodi IgM spesifik campak
dan mendeteksi RNA virus.
b) Sampel darah diambil dalam 6 minggu sesudah munculnya gejala
untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik virus dan RNA virus
c) Sampel darah umumnya diambil pada fase akut (1-7 hari setelah
munculnya rum pada kulit) dan pada fase konvalesen untuk
mendeteksi antibodi IgG spesifik campak. Positif jika terjadi
kenaikan titer antara fase akut dan konvalesen 4 kali lipat.

II.3.8 Penatalaksanaan

Penderita campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Anak harus


diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik,
dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila
diperlukan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki
kebutuhan cairan dan diet yang memadai.14
Pemberian vitamin A pada pasien campak untuk usia <6 bulan sebanyak
50.000 IU, usia 6 bulan – 1 tahun sebanyak 100.000 IU, anak >1 tahun sebanyak
200.000 IU sebanyak satu kali.12 Apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500
IU tiap hari.14
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit atau adanya penyulit. Di rumah sakit pasien campak dirawat
di bangsal isolasi system pernapasan. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan
dengan penyulit yang timbul.14

18
II.3.9 Komplikasi

1. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh
Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus yang menyerang
epitel pada saluran pernafasan. Ditandai dengan batuk, meningkatnya
frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun,
apabila disebabkan oleh virus gejala pneumonia akan menghilang,
kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi.
Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala
saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia
karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah
dirusak oleh virus. Gambaran infiltrate pada foto toraks dan adanya
leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di Negara sedang
berkembang dimasa malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit
pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi
antibiotik. 14
Untuk pengobatan diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75
mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang
dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotic diberikan sampai tiga
hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberculin
dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh
karena uji tuberkulin biasanya negative (anergi) pada saat anak
menderita campak. Gangguan reaksi delayed hypersensitivity
disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.14

2. Otitis Media Akut


Invasi virus ke dalam linga telinga tengah umumnya terjadi pada
campak. Gendang telinga biasanya hipertemis pada fase prodromal dan

19
stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang
rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula
terjadi mastoiditis.14
Otitis media seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder,
sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol
(TMP 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis).

3. Ensefalitis
Merupakan penyakit neurologic yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke-4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis
sekitr 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%.
Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun
melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis
dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat
ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis
ringan, dengan predominan sel mononuclear, peningkatan protein
ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.

Pada ensefalopati perlu diberikan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari


dibagi dalam 4 dosis dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis selama 7-10 hari. Deksametason juga diberikan dengan dosis awal
1 mg/kgBB/hari, dilanjutkan 0,5 gr/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
sampai kesadaran membaik. Pemberian deksametason yang melebihi 5
hari dilakukan tapering-off saat menghentikan terapi. Selain itu, perlu
reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk
mengurangi edema otak dan perlu dilakukan koreksi elektrolit dan
gangguan gas darah.14,20

20
4. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute sclerosing encephalitis merupakan kelainan degenerative
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak
yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000
infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih
muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti
oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280). Tida ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka
waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.14

5. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam
sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan
kehilangan protein (protein losing enteropaty). Pada keadaan berat anak
mudah jatuh dalam dehidrasi sehingga pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.14

II.3.9 Pencegahan

a) Pencegahan tingkat awal


Pencegahan tingkat awal dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi atau resiko terhadap penyakit campak. Sasaran dari pencegahan
primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang
tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit campak.
Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam upaya

21
pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan
mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan rumah yang
baik.15

b) Pencegahan tingkat pertama


Sasaran dan pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok berisiko, yakni anak yang belum terkena campak, tetapi berpotensi
untuk terkena penyakit campak. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan
upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu:15
 Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya
pelaksanaan Program Imunisasi Nasional (vaksinasi campak) untuk semua
bayi.
 Vaksinasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan. Vaksin ini
diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. Vaksin campak tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, dan
penderita leukemia. Vaksin campak dapat diberikan sebagai vaksin
monovalent (measles-containing vaccine; MCV) atau polivalen (measles-
mumps-rubella; MMR).

c) Pencegahan tingkat kedua


Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini campak serta penanganan segera dan efektif.
Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang
beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan
campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
berobat.15

22
d) Pencegahan tingkat ketiga
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin
bagi penderita yang mengalami kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan
kerjasama yang baik antara pasien dengan dokter. Penyuluhan juga sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan
penyakit campak. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antara
disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik
dengan para ahli sesama disiplin ilmu.15

II.4 RUBELLA

II.4.1 Definisi

Rubella atau Campak Jerman merupakan penyakit anak menular yang


lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan
campak ringan atau demam skarlet, dan pembesaran serta nyeri limfonodi
pascaoksipital, retroaurikuler, dan servikalis posterior. Campak Jerman atau
rubella ini biasanya hanya menyerang anak-anak sampai usia belasan tahun.21

Rubella atau campak jerman, ini penyakit anak yang ringan tetapi juga
dapat menular pada remaja dan orang dewasa. Penyakit ini menyebabkan
kelenjar bengkak, nyeri sendi dan ruam pada wajah dan leher yang berlangsung
dua sampai tiga hari.1

II.4.2 Etiologi

Rubella disebabkan oleh virus yang mengandung-RNA pleomorfik,


yang sekarang didaftar pada famili Togaviridae, genus Rubivirus. Virus ini
sferis, berdiameter 50-60 nm, dan berisi asam ribonukleat helai-tunggal. Virus

23
biasanya diisolasi pada biakan jaringan, dan keberadanya diperagakan oleh
kemampuan sel ginjal kera hijau Afrika (African green monkey kidney)
[AGMK] terinfeksi rubella menahan tantangan dengan enterovirus. Selama
penyakit klinis virus berada dalam sekresi nasofaring, darah, tinja, dan urin.
Virus telah ditemukan dari nasofaring 7 hari sebelum eksantem, dan 7-8 hari
sesudah menghilangnya. Penderita dengan penyakit subklinis juga infeksius.22

II.4.3 Epidemiologi

Manusia adalah satu-satunya hospes alamiah rubella, yang disebarkan


oleh droplet oral atau secara transplasenta melalui infeksi congenital. Rubella
terdistribusi secara luas di seluruh dunia. Sebelum pembentukan program
vaksin rubella pada tahun 1969, puncak insiden penyakit adalah pada anak
umur 5-14 tahun. Sekarang kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa
muda yang rentan.21
Epidemi rumah sakit diantara pegawai, dengan penularan pada
penderita yang rentan, telah membantu rumah sakit mensyaratkan bahwa
pegawai yang mempunyai kontak dengan penderita harus imun terhadap
rubella. Anak laki-laki dan wanita sama-sama terkena. Pada populasi yang rapat
seperti institusi dan Asrama tentara, hampir 100% dari individu yang rentan
dapat terinfeksi. Pada kelompok keluarga penyebaran virus kurang: 50-60%
anggota keluarga yang rentan mendapat penyakit. Rubella biasanya terjadi
selama musim semi. 21
Pada tahun 1989 – 1990 sejumlah kasus rubella menyerang lebih
banyak pada anak remaja di atas umur 15 tahun dan dewasa diperkirakan karena
kegagalan vaksinasi pada setiap individu. Resiko terserang rubella kembali
menurun untuk semua umur dan dilaporkan kasus di Amerka Serikat pada tahun
1999 sebanyak 267. Penyakit ini dapat sukar didiagnosis secara klinis karena
ruam enterovirus dan ruam yang lain dapat menampilkan penampakan yang

24
serupa. Satu serangan biasanya memberikan imunitas permanen. Epidemi
terjadi setiap 6-9 tahun sebelum vaksin tersedia. 21

II.4.4 Patofisiologi

Infeksi terjadi melalui mukosa saluran pernapasan bagian atas. Hanya


sedikit yang diketahui mengenai peristiwa yang terjadi selama minggu ke-2
hingga ke-3 masa inkubasi. Replikasi virus mula-mula mungkin terjadi dalam
saluran pernapasan, diikuti dengan perkembangbiakan dalam kelenjar getah
bening servikal.21
Viremia timbul setelah 5-7 hari dan berlangsung hingga timbul antibodi
pada sekitar hari ke-13 hingga ke-15. Timbulnya antibodi bersamaan dengan
timbulnya ruam, hal ini menunjukkan adanya dasar imunologik untuk ruam.
Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi di kulit. 21
Setelah timbulnya ruam, virus hanya dapat terdeteksi dalam nasofaring,
dimana virus dapat menetap selama beberapa minggu. Di nasofaring virus tetap
ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan kadang-kadang lebih lama.
Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubella terisolasi dari kelenjar
getah bening, urin, cairan serebrospinal. AS1, cairan sinovial dan paru-paru. 21
Penularan terjadi melalui oral droplet, dan nasofaring, atau saluran
pernafasan Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah. Namun terjadinya
erupsi di kulit belum diketahui patogenesisnya. Penularan dapat terjadi
biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi. Daya tular
tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun dengan cepat,
dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi. 21
Ruam pada rubella biasanya bertahan selama 3 hari. Kelenjar getah
bening akan tetap bengkak selama 1 minggu atau lebih dan nyeri sendi dapat
bertahan lebih dari 2 minggu. Waktu inkubasi rubella adalah 14-23 hari dengan
rata-rata 16-18 hari, artinya mungkin seseorang anak yang terinfeksi rubella
baru menunjukkan gejalanya setelah 2-3 minggu kemudian. 21

25
Gambar II.1: Patofisiologi Rubella. 21

26
II.4.5 Gejala Klinis

Keluhan yang dirasakan biasanya lebih ringan dari penyakit campak.


Bercak-bercak mungkin juga akan timbul tapi warnanya lebih muda dari
campak biasa. Biasanya bercak timbul pertama kali di muka dan leher, berupa
titik-titik kecil berwarna merah muda. Dalam waktu 24 jam, bercak tersebut
menyebar ke badan, lengan, tungkai, dan warnanya menjadi lebih gelap.
Bercak-bercak ini biasanya hilang dalam waktu 1 sampai 4 hari. 21
Masa inkubasi adalah 14-21 hari. Tanda yang paling khas adalah
adenopati retroaurikuler, servikal posterior, dan di belakang oksipital. Tidak
ada penyakit lain yang menyebabkan pembesaran nyeri limfonodi ini yang
sampai sebesar limfonodi rubella. Ruam ini terdiri dari bintik-bintik merah
tersendiri pada palatum molle yang dapat menyatu menjadi warna kemerahan
dan meluas pada rongga belakang mulut yang dikenal sebagai Forscheimer
spot. Limfadenopati jelas pada sekitar 4 jam sebelum ruam muncul dan dapat
tetap selama 1 minggu atau lebih. 21
Eksantemnya lebih bervariasi daripada eksantem rubeola. Eksantem
mulai pada muka dan menyebar dengan cepat. Evolusinya begitu cepat
sehingga dapat menghilang pada muka pada saat ruam lanjutannya muncul
pada badan. Makulopapula tersendiri ada pada sejumlah kasus; ada juga daerah
kemerahan yang luas yang menyebar dengan cepat ke seluruh badan, biasanya
dalam 24 jam. Ruam dapat menyatu, terutama pada muka. Selama hari kedua
ruam dapat mempunyai gambaran sebesar ujung jarum, terutama di seluruh
tubuh, menyerupai ruam demam skarlet. Dapat terjadi gatal ringan. Erupsi
biasanya jelas pada hari ke 3. Deskuamasi minimal. 21
Mukosa faring dan konjungtiva sedikit meradang. Berbeda dengan
rubeola, tidak ada fotofobia. Demam ringan atau tidak selama ruam dan
o
menetap selama 1, 2, atau kadang-kadang 3 hari. Suhu jarang melebihi 38 C
o
(101 F). Anoreksia, nyeri kepala, dan malaise tidak biasa.21

27
II.4.6 Diagnosis

Untuk mendiagnosa pasti suatu rubella, dapat dilakukan dengan isolasi


virus, hanya saja ini sulit dilakukan dan biayanya juga mahal atau dapat pula
dengan titer antibodi. Tes yang biasa dilakukan adalah tes ELISA untuk
antibodi IgG dan IgM. Antibodi hemaglutinasi-inhibisi (HI) merupakan metode
penentuan imunitas biasa terhadap rubella. Beberapa uji yang lebih baru
termasuk aglutinasi lateks, immunoassay enzim, dan immunoassay fluoresen
sensitivitasnya tampak sama atau lebih baik dari pada uji HI. Immunoglobulin
(Ig) M spesifik-rubella dapat ada dalam darah bayi baru lahir yang terkena.21

II.4.7 Penatalaksanaan

Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan pada rubella adalah


simptomatis. Adamantanamin hidroklorida (amantadin) telah dilaporkan
efektif in vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang
dibiakkan.21

II.4.8 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi rubella jarang dijumpai pada anak-anak. Neuritis dan


arthritis kadang-kadang terjadi, ensefalitis serupa dengan ensefalitis yang
ditemukan pada rubeola yang terjadi pada sekitar 1/6000 kasus. Prognosis
rubella anak adalah baik.21

II.4.9 Pencegahan

Pada orang yang rentan, proteksi pasif dari atau pelemahan penyakit
dapat diberikan secara bervariasi dengan injeksi intramuskuler globulin imun
serum (GIS) yang diberikan dengan dosis besar (0,25-0,50 mL/kg atau 0,12-
0,20 mL/lb) dalam 7-8 hari pasca pemajanan. Efektivitas globulin imun tidak

28
dapat diramalkan. Tampaknya tergantung pada kadar antibodi produk yang
digunakan dan pada faktor yang belum diketahui. Manfaat GIS telah
dipertanyakan karena pada beberapa keadaan ruam dicegah dan manifestasi
klinis tidak ada atau minimal walaupun virus hidup dapat diperagakan dalam
darah. Bentuk pencegahan ini tidak terindikasi, kecuali pada wanita hamil
nonimun. 21
Program vaksinasi atau imunisasi merupakan salah satu upaya
pencegahan terhadap rubella. Di Amerika Serikat mengharuskan untuk
imunisasi semua laki-laki dan wanita umur 12 dan 15 bulan serta pubertas dan
wanita pasca pubertas tidak hamil. Imunisasi adalah efektif pada umur 12 bulan
tetapi mungkin tertunda sampai 15 bulan dan diberikan sebagai vaksin campak-
parotitis-rubella (measles-mumps-rubella [MMR]).21

29
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran

pengetahuan orang tua murid terhadap imunisasi campak dan rubella di sekolah

RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun

2017 dengan alat bantu kuesioner.

III.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di sekolah RA AN Nur, Desa Japanan,
Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto.
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2017,
pukul 08.00 sampai 12.00 WIB.

III.3 Populasi dan Sampel


III.3.1 Populasi
Seluruh orang tua murid yang hadir di sekolah RA AN Nur,
Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto pada tanggal
12 Agustus 2017 sebanyak 50 orang.

III.3.2 Sampel
Desain sampling menggunakan Non Random Sampling dengan
menggunakan teknik Purposive Sampling. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah seluruh orang tua murid yang hadir di sekolah RA
AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto
pada tanggal 12 Agustus 2017 sebanyak 50 orang yang memenuhi
kriteria inklusi.

30
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian

dari suatu populasi yang diinginkan dalam suatu penelitian. Kriteria

inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Orang tua murid yang bersekolah di RA AN Nur (Usia anak

3-6 tahun).

2. Orang tua murid yang bisa membaca dan menulis.

III.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan data primer yang datanya dikumpulkan oleh peneliti

sendiri dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang dibagikan pada

responden.

Proses pengumpulan datanya adalah terlebih dahulu meminta kesediaan

orang tua murid yang hadir di sekolah RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan

Kemlagi, Kabupaten Mojokerto untuk menjadi responden, setelah itu

memberikan penjelasan singkat tentang cara pengisian kuesioner, kemudian

membagikannya setelah responden mengisinya dikumpulkan kembali

kuesioner.

31
III.5 Definisi Operasional Variabel

Tabel III.1 Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor
operasional Ukur

Imunisasi Suatu cara Pengetahuan Kuesioner Nominal 1. Pengetahuan


meningkatkan orang tua murid baik, responden
kekebalan terhadap mampu menjawab
seseorang imunisasi 8-10 soal nilai 80-
secara aktif campak dan 100%.
terhadap suatu rubella meliputi:
antigen, 2. Pengetahuan
sehingga bila 1. Definisi cukup, respoden
kelak ia imunisasi. mampu menjawab
terpajan pada 2. Tujuan 5-7 soal nilai
antigen yang imunisasi. 50%-70%.
serupa tidak 3. Cara
penyuntikkan 3. Pengetahuan
terjadi
imunisasi. kurang, bila
penyakit.
respoden mampu
menjawab soal 0-
4 nilai ˂50%.

Pengetahuan
Campak Penyakit orang tua murid Kuesioner Nominal 1. Pengetahuan
menular yang terhadap baik, responden
ditandai imunisasi mampu menjawab
dengan 3 campak dan 8-10 soal nilai 80-
stadium, yaitu rubella meliputi: 100%.
stadium
inkubasi, 1. Definisi 2. Pengetahuan
stadium campak. cukup, respoden
prodormal 2. Etiologi mampu menjawab
(kataral), dan campak. 5-7 soal nilai
stadium erupsi 3. Epidemiologi 50%-70%.
yang campak.
4. Gejala klinis 3. Pengetahuan
bermanifestasi
campak. kurang, bila
dengan
5. Tatalaksana respoden mampu
demam,
campak. menjawab soal 0-
konjungtivitis
6. Komplikasi 4 nilai ˂50%.
dan bercak
koplik. campak.
7. Pencegahan
campak.

32
Rubella Penyakit anak Pengetahuan Kuesioner Nominal 1. Pengetahuan
menular yang orang tua murid baik, responden
lazim biasanya terhadap mampu menjawab
ditandai imunisasi 8-10 soal nilai 80-
dengan gejala- campak dan 100%.
gejala utama rubella meliputi:
ringan, ruam 2. Pengetahuan
serupa dengan 1. Definisi cukup, respoden
campak ringan rubella. mampu menjawab
atau demam 2. Etiologi 5-7 soal nilai
skarlet, dan rubella. 50%-70%.
pembesaran 3. Epidemiolo
gi rubella. 3. Pengetahuan
serta nyeri
4. Gejala kurang, bila
limfonodi
klinis respoden mampu
pascaoksipital,
rubella. menjawab soal 0-
retroaurikuler,
5. Tatalaksana 4 nilai ˂50%.
dan servikalis
posterior. rubella.
6. Komplikasi
rubella.
7. Pencegahan
rubella.

Aspek pengukuran dilakukan terhadap tingkat pengetahuan berdasarkan

jawaban responden dan semua pertanyaan yang diberikan dengan jumlah 10

pertanyaan. Masing-masing pertanyaan responden menjawab 8-10 soal dengan

benar maka dikategorikan dalam pengetahuan baik, menjawab 5-7 soal benar

maka dikategorikan dalam pengetahuan cukup dan menjawab 0-4 soal benar

maka dikategorikan dalam pengetahuan kurang.

Skala pengukuran untuk pengetahuan dapat dikategorikan sebagai

berikut:

 Baik: bila subjek mampu menjawab dengan benar 8-10 pertanyaan dari

seluruh pertanyaan (80-100%).

33
 Cukup: bila subjek mampu menjawab dengan benar 5-7 pertayaan dari

seluruh pertanyaan (50-70%).

 Kurang: bila subjek mampu menjawab dengan benar 0-4 pertayaan dari

seluruh pertanyaan (˂ 50%).

III.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melihat presentasi data

yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk melihat frekuensi, selanjutnya

dicari besarnya presentasi untuk jawaban masing-masing responden dengan

menggunakan teori dan kepustakaan yang ada sehingga dapat diambil suatu

kesimpulan.

34
BAB IV
HASIL PENELITIAN

IV.1 Profil Puskesmas Kemlagi

UPT Puskesmas Kemlagi merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten Mojokerto yang bertanggung jawab terhadap

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

UPT Puskesmas Kemlagi berperan menyelenggarakan upaya kesehatan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap penduduk agar memperoleh derajaat kesehatan yang optimal.

Dengan demikian UPT Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan

masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

UPT Puskesmas Kemlagi sudah mempunyai Rawat Inap sehingga

pelayanan kesehatan dapat terlaksana secara menyeluruh sesuai fungsinya

yaitu: Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif tentunya dengan

keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia.

Visi dari UPT Puskesmas Kemlagi: Terwujudnya Masyarakat wilayah

kerja UPT Puskesmas Kemlagi Kecamatan Kemlagi Mandiri dalam Hidup

sehat.

Misi UPT Puskesmas Kemlagi:

1. Mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.


2. Mewujudkan, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu, merata dan terjangkau.

35
3. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit dan penanggulangan
masalah kesehatan.
4. Meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya kesehatan.

Tujuan dari UPT Puskesmas Kemlagi, yaitu untuk mewujudkan

masyarakat yang:

1. Menjadi Puskesmas terbaik pilihan masyarakat.


2. Memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kepuasan
pasien.
3. Mewujudkan Puskesmas yang profesional, efektif dan efisien.

IV.2 Data Geografis

Letak geografis kecamatan Kemlagi adalah sebagai berikut:

a) Sebelah Utara : Kecamatan Dawar Blandong

b) Sebelah Timur : Kecamatan Jetis

c) Sebelah Selatan : Kecamatan Gedeg

d) Sebelah Barat : Kecamatan Kudu

UPT Puskesmas Kemlagi Kabupaten Mojokerto dengan luas wilayah

35 km2 berlokasi di Jln Darmo Sugondo Nomor 01 Desa Kemlagi Kec. Kemlagi

Kabupaten Mojokerto, dengan wilayah kerja sebanyak 12 desa.

Pembagian wilayah kerja Puskesmas Kemlagi meliputi: Kelurahan/

Desa Kemlagi, Mojowatesrejo, Mojokumpul, Mojowono, Mojopilang,

36
Mojokusumo, Mojodowo, Pandan Krajan, Japanan, Tanjungan, Mojorejo, dan

Mojodadi.

Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kemlagi

Gambar IV.1: Batas wilayah Kecamatan Kemlagi


(Industri Kabupaten Mojokerto, 2016).

IV.3 Data Demografik


Jumlah penduduk seluruhnya di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi
adalah 35.776 orang, dengan jumlah penduduk laki laki 17.870 orang, jumlah
penduduk perempuan 17.906 orang. Jumlah kepala keluarga 8.483 KK (kepala
keluarga). Tingkat kepadatan penduduk mencapai 1.022/km2.

37
Tabel IV.1 Distribusi jumlah penduduk berdasarkan
usia dan jenis kelamin (Profil Puskesmas Kemlagi, 2016).
Laki-laki Umur Perempuan
1131 0-4 1083
1260 5-9 1193
1248 10-14 1260
1347 15-19 1206
1179 20-24 1297
1215 25-29 1152
1375 30-34 1244
1416 35-39 1347
1573 40-44 1868
1403 45-49 1250
1186 50-54 1309
904 55-59 1053
834 60-64 756
628 65-69 658
567 70-74 604
604 >75 626

Dari data diatas, yang ditunjukkan oleh Tabel IV.1, maka jumlah
penduduk usia produktif merupakan jumlah paling banyak (20-54 tahun)
sebesar 18.814 jiwa, jumlah penduduk usia non produktif 0-19 tahun sebanyak
9.728 jiwa, dan > 54 tahun sebesar 7.234 jiwa.
Sedangkan data penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf
dan ijazah tertinggi yang diperoleh menurut jenis kelamin di wilayah kerja
Puskesmas Kemlagi tahun 2016 adalah sebagai berikut:

38
Tabel IV.2 Data penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf dan
ijazah tertinggi yang diperoleh menurut jenis kelamin di wilayah kerja
Puskesmas Kemlagi tahun 2016 (Kantor Desa).
JUMLAH PERSENTASE
NO VARIABEL
L P L+P P P L+P
PENDUDUK BERUMUR 10
1 15,479 15,630 31,109
TAHUN KE ATAS
PENDUDUK BERUMUR 10
2 TAHUN KE ATAS YANG 14,469 15,154 29,623 93.48 96.95 95.22
MELEK HURUF
PERSENTASE PENDIDIKAN
3 TERTINGGI YANG
DITAMATKAN:
a. TIDAK MEMILIKI IJAZAH
2,595 3,034 5,629 16.76 19.41 18.09
SD
b. SD/MI 4,324 4,856 9,180 27.93 31.07 29.51
c. SMP/ MTs 3,507 3,433 6,940 22.66 21.96 22.31
d. SMA/ MA 2,876 2,681 5,557 18.58 17.15 17.86
e. SEKOLAH MENENGAH
748 710 1,458 4.83 4.54 4.69
KEJURUAN
f. DIPLOMA I/DIPLOMA II 75 88 163 0.48 0.56 0.52
g. AKADEMI/DIPLOMA III 117 154 271 0.76 0.99 0.87
h. UNIVERSITAS/DIPLOMA IV 213 194 407 1.38 1.24 1.31
i. S2/S3 (MASTER/DOKTOR) 14 4 18 0.09 0.03 0.06

39
IV.4 Sumber Daya Kesehatan
Tabel IV.3 Daftar ketenagaan berdasarkan jenis pekerjaan di
Puskesmas Kemlagi Tahun 2016 (Profil Puskesmas Kemlagi,
2016).
No Jenis Tenaga PNS Non Keterangan
PNS
1 Kepala Puskesmas PNS - -
2 Kasub bag TU PNS - -
3 Dokter Umum 1 - -
4 Dokter Gigi 1 -
5 Perawat 4 9 4 induk, 9 ponkesdes
6 Perawat Gigi 1
7 Bidan 10 3 1 induk, 2 pustu,10
ponkesdes
8 Tenaga Kesehatan 1 - -
Masyarakat
9 Tenaga Kesehatan -
Lingkungan
10 Analis Kesehatan - 1 Honorer
11 Tenaga gizi 1 -
12 Tenaga Kefarmasian -
13 Administrasi Umum 6
14 Sopir - -
15 Tenaga Kebersihan RT - 2 honorer
16 Tenaga Dapur dan - 1 honorer
Linen
17 Keamanan - -

IV.5 Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di Wilayah Kerja UPT


Puskesmas Kemlagi terdiri dari: 1 Puskesmas Rawat Inap, 2 Puskesmas
Pembantu, 2 Balai Pengobatan / Klinik Swasta, 1 praktek dokter perorangan, 3
apotik, 14 Bidan praktek swasta.

Sebagai salah satu Puskesmas induk di Mojokerto, maka Puskesmas

40
Kemlagi memiliki fasilitas laboratorium klinis yang melayani pemeriksaan
darah, urine, BTA dan pemeriksaan kimia klinik.

IV.6 Data Kesehatan Masyarakat

Angka kejadian dan kematian karena campak dan rubella saat ini sudah
rendah. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia yang diterbitkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016, kasus csmpak di
seluruh Indonesia hanya berjumlah 126 dengan jumlah kematian akibat campak
adalah 0. Sedangkan untuk kasus rubella di seluruh Indonesia hanya berjumlah
41 dengan jumlah kematian akibat rubella adalah 0.23

IV.6.1 Prevalensi Sebelum Dilakukan Intervensi

Data mengenai murid PAUD-TK yang sudah mendapatkan

imunisasi campak dan rubella di wilayah kerja Puskesmas Kemlagi tidak

dapat dikaji karena belum ada data tercantum.

IV.6.2 Hasil Kegiatan Intervensi

Tabel berikut ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi

berdasarkan karakteristik responden.

41
Tabel. IV.4 Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan
karakteristik pendidikan dan pekerjaan di Sekolah RA AN Nur, Desa
Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017.
(Sumber: Data Primer, 2017).

No Karakteristik Jumlah Presentase (%)


1 Pendidikan
SD 9 18
SMP 13 26
SMA/ SMK 26 52
Perguruan tinggi 2 4
2 Pekerjaan
Wiraswasta 6 12
IRT 42 84
PNS 2 4

Berdasarkan tabel IV.4 diketahui sebanyak 9 responden

berpendidikan terakhir SD yaitu sebanyak (18%), 13 responden

berpendidikan terakhir SMP yaitu sebanyak (26%), 26 responden

berpendidikan SMA yaitu sebanyak (52%), dan 2 responden

berpendidikan terakhir perguruan tinggi yaitu sebanyak (4%). Sebagian

besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 42 orang

atau sebesar 84%. Sebanyak 6 responden bekerja sebagai Wiraswasta atau

sebesar 12%, dan sebanyak 2 responden bekerja sebagai PNS atau sebesar

4%.

Tabel IV.5 di bawah ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi

tingkat pengetahuan terhadap imunisasi campak dan rubella.

42
Tabel. IV.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Terhadap Imunsiasi
Campak dan Rubella di Sekolah RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan
Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017.
(Sumber: Data Primer, 2017).

Umur Tingkat
No Nama Skor
(tahun) pengetahuan
1 Ny. I 26 8 Baik
2 Ny. S 26 6 Cukup
3 Ny. J 37 4 Kurang
4 Ny. S 38 7 Cukup
5 Ny. R 39 6 Cukup
6 Ny. A 31 7 Cukup
7 Ny. W 34 7 Cukup
8 Ny. S 32 10 Baik
9 Ny. S 34 7 Cukup
10 Ny. N 33 6 Cukup
11 Ny. M 45 4 Kurang
12 Ny. S 46 8 Baik
13 Ny. S 31 8 Baik
14 Ny. R 26 8 Baik
15 Ny. I 23 8 Baik
16 Ny. Y 32 7 Cukup
17 Ny. M 38 8 Baik
18 Ny. R 27 9 Baik
19 Ny. S 26 8 Baik
20 Ny. S 32 7 Cukup
21 Ny. S 29 8 Baik
22 Ny. A 31 8 Baik
23 Ny. M 33 6 Cukup
24 Ny. M 40 9 Baik
25 Ny. S 45 10 Baik
26 Ny. S 60 10 Baik
27 Ny. D 25 7 Cukup
28 Ny. C 31 10 Baik
29 Ny. M 60 7 Cukup
30 Ny. I 23 10 Baik
31 Ny. N 32 6 Cukup

43
32 Ny. Y 34 8 Baik
33 Ny. E 24 7 Cukup
34 Ny. S 37 10 Baik
35 Ny. E 26 10 Baik
36 Ny. D 30 10 Baik
37 Ny. J 50 9 Baik
38 Ny. R 26 8 Baik
39 Ny. W 26 6 Cukup
40 Ny. T 33 7 Cukup
41 Ny. H 43 8 Baik
42 Ny. R 27 9 Baik
43 Ny. W 37 8 Baik
44 Ny. T 37 7 Cukup
45 Ny. Y 30 10 Baik
46 Ny. F 35 10 Baik
47 Ny. S 51 10 Baik
48 Ny. I 32 8 Baik
49 Ny. L 28 8 Baik
50 Ny. L 27 8 Baik

Berdasarkan tabel IV.5, responden dengan tingkat pengetahuan baik 31 orang

dengan presentase 62%, tingkat pengetahuan cukup 17 orang dengan presentase 34%,

tingkat pengetahuan kurang 2 orang dengan presentase 4%.

44
BAB V

DISKUSI

Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan orang tua murid terhadap
imunisasi campak dan rubella di sekolah RA AN Nur, Desa Japanan, Kecamatan
Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017 pada sebagian besar responden adalah baik
sebanyak 31 orang (62%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silvia dkk pada tahun
2014 di Puskesmas Kawangkoan, Manado yang menunjukkan sebagian besar ibu
memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai imunisasi campak.24 Serta sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditama tahun 2015 di Puskesmas Weru
Sukoharjo menunjukkan sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan yang baik
mengenai imunisasi campak.25
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua murid yang
berpengetahuan baik sadar akan pentingnya imunisasi campak dan banyak memperoleh
informasi tentang imunisasi khususnya imunisasi campak dari media informasi, media
cetak maupun dari informasi perawat dan bidan setempat, terlebih lagi mereka
mempunyai gadget yang cukup canggih untuk mencari informasi dari dunia maya.
Responden yang berpengetahuan baik mengetahui banyak hal tentang imunisasi
campak dan rubella, dilihat dari pernyataan yang mampu di jawab di kuesioner yang
diberikan pada saat penelitian, hampir semua di jawab benar, kecuali ada beberapa
indikator mengenai penularan penyakit, berapa kali imunisasi campak dan rubella
diberikan tidak tepat dalam menjawabnya, serta efek samping setelah imunisasi.

45
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian gambaran pengetahuan orang tua

murid terhadap imunisasi campak dan rubella di sekolah RA AN Nur,

Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2017,

mayoritas responden berpengetahuan baik.

VI.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka peneliti

mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi responden

Diharapkan agar responden yang tingkat pengetahuannya kurang dan

cukup untuk lebih meningkatkan pengetahuannya tentang penyakit

campak dan rubella dengan cara bertanya kepada petugas kesehatan

yang memberikan pelayanan kesehatan, lebih banyak lagi

mendengarkan informasi tentang penyakit campak dan rubella, baik dari

media cetak atau elektronik, serta ikut dalam kegiatan penyuluhan

tentang penyakir campak dan rubella.

46
2. Kepada lahan penelitian

Diharapkan agar petugas kesehatan yang berada di wilayah kerja

Puskesmas Kemlagi agar dapat memberikan penyuluhan dan

pendidikan kesehatan kepada orang tua yang memiliki anak-anak yang

bersekolah di PAUD dan TK untuk lebih meningkatkan pengetahuan

terhadap penyakit campak dan rubella.

47
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fambonne E, Chakrabarti S. 2001. No evidence for a new variant of measles-
mumps- rubella induced autism Pediatrics. 108:991-5.
2.
Rammohan A, Awofeso N, Fernandez RC. Paternal education status
significantly influences infants' measles vaccination uptake, independent of
maternal education status. BMC Public Health 2012;12:336.
3.
Perry RT, Halsey NA. The clinical significance of measles: a review. J Infect
Dis. 2004;189(1):4-16.
4.
Direktorat jenderal pencegahan dan pengendalian penyakit. Kementerian
kesehatan. 2017. Petunjuk teknis kampanye Imunisasi Measles Rubella.
5.
Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2008.
6.
Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010
7.
Hadinegoro SRS. Jadwal Imunisasi. Dalam: Ranuh IGN, Suyitno H,
Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editor.
Pedoman imunisasi di Indonesia. Ed 3. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia: 2008.
8.
Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK Respiratologi PP
IDAI; 2007.
9.
Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis MD.
Current Medical Diagnosis and Treatment. 2002.
10.
Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius: 2010
11.
Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan
anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
12.
Haralambieva IH, Ovsyannikova IG, Pankratz VS, Kennedy RB, Jacobson RM,
Poland GA. The genetic basis for interindividual immune response variation to

48
measles vaccine: new understanding and new vaccine approaches. Expert
Review of Vaccines 2013 01;12(1):57-70.
13.
Soedarmo, SSP. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua. 2012.h.109-18.
14.
Soedarmo, SSP. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua. 2012.h.109-18.
15.
Swart D, Rik L. 'The Pathogenesis of Measles Revisited'. Pediatric Infectious
Disease Journal 2007; 27(10).
16.
Sabella C. 'Measles: Not just a childhood rash', Cleveland Clinic Journal of
Medicine 2010;77(3):207-13.
17.
Cherry J.D. Feign R.D. Textbook of pediatric infectious disease. Edisi ke-4.
Philadepia: WB Saunders; 2008.h.1889-91.
18.
Soedarto. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press;
2007.
19.
Setiawan IM. Penyakit Campak. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
20.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editor. Kapita selekta kedokteran.
Jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.67-8.
21.
Behrman RE., Kliegman RM., Arvin AM. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak:
“Infeksi Virus-Rubella” (Edisi ke-15). Terjemahan Oleh: Maldonado, Y., EGC,
Jakarta, Indonesia, hal. 1072.
22.
James, C. 2000. Rubella. Dalam: Kandun, I.N (Editor). Manual Pemberantasan
Penyakit Menular (hal. 453 – 456). Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia.
23.
Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016. Hal:132.
24.
Silvia M., dkk. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya
Imunisasi Campak dengan Kepatuhan Melaksanakan Imunisasi di Puskesmas
Kawangkoan. Universitas Sam Ratulangi, Manado. 2014.
25.
Aditama. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Pengetahuan Ibu
dengan Ketepatan Jadwal Mengikuti Imunisasi Campak di Wilayah Kerja
Puskesmas Weru Sukoharjo. 2015.

49
LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA MURID TERHADAP
IMUNISASI CAMPAK DAN RUBELLA DI SEKOLAH RA AN NUR DESA
JAPANAN KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN
2017

Tanggal wawancara :
1. Nama responden :

2. Umur responden : tahun

3. Pendidikan :
o Tidak sekolah
o Tidak tamat SD
o Tamat SD
o Tamat SMP
o Tamat SMA/SMK
o Akademi/Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan :
5. Jumlah anak : orang
6. Nama anak :

7. Umur anak : tahun

1. Menurut ibu, apa penyebab penyakit campak dan rubella?

a. Virus

b. Bakteri

c. Tidak tahu

50
2. Menurut Ibu, apakah campak dan rubella menular?
a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu
3. Menurut ibu, bagaimana campak dan rubella menular?
a. Pernapasan

b. Kontak kulit

c. Tidak tahu
4. Menurut Ibu, apakah campak dan rubella bisa dicegah?

a. Bisa

b. Tidak bisa

c. Tidak tahu

5. Menurut Ibu, bagaimana mencegah campak dan rubella?

a. Imunisasi

b. Membersihkan lingkungan

c. Tidak tahu

6. Menurut Ibu, berapa kali imunisasi campak dan rubella diberikan?

a. 1 kali

b. ≥ 2 kali

c. Tidak tahu
7. Apakah anak yang sedang demam boleh diberikan imunisasi campak dan rubella?
a. Ya

b. Tidak
8. Apakah anak ibu pernah diimunisasi selain campak dan rubella?

a. Pernah

b. Tidak pernah

51
9. Apakah ada efek samping pada anak setelah imunisasi.?

a. Ada. __________________

b. Tidak ada

10. Berapa jarak dari rumah ibu ke tempat memeroleh imunisasi terdekat?

a. < 3 km

b. 3-5 km

c. > 3 km

52
53

Anda mungkin juga menyukai