Anda di halaman 1dari 9

2.

Bagaimana menurut Anda, para ahli dalam menentukan besaran mendasar astronomi yaitu mengenai
gerak, posisi, jarak, terang, suatu bintang ?
Besaran Cara menentukan (Tulis formula)
Gerak

Posisi

Jarak Perhitungan jarak suatu bintang bisa kita peroleh dengan menggunakan perhitunan
Paralaks. Dengan menggunakan perhitungan ini kita bisa mengetahui jarak suatu
bintang terhadap bumi dengan menggunakan jarak antara bumi dengan matahari.
Untuk lebih jelasnya diilustrasikan sebagai berikut :

Di posisi A, kita melihat bintang X memiliki latar belakang XA. Sedangkan 6


bulan kemudian, yaitu ketika Bumi berada di posisi B, kita melihat bintang X
memiliki latar belakang XB. Setengah dari jarak sudut kedua posisi bintang X
itulah yang disebut dengan sudut paralaks. Dari sudut inilah kita bisa hitung jarak
bintang asalkan kita mengetahui jarak Bumi-Matahari.

Dari geometri segitiga kita ketahui adanya hubungan antara sebuah sudut dan dua
buah sisi. Inilah landasan kita dalam menghitung jarak bintang dari sudut paralaks
(lihat gambar di bawah). Apabila jarak bintang adalah d, sudut paralaks adalah p,
dan jarak Bumi-Matahari adalah 1 SA (Satuan Astronomi = 150 juta kilometer),
maka kita dapatkan persamaan sederhana
1
tan p= atau
d
1
p= ❑
d
Karena tan p ≈ p (sudut sangat kecil)
Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita
gunakan detik busur sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan
peroleh d adalah 206.265 SA atau 3,09 x 10^13 km. Jarak sebesar ini kemudian
didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek), yaitu jarak bintang yang mempunyai
paralaks 1 detik busur. Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling besar
adalah 0,76″ yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu bintang
Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan
sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270
kilometer. Sementara bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,29″ dan jarak 1,36
tahun cahaya (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu
tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau sama dengan 3,45 pc.
Terang System magnitude dapat digunakan untuk mencari besar terang suatu bintang.
Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitude.
Magnitude adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo
berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu
bintang makin kecil skala magnitudonya. Pada zaman dulu, bintang yang paling
terang diberikan magnitudo 1 dan yang cahayanya paling lemah yang masih dapat
dilihat oleh mata diberi magnitudo 6. Sekarang diberikan ketentuan bintang
dengan beda magnitudo satu memiliki beda kecerlangan 2,512 kali (selisih lima
magnitudo berarti perbedaan kecerlangan seratus kali), jadi jika bintang A
memiliki magnitudo 1 dan bintang B memiliki magnitudo 3 berarti bintang A 6,25
kali tampak lebih terang dari bintang B. Perbandingan magnitudo semu bintang
dapat menggunakan rumus Pogson  berikut: 
E1
m 1−m 2=−2,5 log
E2
Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti di
atas disebut magnitudo semu, m. Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai
terang bintang yang sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara
bintang yang satu dan bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya,
bintang terang sekalipun akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh
karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecerlangan
bintang apabila bintang  itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi.
Dengan mengingat persamaan radiasi E = L /4πr2, dengan E energi
radiasi,  L luminositas (daya) dan r jarak,  maka perhitungan jarak bintang,
magnitudo semu dan magnitudo mutlak (absolut) adalah :
E1
m−M =−2,5 log
E2
L
4 π d2
m−M =−2,5 log
L
4 π 102
102
m−M =−2,5 log
d2
m−M =−2,5 x 2 ¿
m−M =−5+5 log d
Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam
satuan parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut
paralaks satu detik busur, yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (ly) atau
206265 satuan astronomi (AU). Jika yang ditanyakan ialah jarak, maka rumus
diatas dapat dibalik menjadi:
d=100.2 (m− M+5 )
Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat
dihitung. Kuantitas m – M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan
antara magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan
berdasarkan rumus Pogson.
L1
M 1−M 2=−2,5 log
L2
Ukuran (jari-jari) Secara teori fisika, para ahli astronomi membutuhkan kurang lebih 3
data/informasi tentang bintang untuk dapat menghitung diameternya

dengan akurat (Matahari juga adalah bintang). Salah satu data yang
dapat digunakan dalam mengukur ukuran suatu bintang adalah jarak.
Sama-sama kita ketahui bahwa ukuran suatu benda akan terlihat

semakin kecil ketika menjauh dari pengamat. Jarak rata-rata Bumi ke


Matahari dikenal dengan 1 satuan astronomi (1 AU = 149.597.870.700

m – dalam SI) yang sering dibulatkan dengan pendekatan 150 juta


kilometer. Salah satu cara paling terkenal untuk menghitung jarak

antara Bumi (sebagai pengamat) dengan Matahari atau bintang jauh


adalah metoda parallax trigonometry.

Dengan mengetahui jarak presisi Bumi-Matahari dan “sudut


pengamatan visual”, kita dapat mengukur diameter Matahari dengan

trigonometri sederhana. Diameter visual adalah diameter dari proyeksi


perspektif objek pada bidang melalui pusatnya yang tegak lurus

dengan arah pandangan.

Sudut pengamatan visual dari pengamat di Bumi ke Matahari diketahui

senilai 32 menit busur (atau = 32/60 = 0.533 derajat). Jika dianggap


Bumi dan Matahari berada dalam garis horizontal yang sejajar, kita

dapat menghitung diameter Matahari sebagai berikut :


α
D=2d tan ⁡( )
2

5.333 o
D=2(149597870700)tan ⁡( )
2

D=1.393 x 10 10 m

Jadi diameter matahari adalah 1.393 juta kilometer (mendekati nilai diameter
sebenarnya)

Suhu Sebuah bintang yang berbentuk bulat memiliki fluks pancaran pada jarak r dari
bumi dinyatakan sebagai berikut:

L 4 π R 2 σ T 4ef R 2 4
F=
4 π r2
=
4 π r2 ( )
=
r
σ T ef

Nah, disini kita akan menggunakan persamaan fluks untuk bintang terdekat yakni
matahari yang kemudian kita bandingkan dengan fluks bintang yang akan kita cari
sehingga kita bisa mengukur suhu efektif bintang.

Radius bintang R dapat diukur menggunakan sudut bintang α.


R
tan α=
r
Oleh karena letak bintang sangat jauh dari pengamat, maka
R
α=
r
Jika kita mengambil garis tengah sudut δ=2α, maka
δ R
=
2 r
Sehingga dari persamaan di atas diperoleh fluks pancaran sebuah bintang yang
berjarak r dari pengamat adalah
δ2 4
F= σ T ef
4
Nah, untuk fluks matahari bisa kita tulis seperti di bawah ini

δ 20 4
F 0= σ T ef
4 0

Nah sekarang kita akan membandingkan fluks bintang yang akan kita cari dengan
fluks bintang matahari sehingga diperoleh perbandingan suhu efektif sebagai
berikut
1 1
T ef F δ0
T ef
=
0
F0 ( )( )
4
δ
2

Jika dibuat logartimanya, maka akan menjadi


T ef F δ
log
( ) T ef
=0.25 log + o .5 log 0
0
F0 δ

Oleh karena
F
m−m0 =−2.5 log
F0
Maka diperoleh
log T ef =log T ef −0.1(¿ ¿ m−m0 )+ 0.5¿ ¿ ¿
0

Untuk matahari kita ketahui bahwa Tef = 5785 K, δ = 1920″ dan m0 = -26,79
sehingga diperoleh persamaan untuk menghitung suhu efektif bintang:
log T ef =2.726−0.1m+0.5 log δ
Dari persamaan di atas jika kita mengetahui magnitudo semu dan diameter suatu
bintang, maka kita bisa mengetahui suhu efektif bintang tersebut
Massa Pada dasarnya tidak ada alat yang bisa digunakan untuk secara langsung
mengukur massa sebuah obyek di langit.  Massa suatu benda langit hanya dapat
ditentukan dari pengaruh gravitasinya pada benda langit lainnya, yaitu dari gerak
orbitnya. Contohnya adalah massa Matahari yang dapat ditentukan dengan
mengamati gerak orbit planet. Dan untuk penentuan massa bintang, secara umum
hanya dapat ditentukan bila bintang itu merupakan komponen bintang ganda.

Untuk menentukan massa bintang, Hukum Kepler ketiga dapat diterapkan dalam
gerak kedua bintang di bintang ganda.

3
( d 1 +d 2 )
( m1 +m2 )=
P2
Dimana :
P = periode orbit
m 1 dan m 2=massa kedua bintang
R = total jarak separasi antara kedua bintang dengan pusat massa
Hubungan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui massa komponen bintang
ganda itu.

Bagaimana dengan bintang tunggal?

Dengan diketahuinya sistem keplanetan di bintang-bintang lain, penerapan Hukum


Kepler ketiga dapat digunakan untuk mengetahui massa bintang induk sistem
tersebut.

Untuk bintang tunggal, diagram Hertsprung Russel juga bisa digunakan sebagai
faktor penentu massa. Untuk bintang di Deret Utama, sifat-sifatnya memiliki
keterkaitan yang erat dengan massanya. Massa bintang menentukan berapa lama
ia akan berada di deret utama. Semakin besar massa sebuah bintang, maka
semakin boros pula ia menguras hidrogennya sehingga umurnya akan lebih
singkat. Dengan mengetahui luminositas atau temperatur sebuah bintang maka
kita bisa menentukan massanya. Di deret utama, luminositas sebuah bintang
sebanding dengan pangkat 3,5 massa sebuah bintang.
Keberadaan Salah satu cara yang digunakan para ilmuwan dalam menemukan keberadaan
planet di bintang planet di bintang lain adalah metode transit. Metode transit bisa dikatakan
lain memiliki prinsip ang sama dengan gerhana, yakni para astronom mencari tahu
perubahan cahaya bintang ketika planet bergerak melintas di antara bintang dan
pengamat bumi. Contoh paling mudah adalah gerhana matahari. Ketika bulan
berada di antara bumi dan matahari, maka cahaya matahari jadi hilang karena
terhalang oleh bulan. Demikian pula dengan bintang lain. Ketika ada planet lewat
didepan bintang induknya, maka cahaya bintang itu akan meredup, sehingga
astronom bisa mengetahuii kalai di bintang itu ada planet. Tapi, karena bintang
letaknya sangat jauh dan planet itu sangat kecil, maka perubahan cahayanya pun
sangat kecil sehingga bintang akan tampak seperti sedang berkedip ketika ada
planet yang lewat. Metode transit ini digunakan wahana kepler untuk mencari
planet di bintang lain.

Anda mungkin juga menyukai