Anda di halaman 1dari 5

JARAK BINTANG

1. Parallaks
Jika kita merentangkan tangan dengan jari jempol teracung di depan wajah kita, maka kita
akan melihat bahwa letak jempol kita berubah saat kita melihatnya dengan sebelah mata,
bergantian. Letak jempol bergeser terhadap gambar di belakangnya, dan pergeseran ini
dinamakan parallaks. Para astronom menggunakan efek ini untuk menghitung jarak ke
bintang dengan menghitung sudut antara garis-garis pandang bintang, yang diamati di dua
tempat yang berbeda.
Untuk menghitung jarak ke bintang, para astronom menghitung pergeseran yang tampak
pada bintang dalam kurun waktu satu tahun. Para astronom menggunakan dua waktu yang
berbeda dalam mengamati bintang selama satu tahun periode ini, yaitu ketika bumi berada di
tempat yang bersebrangan. Sepanjang bumi mengelilingi Matahari, astronom melihat
pergerakan bintang terhadap bintang-bintang di belakangnya yang karena jaraknya lebih
jauh, terlihat diam. Semakin dekat bintang, parallaksnya semakin besar.

Seperti yang kita lihat pada gambar, garis-garis pandang dan garis yang menghubungkan
posisi pengamatan membentuk segitiga dengan bintang sebagai puncaknya. Andaikan
dmatahari adalah jarak Bumi-Matahari, d adalah jarak Matahari – bintang, dan p adalah
sudut parallaks, didapatkan formula parallaks:
d (parsek) = 1 / p (detik busur)

Semakin jauh bintang, semakin kecil parallaksnya, dan dibutuhkan baseline pengukuran


yang lebih besar pula. Namun, baseline pengamatan dari bumi terbatas karena orbit planet
kita mengelilingi Matahari. Oleh karena itu, pengukuran menggunakan parallaks ini terbatas
hanya sampai sudut paralllaks sebesar 0,01 detik busur, artinya bintang yang jaraknya lebih
dari 100 parsek tidak dapat diukur menggunakan metode ini.

Namun, pada tahun 1989, ESA (Eroupean Space Agency) meluncurkan misi Hipparcos yang
bertujuan menghitung sudut parallaks bintang-bintang di dalam galaksi kita. Hipparcos telah
menghitung parallaks lebih dari 120.000 bintang yang jaraknya mencapai 650 parsek (500
tahun

2. Parsek(Parsec)
Karena jarak bintang yang teramat jauh, sudut parallaksnya sangat kecil dan biasanya diukur
dalam satuan detik busur. Parsek atau Parsec sendiri berasal dari kata parallax second, yaitu
objek yang memiliki sudut parallaks satu detik. Besarnya detik busur sama dengan 1/3600
derajat. Kecil sekali bukan? Namun, kita dapat mengamati adanya perubahan kecil pada
letak posisi bintang tersebut. Satu detik busur (“) sama dengan seperenam puluh menit busur
(‘), dan satu menit busur sama dengan seperenam puluh derajat.

Para astronom menggunakan satuan-satuan yang tidak biasanya di pakai sehari-hari. Seperti
dalam menghitung jarak ke bintang, tidak mengunakan satuan meter atau km, karena tidak
cocok untuk jarak yang begitu besar. Maka untuk mempermudah, mereka menggunakan
satuan-satuan seperti parsek dan tahun cahaya.
1 parsek (pc) = 3,26 tahun cahaya = 3,09 x 10 13 km = 206 265 SA (Satuan Astronomi, jarak
Bumi ke Matahari).
Bintang yang terdekat dengan Bumi kita, yaitu Matahari, jaraknya 1 SA, sedang bintang
terdekat dari Matahari adalah bintang Proxima Centauri yang berjarak 1,294 pc.cahaya) dari
Matahari.

3. Magnitudo Mutlak Bintang

Cara lain untuk mengukur jarak bintang adalah dengan mengukur terang suatu bintang dan
selanjutnya menaksir kuat cahaya sebenarnya bintang itu. Dalam pengamatan, terang suatu
bintang diukur dalam satuan magnitudo. Magnitudo merupakan ukuran terang bintang yang
kita lihat atau terang semu (magnitudo semu) bintang. Magnitudo juga merupakan besaran
lain untuk menyatakan fluks pancaran yang kita terima di Bumi per cm2 per detik (E).

Sebuah bintang yang kita lihat terang belum tentu benar-benar terang dalam hal kuat cahaya
sebenarnya. Bisa saja ia tampak “lebih terang” karena jaraknya yang dekat. Contohnya
lampu mobil yang berada jauh akan tampak lebih redup tapi begitu mendekat cahayanya jadi
lebih terang. Karena energi yang dipancarkan sumber pada selang waktu satu detik akan
melewati permukaan bola itu dalam waktu satu detik juga maka:

E = L / (4. d2)
Fluks pancaran yang kita terima di Bumi itu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
sumber cahaya. Artinya sumber cahaya yang terletak dua kali lebih jauh akan tampak empat
kali lebih lemah cahayanya. Jika luminositas dapat diketahui, dan E bisa diukur maka jarak
bintang dapat diketahui.

Sekarang, andaikan semua bintang berjarak sama dari kita, magnitudo semu dapat dianggap
sebagai ukuran terang sebenarnya bintang. Bintang yang luminositasnya besar akan
memiliki magnitudi kecil sedangkan bintang dengan luminositas kecil akan memiliki
magnitudo yang besar. Nah untuk menentukan kuat cahaya sebenarnya sebuah bintang,
maka didefinisikan besaran magnitudo mutlak yaitu magnitudo bintang andaikan bintang
diamati pada jarak yang sama yaitu 10 parsec.

Jika ada dua bintang dengan magnitudo mutlak M1 dan M2 maka berlaku persamaan
Pogson :

M1 – M2 = -2,5 log (L1/L2)

Modulus Jarak

Jika jarak bintang dalam parsec adalah d dan fluks pancaran E dan magnitudo semu
bintang m dan kita andaikan si bintang diamati dari jarak 10 parsec. Dan jika diandaikan
fluks pancaran bintang E’, maka menurut persamaan Pogson:   m – M =  2,5 log (E/E’) 
dan luminositas bintang L, maka : m – M = 2,5 log [(L/(4? d2)) / (L /(4? 102))]

Maka, selisih magnitudo semu dan magnitudo mutlak akan memberikan harga jarak
bintang dari pengamat setelah dikoreksi terhadap serapan antar bintang.

m – M  = – 5 + 5 log d

Besaran m – M tersebut disebut modulus jarak.

Cepheid Sebagai Lilin Penentu Jarak

Tahun 1784, John Goodricke menemukan kalau bintang Cepheid berubah cahayanya
secara berkala dan diduga merupakan komponen bintang ganda. Tapi pada tahun 1914
Shapley menemukan kalau bintang ini berubah-ubah cahayanya bukan karena Cepheid
merupakan bintang ganda gerhana melainkan bintang ini berdenyut.

Pada bintang Cepheid juga ditemukan hubungan antara luminositas dan periode perubahan
cahaya. Hubungan ini menyatakan semakin terang suatu Cepheid, makin besar periodenya.
Untuk mengetahui jarak variabel Cepheid di galaksi lain, diambil hubungan titik nol yakni
titik pada periode dimana magnitudo mutlaknya nol. Untuk mendapatkan hubungan titik
nol, dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan Cepheid dalam Galaksi kita pada
gugus bintang yang jaraknya sudah diketahui.

Kredit : CSIRO
Dengan mengandaikan Cepheid yang diamati memiliki sifat sama dengan Cepheid di
Galaksi kita, maka periode perubahan cahaya dan luminositasnya dianggap sama juga.
Karena luminositas dianggap sama maka Magnitudo mutlak bisa diketahui dari hubungan :
M – M? = -2,5 log (L/L?)

Maka modulus jarak bisa diketahui dengan m dari pengamatan pada bintang variabel
Cepheid galaksi lain yang diamati, dan jarak pun bisa diketahui : m – M  = – 5 + 5 log d
DAFTAR PUSTAKA

https://langitselatan.com/2008/04/19/mari-mengenal-paralaks-bintang/

https://langitselatan.com/2012/11/25/bagaimana-menentukan-massa-jarak-bintang/

Anda mungkin juga menyukai