Anda di halaman 1dari 16

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian terdahulu

Irfan, (2010) melalukan penelitian dengan judul Pengaruh Locus of

Control terhadap Hubungan Antara Justice dan Tingkat Eskalasi Komitmen

dalam Penganggaran Modal. Hipotesis prosedur dan distribusi yang fair

berpengaruh positif terhadapa tingkat Eskalasi Komitmen. Kemudian dengan

adanya Locis of Control yang dimiliki oleh setiap karyawan tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap tingkat Eskalasi Komitmen.

Milka, (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Adverse

Selection dan Negative Framing terhadap eskalasi komitmen. Adverse Selection

berpengaruh terhadapap kecenderungan manajer melakukan eskalasi

komitmen, sementara tidak dijumpai adanya pengaruh negative framing

terhadap eskalasi komitmen. Kedua variabel tersebut menunjukkan pengaruh

yang signifikan terhadap keputusan manajer untuk tetap melanjutkan proyek

yang mengindikasikan kegagalan.

Erlinda dan Sukimo, (2014) melakukan penelitian dengan judul

Pengaruh Framing Effect Terhadap Pengambilan keputusan Investasi dengan

Locus of Control sebagai variabel Pemoderasi. Pengambilan keputusan yang

berada pada positif framing tidak akan melakukan investasi sedangkan pada

posisi negative framing, pengambilan keputusan akan melanjyutkan investasi.


6

Tidak terdapat pengaruh Locus of Control pada pengambilan keputusan

Investasi.

Novi Astutik, (2015) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Gaya

Kepemimpinan Manajer dan Keefektifan Monitoring Control Terhadap

Eskalasi Komitmen dalam Pengambilan Keputusan Investasi. Gaya

Kepemimpinan Manajer terbukti tidak berpengaruh terhadap Eskalasi

Komitmen dalam Pengambilan Keputusan investasi yang berarti hipotesis

pertama ditolak atau tidak terdukung. Keefektifan Monitoring Control terbukti

tidak berpengaruh terhadap Eskalasi Komitmen dalam Pengambilan Keputusan

Investasi yang berarti hipotesis kedua ditolak atau tidak terdukung. Gaya

Kepemimpinan Manajer dan Keefektifan Monitoring Control secara bersama-

sama terbukti berpengaruh terhadap Eskalasi Komitmen dalam Pengambilan

Keputusan Investasi yang berarti hipotesis ketiga diterima atau terdukung.

2.2 Tinjauan Teori

2.2.1 Sistem Informasi Akuntansi

Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi

dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan (Krismiaji,

2005). Tidak semua sistem memiliki kombinasi elemen yang sama, tapi

suatu susunan dasar adalah input, transformasi, output, mekanisme

kontrol, tujuan. Informasi adalah data yang telah diorganisasi dan telah

memiliki kegunaan dan manfaat (Krismiaji, 2005). Informasi

merupakan sebuah output yang mana data merupakan input. Data

diproses menjadi informasi yang bermanfaat bagi para pembuat


7

keputusan. Sistem informasi Akuntansi adalah sebuah sistem yang

memproses data dan transaksi guna menghasilkan informasi yang

bermanfaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan

bisnis (Krismiaji, 2005). Sistem Informasi Akuntansi merupakan

kumpulan sumber daya, seperti manusia dan peralatan, yang dirancang

untuk mengubah data keuangan dan data lainnya kedalam informasi

(Wiliam, 2004).

2.2.2 Fungsi Sistem Informasi Akuntansi

Sistem menurut Krismiaji (2005: 4) Fungsi sistem informasi

akuntansi adalah mengumpulkan transaksi dan data lain dan

memasukkannya kedalam sistem.

1) Memproses data transaksi.

2) Menyimpan data untuk keperluan dimasa mendatang.

3) Menghasilkan informasi yang diperlukan dengan memproduksi

laporan, atau memungkinkan para pemakai untuk melihat sendiri

data yang tersimpan di computer.

4) Mengendalikan seluruh proses sedemikian rupa sehingga informasi

yang dihasilkan akurat dan dapat dipercaya.

2.2.3 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi

Tujuan sistem informasi akuntansi untuk menyajikan informasi

akuntansi kepada berbagai pihak yang membutuhkan informasi tersebut

baik pihak internal maupun pihak eksternal. Menurut Hall (2001:18)


8

pada dasarnya tujuan disusunnya sistem informasi akuntansi adalah

sebagai berikut :

1) Untuk mendukung fungsi kepengurusan (stewardship).

2) Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen.

3) Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan hari demi hari.

2.2.4 Pengambilan keputusan

1. Definisi pengambilan keputusan


Menurut Kreitner dan Kinicki (2005: 5) pengambilan keputusan

(decision making) merupakan alat yang dapat digunakan untuk

mencapai tujuan suatu organisasi atau perusahaan. Arfan Ikhsan Lubis

(2010: 271) menjelaskan pengambilan keputusan sebagai proses

memilih di antara berbagai alternatif tindakan yang berpengaruh di masa

depan. H.A. Simon dalam Kartini Kartono (2006: 146) menjelaskan tiga

proses dalam pengambilan keputusan yaitu pertama, intelligence

activity merupakan proses penelitian situasi dan kondisidengan

wawasan yang intelligent.

Kedua, design activity merupakan proses menemukan masalah,

mengembangkan pemahaman dan menganalisis kemungkinan

pemecahan masalah serta tindakan lebih lanjut sehingga ada

perencanaan pola kegiatan. Ketiga, choice activity merupakan proses

memilih salah satu tindakan dari berbagai alternatif pemecahan

masalahan yang dimungkinkan. Arfan Ikhsan Lubis (2010: 275-277)

menjelaskan teknik atau cara dalam pengambilan keputusan yaitu


9

rasional terbatas, intuisi, identifikasi masalah, membuat pilihan, dan

perbedaan individual (gaya pengambilan keputusan dan keterbatasan

organisasi).

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005: 5-13) terdapat tiga model

yang dapat digunakan oleh manajer dalam pengambilan keputusan.

Model pertama adalah model rasional, model ini didasarkan pada

optimalisasi manajer saat membuat keputusan yaitu mulai dari

memecahkan masalah hingga menghasilkan solusi yang terbaik. Model

rasional menggunakan empat pendekatan langkah logis untuk

pengambilan keputusan yaitu mengenali masalah, menghasilkan solusi

alternatif, memilih sebuah solusi dari solusi-solusi alternatif yang

disediakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi solusi yang telah

dipilih.

Model kedua adalah model normatif Simon, model ini untuk

mengidentifikasi proses yang benar-benar digunakan oleh manajer saat

membuat keputusan. Model normatif Simon menganjurkan bahwa

pengambilan keputusan dengan pengolahan informasi terbatas dan

penggunaan penilaian hasil temuan sendiri. Model ketiga adalah model

keranjang sampah (garbage can), model keranjang sampah

pengambilan keputusan dihasilkan dari interaksi kompleks antara empat

arus kejadian yang terpisah yaitu masalah, solusi, partisipan dan peluang

pilihan. Menurut Kreitner & Knicki (2005) model pengambilan

keputusan ini untuk menjelaskan bagaimana masalah, solusi, para


10

partisipan, dan peluang kesempatan berinteraksi untuk mendapatkan

sebuah keputusan yang tepat.

Pengambilan keputusan seringkali disamakan dengan proses

berpikir, mengatur, dan memecahkan masalah. Dalam setting

organisasional, pengambilan keputusan seringkali didefinisikan sebagai

proses memilih diantara berbagai alternatif tindakan yang

mempengaruhi masa depan. Menurut Kahneman dan Tversky (dikutip

dari Sahmuddin, 2003) keputusan didefinisikan sebagai tindakan atau

opsi diantara yang harus dipilih, konsekuensi dari tindakan dan

probabilitas kondisional atau kontinjensi yang berhubungan dengan

hasil dari tindakan

Stoner, et al. (1995 :243-247) menyebutkan bahwa pengambilan

keputusan adalah proses mengidentifikasi dan memilih serangkaian

tindakan untuk menghadapi masalah tertentu atau mengambil

keuntungan dari suatu kesempatan. Dalam membuat keputusan banyak

diantaranya yang menyangkut peristiwa pada masa depan yang sulit

diramalkan. Situasi pembuatan keputusan seringkali dikategorikan pada

suatu kesatuan (continuum) yang berkisar dari kepastian (ketepatan

ramalan tinggi), melewati risiko, sampai pada ketidakpastian (ketepatan

ramalan rendah) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut :


11

Gambar 2.1

Kepastian resiko ketikpastian

TINGGI RENDAH

Sumber : Stoner, et al., (1995: 243-247), Manajemen, 6 ed.

Jakarta: Prenhallindo Stoner et al. (1995: 243-247) menyebutkan empat

tahap proses mendasar dari keputusan rasional, yaitu pengamatan

situasi, pengembangan alternatif, evaluasi alternatif dan memilih yang

terbaik dan yang terakhir adalah implementasi keputusan dan

memonitor hasilnya. Pada tahap pengamatan situasi terdapat tiga aspek

yang perlu diperhatikan. Pertama yaitu mendefinisikan masalah yang

muncul terutama jika menghambat tujuan organisasi. Aspek yang kedua

adalah mendiagnosis penyebab. Pengambil keputusan atau manajer

dapat menggunakan informasi yang ada untuk memperoleh gambaran

penyebab suatu masalah yang terjadi. Aspek yang terakhir adalah

menentukan tujuan keputusan yang akan dibuat. Aspek ini terkait

dengan apa yang harus tercakup dalam penyelesaian efektif yang


12

diharapkan manajer. Sebagian besar masalah terdiri dari beberapa

elemen dan seorang manajer kebanyakan tidak mempunyai sebuah

penyelesaian yang dapat dipakai untuk berbagai macam masalah

sekaligus.

2.2.5 Eskalasi Komitmen

1. Definisi eskalasi komitmen

Manajer proyek sering mengalami dilema atau kesulitan dalam

membuat keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan proyek

investasi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Situasi ini

menyebabkan manajer berusaha untuk tetap mempertahankan atau

melanjutkan proyek investasi dengan menambahkan dana pada proyek

investasi tersebut. Manajer mengasumsikan jika penambahan dana

untuk proyek yang diinvestasikan dari perusaahan dapat menghasilkan

pengembalian positif maka perusahaan tidak mengalami kerugian atau

tidak sia-sia namun jika menghasilkan pengembalian negatif setelah

penambahan dana dari perusahaan untuk proyek yang

diinvestasitasikan maka perusahaan akan mengalami kerugian.

Perilaku manajer yang berusaha untuk tetap pada komitmennya ini atau

tetap melanjutkan proyek investasi yang tidak menguntungkan bagi

perusahaan sering disebut sebagai suatu tindakan eskalasi komitmen.

Hal tersebut dijelaskan oleh Kreitner dan Kinicki (2005: 23)

bahwa “eskalasi komitmen merupakan kecenderungan seseorang untuk

bertahan atau berada pada tindakan yang tidak efektif pada saat
13

kesempatan kecil (ketidakpastian) yang menyebabkan situasi buruk

untuk jangka waktu yang lama. investasi yang terindikasi mengalami

kegagalan dengan memberikan investasi tambahan hingga periode

proyek investasi tersebut berakhir. Oleh karena itu, dibutuhkan

beberapa cara untuk mengurangi atau mencegah manajer tidak

mengalami eskalasi komitmen dalam pengambilan keputusan

investasi”.

Bazerman (1994) menyebutnya perilaku bias atau perilaku

tidak masuk akal ini sebagai eskalasi komitmen tidak rasional

(nonrational escalation of commitment) sedangkan Staw (1981)

menyebutnya sebagai syndrome of decision errors. Menurut Bazerman

(1994) dan Staw (1981) eskalasi komitmen tidak rasional atau

syndrome of decision errors adalah suatu tindakan individu untuk

mempertahankan komitmen terhadap keputusan yang telah dipilih

sebelumnya hingga diluar batas rasional atau terpusat pada keputusan

yang salah dari pembuat keputusan. Harrison dan Harrel (1993)

menjelaskan bahwa teori ekonomi mengenai keputusan rasional

diasumsikan manajer (agen) akan berusaha membuat keputusan yang

akan meningkatkan profitabilitas perusahaan tempat manajer (agen)

bekerja dengan semaksimal mungkin sehingga kinerja manajer akan

terlihat baik di mata perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai eskalasi komitmen,

maka Eskalasi Komitmen dalam Pengambilan Keputusan Investasi


14

merupakan suatu perilaku yang tidak rasional atau perilaku bias dalam

pengambilan keputusan investasi untuk tetap mempertahankan atau

melanjutkan proyek investasi yang terindikasi mengalami kegagalan

dengan memberikan investasi tambahan hingga periode proyek

investasi tersebut berakhir. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara

untuk mengurangi atau mencegah manajer tidak mengalami eskalasi

komitmen dalam pengambilan keputusan investasi.

1. Teori-teori Eskalasi Komitmen

a. Self Justification Theory

Self justification theory disebut juga sebagai teori

pembenaran diri. Teori ini dapat menjelaskan tindakan manajer

melakukan eskalasi komitmen dalam pengambilan keputusan

proyek investasi. Menurut Rizkiano Tanjung (2012) self

justification theory merupakan teori yang menjelaskan manajer

yang terlibat dari awal pada suatu proyek akan cenderung

memilih untuk melanjutkan proyek hingga periode waktu

proyek berakhir walaupun proyek tersebut mengalami kerugian.

Selaras dengan Rizkiano Tanjung (2012), Endah, Bambang, dan

Gugus (2011) menjelaskan teori ini merupakan fenomena

eskalasi komitmen yang terjadi karena seseorang terlibat dalam

keputusan awal yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar

sehingga seseorang tersebut akan meningkatkan komitmennya

untuk tetap melakukan investasi tahap kedua sebagai usaha


15

memperbaiki keputusan awal pada periode selanjutnya dan

membenarkan keputusan awal yang sebenarnya salah. Endah,

Bambang, dan Gugus (2011) menambahkan self justification

theory juga menjelaskan kecenderungan seseorang untuk

mengalokasikan sumber daya pada proyek investasi walaupun

kinerjanya telah mengalami kemunduran karena seseorang

tersebut merasa terpaksa untuk membenarkan dirinya bahwa

keputusan yang dipilih sebelumnya adalah rasional.

Chong dan Suryawati (2010) mendukung penjelasan dari

Endah, Bambang, dan Gugus (2011) bahwa self justification

theory merupakan teori yang menegaskan bahwa agen yang

memiliki tanggung jawab pada keputusan investasi sebelumnya

tidak akan mengakui dirinya salah dalam penggunaan sumber

daya untuk keputusan selanjutnya pada proyek investasi seiring

dengan meningkatnya motivasi agen dalam membenarkan

dirinya. Berdasarkan penjelasan dari beberapa peneliti, maka

self justification theory merupakan suatu teori yang menjelaskan

seorang manajer (agen) akan tetap membenarkan dirinya atas

tindakan eskalasi komitmen yang telah dilakukannya atau

manajer (agen) yang bertanggung jawab dan terlibat dari awal

pada proyek investasi akan membenarkan keputusan

sebelumnya hingga proyek tersebut berakhir walaupun

keputusan tersebut adalah salah.


16

b. Teori Keagenan

Teori keagenan sering juga disebut agency theory.

Eskalasi komitmen dapat dijelaskan juga dengan menggunakan

teori ini. Effriyanti (2005) menjelaskan dalam teori keagenan,

individu akan terdorong untuk mengambil keputusan yang

menguntungkan kepentingan ekonomi pribadinya dalam dua

kondisi yaitu incentive to shirk, kondisi ini terjadi ketika

kepentingan ekonomi manajer berbeda dengan kepentingan

perusahaan yang mengakibatkan manajer mengabaikan

kepentingan perusahaan dan asymmetry information, kondisi

yang terjadi ketika manajer memiliki informasi yang tidak

asimetris dengan prinsipal atau dengan kata lain manajer

memiliki informasi privat.

Effriyanti (2005) menambahkan selain dua kondisi

tersebut, manajer melakukan eskalasi komitmen karena manajer

memiliki kesempatan untuk mengabaikan kepentingan

perusahaan (opportunity to shirk). Selaras dengan Effriyanti

(2005), Farida Eveline (2010) menjelaskan teori keagenan

merupakan model prinsipal-agen di mana agen akan bertindak

untuk kepentingan diri sendiri maka akan terjadi konflik tujuan

antara prinsipal dan agen karena agen lebih risk averse dari pada

prinsipal.
17

Farida Eveline (2010) menambahkan jika prinsipal

mempunyai informasi lengkap, maka prinsipal dapat memantau

tindakan agen dan jika semua informasi yang ada bersifat publik,

maka informasi tersebut simetri atau diketahui oleh prinsipal

sehingga manajer proyek yang terdorong untuk melanjutkan

proyek investasi yang gagal dapat diketahui karena prinsipal

mengetahui bahwa proyek tersebut gagal. Berdasarkan

penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa teori keagenan

merupakan teori yang menjelaskan ketika manajer dan prinsipal

memiliki kepentingan yang bertentangan yaitu ketika manajer

yang memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh prinsipal maka

manajer akan berusaha untuk mengabaikan kepentingan

perusahaan dan termotivasi untuk melakukan tindakan eskalasi

komitmen dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan

ekonomi pribadinya.

2.2.4 Tidak Ambigu

Pada kondisi ini partisipan akan menerima informasi yang

sama dengan kondisi baseline. Perbedaan perlakuan yang diberikan

adalah semua informasi mengenai analisa penjualan disajikan secara

ambigu. Perilaku eskalasi lebih responsif dalam menghadapi dilema

dibandingkan perbuatan salah karena penguatan komitmen

menjadikan adanya kesempatan tambahan untuk strategi dalam

bekerja maupun menyimpan lebih banyak informasi (Bowen, 1987).


18

Konsep dan manipulasi feedback yang ambigu, mengindikasikan

suatu arah tindakan gagal yang tidak didefinisikan dengan baik.

Feedback mendorong suatu pencarian strategi-strategi alternatif

yang seharusnya tidak ambigu.

2.2.5 Kemajuan

Kondisi ini serupa dengan kondisi baseline. Treatment yang

diberikan adalah adanya pemahaman tambahan bahwa pengambil

keputusan diharuskan membuat laporan kemajuan proyek secara

berkala (progress report). Berkaitan dengan bounded rationality.

Beberapa hasil penelitian keperilakuan memberikan bukti yang

memperlihatkan bahwa individu biasanya tidak mengevaluasi

seluruh informasi yang tersedia sebelum menjangkau suatu

keputusan. Logika ini menyarankan bahwa prosedur yang baik

menjamin bahwa pengambil keputusan dapat melakukan evaluasi

terhadap alasan-alasan mengapa terjadi penyimpangan dari

anggaran sebelumnya untuk membuat keputusan investasi

tambahan.

2.2.6 Keuntungan

Kondisi ini serupa dengan kondisi baseline. Satu hal yang

membedakan adalah pada kondisi ini subyek akan diberi informsi

tambahan mengenai keuntungan yang akan datang yang berasal dari

tambahan investasi. Reaksi peningkatan komitmen terhadap

historical cost mengindikasikan tidak adanya informasi mengenai


19

keuntungan-keuntungan yang akan datang dari tambahan aliran kas

keluar. Staw dalam Effriyanti (2005) memperlihatkan bahwa

pengambil keputusan yang tidak diinformasikan mengenai

keuntungan potensial atas tambahan investasi dimasa mendatang,

cenderung mengadopsi suatu pola yang salah dari kelanjutan

investasi. Dengan kata lain, future benefit merupakan strategi yang

tepat untuk mereduksi ekalasi komitmen (Simonson dan Staw,

1992)

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan penelitian terdahulu dan tinjauan teori, maka kerangka

konseptual dari penemlitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2

Sistem Informasi
Akuntansi (SIA) X
Eskalasi
komitmen
Tidak Ambigu (X1)
(Y)
Kemajuan (X2)
Keuntungan (X3)
20

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini didasarkan oleh teori – teori yang sudah

dipaparkan. Kemudian diperkuat oleh hasil penelitian terdahulu yang sudah

pernah dilakukan dan diuji oleh penelitian terdahulu. Untuk itu hipotesis dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 :Terdapat pengaruh tidak ambigu, kemajuan, keuntungan, terhadap

pengambilan keputusan eskalasi komitmen.

H1a :Terdapat pengaruh tidak ambigu terhadap pengambilan keputusan

eskalasi komitmen.

H1b :Terdapat pengaruh kemajuan terhadap pengambilan keputusan eskalasi

komitmen.

H1c:Terdapat pengaruh keuntungan terhadap pengambilan keputusan eskalasi

komitmen.

Anda mungkin juga menyukai