Anda di halaman 1dari 15

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU

DALAM MENGATASI KRISIS ETIKA DAN MORAL


DALAM LINGKUP BIROKRASI ADMINISTRASI NEGARA
DI INDONESIA

A. Latar Belakang

Etika merupakan bahasan yang berbicara tentang nilai etika dan nilai moral,
membicarakan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat
menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan mengenai norma etika.
Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai etika dan pola
perilaku hidup manusia. Etika membicarakan soal nilai yang merupakan salah satu dari
cabang filsafat. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan
dapat dipertanggung jawabkan karena setiap tindakannya selalu dipertanggung
jawabkan. Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yaitu “ethos”.
Dalam bentuk tunggal “ethos” berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berfikir. Dalam bentuk jamak “ethos’
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan


Kebudayaan, 1988), etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti : “1) ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat”. Dari hasil analisis K Bertens
disimpulkan bahwa etikamemiliki tiga posisi, yaitu sebagai (1) sistem nilai, yakni nilai-
nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya, (2) kode etik, yakni kumpulan asas atau nilai moral,
dan (3) filsafat moral, yakni ilmu tentang yang baik atau buruk.

1
Dalam poin ini, akan ditemukan keterkaitan antara etika sebagai sistem filsafat
sekaligus artikulasi kebudayaan. Dari definisi etika terlihat bahwa etika merupakan hal
penting dalam suatu pelayanan. Hakikatnya suatu pelayanan akan berjalan dengan baik
apabila diselaraskan dengan etika dalam melayani. Sampara Lukman menyatakan
pelayanan merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara
seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan
pelanggan.

Membicarakan tentang pelayanan publik dan kepuasan pelanggan tentunya


akan erat hubungannya dengan “Birokrasi”. Secara etimologi kata “Birokrasi” berasal
dari bahasa Perancis “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan dari bahas Yunani
“kratia” (kratos) yang berarti kekuasaan atau aturan. Birokrasi pada mulanya
digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau
diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan
(adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.

Namun kemudian definisi birokrasi tersebut mengalami revisi, dimana


birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh
rakyat
2. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.

Akhir-akhir ini banyak timbul issue-issue negatif tentang birokrasi di Indonesia.


Issue-issue tersebut banyak yang menyatakan tentang buruknya birokrasi di Indonesia,
dimana terdapat 7 kebobrokan birokrasi di Indonesia. Pertama pola pikir para birokrat
di Indonesia terlalu sesuai aturan. Kedua adalah orientasi budaya kerjanya

2
lemah. Ketiga adalah birokrasi di Indonesia secara organisasi terlalu gemuk. Hal ini
terkait masalah keempat bahwa perundang-undangan yang tidak harmonis.
Kelima adalah banyak birokrat ditempatkan di posisi yang tidak sesuai dengan
kemampuannya. Artinya banyak posisi yang diisi jauh dari kompetensi birokrat.
Keenam yang masih terkait dengan masalah kelima, adalah soal kewenangan yang
tumpang tindih atau overlapping. Ia menyatakan ini menyebabkan pelayanan publik
menjadi buruk, sebagai masalah ketujuh. Dimana merupakan ujung tombak dari
gambaran birokrasi Indonesia.

Kondisi pelayanan publik di Indonesia selalu membuat masyarakat tidak puas


karena birokrasinya yang berbelit-belit, lamban, bahkan tidak ada kepastian biaya dan
waktu pelayanan yang harusnya telah ditentukan sehingga masyarakat lebih mudah
memahami. Ketidak pastian inilah yang sering menjadi penyebab munculnya praktek
KKN dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Kasus pelayanan publik lain yang
masih menjadi problema birokrasi di Indonesia adalah tentang kasus kepengurusan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM). Pembuatan KTP dan
SIM yang seharusnya mudah dipersulit dengan berbagai prosedur yang rumit. Pihak-
pihak berduit selalu mendapat kemudahan dan kelancaran dalam pengurusan KTP atau
SIM. Selain itu, sikap aparatur yang kurang ramah menjadikan kualitas pelayanan
publik semakin buruk. Para aparatur negara yang harusnya memiliki etika dalam
melayani masyarakat pada kenyataannya justru tidak memiliki etika dalam melayani
keluhan dan permintaan tentang kebutuhan masyarakat, bahkan banyak aparatur negara
yang terkena kasus-kasus yang berkaitan dengan etika birokrasi. Sisi-sisi negatif yang
terdapat dalam tubuh birokrasi inilah yang akhirnya menjadi kendala-kendala dalam
pelayananannya terhadap masyarakat. Tak jarang pelayanan yang dilakukan oleh
lembaga birokrasi negara justru tak berjalan semestinya. Banyak kendala-kendala yang
membelit birokrasi dalam upayanya mewujudkan good governance.

Dalam makalah ini, selain menitikberatkan pada etika moral birokrat-birokrat


yang ada di dalam birokrasi tersebut birokrasi, juga menitikberatkan pada bagaimana

3
suatu ajaran filsafat mengatasi krisis etika dan moral tersebut dalam lingkup birokrasi
Administrasi Negara di Indonesia. Hal ini dikarenakan kasadaran bahwa masih banyak
dari kekurangan dari birokrasi di Indonesia ini. Melalui pembahasan tentang etika
moral birokrasi yang ada di dalam lingkup Administrasi Negara, diharapkan tidak akan
ada lagi degradasi nilai etika moral birokrat di masa mendatang.

B. Definisi Filsafat Ilmu dan Relasinya dengan Birokrasi dalam Lingkup


Administrasi Negara

Filsafat secara umum adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok


orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan
segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh
dengan segala hubungan. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen dan
percobaan tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
serta memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi itu.

Secara terminologi, filsafat merupakan (i) upaya spekulatif untuk menyajikan,


suatu pandangan sistematik dan lengkap tentang selutuh realitas (ii) upaya untuk
melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata (iii) upaya untuk menentukan
batas-batas dan jangkauan pengetahuannya : sumbernya, hakikatnya, keabsahannya,
dan nilainya (iv) penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-
pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan (v) disiplin ilmu
yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk
mengatakan apa yang kita lihat.

Adapun berbagai definisi philosophy of science dari para filsuf dapat dikutip
sebagai berikut :

4
1. Robert Ackermann : Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis
tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam krangka ukuran-
ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu
demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya.
2. Cornelius Benjamin : Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah
sistematis mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-
konsepnya dan praanggapan-peranggapanya, serta letaknya dalam kerangka umum
dari cabang-cabang penegtahuan intelektual.
3. Ibnu Sina : Filsafat merupakan pengetahuan otonom yang perlu ditimba oleh
manusia sebab ia dikaruniai akal oleh Allah.
4. Antony Flew : Ilmu empiris yang teratur menyajikan hasil yang paling mengesankan
dari rasionalitas manusia dan merupakan salah satu dari calon yang diakui terbaik
untuk pengetahuan. Filsafat ilmu berusaha menunjukkan dimana letak rasionalitas
itu; apa yang khusus mengenai penjelasan-penjelasannya dan kontruksi-kontruksi
teorinya; apa yang memisahkannya dari perkiraan dan ilmu-semu serta membuat
ramalan-ramalannya dan berbagai teknologi berharga untuk dipercaya; yang
terpenting apakah teori-teorinya dapat diterima sebagai mengungkapkan kebenaran
tentang suatu realitas objektif yang tersembunyi.
5. John Macmurray : Dalam filsafat ilmu, kita terutama bersangkutan dengan
pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka
alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi ilmu atau yang berasal dari
keasyikan dengan ilmu; tetapi yang bukan sendirinya merupakan hasil-hasil
penyelidikan dengan metode-metode yang ilmu memakainya. Ketika saya
mendefinisikan filsafat ilmu sebagai penilaian filsuf tentang ilmu itu sendiri, hal
inilah yang terdapat dalam pikiran saya.

5
C. Hubungan Filsafat dengan Birokrasi Administrasi Negara

Ilmu administrasi negara adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek-aspek


yang berjalan dalam setiap kegiatan birokrasi di negara ini. Hubungannya dengan ilmu
filsafat tentunya ada, yakni karena dalam menjalankan kegiatan negara, diperlukan
nilai-nilai pengambilan keputusan publik yang realistis, kritis (berpikir secara filsafat).
Berfikir kritis dan realistis itu sendiri adalah ciri khas dari filsafat. Oleh karena itu
dalam suatu proses pengambilan keputusan para birokrat haruslah tepat, tepat dalam
sasaran agar keputusan tersebut tidak merugikan masyarakat. Dengan tepatnya
keputusan yang dikeluarkan birokrat-birokrat negara tentunya masyarakat akan menuai
dampak yang positif dan akan meminimaliisr kontra-kontra yang terjadi di masyarakat.
Karena tidak mungkin suatu keputusan yang dikeluarkan suatu brokrasi tidak menuai
suatu sikap kontra dari masyarakat.

Seorang birokrat harus terus memegang teguh prinsip untuk mensejahterakan


rakyatnya. Hal itu dimulai ketika seorang birokrat berpikir untuk menghayati dan
berusaha mengerti fenomena-fenomena atau gejala-gejala apa yang sedang terjadi di
masyarakat. Dalam hubungan ini kiranya relevan untuk menekankan bahwa
perkembangan administrasi sangat dinamis, misalnya dengan semakin pentingnya
peranan suatu pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup seluruh rakyatnya. Maka
adalah suatu hal yang lumrah bahwa pemerintah pun turut berkecimpung dalam
kegiatan keniagaan. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai tipe dan bentuk Badan
Usaha Milik Negara seperti Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan perusahaan
yang meskipun dikuasai dan dimiliki oleh Negara, kegiatan-kegiatannya, motif
bekerja, dan struktur organisasi keseluruhannya bersifat keniagaan.

Adapun beberapa prinsip efisiensi sehingga keputusan dapat secara tepat


mengarah di masyarakat, yang secara ringkas adalah sebagai berikut :
a. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan jelas.
b. Kegiatan yang dilakukan masuk akal.

6
c. Adanya staf yang cakap.
d. Disiplin.
e. Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat dan ajeg – sistem informasi dan
akuntansi.
f. Pemberian perintah-perencanaan dan pengurusan kerja.
g. Adanya standar-standar dan skedul-skedul – metoda dan waktu setiap kegiatan.

Itulah sebabnya, secara hakiki dapat dikatakan bahwa jika seseorang berbicara
tentang relasi filsafat dengan administrasi maka analisisnya berkaitan dari manusia dan
berorientasi kepada manusia karena seluruh proses administrasi dimulai oleh manusia,
dimaksudkan demi kepentingan manusia, dan diakhiri pula oleh manusia.

D. Cerminan Birokrasi Saat Ini

Di tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari
tahun 1999. Dari kisaran skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10
untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan
pengalaman dan persepsi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyak
pejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk
memperkaya diri sendiri dan orang terdekat. Dan hal itu sampai saat ini masih menjadi
sebuah problematika besar. Tiga belas tahun setalah Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) meneliti akan buruknya pelayanan birokrasi administrasi
di Indonesia masih belum ada sebuah perbaikan yang signifikan akan pelayanan
di sektor publik.

Etika birokrasi sangat berkaitan dengan hal ini. Etika birokrasi dalam lingkup
administrasi negara sesungguhnya tidak hanya berhubungan dengan rakyat saja namun
bagaimana seorang birokrat mampu menjalankan tugas sesuai dengan prinsip yang
harus dipegang teguh demi melayani kebutuhan masyarakat. Dalam melayani

7
masyarakatpun harus ada etikanya, sehingga akan mampu memelihara kepercayaan
masyarakat terhadap birokrat terkait. Perlu koalisi besar semua elemen masyarakat
untuk terus menjaga RB (Reformasi Birokrasi) tetap berjalan. Saat ini, RB di Indonesia,
masih di tahapan basic atau hard. Sementara, negara lain sudah masuk ke birokrasi
yang soft, dan bahkan sudah banyak yang sudah smart. Di Korea (Korsel) itu, urusan
dengan birokrasi sudah lewat aplikasi digital semuanya. Untuk mencapai birokrasi
seperti itu setidaknya mereka butuh waktu 30 tahun. Contah lain, walaupun komunis,
China juga memiliki birokrasi yang jauh lebih baik dibanding Indonesia. China punya
cara tersendiri untuk membuat birokrasinya lebih unggul. Caranya, pemerintah China
merekrut lulusan terbaik universitas masuk ke birokrasi. Sehingga tak heran, China
menggaransi bahwa bila sudah deal dengan seorang birokrat China, berarti
sudah deal dengan 1 persen penduduk China yang mencapai 1,5 miliar.

Dalam penjelasan di alinea terakhir dapat dititik beratkan pada rekrutmen calon
birokrat. Dengan maksud tidak mengesampingkan faktor-faktor lain yang menjadi
penyebab buruknya etika birokrat akhir-akhir ini. Indikasi itu terlihat dari buruknya
pelayanan publik yang kerap dikeluhkan oleh masyarakat. Menurutnya ada beberapa
faktor yang menyebabkan pelayanan belum sesuai dengan harapan masyarakat yaitu
sistem perekrutan calon pegawai negeri sipil yang masih banyak penyimpangan.
Penyimpangan yang dimaksudkan yakni banyaknya sogokan yang masuk ke dalam
kantong-kantong pihak-pihak yang ada di dalam pelayanan publik tersebut.
Sedemikian parahkah birokrasi Indonesia saat ini? Tanpa etika moral, tanpa
pengetahuan yang cukup namun dengan uang (KKN) seseorang bisa secara instan
menjadi seorang birokrat negara. Selain itu ketidaktepatan dalam penempatan posisi
pekerjaan, kinerja pegawai yang rendah, kurangnya komitmen terhadap tugas
pelaksanaan birokrasi, suap/gratifikasi juga menjadi cerminan birokrasi akhir-akhir ini.

8
E. Peran Filsafat Ilmu dalam Mengatasi Merosotnya Etika Moral Birokrat
Negara

Ada beberapa peran filsafat, baik dalam kehidupan maupun dalam bidang
keilmuan: pertama, filsafat atau berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan
berwawasan luas terdapat berbagai masalah yang dihadapinya, dan manusia
diharapkan mampu untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara
mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah. Kedua,
berfilsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas
dasar pandangan hidup dan atau ide-ide yang muncul karena keinginannya. Ketiga,
Filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi permasalahan,
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan lainnya (interaksi dengan
masyarakat, komunitas, agama, dan lain-lain) secara lebih rasional, lebih arif, dan tidak
terjebak dalam fanatisme yang berlebihan. Keempat, terutama bagi para ilmuwan
ataupun para mahasiswa dibutuhkan kemampuan untuk menganalisis, analisis kritis
secara komprehensif dan sistematis atas berbagai permasalahan ilmiah yang
dituangkan di dalam suatu riset, penelitian, ataupun kajian ilmiah lainnya. Dalam era
globalisasi, ketika berbagai kajian lintas ilmu pengetahuan atau multidisiplin melanda
dalam kegiatan ilmiah, diperlukan adanya suatu wadah, yaitu sikap kritis dalam
menghadapi kemajemukan berpikir dari berbagai ilmu pengetahuan berikut para
ilmuannya.

Sementara birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu


pekerjaan yang dilakukan banyak orang, birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi
untuk mencapai tugas-tugas administrasi besar dengan cara mengkoordinasi secara
sistematis atau teratur pekerjaan dari banyak orang. Birokrasi sebagai suatu sistem
kerja yang dimaksudkan sebagai sistem yang bekerja berdasarkan atas tata hubungan
kerja sama antara jabatan-jabatan secara langsung mengenai persoalan yang formil
menurut prosedur yang berlaku dan tidak adanya rasa pilih kasih, tanpa pamrih dan
prasangka. Beberapa pandangan yang mendukung arti penting etika dalam etika

9
administrasi negara (Birokrasi Publik) dikutip dari Ginanjar Kartasasmita, antara lain
sebagai berikut :
1. Administrasi negara selalu dilihat sebagai masalah teknis, bukan masalah moral
sehingga timbul beberapa persoalan dalam berkerjanya administrasi negara.
2. Administrasi negara sebagai bentuk organisasi yang ideal telah merusak dirinya
dan masyarakatnya dengan ketiadaan norma-norma, nilai-nilai, dan etika yang
berpusat pada manusia.

Dari sini terlihat bahwa seorang birokrat harusnya mempunyai prinsip yang
teguh dalam menjalankan tugasnya. Tanpa adanya pilih kasih dimaksudkan adalah
seorang birokrat tidak boleh memilih-milih dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Apapun alasannya birokrat harus tetap menjunjung keadilan dan kesamarataan
masyarakat. Tidak ada masyarakat yang dianggap lebih didahulukan dan tiadak ada
namanya masyarakat yang dibelakangkan. Tanpa pamrih dan prasangka : dimaksudkan
dalam hal ini adalah seorang birokrat tidak boleh menuntut adanya pamrih ketika
membantu dalam pencapaian kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat.

Adapun tiga indikator utama dalam mengukur birokrasi yang dinilai baik yakni,
peningkatan kualitas pelayanan publik yang dapat dilihat dari indeks kepuasan
masyarakat, ’free corruption’ atau bebas KKN yang dapat diukur berdasarkan integritas
dan indeks persepsi korupsi masyarakat serta ’performance akuntability’ dan
akuntabilitas kinerja yang bisa dilihat dari nilai laporan akuntabilitas kinerja dari
pemerintah.

Dapat disimpulkan bahwa filsafat mengajarkan birokrat-birokrat negara untuk


berpikir secara kritis. Mengamati gejala-gejala sosial tersebut secara kritis pula.
Mempunyai sikap yang skeptis. Dengan itu birokrat-birokrat negara akan mampu
menjadikan good gevernance menurut asas-asas dalam pemerintahan yang baik antara
lain : Asas kepastian hukum, Asas keseimbangan, Asas kesamaan, Asas larangan
kesewenang-wenangan, Asas larangan penyalagunaan wewenang, Asas bertindak

10
cermat, Asas motivasi, Asas perlakuan yang jujur , Asas menanggapi pengharapan
yang wajar, Azas lindungan atas pandangan hidup, Azas kebijakan, Azas meniadakan
akibat suatu keputusan yang batal , Azas penyelenggaraan kepentingan umum.

F. Menumbuhkan Etika Moral Yang Baik Pada Generasi Muda sebagai Calon
Birokrat di Masa Mendatang

Sebelum masuk dalam pembahasan tentang cara menumbuhkan etika moral


yang baik pada generasi muda, berikut beberapa faktor lain yang menyebabkan
menurunnya moral dan etika generasi muda saat ini, antara lain adalah:
a. Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan
untuk melakukan hal yang tidak baik
b. Pembinaan moral oleh lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat tidak berjalan
menurut semestinya. Pembinaan moral di lingkungan keluarga misalnya harus
dilakukan dari sejak anak masih dalam usia dini. Karena setiap anak lahir, belum
mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan
ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan
menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral, anak-anak akan
dibesarkan tanpa mengenal moral itu. Sekolahpun dapat mengambil peranan yang
penting dalam pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar
sekolah menjadi lapangan baik bagi pertumuhan dan perkembangan mental dan
moral anak didik. Di samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat
dan kecerdasan. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam
pembinaan moral. Masyarakat yanglebih rusak moralnya perelu segera diperbaiki
dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena
kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-
anak.

11
c. Ingin mengikuti trend, bisa saja awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat
keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah mencoba merokok
dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
d. Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.

Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah para generasi muda
agar tidak mengalami degradasi dalam nilai etika moral, kreatifitas serta inovasi,
diantaranya adalah:
1. Peran orang tua. Dalam pembentukan karakter seseorang manusia peran orang tua
begtu kental terasa, orang tualah yang mengenalkan attitude-attitude yang baik,
pendidikan entang etika dan moral yang baik. Disinlah terlihat bahwa peran orang
tua begitu signifikan terhadap pembentukan etika moral seseorang.
2. Memperluas pengetahuan dan wawasan guna menyaring dampak-dampak buruk
dari dunia global. Mempelajari hal-hal yang tabu, mempelajari secara mendalam
tentang efek/dampak beserta manfaat apa yang didapatkan dari suatu aspek kasus
dalam dunia global. Dalam contohnya adalah narkoba. Mempelajari secara detail
apa itu narkoba, apakah memang akan menguntungkan orang menkonsumsi narkoba
itu? Pelajari efek/dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba. Dari
situlah suatu sikap individu dapat terasah menjadi kritis dan mempunyai sikap
skeptis akan dunia global.
3. Tingkat pendikan baik formal maupun non formal. Dengan itu generasi muda akan
mampu mengembangkan kesadaran individu, mendorong pengembangkan
pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab pada diri sendiri, dan mengembangkan
komitmen diri sendiri. Pembelajaran formal maupun non formal harus memberi
kesempatan aktif generasi muda untuk bersikap aktif, mampu berencana dan
mengimplementasikan apa yang dia harapkan. Tentunya semua itu akan berjalan
baik apabila pendidik menerapkan hal demokratis dalam pembelajaran.
4. Pandai-pandailah dalam memilih teman dekat. Dengan kita mempunyai dekat yang
mempunyai attitude yang baik secara tidak lansung kitapun akan mengikuti teman
kita tersebut. Jika kita berteman dengan seseorang yang tidak berattitude baik

12
(buruk) tentunya akan secara tidak langsung pula kita akan ikut mempunyai attitude
yang buruk.
5. Pembinaan moral dan akhlak. Dari kegiatan tersebut diharapkan individu tersebut
akan mempunyai etika, moral dan akhlak yang baik dan kuat yang akan membuat
generasi muda tersebut tidak gampang terpengaruh akan dampak-dampak buruk
dalam dunia global.
6. Mempunyai kegiatan-kegiatan yang positif. Disini generasi muda akan dilatih
softskill nya sehingga nantinya akan mempunai kelebihan dibanding manusia lain.

Sebagai generasi penerus bangsa, generasi muda hendaknya terus melakukan


inovasi dan kreasi dalam kehidupannya. Melaksanakan keenam hal yang telah
diungkapkan diatas. Sehingga nantinya apabila mereka terjun dalam dunia birokrasi
dalam lingkup administrasi mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh “godaan-
godaan” yang akan menjatuhkan diri mereka sendiri dan menjatuhkan citra institusi
birokrasi itu sendiri di mata masyarakat.

G. Kesimpulan

Dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa etika dan moral menjadi
suatu yang penting dalam membangun birokrasi negara Indonesia menjadi lebih baik
lagi. Degradasi nilai etika moral yang akhir-akhir ini sering terjadi di dalam tubuh
insitusi di Indonesia bahkan menjadi kasus besar sehingga berdampak besar dan
membuat citra birokrasi di Indonesia menjadi buruk di mata masyarakat. Birokrat-
birokrat di dalamnya menjadi suatu hal yang begitu berpengaruh akan jalannya suatu
birokrasi. Ketika suatu etika moral birokrat dikatakan rendah maka institusi birokrasi
tersebut juga akan terpandang rendah di mata masyarakat. Akibat dari buruknya dalam
melayani, mengapresiasikan, dan mengimplementasikan kebutuhan masyarakat.
Seorang birokrat harus lebih kritis dalam merespon gejala-gejala sosial yang ada di
masyarakat. Dan dengan filsafat ilmu diharapkan ada suatu perbaikan dari segi etika

13
moral para birokrat negara. Sehingga nantinya citra birokrasi dapat baik di mata
masyarakat dan dapat secara arif bijaksana membantu masyarakat ketika masyarakat
membutuhkan suatu bantuan di dalam institusi brokrasi. Selain itu melalui filsafat ilmu
diharapkan generasi muda yang nantinya akan menjadi birokrat-birokrat negara
Indonesia akan mempunyai sikap kritis, inovatif, dan kreatif serta etika moral ang baik
sehigga birokrasi tidak lagi dipandang buruk oleh masyarakat.

H. Saran

Perlunya menetapkan nilai-nilai etika moral dalam pelaksanaan kegiatan


birokrasi dan agar suatu kegiatan birokrasi tersebut dapat berjalan dengan baik maka
diperlukan sebuah payung hukum yang menaungi dan membatasi etika moral para
birokrat yang selama ini masih menjadi problem besar sebuah institusi birokrasi di
Indonesia. Selain itu adanya paung hukum tersebut dapat dijadikan dasar acuan sebatas
mana pelanggaran dari birokrat tersebut dan sanksi seperti apa yang pantas diberikan
apabila para birokrat melakukan pelanggaran yang melebihi batas hukum yang telah
ditentukan. Kesimpulannya adalah tentang perlunya sanksi yang berat terhadap
birokrat-birokrat yang kurang memiliki etika moral yang baik ataupun birokrat yang
melakukan pelanggaran dalam prinsip birokrasi dalam membantu kebutuhan
masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad, Drs, H. 2010. Filsafat ilmu : Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Budianto, Irmayanti M. 2002. Realitas dan Objektivitas : Refleksi Kritis atas Cara
Kerja Ilmiah. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.
K. Bertens. 1993. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Mufid, Muhammad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Widodo, Joko. 2007. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jawa Timur : Bayu
Media Publishing

15

Anda mungkin juga menyukai