Oleh:
Muhammad Ryfki SA 1110313005
Alan Mustaqim 1210311019
Mira Mustika 1210312008
Nurul Husna Muchtar 1210312117
Muthia Rianty 1210312059
Mhicya Utami Ramadhani 1210313064
Novi Jamilah 1210313084
Atika Rosandali 1210313034
Farah Mutiara 1310311021
Aldian Mulyanto Lokaria 1310312093
Oktarina Nurfazriani A 1310312097
Preseptor :
dr. Citra Manlea, Sp.F
Terima kasih kepada dr. Citra Manela, Sp.F sebagai preseptor yang telah
memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian makalah ini. Terimakasih
kepada para Staf atas bimbingannya selama kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kedoteran Forensik dan Medikolegal, RSUP dr. M. Djamil Padang.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar iv
Absrak v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Batasan Masalah 3
1.5 Metode Penulisan 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian kekerasan seksual terhadap anggota keluarga 4
2.2 Dampak kekerasan seksual oleh anggota keluarga 4
2.3 Angka kejadian kekerasan seksual oleh anggota keluarga 9
2.4 peraturan Perundang-Undangan tentang kekerasan seksual oleh anggota
keluarga 12
2.5 Pemeriksaan Medis terhadap korban kekerasan seksual 13
2.6 Pemeriksaan Medis terhadap korban kekerasan seksual 25
III. Penutup 27
Kesimpulan 27
Saran 28
Daftar Pustaka 29
Daftar Gambar
Gambar 1. Beragam jenis selaput dara
22
Abstrak
Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala
bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu
yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan di mana orang dewasa atau
anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan
lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual.
Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Biro Pusat Statistik
Tahun 2007, angka kejadian tindak kekerasan terhadap anak di Indonesia adalah
3,02% yang artinya setiap 10.000 anak terdapat 302 anak korban kekerasan.
Kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis baik pada
anak maupun pada orang dewasa. Dampaknya dapat berupa mimpi buruk,
ketakutan berlebihan terhadap orang lain, sampai gangguan stress pasca trauma,
kecemasan, penyakit jiwa lain seperti gangguan kepribadian, gangguan identitas
bahkan dapat menimbulkan cedera fisik pada anak. Dampak jangka panjang
kekerasan seksual terhadap anak yaitu anak yang menjadi korban kekerasan seksual
pada masa kanak-kanak memiliki potensi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual
di kemudian hari.
Tujuan penulisan referat ini yaitu mengetahui peranan dokter umum dalam
menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Diharapkan hasil referat yang
dilakukan ini diharapkan dapat diperoleh Memberikan informasi yang bermanfaat
untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan tentang tanda-tanda
kekerasan seksual terhadap anak serta tanda-tanda psikologisnya serta menambah
wawasan tentang ilmu kedokteran forensik, khususnya tentang kekerasan seksual
pada anak-anak dan bagaimana cara menangani kasus tersebut.
Kata kunci : kekerasan seksual pada anak, kekerasan oleh anggota keluarga, incest
BAB 1
PENDAHULUAN
seksual pada anak semakin meningkat jumlahnya. Peningkatan jumlah kasus yang
terlaporkan dan dilaporkan meningkat secara akumulatif hingga 100 kasus setiap
tahunnya antara tahun 2004 ke tahun 2007. Secara umum yang dimaksud dengan
kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk
aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang
ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan di mana orang dewasa atau anak
lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas
tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. Umumnya korban kekerasan
Definisi kekerasan terhadap anak menurut Centers for Disease Control and
Prevention adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian
oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau
menjadi lima jenis, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional,
mencukupi menurut izin hukum, yang digunakan untuk sumber kepuasan seksual
orang dewasa atau anak yang sangat lebih tua. Belakangan ini banyak muncul kasus
perilaku seks bebas yang melanda anak-anak di bawah umur, dimana anak
merupakan kelompok yang rentan baik fisik maupun mental. Kekerasan seksual
anatomi seksual, dan menunjukkan pornografi pada anak atau menggunakan anak
selama tiga dasawarsa masalah anak baik sebagai pelaku maupun korban kekerasan
Statistik Tahun 2007, angka kejadian tindak kekerasan terhadap anak di Indonesia
adalah 3,02% yang artinya setiap 10.000 anak terdapat 302 anak korban kekerasan.
Kekerasan pada anak itu sendiri terdiri dari kekerasan seksual, fisik, emosional,
kekerasan pada anak pada tahun 2010. Dari 171 kasus pengaduan yang masuk,
sebanyak 67,8 persen terkait dengan kasus kekerasan. Dari kasus kekerasan tersebut
yang paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7 persen
(53 kasus). Pada tahun 2016, telah terjadi 156 kasus anak sebagai korban kekerasan
Maka dari itu, hal yang penting dilakukan adalah memberikan pendidikan
seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak sedini mungkin, perlu
dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah agar anak tidak mendapatkan informasi
pemeriksaan medis terhadap korban dan pelaku kekerasan seksual oleh anggota
keluarga.
1.3.1 Tujuan
1.3.2 Manfaat
Dari hasil referat yang dilakukan ini diharapkan dapat diperoleh beberapa
kasus tersebut.
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
Inses berasal dari Kata bahasa Inggris incest yang berasal dari incestus latin,
yang memiliki arti umum tidak murni, tidak suci. Adapun dalam pengertian modern
sempit kata sifat yang berasal incest muncul di abad ke-16.8 Sebelum adanya istilah
latin, incest dikenal di Anglo Saxon sebagai sib-leger (dari 'kekeluargaan' sibb +
hubungan seksual') tetapi dalam kurun waktu, kedua kata lebih mengarah pada
Incest atau inses dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah hubungan
seksual antara orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat,
hukum dan agama.10 Inses juga sering diartikan sebagai hubungan seksual yang
bahwa inses merupakan suatu hubungan seksual yang dilakukan oleh kerabat yang
sangat dekat dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang. Namun,
Apabila dicermati dari berbagai istilah dan kata-kata dari berbagai bahasa
latin, inggris maupun bahasa Indonesia bahasanya arti maupun makna dari inses
hampir memiliki makna yang sama yang mana mengartikan suatu perbuatan yang
berkonotasi kata negatif dan tidak sesuai atau bertentangan. Inses dimaknai sebagai
suatu perbuatan yang dianggap salah, tidak senonoh dan tidak murni. Dalam
pengertian tersebut bahwa inses tidak ada batasan tertentu siapa yang disebut
sebagai pelaku secara spesifik. Bila telah terjadi hubungan seksual di dalam
keluarga yang tidak sepentasnya maka dapat dikategorikan sebagai perilaku inses.
Secara umum ada dua kategori inses. Pertama parental incest, yaitu hubungan
antara orang tua dan anak. Kedua Sibling incest, yaitu hubungan antara saudara
lain yang memiliki kekuasaan atas anak tersebut, misalnya paman, bibi, kakek,
Kategori parental inses merupakan kategori terberat dalam kriteria inses dimana
inses ini merupakan inses yang benar-benar murni dari hubungan sedarah yang
merupakan inti dari keluarga, karena perbuatan tersebut dilakukan oleh orangtua
terhadap anak-anaknya sendiri, siklus perbuatan inses yang terjadi pada akhirnya
akan terulang kembali, dan inses yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak
sering oleh orangtua karena kekuasaan orang tua yang kuat. Orangtua dan anak
(penurut). Artinya dari waktu ke waktu anak yang melakukan perbuatan inses
cenderung memilih untuk bertahan menghadapi hasrat seksual dari orangtua dan
tidak mampu menolak atau meninggalkan perbuatan tersebut dengan alasan bahwa
kriteria kedua setelah parental inses yang mana hubungan yang dilakukan antara
kakak dan adik kandung, fase hubungan inses yang dilakukan masih dapat dicegah
dampak yang ditimbulkan berbeda dengan hubungan inses yang dilakukan antara
orangtua dan anak. Untuk family inses merupakan hubungan seksual yang
dilakukan oleh kerabat dekat dimana orang-orang tersebut memiliki kekuasaan atas
anak tersebut dan masih memiliki hubungan sedarah baik garis keturunan lurus ke
kakek nenek dan hal tersebut berdasarkan adanya suatu ikatan keluarga sedarah. 11
Dari karakteristik inses beberapa hal diatas yang ada bahwasanya inses
dapat digolongkan menjadi perbuatan yang terjadi atas dasar saling suka dan saling
perbuatan yang dilarang, perbuatan tersebut terjadi untuk membuat senang salah
satu pihak, perbuatan tersebut untuk mencegah pihak untuk melakukan kekerasan
anak maupun pada orang dewasa. Kasus kekerasan seksual sering tidak terungkap
terutama jika kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak, karena anak-anak
korban kekerasan seksual tidak mengerti bahwa dirinya menjadi korban. Menurut
Beitch-man et.al, anak yang mengalami kekerasan seksual membutuhkan waktu
satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Korban sulit mempercayai
itu, anak cenderung takut melaporkan karena merasa terancam akan konsekuensi
yang lebih buruk bila melapor, merasa malu untuk menceritakan peristiwa
kekerasan seksualnya, mereka merasa bahwa peristiwa kekerasan seksual itu terjadi
karena kesalahan dirinya dan peristiwa kekerasan seksual membuat anak merasa
yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan
berdampak pada kesehatan. Jangka panjangnya, ketika dewasa nanti dia akan
mengalami fobia pada hubungan seks atau bahkan akan terbiasa dengan kekerasan
sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak
tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya. Sementara
itu, Weber dan Smith (2010) mengungkapkan dampak jangka panjang kekerasan
seksual terhadap anak yaitu anak yang menjadi korban kekerasan seksual pada masa
kemudian hari.12
pasca trauma, kecemasan, penyakit jiwa lain termasuk gangguan kepribadian dan
bulimia nervosa, bahkan adanya cedera fisik kepada anak. Secara fisik, korban
mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar
vagina atau alat kelamin, berisiko tertular penyakit menular seksual, luka di tubuh
akibat perkosaan dengan kekerasan, kehamilan yang tidak diinginkan dan lainnya.
Sedangkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga adalah bentuk
inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis
jangka panjang, terutama dalam kasus inses orangtua. Trauma akibat kekerasan
seksual pada anak akan sulit dihilangkan jika tidak secepatnya ditangani oleh
ahlinya.
1. Pengkhianatan (Betrayal).
bahwa korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-
kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak
mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit
pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan
4. Stigmatization
diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan
merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Anak
sebagai korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban
tersebut.
yang dihadapi anak-anak dengan konsekuensi yang paling serius. Sekitar 1 dari 10
anak akan mengalami kekerasan seksual sebelum berusia 18 tahun. Sekitar 1 dari 7
anak perempuan dan 1 dari 25 anak laki-laki akan mengalami kekerasan seksual
keluarga, sekolah, gereja, pusat rekreasi, liga olahraga pemuda, dan tempat-tempat
lain yang dikumpulkan anak-anak. Sekitar 90% anak-anak yang menjadi korban
secara seksual disalahgunakan oleh orang asing. Sekitar 30% anak-anak yang
mereka yang melakukan pelecehan seksual anak di bawah enam, 50% adalah
anggota keluarga. Anggota keluarga juga melakukan pelecehan seksual 23% anak-
anak yang berusia 12 sampai 17.16 Sekitar 60% anak-anak yang mengalami
pelecehan seksual dilecehkan oleh orang-orang yang dipercaya oleh keluarga. 14,15
dilaporkan dan teridentifikasi: Struktur keluarga adalah faktor risiko yang paling
penting dalam pelecehan seksual terhadap anak. Anak-anak yang tinggal dengan
dua orang tua kandung yang sudah menikah memiliki risiko penyalahgunaan yang
rendah. Risikonya meningkat saat anak-anak tinggal dengan orang tua tiri atau
orang tua tunggal. Anak-anak yang hidup tanpa orang tua (anak asuh) 10 kali lebih
mungkin dilecehkan secara seksual daripada anak-anak yang tinggal dengan orang
tua biologis. Anak-anak yang tinggal dengan orang tua tunggal yang memiliki
pasangan hidup berada pada risiko tertinggi: mereka 20 kali lebih mungkin menjadi
korban pelecehan seksual anak daripada anak-anak yang tinggal dengan kedua
orang tua biologis.17 Gender juga merupakan faktor utama dalam pelecehan seksual.
Anak perempuan lima kali lebih mungkin dilecehkan dibandingkan laki-laki. Usia
pada laki-laki juga berperan dalam kejadian pelecehan seksual. 8% korban berusia
12 sampai 17 tahun adalah laki-laki. 26% korban di bawah usia 12 tahun adalah
laki-laki.16 Usia adalah faktor signifikan dalam pelecehan seksual. Meskipun ada
risiko untuk anak-anak dari semua umur, anak-anak paling rentan terhadap
pelecehan antara usia 7 dan 13 tahun. Usia rata-rata dilaporkan pelecehan seksual
berusia 9 tahun.18 Namun, lebih dari 20% anak-anak mengalami pelecehan seksual
sebelum usia 8 tahun.16 Ras dan etnis merupakan faktor penting dalam
dua kali risiko pelecehan seksual dibandingkan anak-anak kulit putih. Anak-anak
etnis Hispanik memiliki risiko sedikit lebih besar daripada anak-anak kulit putih
non-Hispanik.17 Risiko pelecehan seksual meningkat tiga kali lipat untuk anak-anak
yang orang tuanya tidak berada dalam angkatan kerja.17 Anak-anak di rumah status
sosial ekonomi rendah tiga kali lebih mungkin untuk diidentifikasi sebagai korban
pelecehan seksual.3 Anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan hampir dua kali
Anggota Keluarga
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap orang yang
paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (Pasal 46)
2. Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya untuk
dan/atau tujuan tertentu, dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling
1. Mendapat luka berat yang tidak memberi harapan atau sembuh sama sekali,
singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp
KUHP21
3) Bila perbuatan itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama
12 tahun.
sehingga menimbulkan:
(P3K) kekerasan seksual, terdapat beberapa aspek etik dan medikolegal yang harus
diperhatikan. Karena korban juga berstatus sebagai pasien, dan yang akan diperiksa
adalah daerah “sensitif”, hal utama yang harus diperhatikan adalah memperoleh
medis dan foto, serta pembukaan sebagian rahasia kedokteran guna pembuatan
harus diperoleh dari korban. Syarat-syarat cakap hukum adalah berusia 21 tahun
atau lebih, atau belum 21 tahun tapi sudah pernah menikah, tidak sedang menjalani
hukuman, serta berjiwa sehat dan berakal sehat. Apabila korban tidak cakap hukum
persetujuan harus diminta dari walinya yang sah. Bila korban tidak setuju diperiksa,
dan dokter harus menghormati keputusan korban tersebut. Selain itu, karena pada
korban terdapat barang bukti (corpus delicti) harus diperhatikan pula prosedur legal
pemeriksaan.22
yang berwenang. Korban juga harus diantar oleh polisi penyidik sehingga keutuhan
dan originalitas barang bukti dapat terjamin. Apabila korban tidak diantar oleh
polisi penyidik, dokter harus memastikan identitas korban yang diperiksa dengan
mencocokkan antara identitas korban yang tercantum dalam SPV dengan tanda
identitas sah yang dimiliki korban, seperti KTP, paspor, atau akta lahir. Catat pula
dalam rekam medis bahwa korban tidak diantar oleh polisi. Hal ini harus dilakukan
dokter tidak boleh memihak atau bersimpati kepada korban sehingga cenderung
mempercayai seluruh pengakuan korban begitu saja. Hal yang boleh dilakukan
adalah berempati, dengan tetap membuat penilaian sesuai dengan bukti-bukti
terhadap upaya pengakuan atau tuduhan palsu (false allegation) dari korban.
Hindari pula perkataan atau sikap yang “menghakimi” atau menyalahkan korban
atas kejadian yang dialaminya. Dokter juga harus menjaga konfidensialitas hasil
mengetahui, seperti kepada korban dan/atau walinya (jika ada), serta penyidik
sesuai keperluan saja, dengan tetap menjaga kerahasiaan data medis yang tidak
ilmu kedokteran yang umum dan mutakhir, dengan memperhatikan hak dan
mungkin.
perkembangan seksual.
kekerasan seksual:22
menunggu terlalu lama. Hal ini penting untuk mencegah rusak atau berubah
atau hilangnya barang bukti yang terdapat di tubuh korban, serta untuk
menenangkan korban dan mencegah terjadinya trauma psikis yang lebih berat.
Pada saat pemeriksaan, dokter harus didampingi perawat yang sama jenis
untuk mengurangi rasa malu korban dan sebagai saksi terhadap prosedur
pemeriksaan dan pengambilan sampel. Selain itu, hal ini juga perlu demi
seluruh bagian tubuh korban, tidak hanya terhadap daerah kelamin saja.
1. Anamnesis
awam yang mudah dimengerti oleh korban. Gunakan bahasa dan istilah-istilah yang
vulgar.22 Lakukan wawancara sendiri dengan anak, berapapun usianya dan dengan
Anamnesis dapat dibagi menjadi anamnesis umum dan khusus. Hal-hal yang harus
Status pernikahan
Riwayat koitus (sudah pernah atau belum, riwayat koitus sebelum dan/atau
setelah kejadian kekerasan seksual, dengan siapa, penggunaan kondom atau alat
kontrasepsi lainnya)
kekerasan seksual yang dilaporkan dan dapat menuntun pemeriksaan fisik, seperti:
- Apakah korban sadar atau tidak pada saat atau setelah kejadian.
- Adanya pemberian minuman, makanan, atau obat oleh pelaku sebelum atau
setelah kejadian.
- Penggunaan kondom.
sebagainya.
b. When:
- Tanggal dan jam kejadian, bandingkan dengan tanggal dan jam melapor.
- Apakah tindakan tersebut baru satu kali terjadi atau sudah berulang.
c. Where:
- Tempat kejadian.
d. Who:
- Jumlah pelaku.
- Uusia pelaku.
2. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai ke
umum korban. Apabila korban tidak sadar atau keadaan umumnya buruk, maka
pemeriksaan untuk pembuatan visum dapat ditunda dan dokter fokus untuk ”life-
saving” terlebih dahulu. Selain itu, dalam melakukan pemeriksaan fisik, perhatikan
fisik yang dilakukan dapat dibagi menjadi pemeriksaan umum dan khusus.
• Tingkat kesadaran
• Keadaan umum
• Tanda vital
• Status generalis
• Rambut (tercabut/rontok)
• Gigi dan mulut (terutama pertumbuhan gigi molar kedua dan ketiga)
• Kuku (apakah ada kotoran atau darah di bawahnya, apakah ada kuku yang
• Status lokalis dari luka-luka yang terdapat pada bagian tubuh selain daerah
kemaluan.
dengan tindakan kekerasan seksual yang diakui korban dan mencakup pemeriksaan:
• Daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu adanya perlukaan pada jaringan lunak
• Penyisiran rambut pubis (rambut kemaluan), yaitu apakah adanya rambut pubis
yang terlepas yang mungkin berasal dari pelaku, penggumpalan atau perlengketan
• Daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha bagian dalam (adanya perlukaan pada
• Labia mayora dan minora (bibir kemaluan besar dan kecil), apakah ada perlukaan
• Hymen (selaput dara), catat bentuk, diameter ostium, elastisitas atau ketebalan,
ditemukan robekan hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah robekan (sesuai
arah pada jarum jam, dengan korban dalam posisi litotomi), apakah robekan
mencapai dasar (insersio) atau tidak, dan adanya perdarahan atau tanda
• Vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir.
• Serviks dan porsio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan dan
• Anus (lubang dubur) dan daerah perianal, apabila ada indikasi berdasarkan
anamnesis.
pemeriksaan selaput dara. Bentuk dan karakteristik selaput dara sangat bervariasi
(Gambar 1). Pada jenis-jenis selaput dara tertentu, adanya lipatan-lipatan dapat
menyerupai robekan. Karena itu, pemeriksaan selaput dara dilakukan dengan traksi
lateral dari labia minora secara perlahan, yang diikuti dengan penelusuran tepi
selaput dara dengan lidi kapas yang kecil untuk membedakan lipatan dengan
visum et repertum. Dengan pemotretan, korban juga tidak perlu diperiksa terlalu
lama karena foto-foto tersebut dapat membantu dokter mendeskripsi temuan secara
pelecehan seksual (lesi yang mencurigakan sangat jarang ditemukan, IMS (infeksi
menular seksual) tidak biasa pada anak-anak dan jarang terjadi pada remaja dalam
situasi ini).23
3. Pemeriksaan penunjang
sesuai indikasi untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban. Sampel
Pakaian yang dipakai korban saat kejadian; diperiksa lapis demi lapis untuk
mencari adanya trace evidence yang mungkin berasal dari pelaku, seperti darah
dan bercak mani, atau dari tempat kejadian, misalnya bercak tanah atau daun-
daun kering.
Rambut pubis; yaitu dengan menggunting rambut pubis yang menggumpal atau
maka mungkin terdapat sel epitel atau darah pelaku di bawah kuku korban.
Swab; dapat diambil dari bercak yang diduga bercak mani atau air liur dari kulit
sekitar vulva, vulva, vestibulum, vagina, forniks posterior, kulit bekas gigitan
atau ciuman, rongga mulut (pada seks oral), atau lipatan-lipatan anus (pada
Darah; sebagai sampel pembanding untuk identifi kasi dan untuk mencari
Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah keutuhan rantai barang
sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini lebih penting apabila sampel akan dikirim
lanjut baik dari aspek hukum maupun medis. Dari segi hukum, tindak lanjut pada
umumnya berupa pembuatan visum et repertum sesuai SPV dari penyidik polisi.22
layanan pemeriksaan untuk pembuatan visum et repertum, tapi juga tindak lanjut
tidak spesifik seperti gangguan stres pasca-trauma, status depresi, masalah perilaku
emosional anak.23 Terapi tersebut dapat membantu korban mengatasi trauma psikis
atau terapi penyakit menular seksual. Apabila sudah terjadi kehamilan, korban
baik diperlukan antara dokter pemeriksa dengan dokter yang memberikan tata
laksana lanjutan agar korban mendapatkan perawatan yang diperlukan. Selain itu,
dokter juga harus menjalin kerjasama yang baik dengan pihak polisi penyidik agar
pakaian, catat adanya bercak semen, darah dan sebagainya. Bercak semen tidak
dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Cara
melakukan pemeriksaan dengan menekankan kaca objek pada glans penis, daerah
korona atau frenulum, kemudian diletakkan terbalik diatas cawan yang berisi
larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca objek tersebut.
Sitoplasma sel vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung glikogen.
Warna coklat tadi cepat hilang namun dengan meletakkan kembali sediaan diatas
cairan lugol maka warna coklat akan kembali lagi.24 Perlu dilakukan pemeriksaan
Pada kasus kekerasan seksual anak yang meragukan dilakukan oleh ayah
pelakunya. Pemeriksaan ini membutuhkan sampel DNA korban, ibu, ayah dan
saudara laki-lakinya. 25
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala
bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur
tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan, dimana orang
dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap
2. Kekerasan seksual pada anak merupakan masalah kesehatan paling umum yang
dihadapi anak-anak dengan konsekuensi yang paling serius baik pada fisik
dan pedofilia.
keluarga, terutama pada anak diatur dalam KUHP pasal 287, KUHP pasal 288,
KUHP pasal 289, KUHP pasal 290, KUHP pasal 291, KUHP pasal 294 dan UU
dapat berupa anamnesis umum tentang identitas dan riwayat pasien, anamnesis
khusus tentang temuan atau deskripsi luka pada bagian genital, anal dan oral,
gigitan atau ciuman; rongga mulut; atau lipatan anus, serta pemeriksaan darah
dan urin.
dapat berupa pemeriksaan terhadap pakaian baik berupa bercak semen; darah;
atau sebagainya, pemeriksaan sel epitel vagina pada glans penis, serta analisis
DNA.
3.2 Saran