02 Irpan Mario
4201420100
MATERI YANG AKAN DIBAHAS
01 02 03
Contoh penerapan :
MDSCSC
02
Jarak Bintang
Metode Paralaks
Paralaks merupakan metode yang digunakan dengan melihat
pada pergeseran dua titik tetap relatif satu terhadap yang lain
dilihat dari sudut pandang pengamat. Paralaks juga terjadi pada
bintang, setidaknya begitulah yang diharapkan oleh pemerhati
dunia astronomi ketika model heliosentris dikemukakan pertama
kali oleh Aristarchus (310-230 SM). Dalam model heliosentris itu,
Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam orbit yang
berbentuk lingkaran. Akibatnya, sebuah bintang akan diamati
dari tempat-tempat yang berbeda selama Bumi mengorbit. Dan
paralaks akan mencapai nilai maksimum apabila kita mengamati
bintang pada dua waktu yang berselang 6 bulan (setengah
periode revolusi Bumi). Namun saat itu tidak ada satu orangpun
yang dapat mendeteksinya sehingga Bumi dianggap tidak
bergerak (karena paralaks dianggap tidak ada). Model
heliosentris kemudian ditinggalkan orang dan model
geosentrislah yang lebih banyak digunakan untuk menjelaskan
perilaku alam semesta.
Kita tahu kalau Bumi mengitari Matahari dengan
periode orbit 365,25 hari dan akibat gerak edar
Bumi, bintang yang dekat akan tampak bergeser
letaknya dari bintang yang jauh. Bintang tersebut
seolah menempuh lintasan berbentuk elips relatif
terhadap bintang – bintang latar belakang yang Setelah paralaks bintang ditemukan,
penghitungan jarak bintang pun dimulai. Lihat
jauh. Gerak yang disebut gerak paralaktik ini
ilustrasi pada di atas untuk memberikan
merupakan cerminan gerak Bumi mengitari gambaran bagaimana paralaks bintang terjadi.
Di posisi A, kita melihat bintang X memiliki
Matahari. Sudut yang dibentuk oleh bumi dan latar belakang XA. Sedangkan 6 bulan
kemudian, yaitu ketika Bumi berada di posisi
matahari ke bintang inilah yang disebut paralaks B, kita melihat bintang X memiliki latar
bintang. Semakin jauh letak bintang, lintasan belakang XB. Setengah dari jarak sudut kedua
posisi bintang X itulah yang disebut dengan
elipsnya makin kecil, paralaksnya juga makin sudut paralaks. Dari sudut inilah kita bisa
hitung jarak bintang asalkan kita mengetahui
kecil. Metode ini yang disebut Paralaks jarak Bumi-Matahari.
Trigonometri.
Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam
radian. Apabila kita gunakan detik busur sebagai satuan
dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah
206.265 SA atau 3,09 x 10^13 km. Jarak sebesar ini
kemudian didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek),
yaitu jarak bintang yang mempunyai paralaks 1 detik
busur. Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling
besar adalah 0,76″ yang dimiliki oleh bintang terdekat
dari tata surya, yaitu bintang Proxima Centauri di rasi
Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan
sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang
diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara bintang 61
Cygni memiliki paralaks 0,29″ dan jarak 1,36 tahun
cahaya (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya
dalam waktu satu tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau
sama dengan 3,45 pc.
Magnitudo Mutlak Bintang
Cara lain untuk mengukur jarak bintang adalah dengan mengukur terang suatu bintang dan
selanjutnya menaksir kuat cahaya sebenarnya bintang itu. Dalam pengamatan, terang suatu
bintang diukur dalam satuan magnitudo. Magnitudo merupakan ukuran terang bintang yang
kita lihat atau terang semu (magnitudo semu) bintang. Magnitudo juga merupakan besaran lain
untuk menyatakan fluks pancaran yang kita terima di Bumi per cm2 per detik (E). Karena
energi yang dipancarkan sumber pada selang waktu satu detik akan melewati permukaan bola
itu dalam waktu satu detik juga maka:
E = L / (4π d2)
Modulus Jarak
Tahun 1784, John Goodricke menemukan kalau bintang Cepheid berubah cahayanya
secara berkala dan diduga merupakan komponen bintang ganda. Tapi pada tahun 1914
Shapley menemukan kalau bintang berubah-ubah cahayanya bukan karena Cepheid
merupakan bintang ganda gerhana melainkan bintang ini berdenyut.
Pada bintang Cepheid juga ditemukan hubungan antara luminositas dan periode
perubahan cahaya. Hubungan ini menyatakan semakin terang suatu Cepheid, makin besar
periodenya. Untuk mengetahui jarak variabel Cepheid di galaksi lain, diambil hubungan
titik nol yakni titik pada periode dimana magnitudo mutlaknya nol. Untuk mendapatkan
hubungan titik nol, dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan Cepheid dalam
Galaksi kita pada gugus bintang yang jaraknya sudah diketahui.
Cepheid sebagai Lilin Penentu
Jarak
Jika jarak bintang dalam parsec adalah d dan fluks pancaran E dan magnitudo semu bintang m
dan kita andaikan si bintang diamati dari jarak 10 parsec. Dan jika diandaikan fluks pancaran
bintang E’, maka menurut persamaan Pogson: m – M = 2,5 log (E1/E2) dan luminositas
bintang L, maka : m – M = 2,5 log [(L/(4π d2)) / (L /(4π 102))]
Maka, selisih magnitudo semu dan magnitudo mutlak akan memberikan harga jarak bintang
dari pengamat setelah dikoreksi terhadap serapan antar bintang.
m – M = – 5 + 5 log d
Besaran m – M tersebut disebut modulus jarak.
Dengan mengandaikan Cepheid yang diamati
memiliki sifat sama dengan Cepheid di Galaksi
kita, maka periode perubahan cahaya dan
luminositasnya dianggap sama juga. Karena
luminositas dianggap sama maka Magnitudo
mutlak bisa diketahui dari hubungan : M1 – M2 =
-2,5 log (L1/L2)