Anda di halaman 1dari 25

Hukum Kepler pada

bintang dan satelit


Dosen Pengampu : Dr. Masturi M. Si.
KELOMPOK 2

01 Dias Atha Ghazy


4201421025
03 Bernessa Ardelia
4201420087

02 Irpan Mario
4201420100
MATERI YANG AKAN DIBAHAS

01 02 03

Hubungan Satelit Dengan Satelit Teleskop Kepler Mengukur Massa dan


Hukum Kepler Paralaks Bintang dengan
Hukum Kepler III
Satelit
Kita tahu bahwa satelit berputar mengelilingi bumi, yang mirip dengan bumi berputar
mengelilingi matahari. Jadi, prinsip-prinsip yang diterapkan pada bumi dan pergerakannya
mengelilingi matahari juga berlaku pada satelit dan pergerakannya mengelilingi bumi.
Banyak ilmuwan telah memberikan berbagai jenis teori sejak awal. Namun, hanya Johannes
Kepler (1571-1630) yang merupakan salah satu ilmuwan yang paling diterima dalam
menjelaskan prinsip satelit yang bergerak mengelilingi bumi. Kepler merumuskan tiga
hukum yang mengubah seluruh teori dan pengamatan komunikasi satelit, yang dimana Ini
dikenal sebagai hukum Kepler
Hukum Pertama Kepler

Hukum pertama Kepler menyatakan bahwa


jalur yang diikuti oleh satelit di sekitar
primernya (bumi) akan berbentuk elips. Elips
ini memiliki dua titik fokus (fokus) F’ dan F
seperti terlihat pada gambar di samping.
Pusat massa bumi akan selalu hadir di salah
satu dari dua fokus elips.
C (jarak titik fokus)
Nilai eksentrisitas e selalu berada “e” memiliki rumus sebagai berikut ;
diantara 0 dan 1, yaitu 0 < e < 1,
karena a lebih besar dari b. Misalkan,
jika nilai eksentrisitas (e) adalah nol,
maka jalur tersebut tidak lagi
berbentuk elips, melainkan diubah
menjadi bentuk lingkaran.

Ket : a = panjang sumbu semi mayor


b = Panjang sumbu semi minor
c = jarak titik fokus
e = eksentrisitas
Hukum Kedua Kepler
Hukum kedua Kepler menyatakan
bahwa untuk interval waktu yang sama,
area yang dicakup oleh satelit akan
sama terhadap pusat massa planet. Hal
ini dapat dipahami dengan melihat
gambar disamping.
Hukum Ketiga Kepler

Pada gerak satelit hukum ketiga


kepler menyatakan bahwa kuadrat waktu
periode orbit elips sebanding dengan
pangkat tiga panjang sumbu semi
mayornya. Secara matematis, dapat ditulis
sebagai berikut

Di mana, 'n' adalah gerakan rata-rata satelit dalam


radian per detik

adalah konstanta proporsionalitas dan adalah konstanta kepler


Bentuk lain

Contoh penerapan :

Diketahui bahwa Bulan mengorbit Bumi


setiap 27,3 hari dan jarak rata-ratanya adalah
3.84 x 10^8 m dari pusat bumi, hitung periode
satelit buatan yang mengorbit pada
ketinggian rata-rata 1500 km di atas
permukaan bumi.
Satelit Teleskop Kepler
Teleskop disamping merupakan teleskop bintang yang sengaja di
terbangkan di luar angkasa oleh NASA untuk menemukan planet
yang memiliki besar atau karakteristik seperti bumi. Satelit
tersebut diluncurkan oleh johannes kepler pada tanggal 6 maret
2009 ke orbit heliosentris bumi, satelit teleskop ini memiliki
massa sebesar 1.039 kg atau 1 ton lebih sedikit dan memiliki
kamera smit dengan front corrector plat sebesar 0,95 m, satelit
ini bekerja dengan cermin sebesar 1,4 m untuk menangkap
gambar. Tidak hanya itu saja, Pada satelit teleskop kepler ini
memiliki kamera terbesar yang pernah dikirimkan keluar angkasa
dan tipe dari sensor kamera ini adalah “charge-coupled
devices”Atau bisa dikatakan CCD yang memiliki 95 megapixel.
Kamera tersebut termasuk jenis kamera yang sering digunakan
dalam kehidupan sehari hari dan tipe dari sensor kamera
tersebut ternyata juga terdapat di beberapa kamera yaitu seperti
Nikon D-60, Nikon D-80 dsb.
Kepler memiliki misi khusus yaitu untuk mensurvei wilayah galaksi bima sakti. untuk menemukan
ratusan planet yang ketentuannya mengorbit pada suatu bintang, dapat diibaratkan sama seperti
matahari dan berada pada zona habitable atau zona aman. kemudian tidak hanya itu temperaturnya
juga harus tepat yakni memungkinkan adanya air di planet tersebut .teleskop kepler memiliki cara kerja
yang mampu mendeteksi planet dengan melihat kemiringan periodik dalam kecerahan bintang. Ketika
satu atau beberapa planet lewat didepan bintang tersebut maka bintang tersebut akan menjadi sedikit
lebih redup (metode ini disebut sebagai transit method atau metode transit). Setelah terdeteksi, ukuran
orbit planet dapat dihitung dari periode (berapa lama waktu yang dibutuhkan planet untuk mengorbit
satu kali mengelilingi bintang) dan massa bintang dapat di ukur dengan menggunakan hukum ketiga
gerak planet kepler, ukuran planet ditemukan dari kedalaman transit (seberapa banyak kecerahan
bintang menurun) dan ukuran bintangnya. Dari ukuran orbit dan suhu bintang, suhu karakteristik
planet dapat dihitung. dari sinilah planet tersebut dapat dinyatakan layak huni atau tidak.
Mengukur Massa dan
Paralaks Bintang dengan
Hukum Kepler 3
01 Massa Bintang
Berdasarkan Hukum Kepler ketiga, kuadrat kala Pada dasarnya tidak ada alat yang bisa
digunakan untuk secara langsung
edar objek yang mengorbit Matahari sebanding mengukur massa sebuah objek di langit.
dengan pangkat tiga jarak rata-rata si objek dari Massa suatu benda langit hanya dapat
ditentukan dari pengaruh gravitasinya
matahari. Dan hubungan Hukum Gravitasi pada benda langit lainnya, yaitu dari
Newton dan Hukum Kepler ketiga bisa gerak orbitnya. Contohnya adalah massa
Matahari yang dapat ditentukan dengan
memberikan massa total kedua bintang dalam mengamati gerak orbit planet. Dan untuk
sistem bintang ganda dalam hubungan : penentuan massa bintang, secara umum
hanya dapat ditentukan bila bintang itu
(m1 + m2) = (d1 + d2)3 /P2 dengan (d1 + d2) = R merupakan komponen bintang ganda.
Untuk menentukan massa bintang,
Keterangan: P = periode orbit Hukum Kepler ketiga dapat diterapkan
M1 dan m2 = massa kedua dalam gerak kedua bintang di bintang
bintang ganda.
R = total jarak separasi antara kedua
bintang dengan pusat massa.
Bagaimana dengan bintang tunggal ?

MDSCSC
02
Jarak Bintang
Metode Paralaks
Paralaks merupakan metode yang digunakan dengan melihat
pada pergeseran dua titik tetap relatif satu terhadap yang lain
dilihat dari sudut pandang pengamat. Paralaks juga terjadi pada
bintang, setidaknya begitulah yang diharapkan oleh pemerhati
dunia astronomi ketika model heliosentris dikemukakan pertama
kali oleh Aristarchus (310-230 SM). Dalam model heliosentris itu,
Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam orbit yang
berbentuk lingkaran. Akibatnya, sebuah bintang akan diamati
dari tempat-tempat yang berbeda selama Bumi mengorbit. Dan
paralaks akan mencapai nilai maksimum apabila kita mengamati
bintang pada dua waktu yang berselang 6 bulan (setengah
periode revolusi Bumi). Namun saat itu tidak ada satu orangpun
yang dapat mendeteksinya sehingga Bumi dianggap tidak
bergerak (karena paralaks dianggap tidak ada). Model
heliosentris kemudian ditinggalkan orang dan model
geosentrislah yang lebih banyak digunakan untuk menjelaskan
perilaku alam semesta.
Kita tahu kalau Bumi mengitari Matahari dengan
periode orbit 365,25 hari dan akibat gerak edar
Bumi, bintang yang dekat akan tampak bergeser
letaknya dari bintang yang jauh. Bintang tersebut
seolah menempuh lintasan berbentuk elips relatif
terhadap bintang – bintang latar belakang yang Setelah paralaks bintang ditemukan,
penghitungan jarak bintang pun dimulai. Lihat
jauh. Gerak yang disebut gerak paralaktik ini
ilustrasi pada di atas untuk memberikan
merupakan cerminan gerak Bumi mengitari gambaran bagaimana paralaks bintang terjadi.
Di posisi A, kita melihat bintang X memiliki
Matahari. Sudut yang dibentuk oleh bumi dan latar belakang XA. Sedangkan 6 bulan
kemudian, yaitu ketika Bumi berada di posisi
matahari ke bintang inilah yang disebut paralaks B, kita melihat bintang X memiliki latar
bintang. Semakin jauh letak bintang, lintasan belakang XB. Setengah dari jarak sudut kedua
posisi bintang X itulah yang disebut dengan
elipsnya makin kecil, paralaksnya juga makin sudut paralaks. Dari sudut inilah kita bisa
hitung jarak bintang asalkan kita mengetahui
kecil. Metode ini yang disebut Paralaks jarak Bumi-Matahari.
Trigonometri.
Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam
radian. Apabila kita gunakan detik busur sebagai satuan
dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah
206.265 SA atau 3,09 x 10^13 km. Jarak sebesar ini
kemudian didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek),
yaitu jarak bintang yang mempunyai paralaks 1 detik
busur. Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling
besar adalah 0,76″ yang dimiliki oleh bintang terdekat
dari tata surya, yaitu bintang Proxima Centauri di rasi
Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan
sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang
diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara bintang 61
Cygni memiliki paralaks 0,29″ dan jarak 1,36 tahun
cahaya (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya
dalam waktu satu tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau
sama dengan 3,45 pc.
Magnitudo Mutlak Bintang
Cara lain untuk mengukur jarak bintang adalah dengan mengukur terang suatu bintang dan
selanjutnya menaksir kuat cahaya sebenarnya bintang itu. Dalam pengamatan, terang suatu
bintang diukur dalam satuan magnitudo. Magnitudo merupakan ukuran terang bintang yang
kita lihat atau terang semu (magnitudo semu) bintang. Magnitudo juga merupakan besaran lain
untuk menyatakan fluks pancaran yang kita terima di Bumi per cm2 per detik (E). Karena
energi yang dipancarkan sumber pada selang waktu satu detik akan melewati permukaan bola
itu dalam waktu satu detik juga maka:

E = L / (4π d2)
Modulus Jarak
Tahun 1784, John Goodricke menemukan kalau bintang Cepheid berubah cahayanya
secara berkala dan diduga merupakan komponen bintang ganda. Tapi pada tahun 1914
Shapley menemukan kalau bintang berubah-ubah cahayanya bukan karena Cepheid
merupakan bintang ganda gerhana melainkan bintang ini berdenyut.

Pada bintang Cepheid juga ditemukan hubungan antara luminositas dan periode
perubahan cahaya. Hubungan ini menyatakan semakin terang suatu Cepheid, makin besar
periodenya. Untuk mengetahui jarak variabel Cepheid di galaksi lain, diambil hubungan
titik nol yakni titik pada periode dimana magnitudo mutlaknya nol. Untuk mendapatkan
hubungan titik nol, dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan Cepheid dalam
Galaksi kita pada gugus bintang yang jaraknya sudah diketahui.
Cepheid sebagai Lilin Penentu
Jarak

Jika jarak bintang dalam parsec adalah d dan fluks pancaran E dan magnitudo semu bintang m
dan kita andaikan si bintang diamati dari jarak 10 parsec. Dan jika diandaikan fluks pancaran
bintang E’, maka menurut persamaan Pogson: m – M = 2,5 log (E1/E2) dan luminositas
bintang L, maka : m – M = 2,5 log [(L/(4π d2)) / (L /(4π 102))]

Maka, selisih magnitudo semu dan magnitudo mutlak akan memberikan harga jarak bintang
dari pengamat setelah dikoreksi terhadap serapan antar bintang.

m – M = – 5 + 5 log d
Besaran m – M tersebut disebut modulus jarak.
Dengan mengandaikan Cepheid yang diamati
memiliki sifat sama dengan Cepheid di Galaksi
kita, maka periode perubahan cahaya dan
luminositasnya dianggap sama juga. Karena
luminositas dianggap sama maka Magnitudo
mutlak bisa diketahui dari hubungan : M1 – M2 =
-2,5 log (L1/L2)

Maka modulus jarak bisa diketahui dengan m dari


pengamatan pada bintang variabel Cepheid galaksi
lain yang diamati, dan jarak pun bisa diketahui : m
– M = – 5 + 5 log d
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai