Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU


DALAM MENGATASI KRISIS ETIKA DAN MORAL
DALAM LINGKUP BIROKRASI ADMINISTRASI NEGARA
DI INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Filsafat Ilmu Administrasi
Semester I Tahun Akademik 2017/2018

Dosen :
Dr. Hj. HERIYANI AGUSTINI, Dra, MM

Disusun Oleh :
1. ARIEF NUGROHO NPM. 117140006
2. DIMAS PURNAMA NPM. 117140010
3. MUKHAYAT NPM. 117140011
4. DENI HIDAYAT NPM. 117140020
5. EKA MULYAWAN NPM. 117140028

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG DJATI
CIREBON
2018
KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU
DALAM MENGATASI KRISIS ETIKA DAN MORAL
DALAM LINGKUP BIROKRASI ADMINISTRASI NEGARA
DI INDONESIA

A. Pendahuluan

Etika merupakan bahasan yang berbicara tentang nilai etika dan nilai moral,
membicarakan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika
sangat menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan mengenai
norma etika. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai
etika dan pola perilaku hidup manusia. Etika membicarakan soal nilai yang
merupakan salah satu dari cabang filsafat. Etika bermaksud membantu manusia
untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan, karena setiap
tindakannya selalu dipertanggungjawabkan. Secara etimologi, kata “etika” berasal
dari bahasa Yunani yaitu “ethos”. Dalam bentuk tunggal, “ethos” berarti tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara
berfikir. Dalam bentuk jamak, “ethos’ berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika dijelaskan dengan


membedakan tiga arti : “1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat”. Dari hasil analisis K Bertens disimpulkan bahwa etika
memiliki tiga posisi, yaitu sebagai (1) sistem nilai, yakni nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya; (2) kode etik, yakni kumpulan asas atau nilai moral; dan
(3) filsafat moral, yakni ilmu tentang yang baik atau buruk.

Dalam poin ini, akan ditemukan keterkaitan antara etika sebagai sistem
filsafat sekaligus artikulasi kebudayaan. Dari definisi etika terlihat bahwa etika

1
merupakan hal penting dalam suatu pelayanan. Hakikatnya suatu pelayanan akan
berjalan dengan baik apabila diselaraskan dengan etika dalam melayani. Sampara
Lukman menyatakan pelayanan merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasaan pelanggan.

Membicarakan tentang pelayanan publik dan kepuasan pelanggan tentunya


akan erat hubungannya dengan “Birokrasi”. Secara etimologi, kata “Birokrasi”
berasal dari bahasa Perancis “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan dari
bahasa Yunani “kratia” (kratos) yang berarti kekuasaan atau aturan. Birokrasi pada
mulanya digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang
diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan;
2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata
aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.

Namun kemudian definisi birokrasi tersebut mengalami revisi, dimana


birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai :
1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih
oleh rakyat;
2. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.

Akhir-akhir ini banyak timbul isu-isu negatif tentang birokrasi di Indonesia.


Isu-isu tersebut banyak yang menyatakan tentang buruknya birokrasi di Indonesia,
dimana sedikitnya terdapat 7 (tujuh) kebobrokan birokrasi di Indonesia.
Pertama, pola pikir para birokrat di Indonesia terlalu sesuai aturan. Kedua, orientasi
budaya kerjanya lemah. Ketiga, birokrasi di Indonesia secara organisasi terlalu
gemuk. Hal ini terkait masalah keempat bahwa perundang-undangan yang tidak
harmonis. Kelima, banyak birokrat ditempatkan di posisi yang tidak sesuai dengan
kemampuannya. Artinya banyak posisi yang diisi jauh dari kompetensi birokrat.

2
Keenam, yang masih terkait dengan masalah kelima, adalah soal kewenangan yang
tumpang tindih atau overlapping, dimana hal ini menyebabkan pelayanan publik
menjadi buruk sebagai masalah ketujuh.

Kondisi pelayanan publik di Indonesia selalu membuat masyarakat tidak


puas karena birokrasinya yang berbelit-belit, lamban, bahkan tidak ada kepastian
biaya dan waktu pelayanan yang harusnya telah ditentukan sehingga masyarakat
lebih mudah memahami. Ketidakpastian inilah yang sering menjadi penyebab
munculnya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu, sikap aparatur yang kurang ramah
menjadikan kualitas pelayanan publik semakin buruk. Para aparatur negara yang
harusnya memiliki etika dalam melayani masyarakat pada kenyataannya justru
tidak memiliki etika dalam melayani keluhan dan permintaan tentang kebutuhan
masyarakat, bahkan banyak aparatur negara yang terkena kasus-kasus yang
berkaitan dengan etika birokrasi. Sisi-sisi negatif yang terdapat dalam tubuh
birokrasi inilah yang akhirnya menjadi kendala-kendala dalam pelayanannya
terhadap masyarakat. Tak jarang pelayanan yang dilakukan oleh lembaga birokrasi
negara justru tak berjalan semestinya. Banyak kendala-kendala yang membelit
birokrasi dalam upayanya mewujudkan good governance.

Dalam makalah ini, selain menitikberatkan pada etika moral birokrat-


birokrat yang ada di dalam birokrasi tersebut, juga menitikberatkan pada bagaimana
suatu ajaran filsafat mengatasi krisis etika dan moral tersebut dalam lingkup
birokrasi administrasi negara di Indonesia. Hal ini dikarenakan kasadaran bahwa
masih banyak kekurangan dari birokrasi di Indonesia ini. Melalui pembahasan
tentang etika moral birokrasi yang ada di dalam lingkup administrasi negara,
diharapkan tidak akan ada lagi degradasi nilai etika moral birokrat di masa
mendatang.

3
B. Definisi Filsafat Ilmu dan Relasinya dengan Birokrasi dalam Lingkup
Administrasi Negara

Filsafat secara umum adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok


orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas
dan menyeluruh dengan segala hubungan. Filsafat tidak didalami dengan
melakukan eksperimen dan percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara
persis, mencari solusi untuk itu, serta memberikan argumentasi dan alasan yang
tepat untuk solusi itu.

Secara terminologi, filsafat merupakan (1) upaya spekulatif untuk


menyajikan, suatu pandangan sistematik dan lengkap tentang selutuh realitas;
(2) upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata; (3) upaya
untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuannya : sumbernya,
hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya; (4) penyelidikan kritis atas pengandaian-
pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang ilmu
pengetahuan; (5) disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa
yang kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.

Adapun berbagai definisi philosophy of science dari para filsuf dapat dikutip
sebagai berikut :
1. Robert Ackermann : Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis
tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam krangka ukuran-
ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat
ilmu demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah
senyatanya.
2. Cornelius Benjamin : Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah
sistematis mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-

4
konsepnya dan praanggapan-peranggapanya, serta letaknya dalam kerangka
umum dari cabang-cabang penegtahuan intelektual.
3. Ibnu Sina : Filsafat merupakan pengetahuan otonom yang perlu ditimba oleh
manusia sebab ia dikaruniai akal oleh Allah.
4. Antony Flew : Ilmu empiris yang teratur menyajikan hasil yang paling
mengesankan dari rasionalitas manusia dan merupakan salah satu dari calon
yang diakui terbaik untuk pengetahuan. Filsafat ilmu berusaha menunjukkan
dimana letak rasionalitas itu; apa yang khusus mengenai penjelasan-
penjelasannya dan kontruksi-kontruksi teorinya; apa yang memisahkannya dari
perkiraan dan ilmu-semu serta membuat ramalan-ramalannya dan berbagai
teknologi berharga untuk dipercaya; yang terpenting apakah teori-teorinya dapat
diterima sebagai mengungkapkan kebenaran tentang suatu realitas objektif yang
tersembunyi.
5. John Macmurray : Dalam filsafat ilmu, kita terutama bersangkutan dengan
pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka
alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi ilmu atau yang berasal dari
keasyikan dengan ilmu; tetapi yang bukan sendirinya merupakan hasil-hasil
penyelidikan dengan metode-metode yang ilmu memakainya. Ketika saya
mendefinisikan filsafat ilmu sebagai penilaian filsuf tentang ilmu itu sendiri, hal
inilah yang terdapat dalam pikiran saya.

C. Hubungan Filsafat dengan Birokrasi Administrasi Negara

Ilmu administrasi negara adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek-


aspek yang berjalan dalam setiap kegiatan birokrasi di negara ini. Hubungannya
dengan ilmu filsafat tentunya ada, yakni karena dalam menjalankan kegiatan
negara, diperlukan nilai-nilai pengambilan keputusan publik yang realistis dan
kritis (berpikir secara filsafat). Berfikir kritis dan realistis itu sendiri adalah ciri khas
dari filsafat. Oleh karena itu, dalam suatu proses pengambilan keputusan para
birokrat haruslah tepat, yaitu tepat dalam sasaran agar keputusan tersebut tidak
merugikan masyarakat. Dengan tepatnya keputusan yang dikeluarkan birokrat-

5
birokrat negara, tentunya masyarakat akan menuai dampak yang positif dan akan
meminimaliisr kontra-kontra yang terjadi di masyarakat. Karena tidak mungkin
suatu keputusan yang dikeluarkan suatu brokrasi tidak menuai suatu sikap kontra
dari masyarakat.

Seorang birokrat harus terus memegang teguh prinsip untuk


mensejahterakan rakyatnya. Hal itu dimulai ketika seorang birokrat berpikir untuk
menghayati dan berusaha mengerti fenomena-fenomena atau gejala-gejala apa yang
sedang terjadi di masyarakat. Dalam hubungan ini, kiranya relevan untuk
menekankan bahwa perkembangan administrasi sangat dinamis, misalnya dengan
semakin pentingnya peranan suatu pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup
seluruh rakyatnya. Maka adalah suatu hal yang lumrah bahwa pemerintah pun turut
berkecimpung dalam kegiatan keniagaan. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai
tipe dan bentuk Badan Usaha Milik Negara, yang meskipun dikuasai dan dimiliki
oleh negara, tetapi kegiatan-kegiatannya, motif bekerja, dan struktur organisasi
keseluruhannya bersifat keniagaan.

Adapun beberapa prinsip efisiensi sehingga keputusan dapat secara tepat


mengarah di masyarakat, adalah sebagai berikut :
a. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan jelas.
b. Kegiatan yang dilakukan masuk akal.
c. Adanya staf yang cakap.
d. Disiplin.
e. Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat dan ajeg – sistem informasi dan
akuntansi.
f. Pemberian perintah-perencanaan dan pengurusan kerja.
g. Adanya standar-standar dan skedul-skedul – metoda dan waktu setiap kegiatan.

Itulah sebabnya, secara hakiki dapat dikatakan bahwa jika seseorang


berbicara tentang relasi filsafat dengan administrasi, maka analisisnya berkaitan
dari manusia dan berorientasi kepada manusia, karena seluruh proses administrasi

6
dimulai oleh manusia, dimaksudkan demi kepentingan manusia, dan diakhiri pula
oleh manusia.

D. Cerminan Birokrasi Saat Ini

Di tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 dari kisaran skor yang
dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh
di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan persepsi responden
bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi pemerintah
Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan
orang terdekat. Dan hal itu sampai saat ini masih menjadi sebuah problematika
besar. Tiga belas tahun setelah Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
meneliti akan buruknya pelayanan birokrasi administrasi di Indonesia, masih belum
ada sebuah perbaikan yang signifikan akan pelayanan di sektor publik.

Etika birokrasi sangat berkaitan dengan hal ini. Etika birokrasi dalam
lingkup administrasi negara sesungguhnya tidak hanya berhubungan dengan rakyat
saja namun bagaimana seorang birokrat mampu menjalankan tugas sesuai dengan
prinsip yang harus dipegang teguh demi melayani kebutuhan masyarakat. Dalam
melayani masyarakat pun harus ada etikanya, sehingga akan mampu memelihara
kepercayaan masyarakat terhadap birokrat terkait. Perlu koalisi besar semua elemen
masyarakat untuk terus menjaga Reformasi Birokrasi tetap berjalan. Saat ini,
Reformasi Birokrasi di Indonesia, masih di tahapan basic atau hard. Sementara,
negara lain sudah masuk ke birokrasi yang soft, dan bahkan sudah banyak yang
sudah smart. Di Korea Selatan, urusan dengan birokrasi sudah lewat aplikasi digital
semuanya. Untuk mencapai birokrasi seperti itu setidaknya mereka butuh waktu
30 tahun. Contoh lain, walaupun komunis, China juga memiliki birokrasi yang jauh
lebih baik dibanding Indonesia. China punya cara tersendiri untuk membuat
birokrasinya lebih unggul. Caranya, pemerintah China merekrut lulusan terbaik
universitas masuk ke birokrasi. Sehingga tak heran, China menggaransi bahwa bila

7
sudah deal dengan seorang birokrat China, berarti sudah deal dengan 1 persen
penduduk China yang mencapai 1,5 miliar.

Dalam penjelasan di alinea terakhir dapat dititikberatkan pada rekrutmen


calon birokrat, dengan maksud tidak mengesampingkan faktor-faktor lain yang
menjadi penyebab buruknya etika birokrat akhir-akhir ini. Indikasi itu terlihat dari
buruknya pelayanan publik yang kerap dikeluhkan oleh masyarakat. Menurutnya
ada beberapa faktor yang menyebabkan pelayanan belum sesuai dengan harapan
masyarakat, yaitu sistem perekrutan calon pegawai negeri sipil yang masih banyak
penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksudkan yakni banyaknya sogokan yang
masuk ke dalam kantong-kantong pihak-pihak yang ada di dalam pelayanan publik
tersebut. Sedemikian parahkah birokrasi Indonesia saat ini? Tanpa etika moral,
tanpa pengetahuan yang cukup namun dengan uang (KKN) seseorang bisa secara
instan menjadi seorang birokrat negara. Selain itu ketidaktepatan dalam
penempatan posisi pekerjaan, kinerja pegawai yang rendah, kurangnya komitmen
terhadap tugas pelaksanaan birokrasi, suap/gratifikasi juga menjadi cerminan
birokrasi akhir-akhir ini.

E. Peran Filsafat Ilmu dalam Mengatasi Merosotnya Etika Moral Birokrat


Negara

Ada beberapa peran filsafat, baik dalam kehidupan maupun dalam bidang
keilmuan. Pertama, filsafat atau berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan
berwawasan luas terdapat berbagai masalah yang dihadapinya, dan manusia
diharapkan mampu untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara
mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah. Kedua,
berfilsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif
atas dasar pandangan hidup dan atau ide-ide yang muncul karena keinginannya.
Ketiga, filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi
permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan lainnya
(interaksi dengan masyarakat, komunitas, agama, dan lain-lain) secara lebih

8
rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan. Keempat,
terutama bagi para ilmuwan ataupun para mahasiswa dibutuhkan kemampuan untuk
menganalisis, analisis kritis secara komprehensif dan sistematis atas berbagai
permasalahan ilmiah yang dituangkan di dalam suatu riset, penelitian, ataupun
kajian ilmiah lainnya. Dalam era globalisasi, ketika berbagai kajian lintas ilmu
pengetahuan atau multidisiplin melanda dalam kegiatan ilmiah, diperlukan adanya
suatu wadah, yaitu sikap kritis dalam menghadapi kemajemukan berpikir dari
berbagai ilmu pengetahuan berikut para ilmuannya.

Sementara birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu


pekerjaan yang dilakukan banyak orang, birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi
untuk mencapai tugas-tugas administrasi besar dengan cara mengoordinasi secara
sistematis atau teratur pekerjaan dari banyak orang. Birokrasi sebagai suatu sistem
kerja yang dimaksudkan sebagai sistem yang bekerja berdasarkan atas tata
hubungan kerja sama antara jabatan-jabatan secara langsung mengenai persoalan
yang formil menurut prosedur yang berlaku dan tidak adanya rasa pilih kasih, tanpa
pamrih dan prasangka. Beberapa pandangan yang mendukung arti penting etika
dalam etika administrasi negara (Birokrasi Publik) dikutip dari Ginanjar
Kartasasmita, antara lain sebagai berikut :
1. Administrasi negara selalu dilihat sebagai masalah teknis, bukan masalah moral
sehingga timbul beberapa persoalan dalam berkerjanya administrasi negara.
2. Administrasi negara sebagai bentuk organisasi yang ideal telah merusak dirinya
dan masyarakatnya dengan ketiadaan norma-norma, nilai-nilai, dan etika yang
berpusat pada manusia.

Dari sini terlihat bahwa seorang birokrat harusnya mempunyai prinsip yang
teguh dalam menjalankan tugasnya. Tanpa adanya pilih kasih, yaitu seorang
birokrat tidak boleh memilih-milih dalam melayani kebutuhan masyarakat. Apapun
alasannya birokrat harus tetap menjunjung keadilan dan kesamarataan masyarakat.
Tidak ada masyarakat yang dianggap lebih didahulukan dan tidak ada masyarakat
yang dibelakangkan. Selain itu, tanpa pamrih dan prasangka yaitu seorang birokrat

9
tidak boleh menuntut adanya pamrih ketika membantu dalam pencapaian
kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat.

Adapun tiga indikator utama dalam mengukur birokrasi yang dinilai baik,
yakni peningkatan kualitas pelayanan publik yang dapat dilihat dari indeks
kepuasan masyarakat, “free corruption” atau bebas KKN yang dapat diukur
berdasarkan integritas dan indeks persepsi korupsi masyarakat, serta “performance
accuntability” atau akuntabilitas kinerja yang bisa dilihat dari nilai laporan
akuntabilitas kinerja dari pemerintah.

Dapat disimpulkan bahwa filsafat mengajarkan birokrat-birokrat negara


untuk berpikir secara kritis. Mengamati gejala-gejala sosial tersebut secara kritis
pula. Mempunyai sikap yang skeptis. Dengan itu birokrat-birokrat negara akan
mampu menjadikan good governance menurut asas-asas dalam pemerintahan yang
baik antara lain : asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas kesamaan, asas
larangan kesewenang-wenangan, asas larangan penyalagunaan wewenang, asas
bertindak cermat, asas motivasi, asas perlakuan yang jujur, asas menanggapi
pengharapan yang wajar, asas lindungan atas pandangan hidup, asas kebijakan, asas
meniadakan akibat suatu keputusan yang batal, dan asas penyelenggaraan
kepentingan umum.

F. Menumbuhkan Etika Moral Yang Baik Pada Generasi Muda sebagai


Calon Birokrat di Masa Mendatang

Sebelum masuk dalam pembahasan tentang cara menumbuhkan etika moral


yang baik pada generasi muda, berikut beberapa faktor lain yang menyebabkan
menurunnya moral dan etika generasi muda saat ini, antara lain adalah :
a. Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan
untuk melakukan hal yang tidak baik.
b. Pembinaan moral oleh lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat tidak
berjalan menurut semestinya. Pembinaan moral di lingkungan keluarga misalnya

10
harus dilakukan dari sejak anak masih dalam usia dini. Karena setiap anak lahir,
belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-
batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral,
anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. Sekolahpun dapat
mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik.
Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik bagi
pertumuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di samping tempat
pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Selanjutnya
masyarakat juga harus mengambil peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat
yang lebih rusak moralnya perlu segera diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri,
keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat
itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak.
c. Ingin mengikuti trend, bisa saja awalnya para remaja merokok adalah ingin
terlihat keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah mencoba
merokok dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks
bebas.
d. Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.

Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah para generasi
muda agar tidak mengalami degradasi dalam nilai etika moral, kreatifitas serta
inovasi, diantaranya adalah :
1. Peran orang tua. Dalam pembentukan karakter seseorang manusia peran orang
tua begitu kental terasa, orang tualah yang mengenalkan attitude-attitude yang
baik, pendidikan tentang etika dan moral yang baik. Disinilah terlihat bahwa
peran orang tua begitu signifikan terhadap pembentukan etika moral seseorang.
2. Memperluas pengetahuan dan wawasan guna menyaring dampak-dampak buruk
dari dunia global. Mempelajari hal-hal yang tabu, mempelajari secara mendalam
tentang efek/dampak beserta manfaat apa yang didapatkan dari suatu aspek
kasus dalam dunia global. Contohnya adalah narkoba. Mempelajari secara detail
apa itu narkoba, apakah memang akan menguntungkan apabila orang
mengkonsumsi narkoba itu? Pelajari efek/dampak yang ditimbulkan dari

11
penyalahgunaan narkoba. Dari situlah suatu sikap individu dapat terasah menjadi
kritis dan mempunyai sikap skeptis akan dunia global.
3. Tingkat pendikan baik formal maupun non formal. Dengan itu generasi muda
akan mampu mengembangkan kesadaran individu, mendorong pengembangkan
pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab pada diri sendiri, dan
mengembangkan komitmen diri sendiri. Pembelajaran formal maupun non
formal harus memberi kesempatan aktif generasi muda untuk bersikap aktif,
mampu berencana dan mengimplementasikan apa yang dia harapkan. Tentunya
semua itu akan berjalan baik apabila pendidik menerapkan hal demokratis dalam
pembelajaran.
4. Pandai-pandailah dalam memilih teman dekat. Dengan kita mempunyai dekat
yang mempunyai attitude yang baik secara tidak lansung kitapun akan mengikuti
teman kita tersebut. Jika kita berteman dengan seseorang yang tidak ber-attitude
baik (buruk), tentunya akan secara tidak langsung pula kita akan ikut mempunyai
attitude yang buruk.
5. Pembinaan moral dan akhlak. Dari kegiatan tersebut diharapkan individu
tersebut akan mempunyai etika, moral dan akhlak yang baik dan kuat yang akan
membuat generasi muda tersebut tidak gampang terpengaruh akan dampak-
dampak buruk dalam dunia global.
6. Mempunyai kegiatan-kegiatan yang positif. Di sini generasi muda akan dilatih
softskill-nya sehingga nantinya akan mempunyai kelebihan dibanding manusia
lain.

Sebagai generasi penerus bangsa, generasi muda hendaknya terus


melakukan inovasi dan kreasi dalam kehidupannya. Melaksanakan keenam hal
yang telah diungkapkan diatas, sehingga nantinya apabila mereka terjun dalam
dunia birokrasi dalam lingkup administrasi mereka tidak akan mudah terpengaruh
oleh “godaan-godaan” yang akan menjatuhkan diri mereka sendiri dan menjatuhkan
citra institusi birokrasi itu sendiri di mata masyarakat.

12
G. Kesimpulan

Dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa etika dan moral
menjadi suatu yang penting dalam membangun birokrasi negara Indonesia menjadi
lebih baik lagi. Degradasi nilai etika moral yang akhir-akhir ini sering terjadi
di dalam tubuh insitusi di Indonesia bahkan menjadi kasus besar sehingga
berdampak besar dan membuat citra birokrasi di Indonesia menjadi buruk di mata
masyarakat. Birokrat-birokrat di dalamnya menjadi suatu hal yang begitu
berpengaruh akan jalannya suatu birokrasi. Ketika suatu etika moral birokrat
dikatakan rendah, maka institusi birokrasi tersebut juga akan terpandang rendah
di mata masyarakat akibat dari buruknya dalam melayani, mengapresiasikan, dan
mengimplementasikan kebutuhan masyarakat. Seorang birokrat harus lebih kritis
dalam merespon gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat. Dan dengan filsafat
ilmu, diharapkan ada suatu perbaikan dari segi etika moral para birokrat negara.
Sehingga nantinya citra birokrasi dapat baik di mata masyarakat dan dapat secara
arif bijaksana membantu masyarakat ketika masyarakat membutuhkan suatu
bantuan di dalam institusi brokrasi. Selain itu, melalui filsafat ilmu diharapkan
generasi muda yang nantinya akan menjadi birokrat-birokrat negara Indonesia akan
mempunyai sikap kritis, inovatif, dan kreatif serta etika moral yang baik sehingga
birokrasi tidak lagi dipandang buruk oleh masyarakat.

H. Saran

Perlunya menetapkan nilai-nilai etika moral dalam pelaksanaan kegiatan


birokrasi, dan agar suatu kegiatan birokrasi tersebut dapat berjalan dengan baik,
maka diperlukan upaya penegakan hukum yang menaungi dan membatasi etika
moral para birokrat yang selama ini masih menjadi problem besar sebuah institusi
birokrasi di Indonesia. Penegakan hukum tersebut harus dapat direalisasikan
melalui pemberian sanksi yang berat terhadap birokrat-birokrat yang kurang
memiliki etika moral yang baik ataupun birokrat yang melakukan pelanggaran
terhadap prinsip birokrasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad, Drs, H. 2010. Filsafat ilmu : Ontologi, Epistemologi, Aksiologi,


dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Budianto, Irmayanti M. 2002. Realitas dan Objektivitas : Refleksi Kritis atas Cara
Kerja Ilmiah. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.
K. Bertens. 1993. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Mufid, Muhammad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Widodo, Joko. 2007. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jawa Timur : Bayu
Media Publishing

14

Anda mungkin juga menyukai