Anda di halaman 1dari 8

BINTANG

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II KELAS XII NKN


 BELA ALDAMA
 DANDI ANDIKA SAPUTRA
 ARYA HERYANTO
 FANSU RAHMAN

SMK NEGERI 1 TARANO


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
PENGERTIAN BULAN

Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya yang disebabkan oleh reaksi
fusi nuklir yang menghasilkan energi yang terjadi intinya. [1] Perlu diperhatikan bahwa
'bintang semu' bukanlah bintang, tetapi planet yang memantulkan cahaya dari bintang lain
dan terlihat bercahaya di langit seperti sebuah bintang.

Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah: Semua benda masif (bermassa antara 0,08
hingga 200 massa matahari) yang sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan energi
melalui reaksi fusi nuklir.

Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak menghasilkan energi
tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah Matahari pada jarak
sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh Proxima Centauri dalam rasi bintang Sentaurus
berjarak sekitar empat tahun cahaya.

BESAR BINTANG

Hampir semua hal menyangkut sebuah bintang dipengaruhi oleh massa awalnya, termasuk
sifat-sifat penting seperti ukuran dan luminositas, demikian juga dengan evolusi, umur dan
kondisi akhirnya.

Diameter

Bintang sangat beragam ukurannya. Dalam setiap panel pada gambar di atas, objek paling
kanan tampil sebagai objek paling kiri pada panel berikutnya. Bumi terletak paling kanan
pada panel pertama dan matahari terletak pada urutan kedua dari kanan pada panel ketiga.

Karena jaraknya yang sangat jauh dari bumi, semua bintang kecuali matahari terlihat hanya
seperti titik yang bersinar di langit malam jika dilihat dengan mata telanjang, dan berkelip
akibat efek dari atmosfer bumi. Matahari juga adalah sebuah bintang, tetapi berjarak cukup
dekat dengan bumi sehingga terlihat seperti cakram di langit serta mampu menerangi bumi.
Selain matahari, bintang dengan ukuran tampak terbesar adalah R Doradus, yang itu pun
hanya 0,057 detik busur.Cakram sebagian besar bintang terlalu kecil diameter sudutnya untuk
dapat diamati dengan teleskop optis bumi yang ada saat ini, sehingga dibutuhkan teleskop
interferometer untuk menghasilkan citra sebuah bintang. Teknik lain untuk mengukur
diameter sudut bintang adalah lewat okultasi. Dengan mengukur secara tepat penurunan
terang cahaya sebuah bintang saat terjadi okultasi dengan bulan (atau peningkatan terang
cahaya bintang saat bintang tersebut muncul kembali), diameter sudut bintang tersebut dapat
dihitung.[35]
Ukuran bintang sangat beragam, mulai dari bintang neutron, yang hanya berdiameter antara
20 sampai 40 km, hingga bintang maharaksasa seperti Betelgeuse di rasi bintang Orion, yang
berdiameter sekitar 650 kali diameter matahari atau sekitar 900 juta km. Namun Betelgeuse
memiliki kepadatan yang jauh lebih rendah dari matahari.

Salah satu bintang paling masif yang diketahui adalah Eta Carinae.[47] Dengan massa hingga
100–150 kali massa matahari, bintang ini pun memiliki jangka hidup yang hanya beberapa
juta tahun. Penelitian terhadap gugus Arches menunjukkan bahwa batas tertinggi massa
bintang dalam era sekarang alam semesta adalah 150 kali massa matahari.[48] Alasan untuk
batas ini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagiannya disebabkan oleh luminositas
Eddington, yaitu jumlah maksimal luminositas yang dapat melewati atmosfer bintang tanpa
harus melontarkan gas ke ruang angkasa. Namun, sebuah bintang bernama R136a1 dalam
gugus bintang RMC136a, diukur memiliki massa 265 kali massa matahari, membuat batas
tersebut dipertanyakan.[49] Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bintang-bintang dalam
gugus bintang R136 yang bermassa lebih besar dari 150 kali massa matahari terbentuk akibat
tabrakan dan penggabungan bintang-bintang masif dari beberapa sistem biner yang
berdekatan; sehingga bintang-bintang tersebut mampu melewati batas 150 kali massa
matahari.

JARAK BINTANG KE BUMI

Pada dasarnya tidak ada alat yang bisa digunakan untuk secara langsung mengukur massa
sebuah obyek di langit. Massa suatu benda langit hanya dapat ditentukan dari pengaruh
gravitasinya pada benda langit lainnya, yaitu dari gerak orbitnya. Contohnya adalah massa
Matahari yang dapat ditentukan dengan mengamati gerak orbit planet. Dan untuk penentuan
massa bintang, secara umum hanya dapat ditentukan bila bintang itu merupakan komponen
bintang ganda.

Untuk menentukan massa bintang, Hukum Kepler ketiga dapat diterapkan dalam gerak kedua
bintang di bintang ganda.

Berdasarkan Hukum Kepler ketiga, kuadrat kala edar obyek yang mengorbit Matahari
sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-rata si obyek dari matahari. Dan hubungan Hukum
Gravitasi Newton dan Hukum Kepler ketiga bisa memberikan massa total kedua bintang
dalam sistem bintang ganda dalam hubungan :

(m1 + m2) = (d1 + d2)3 /P2

dengan (d1 + d2) = R


P = periode orbit ; m1 dan m2 = massa kedua bintang ; R = total jarak separasi antara kedua
bintang dengan pusat massa.

Hubungan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui massa komponen bintang ganda itu.

Bagaimana dengan bintang tunggal?

Dengan diketahuinya sistem keplanetan di bintang-bintang lain, penerapan Hukum Kepler


ketiga dapat digunakan untuk mengetahui massa bintang induk sistem tersebut.

Untuk bintang tunggal, diagram Hertsprung Russel juga bisa digunakan sebagai faktor
penentu massa. Untuk bintang di Deret Utama, sifat-sifatnya memiliki keterkaitan yang erat
dengan massanya. Massa bintang menentukan berapa lama ia akan berada di deret utama.
Semakin besar massa sebuah bintang, maka semakin boros pula ia menguras hidrogennya
sehingga umurnya akan lebih singkat. Dengan mengetahui luminositas atau temperatur
sebuah bintang maka kita bisa menentukan massanya. Di deret utama, luminositas sebuah
bintang sebanding dengan pangkat 3,5 massa sebuah bintang.

Pada tahun 2004, untuk pertama kalinya bisa menentukan massa sebuah bintang secara
langsung menggunakan metode lensa mikro gravitasi. Dengan teknik ini para astronom
berhasil menentukan massa bintang dengan melihat efek yang ditimbulkan bintang pada
berkas cahaya yang melewatinya.

Jarak Bintang

Metode Paralaks

Paralaks bintang merupakan metode untuk mengukur jarak bintang


Coba acungkan jarimu di depan mata dan pejamkan mata kirimu. Lihatlah posisi jari terhadap
obyek latar belakang yang jauh. Kemudian gantilah memejamkan mata dan tutuplah mata
kananmu. Sekarang lihat lagi posisi jarimu terhadap obyek latar belakang yang sama tadi.
Sekarang jarimu akan tampak berpindah bukan? Misalnya dari kiri obyek ke kanan obyek.
Pergeseran inilah yang disebut paralaks atau beda lihat dan sudut pergeserannya disebut sudut
paralaks.

Di dalam astronomi, metode inilah yang digunakan dalam penentuan jarak. Paralaks
merupakan metode yang digunakan dengan melihat pada pergeseran dua titik tetap relatif satu
terhadap yang lain dilihat dari sudut pandang pengamat.

Kita tahu kalau Bumi mengitari Matahari dengan periode orbit 365,25 hari dan akibat gerak
edar Bumi, bintang yang dekat akan tampak bergeser letaknya dari bintang yang jauh.
Bintang tersebut seolah menempuh lintasan berbentuk elips relatif terhadap bintang – bintang
latar belakang yang jauh. Gerak yang disebut gerak paralaktik ini merupakan cerminan gerak
Bumi mengitari Matahari. Sudut yang dibentuk oleh bumi dan matahari ke bintang inilah
yang diebut paralaks bintang. Semakin jauh letak bintang, lintasan ellipsnya makin kecil,
paralaksnya juga makin kecil. Metode ini yang disebut Paralaks Trigonometri

Lihat gambar, andaikan matahari adalah jarak Bumi-Matahari, d adalah jarak Matahari –
bintang, dan p adalah sudut parallaks, didapatkan formula paralaks:

d (parsec) = 1 / p (detik busur)

Metode paralaks trigonometri hanya bisa digunakan untuk mendapatkan jarak bintang-
bintang terdekat yakni sampai 100 parsec.

Magnitudo Mutlak Bintang

Cara lain untuk mengukur jarak bintang adalah dengan mengukur terang suatu bintang dan
selanjutnya menaksir kuat cahaya sebenarnya bintang itu. Dalam pengamatan, terang suatu
bintang diukur dalam satuan magnitudo. Magnitudo merupakan ukuran terang bintang yang
kita lihat atau terang semu (magnitudo semu) bintang. Magnitudo juga merupakan besaran
lain untuk menyatakan fluks pancaran yang kita terima di Bumi per cm2 per detik (E).

Sebuah bintang yang kita lihat terang belum tentu benar-benar terang dalam hal kuat cahaya
sebenarnya. Bisa saja ia tampak “lebih terang” karena jaraknya yang dekat. Contohnya lampu
mobil yang berada jauh akan tampak lebih redup tapi begitu mendekat cahayanya jadi lebih
terang.

Karena energi yang dipancarkan sumber pada selang waktu satu detik akan melewati
permukaan bola itu dalam waktu satu detik juga maka:

E = L / (4? d2)

Fluks pancaran yang kita terima di Bumi itu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak sumber
cahaya. Artinya sumber cahaya yang terletak dua kali lebih jauh akan tampak empat kali
lebih lemah cahayanya. Jika luminositas dapat diketahui, dan E bisa diukur maka jarak
bintang dapat diketahui.
Sekarang, andaikan semua bintang berjarak sama dari kita, magnitudo semu dapat dianggap
sebagai ukuran terang sebenarnya bintang. Bintang yang luminositasnya besar akan memiliki
magnitudi kecil sedangkan bintang dengan luminositas kecil akan memiliki magnitudo yang
besar. Nah untuk menentukan kuat cahaya sebenarnya sebuah bintang, maka didefinisikan
besaran magnitudo mutlak yaitu magnitudo bintang andaikan bintang diamati pada jarak yang
sama yaitu 10 parsec.

Jika ada dua bintang dengan magnitudo mutlak M1 dan M2 maka berlaku persamaan
Pogson :

M1 – M2 = -2,5 log (L1/L2)

Kredit:
Swinburne University of Technology

Modulus Jarak

Jika jarak bintang dalam parsec adalah d dan fluks pancaran E dan magnitudo semu bintang
m dan kita andaikan si bintang diamati dari jarak 10 parsec. Dan jika diandaikan fluks
pancaran bintang E’, maka menurut persamaan Pogson: m – M = 2,5 log (E/E’) dan
luminositas bintang L, maka : m – M = 2,5 log [(L/(4? d2)) / (L /(4? 102))]

Maka, selisih magnitudo semu dan magnitudo mutlak akan memberikan harga jarak bintang
dari pengamat setelah dikoreksi terhadap serapan antar bintang.

m – M = – 5 + 5 log d

Besaran m – M tersebut disebut modulus jarak.

Cepheid Sebagai Lilin Penentu Jarak

Tahun 1784, John Goodricke menemukan kalau bintang Cepheid berubah cahayanya secara
berkala dan diduga merupakan komponen bintang ganda. Tapi pada tahun 1914 Shapley
menemukan kalau bintang ini berubah-ubah cahayanya bukan karena Cepheid merupakan
bintang ganda gerhana melainkan bintang ini berdenyut.

Pada bintang Cepheid juga ditemukan hubungan antara luminositas dan periode perubahan
cahaya. Hubungan ini menyatakan semakin terang suatu Cepheid, makin besar periodenya.
Untuk mengetahui jarak variabel Cepheid di galaksi lain, diambil hubungan titik nol yakni
titik pada periode dimana magnitudo mutlaknya nol. Untuk mendapatkan hubungan titik nol,
dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan Cepheid dalam Galaksi kita pada gugus
bintang yang jaraknya sudah diketahui.

Kredit : CSIRO

Dengan mengandaikan Cepheid yang diamati memiliki sifat sama dengan Cepheid di Galaksi
kita, maka periode perubahan cahaya dan luminositasnya dianggap sama juga. Karena
luminositas dianggap sama maka Magnitudo mutlak bisa diketahui dari hubungan : M – M ? =
-2,5 log (L/L?)

Maka modulus jarak bisa diketahui dengan m dari pengamatan pada bintang variabel Cepheid
galaksi lain yang diamati, dan jarak pun bisa diketahui : m – M = – 5 + 5 log d

PROSES TERBENTUKNYA BINTANG


Bintang-bintang di langit tidak langsung ada begitu saja, mereka semua mengalami proses
pembentukan hingga menjadi terang seperti sekarang ini. Tahukah Anda bagaimana proses
terbentuknya sebuah bintang?

Galaksi kita, juga galaksi-galaksi lain di alam semesta, memiliki banyak awan gas dan debu
besar, yang sebagian besar terdiri dari hidrogen. Awan gas dan debu ini disebut sebagai
"nebula." Jika nebula berevolusi menjadi cukup besar, maka gravitasinya bakal kesulitan
mengatasi tekanan gas, dan nebula akan runtuh.

Saat runtuhnya sebuah nebula, gravitasi, suhu, dan tekanannya akan mengalami peningkatan
hingga cukup untuk menaikkan suhu sampai bisa melakukan fusi hidrogen. Setelah fusi
dimulai, energi yang dilepaskan akan menghentikan kontraksi, menyisakan bola pijar yang
sebagian besar terdiri dari hidrogen dan aktif melakukan fusi nuklir di intinya: sebuah
bintang.

Bagaimana Bintang Terbakar Tanpa Oksigen?


Ruang angkasa merupakan ruang hampa udara, kita jelas berpikir bahwa tidak ada oksigen di
sana seperti halnya oksigen di Bumi. Dan seperti yang kita tahu pula, api tidak bisa menyala
tanpa oksigen. Lalu mengapa bintang bisa menyala?

Proses "pembakaran" sebuah bintang jauh berbeda dengan proses pembakaran api di Bumi.
Istilah "bakar" juga sepertinya keliru bila digunakan untuk berbicara tentang bintang. Karena
yang terjadi pada bintang sebenarnya bukan proses membakar dengan api, melainkan
mengubah elemen ringan menjadi elemen yang lebih berat.

Bintang tidak membutuhkan oksigen untuk dapat menghasilkan panas, sehingga bintang
sebenarnya tidak terbakar. Panas yang dihasilkan oleh bintang berasal dari reaksi fusi. Reaksi
fusi adalah proses penggabungan dua atom hidrogen menjadi sebuah atom helium.

Jadi, sebuah bintang bisa "membakar" hidrogen menjadi helium tanpa perlu oksigen. Bahkan
pada sebuah bintang, tidak adanya oksigen tetap tidak akan mencegah pembakaran nuklir
terjadi di intinya.

Anda mungkin juga menyukai