Anda di halaman 1dari 41

Fotometri Bintang

Keadaan fisis bintang dapat ditelaah baik dari spektrumnya maupun dari kuat cahayanya.
Pengukuran kuat cahaya bintang ini disebut juga fotometri bintang.

Drs. Gusnedi.M.Si

Terang Bintang
Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan

dalam satuan magnitudo


Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

dalam 6 (enam) kelompok berdasarkan penampakannya dengan mata telanjang,


Bintang paling terang tergolong magnitudo kesatu

Bintang yang lebih lemah tergolong magnitudo

kedua
Dan seterusnya hingga bintang paling lemah yang

masih bisa dilihat magnitudo ke-6


Drs. Gusnedi.M.Si

dengan

mata

termasuk

Makin terang sebuah bintang, makin kecil magnitudonya

magnitudo

Drs. Gusnedi.M.Si

Contoh : Dalam tabel bawah ini terdapat data magnitudo dari lima buah bintang. Tentukanlah bintang nomor berapa saja yang bisa diamati di langit malam dengan mata telanjang? Tentukan juga bintang mana yang paling terang dan bintang mana yang paling lemah, jelaskanlah. No. Magnitudo 1 6,5 2 3 4 5,2 7,3 -2,5

5
Drs. Gusnedi.M.Si

2,7

John Herschel mendapatkan bahwa

kepekaan mata dalam menilai terang bintang bersifat logaritmik


Bintang yang magnitudonya satu

ternyata 100 kali lebih terang daripada bintang yang magnitudonya enam Berdasarkan kenyataan ini, Pogson (Norman Robert Pogson) pada tahun 1856 mendefinisikan skala satuan magnitudo secara lebih tegas

John Herschel (1792-1871)

Drs. Gusnedi.M.Si

Tinjau dua bintang :

m1 = magnitudo bintang ke-1 m2 = magnitudo bintang ke-2 E1 = fluks bintang ke-1 E2 = fluks bintang ke-2 Skala Pogson didefinisikan sebagai : m1 m2 = - 2,5 log (E1/E2) atau E1/E2 = 2,512
-(m1 - m2)

. . . . . . . . . .(4-1) . . . . . . . . . . . .(4-2)

Drs. Gusnedi.M.Si

Dengan skala Pogson ini dapat ditunjukkan bahwa bintang bermagnitudo 1 adalah 100 kali lebih terang daripada bintang bermagnitudo 6. Jika m1 = 1 dan m2 = 6, maka dari pers. (4-2), E1/E2 = 2,512
-(m1 - m2)

= 2,512

-(1 - 6)

= 2,512 = 100

Jadi : E1 = 100 E2
Secara umum rumus Pogson dapat dituliskan : m = -2,5 log E + tetapan . . . . . . . . . (4-3)

merupakan besaran lain untuk menyatakan fluks bintang yang diterima di bumi per cm2 s-1
Drs. Gusnedi.M.Si

Harga tetapan ditentukan dengan mendefinisikan

suatu titik nol. Awalnya sebagai standar magnitudo digunakan bintang Polaris yang tampak di semua Observatorium yang berada di belahan langit utara. Bintang Polaris ini diberi magnitudo 2 dan magnitudo bintang lainnya dinyatakan relatif terhadap magnitudo bintang polaris Tahun 1911, Pickering mendapatkan bahwa bintang Polaris, cahayanya berubah-ubah (bintang variabel) dan Pickering mengusulkan sebagai standar magnitudo digunakan kelompok bintang yang ada di sekitar kutub utara (North Polar Sequence)
Drs. Gusnedi.M.Si

Cara terbaik untuk mengukur magnitudo adalah

dengan menggunakan bintang standar yang berada di sekitar bintang yang di amati karena perbedaan keadaan atmosfer Bumi tidak terlalu berpengaruh dalam pengukuran.
Pada saat ini telah banyak bintang standar yang

bisa digunakan untuk menentukan magnitudo sebuah bintang, baik yang berada di langit belahan utara, maupun di belahan langit selatan.

Drs. Gusnedi.M.Si

Magnitudo : merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat atau terang semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang harus diperhitungkan) magnitudo semu Faktor jarak : m = -2,5 log E + tetapan
magnitudo semu

magnitudo
kuat cahaya sebenarnya

E=

4 d2

. . . . . . (4-4)

Drs. Gusnedi.M.Si

Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya sebuah bintang, kita definisikan besaran magnitudo mutlak : magnitudo bintang yang diandaikan diamati dari jarak 10 pc
Skala Pogson untuk magnitudo mutlak ini adalah,

M = -2,5 log E + tetapan


magnitudo mutlak

. . . . . . . (4-5) . . . . . (4-6)

L E = 4 102

Jadi

M = -2,5 log

L + tetapan . . . . . (4-7) 4 102

Drs. Gusnedi.M.Si

Dari pers. (4-3) : Dari pers. (4-7) :

m = -2,5 log E + tetapan M = -2,5 log E + tetapan m M = -2,5 log E/E

. . . . . . . (4-8)

Subtitusikan pers. (4-4) : dan pers. (4-6) ke pers (4-8) diperoleh,

4 d2 L : E = 4 102

E=

m M = -5 + 5 log d modulus jarak


Drs. Gusnedi.M.Si

. . . . . . . . (4-9) d dalam pc

Contoh : Magnitudo mutlak sebuah bintang adalah M = 5 dan magnitudo semunya adalah m = 10. Jika absorpsi oleh materi antar bintang diabaikan, berapakah jarak bintang tersebut ? Jawab : m = 10 dan M = 5, dari rumus Pogson

m M = -5 + 5 log d diperoleh, 10 5 = -5 + 5 log d


5 log d = 10 log d = 2
Drs. Gusnedi.M.Si

d = 100 pc

Dari rumus Pogson dapat kita tentukan perbedaan magnitudo mutlak dua bintang yang luminositasnya masing-masing L1 dan L2, yaitu,

Dari rumus pers (4-7) : M = -2,5 log

L + tetapan 2 4 10

L1 Untuk bintang ke-1 : M1 = -2,5 log + tetapan 2 4 10 L2 Untuk bintang ke-2 : M2 = -2,5 log + tetapan 2 4 10 M1 - M2 = -2,5 log L1 L2 . . . (4-10)

Drs. Gusnedi.M.Si

Soal-soal Latihan
1. Andaikan sebuah bintang yang mirip dengan Matahari (temperatur dan luminositasnya sama) berjarak 100 juta kali lebih jauh dari jarak BumiMatahari. Berapa kali lebih terang atau lebih lemahkah bintang tersebut daripada Matahari? Berapakah magnitudo semu bintang tersebut? Apakah bintang ini bisa tampak dengan mata telanjang atau tidak ? Jelaskan jawabnmu. 2. Bintang A mempunyai magnitudo semu 3,26, dan bintang B magnitudo semunya 13,26. Bintang manakah yang lebih terang ? Bagaimanakah perbandingan energi yang kita terima dari kedua bintang tersebut?
Drs. Gusnedi.M.Si

3. Jika kedua bintang dalam soal nomor 2 mempunyai magnitudo mutlak yang sama, bintang manakah yang lebih dekat? Berapakah perbandingan jarak keduanya? 4. Andaikan magnitudo mutlak bintang dalam soal no. 2 adalah M = 8,26. Tentukanlah jarak setiap bintang dalam parsecs. 5. Energi yang diterima dari sebuah bintang yang berjarak 2 pc dan magnitudo semunya = 1,3 adalah 8 x 10-9 Watts/m2. Berapakah energi yang kita terima dari sebuah bintang yang magnitudo semunya 5,3?.

Drs. Gusnedi.M.Si

6. Tabel di bawah ini memperlihatkan magnitudo mutlak Matahari dan dua bintang yang lebih terang (bintang A) dan yang lebih lemah (bintang B) daripada Matahari.
Objek
Matahari Bintang A

M
+5 -10

Bintang B

+15

a. Berapa kali lebih terangkah bintang A dibandingkan dengan bintang B. b. Jika luminostas Matahari adalah 4 x 1026 watts, tentukanlah luminositas bintang A dan B.

Drs. Gusnedi.M.Si

Sistem Magnitudo
Sebelum perkembangan fotografi, magnitudo bintang ditentukan dengan mata.
Kepekaan mata untuk daerah panjang gelombang

yang berbeda tidak sama


Mata terutama peka untuk cahaya kuning hijau di

daerah = 5 500 , karena itu magnitudo yang diukur pada daerah ini disebut magnitudo visual atau mvis

Drs. Gusnedi.M.Si

Dengan berkembangnya fotografi, magnitudo bintang selanjutnya ditentukan secara fotografi.


Pada awal fotografi, emulsi fotografi mempunyai

kepekaan di daerah biru-ungu gelombang sekitar 4 500 . magnitudo fotografi atau mfot

pada

panjang

Magnitudo yang diukur pada daerah ini disebut

Sebagai contoh kita ambil perbandingan hasil pengukuran magnitudo visual dengan magnitudo fotografi untuk bintang Rigel dan Betelgeuse yang berada di rasi Orion. Rigel berwarna biru sedangkan Betelgeuse berwarna merah.
Drs. Gusnedi.M.Si

Perbandingan bintang Rigel dan Betelgeuse.


Rigel (berwarna biru)

Betelgeuse (berwarna merah)

Menurut Hukum Planck dan Temperatur permukaanWien, temperatur permukaan nya lebih rendah daripada bintang Rigel lebih tinggi Rigel daripada Betelgeuse Akan memancarkan lebih Akan memancarkan lebih banyak cahaya kuning banyak cahaya biru daripada daripada cahaya biru cahaya kuning

Diamati secara fotografi akan Diamati secara visual akan tampak lebih terang tampak lebih terang daripada daripada diamati secara diamati secara visual (mvis fotografi (mvis kecil dan mfot besar dan mfot kecil). besar).

Drs. Gusnedi.M.Si

Jadi untuk suatu bintang, mvis berbeda dari mfot. Selisih kedua magnitudo tersebut, dinamakan indeks warna (Color Index CI). CI = mfot mvis . . . . . . . . . . .(4-11)
Makin panas atau makin biru suatu bintang, semakin

kecil indeks warnanya.

Drs. Gusnedi.M.Si

Distribusi energi spektrum bintang Rigel


fot vis

mfot - mvis = indeks warna


Intensitas

mfot = - 0,03 mvis = 0,14 CI = - 0,17

mvis besar, mfot kecil


Drs. Gusnedi.M.Si

CI kecil

Distribusi energi spektrum bintang Betelgeus


fot vis

Intensitas

mfot = 2,14 mvis = 0,70


mfot - mvis = indeks warna

CI = 1,44

mvis kecil, mfot besar


Drs. Gusnedi.M.Si

CI besar

Perbandingan distribusi energi spektrum (DES) bintang Rigel dan Betelgeus


mfot mvis

CI Rigel
Intensitas

CI Betelgeus DES Rigel DES Betelgeus

Drs. Gusnedi.M.Si

Karena ada perbedaan antara mvis dan mfot , maka perlu diadakan pembakuan titik nol kedua magnitudo tersebut. mvis = - 2,5 log Evis + Cvis . . . . . . . . . . . . . (4-12)

mfot= - 2,5 log Efot + Cfot


Evis = fluks dalam daerah visuil Efot= fluks dalam daerah fotografi Cvis dan Cfot adalah tetapan

. . . . . . . . . . . . . (4-13)

Tetapan Cvis dan Cfot dapat diambil sedemikian rupa sehingga untuk bintang deret utama yang spektrumnya termasuk kelas A0 (akan dibicarakan kemudian) harga mvis = mfot
Drs. Gusnedi.M.Si

Contoh bintang deret utama dengan kelas spektrum A0 adalah bintang Vega. Berdasarkan definisi indeks warna bintang Vega adalah nol (CI = 0)

Jadi bintang yang lebih biru atau lebih panas daripada Vega, misalnya bintang Rigel indeks warnanya akan negatif. Bintang yang lebih merah atau lebih dingin daripada Vega, misalnya bintang Betelgeuse indeks warnanya akan positif
Rigel : mfot = -0,03, mvis = 0,14 CI = 0,17 CI = 1,44 Betelgeuse : mfot = 2,14, mvis = 0,70
Drs. Gusnedi.M.Si

Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat dibuat pelat foto yang peka terhadap daerah panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah bahkan inframerah.

Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan mengajukan sistem magnitudo yang disebut sistem UBV, yaitu

U = magnitudo semu dalam daerah ultraviolet (ef = 3500 ) B = magnitudo semu dalam daerah biru (ef = 4350 )
V = magnitudo semu dalam daerah visual (ef = 5550 )

Drs. Gusnedi.M.Si

1,0

B
V

0,8

Kepekaan

0,6

0,4

0,2

0,0 3000 4000 5000 6000

()

Daerah kepekaan pe-ngukuran magnitudo U, B dan V

Drs. Gusnedi.M.Si

Dalam sistem Johnson Morgan (sistem UBV) Indeks warna adalah U-B dan B-V Untuk bintang panas B-V kecil. Harga tetapan dalam pers. (4-3) m = -2,5 log E + tetapan

diambil sedemikian rupa sehingga untuk bintang deret utama kelas A0 (misalnya bintang Vega)
U=B=V CI = 0

Drs. Gusnedi.M.Si

Contoh : Tiga bintang diamati magnitudonya dalam visual (V) dan biru (B) seperti yang diperlihatkan dalam tabel di bawah.
No. 1 2 3 B 8,52 7,45 7,45 V 8,82 7,25 6,35

a. Tentukan bintang nomor berapakah yang paling terang ? Jelaskanlah alasannya b. Bintang yang dipilih sebagai bintang yang paling terang itu dalam kenyataannya apakah benar-benar merupakan bintang yang paling terang ? Jelaskanlah jawaban anda. c. Tentukanlah bintang mana yang paling panas dan mana yang paling dingin. Jelaskanlah alasannya.
Drs. Gusnedi.M.Si

Jawab : a. Bintang paling terang adalah bintang yang magnitudo visualnya paling kecil. Dari tabel tampak bahwa bintang yang magnitudo visualnya paling kecil adalah bintang no. 3, jadi bintang yang paling terang adalah bintang no. 3 No. 1 2 B 8,52 7,45 V 8,82 7,25

7,45

6,35

Drs. Gusnedi.M.Si

Jawab :

b. Belum tentu karena terang suatu bintang bergantung pada jaraknya ke pengamat seperti tampak pada rumus L V = -2,5 log E + tetapan, dan E = 4d2
dimana E adalah terang bintang, L luminositas bintang dan d adalah jarak bintang ke pengamat. Oleh karena itu bintang yang sangat terang bisa tampak sangat lemah cahayanya karena jaraknya yang jauh.

Drs. Gusnedi.M.Si

Jawab : c. Makin panas atau makin biru sebuah bintang, indeks warnanya akan semakin kecil No. Btg
1
2

B
8,52
7,45

V
8,82
7,25

B-V
-0,30
0,20

7,45

6,35

1,10

Dari tabel di atas tampak bintang yang mempunyai indeks warna terkecil adalah bintang no. 1. Jadi bintang terpanas adalah bintang no. 1.

Drs. Gusnedi.M.Si

Berbagai Sistem Magnitudo


Magnitudo
Sistem UGR dari Becker U G R Sistem UBV dari Johnson dan Morgan Sistem Stromgren (Sistem ubvy) U B V u v b

Warna
Ultraviolet Hijau Merah Ultraviolet Biru Kuning Ultraviolet Violet Biru

Efektif ()
3 690 4 680 6380 3 500 4 350 5 550 3 500 4 100 4 670

Lebar Pita ()
500 700

800 1000

200

y
Drs. Gusnedi.M.Si

Hijau

5 470

Berbagai Sistem Magnitudo


Magnitudo U Sistem Stebbins dan Withford V Warna Ultraviolet Violet

Efektif ()
3 550 4 200

Lebar Pita ()

B
G R I

Biru
Hijau Merah inframerah

4 900
5 700 7 200 10 300

600 - 1500

Drs. Gusnedi.M.Si

Sistem dengan lebar pita (band width) yang sempit seperti sistem Stromgren dapat memberikan informasi yang lebih cermat, tetapi sistem ini memerlukan waktu pengamatan yang lebih lama. dalam suatu selang waktu, jumlah cahaya yang ditangkap detektor lebih sempit Dewasa ini pengamatan fotometri tidak lagi menggunakan pelat film, tetapi dilakukan dengan menggunakan kamera CCD (digital), sehingga untuk menentukan bermacam-macam sistem magnitudo hanya ditentukan oleh filter yang digunakan.

Drs. Gusnedi.M.Si

Diagram Hertzsprung-Russel (H-R)


Pada tahun 1911, seorang astronom Denmark bernama Eijnar Hertzsprung membandingkan hubungan antara magnitudo & indeks warna di dalam gugus Pleiades dan Hyades.
Ejnar Herztprung Henry Norris Russel (1873 1967) (1877 1957)

Kemudian pada 1913, Henry Norris Russell, seorang Ph.D dari Universitas Princeton, membuat plot hubungan antara magnitudo mutlak & spektrum bintang
Drs. Gusnedi.M.Si

Hasil yang mereka peroleh sekarang dikenal sebagai diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H-R.
Diagram H-R ini menunjukkan hubungan luminositas

(atau besaran lain yang identik, seperti magnitudo mutlak) dan temperatur efektif (atau besaran lain, seperti indeks warna (B - V) atau kelas spektrum .

Drs. Gusnedi.M.Si

Diagram H-R

L = 4 R2 sTef 4
http://www.phys-astro.sonoma.edu/BruceMedalists/Russell/index.html

Drs. Gusnedi.M.Si

Dari diagram H-R ini dapat kita lihat bahwa bintangbintang berkelompok dalam empat kelompok besar yaitu, Bintang Deret Utama (Main Sequence) Bintang Raksasa (Giants) Maharaksasa (Supergiants) Katai Putih (White Dwarf) Sebagian besar bintang-bintang berada dalam deret utama.

Drs. Gusnedi.M.Si

Dari diagram dapat kita lihat bahwa bintang yang mempunyai temperatur sama, tetapi kelompoknya berbeda akan mempunyai luminositas yang berbeda. Sebagai contoh, bintang A adalah bintang deret utama dan bintang B adalah bintang Maharaksasa, maka luminositas bintang A lebih kecil daripada bintang B. Dari hubungan L = 4 R2sTef 4 dapat diketahui bahwa radius bintang B lebih besar daripada radius bintang A.

Drs. Gusnedi.M.Si

Anda mungkin juga menyukai