TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran klinik dan patologi dari ovarium polikistik atau mikropolikistik pertama kali di
deskripsikan oleh Antonio Vallisneri pada tahun 1721. Tetapi sindrom ini sendiri di
perkenalkan jauh setelah itu oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935 berdasarkan observasi
mereka terhadap gejala-gejala yang terdiri dari amenorrhea, hirsutism dan obesiti pada wanita
yang ovarium nya membesar dengan kista folikel yang banyak dan penebalan fibrotik dari
tunica albuginea dan cortical stroma. Dalam kenyataan bahwa gambaran ovarium polikistik
juga banyak terdapat pada wanita yang sama sekali normal dan tidak ada kelainan fenotipe
ovarium dan/atau endokrin.8 Singkatnya, sangatlah mudah dilihat mengapa jarang adanya
konsensus tentang kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosa PCOS.
2.1.1 Definisi
Definisi yang paling dapat diterima secara internasional pada saat ini seperti yang diadopsi
pada tahun 2003 oleh European Society for Human Reproduction dan Embryology and the
American Society for Reproductive Medicine, yang dikenal dengan ESHRE/ASRM
Rotterdam consensus.2 Dalam konsensus ini diperlukan adanya dua dari tiga kriteria diagnosa
yaitu :
5
Universitas Sumatera Utara
a) Oligo/anovulation
b) Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
c) Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG (12 atau lebih
folikel-folikel dengan ukuran diameter antara 2-9 mm dan/atau peningkatan volume
ovarium (>10 ml).
Selain kriteria di atas, etiologi lain seperti Cushing Syndrome, androgen producing tumours
dan Congenital adrenal hyperplasia harus di singkirkan.
- Oligo/anovulation : ovulasi yang terjadi kurang dari satu kali dalam 35 hari.
- Hiperandrogenism : tanda-tanda klinik yang meliputi hirsutism, acne, alopecia (male-
pattern balding) dan virilisasi yang nyata. Indikator biokimia meliputi meningkatnya
konsentrasi total testosterone dan androstendione dan meningkatnya free androgen
index yang diukur dengan membandingkan total testosterone dan sex hormone
binding globulin (SHBG). Akan tetapi, pengukuran petanda biokimia untuk
hiperandrogenism sering memberikan hasil yang tidak konsisten, hal ini disebabkan
oleh pemakaian berbagai metode yang berbeda.
- Ovarium polikistik : adanya 12 atau lebih folikel dalam salah satu ovarium dengan
ukuran diameter 2-9 mm dan/atau meningkatnya volume ovarium (>10 ml).
Menurut kriteria Rotterdam diagnostic ini, kebanyakan wanita dengan PCOS dapat
didiagnosa tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Gambar 1. Pengukuran diameter tiga dimensi dari ovarium untuk menghitung volume
(Dikutip dari Speca S)
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Prevalensi
PCOS adalah kelainan endokrin wanita yang paling sering dijumpai, yang melibatkan 5-10%
dari wanita dalam masa reproduksi. Walaupun ovarium polikistik dapat ditemukan dalam
20% populasi wanita, hal ini tidak harus menimbulkan gejala klinik seperti PCOS, akan tetapi
dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala klinik bila diprovokasi oleh kenaikan berat
badan atau resisten terhadap insulin. PCOS berkaitan dengan 75% dari seluruh kelainan
anovulasi yang menyebabkan infertility, 90% dari wanita dengan oligomenorrhoea, lebih dari
90% dengan hirsutism dan lebih dari 80% dengan acne yang persisten.8,9
2.1.3 Etiologi
Etiologi PCOS sampai saat ini masih belum diketahui. Akan tetapi adanya peningkatan fakta
yang melibatkan faktor genetik. Sindroma ini di kelompokan dalam keluarga, dan rerata
prevalensi nya dalam first-degree relative adalah 5 sampai 6 kali lebih tinggi dari pada
populasi secara umum.10 Walaupun kebanyakan kasus ditransmisikan secara genetik, akan
tetapi faktor lingkungan juga dapat terlibat karena PCOS juga dapat didapatkan dengan
adanya eksposur terhadap androgen yang berlebihan pada saat tertentu dalam masa fertil.
Pada masa ini terdapat peningkatan penemuan tentang hipotesa etiologi yaitu adanya
eksposur terhadap androgen yang berlebihan pada fetus wanita didalam kandungan dapat
menyebabkan PCOS.11 Walaupun sumber dari kelebihan androgen in utero tidak diketahui,
percobaan pada hewan percobaan menunjukan bahwa eksposur pada fetus terhadap kelebihan
androgen menunjukan manifestasi PCOS pada fetus betina.11
Yen dkk mengajukan hipotesa klasik yang di dasarkan atas dua konsep besar yaitu
hiperandrogenism dan resistensi terhadap insulin. Hormon androgen ini mengalami
aromatisasi di jaringan perifer menjadi estrogen, menyebabkan ketidakseimbangan sekresi
luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) pada tingkat pituitary yang
menyebabkan hipersekresi endogenous LH. LH ini sangat kuat menstimulasi produksi
androgen didalam ovarium. Insulin seperti juga LH menstimulasi langsung biosintesis
hormon steroid di ovarium, terutama androgen ovarium. Lebih lanjut, insulin menyebabkan
menurunnya produksi sex hormone binding globulin (SHBG) di dalam hati, yang
menyebabkan meningkatnya kadar androgen bebas. Dengan demikian kedua jalur diatas akan
menstimulasi theca sel dari ovarium sehingga terjadi peningkatan produksi androgen dari
7
Universitas Sumatera Utara
ovarium yang menyebabkan terganggunya folliculogenesis, kelainan siklus haid dan
oligo/anovulation kronik.8
2.1.5 Patofisiologi
Terdapat 4 kelainan utama yang terlibat dalam patofisiologi dari PCOS,9 yaitu :
1. Morfologi ovarium yang abnormal
Lebih kurang enam sampai delapan kali lebih banyak folikel pre-antral dan small
antral pada ovarium polikistik dibandingkan dengan ovarium normal.12 Folikel ini
tertahan pertumbuhannya pada ukuran 2-9 mm, mempunyai rerata atresia yang lambat
dan sensitive terhadap FSH eksogen. Hampir selalu terdapat pembesaran volume
stroma yang menyebabkan volume total dari ovarium > 10 cc. Penyebab kelainan dari
morfologi ini diduga disebabkan oleh adanya androgen yang berlebihan. Androgen
merangsang pertumbuhan folikel primer sampai dengan stadium folikel pre-antral dan
small antral, dan proses ini dipercepat dengan adanya androgen yang berlebihan
dibandingkan dengan ovarium yang normal. Faktor lain yang ditemukan pada PCOS
yang ikut berpengaruh pada morfologi ovarium adalah kelebihan beberapa faktor
yang menghambat kerja dari FSH endogen (seperti follistatin, epidermal growth
factor dll), kelebihan factor anti-apoptotic (BCL-2) yang dapat memperlambat
turnover dari folikel yang terhambat ini. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang
menyebabkan morfologi ovarium yang karakteristik pada ovarium polikistik.
8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Kunci utama dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary
(Dikutip dari Homburg R)
Gambar 3. Mekanisme dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary
(Dikutip dari Homburg R)
9
Universitas Sumatera Utara
3. Hiperinsulinemia
Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin terjadi pada lebih kurang
80% wanita dengan PCOS dan obesitas sentral, dan juga pada lebih kurang 30-40%
wanita dengan PCOS yang berbadan kurus.13 Hal ini disebabkan oleh kelainan pada
post-receptor yang berefek pada transport glukosa, dan ini adalah kelainan yang unik
pada wanita dengan PCOS.13 Resistensi insulin secara bermakna di eksaserbasi oleh
obesitas, dan merupakan faktor utama dalam patogenesa anovulasi dan
hyperandrogenism. Kelainan fungsi dari sel beta pancreas juga ditemukan pada
PCOS.
10
Universitas Sumatera Utara
2.2 Resistensi Insulin
Pada tahun 1921, Achard dan Thiers pertama kali melaporkan suatu hubungan patofisiologi
antara hyperandrogenism dan metabolisme insulin dalam deskripsi mereka pada ”diabetes des
femmes ả barbe” (diabetes pada wanita yang berjanggut). Selanjutnya pada tahun 1976, Kahn
dkk mendeskripsikan virilisasi yang signifikan pada gadis-gadis muda dengan resistensi
insulin berat, hal ini mengarahkan pada suatu eksplorasi lebih lanjut tentang sekresi insulin
pada wanita dengan hiperandrogen.14
Resistensi insulin perifer pada PCOS adalah bersifat unik disebabkan kelainan diluar aktifasi
dari receptor kinase, yang disebut sebagai penurunan tyrosine autophosphorylation dari
reseptor insulin.16 Serine residue phosphorylation yang berlebihan pada reseptor insulin
menurunkan transmisi signal, dan hal ini telah diusulkan untuk menjelaskan juga
hyperandrogenism oleh serine phosphorylation pada saat yang bersamaan dari enzyme
P450c17 pada kelenjar adrenal dan ovarium, yang mana dapat meningkatkan aktifitas 17,20-
lyse dan produksi androgen. Resistensi insulin mungkin dapat dihubung-sebabkan pada
aktifitas yang lebih dari cytochrome P450c17, yang merupakan enzyme kunci utama pada
biosintesa androgen di ovarium dan kelenjar adrenal.17 Insulin sendiri, bekerja melalui
reseptornya, memperlihatkan suatu rangsangan biosintesa androgen pada ovariun dan
kelenjar adrenal, meningkatkan produksi luteinizing hormone (LH)-induced androgen oleh
sel theca sehingga menyebabkan hiperandrogenemia.18 Perbaikan hiperinsuliemia secara
dramatik akan menurunkan sirkulasi androgen pada kadar yang normal. Hiperinsulinemia
mungkin juga meningkatkan regulasi reseptor insulin-like growth factor-I (IGF-I), yang
merupakan suatu stimulator yang kuat dari sintesa LH-induced androgen, dan meningkatkan
bioavailability dari IGF-I yang disebabkan oleh supresi pada produksi IGF-binding protein I
11
Universitas Sumatera Utara
oleh hati. Sebagai tambahan, insulin mungkin meningkatkan potensi respon dari
steroidogenesis kelenjar adrenal pada adrenocorticotropic hormone (ACTH), dan
meningkatkan ekspresi dari hyperandrogenism oleh efek inhibisinya pada produksi sex
hormone binding globulin (SHBG) hepar, sehingga meningkatkan bioavailbility dari
androgen.18
Gambar 5. Potensial mekanisme dari resistensi insulin pada polycystic ovary syndrome
(Dikutip dari Ben-Haroush A)
12
Universitas Sumatera Utara
yang sesuai untuk menentukan resistensi insulin dalam praktek klinikal. Tidak ada satu pun
pemeriksaan, seperti fasting insulin, glucose, atau glucose-to-insulin ratio, yang menunjukan
kegunaannya dalam memprediksi respon ovulasi pada obat-obat insulin-sensitizing.
Walaupun fasting glucose-to-insulin ratio (<4,5) berkorelasi dengan sensitivitas insulin
seperti yang ditentukan oleh insulin-glucose clamp, hal ini tidak pernah di uji cobakan
sebagai prediktor dari respon pada pengobatan dengan insulin-sensitizing.21
2.3 Metformin
Metformin (1,1-dimethylbiguanide hydrochloride) adalah obat golongan biguanide yang
dipergunakan sebagai anti hiperglikemik oral pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Kerja
utamanya adalah menghambat produksi glukosa dari hepar, selain itu metformin juga
menghambatan pengambilan glukosa dari saluran pencernaan dan meningkatkan sensitifitas
insulin di jaringan perifer. Metformin juga menpunyai efek anti lipolitik, menurunkan
konsentrasi asam lemak bebas dalam sirkulasi darah sehingga menyebabkan menurunnya
gluconeogenesis.30 Metformin mengaktifkan adenosine monophosphate (AMP)-activated
protein kinase pathway (AMPK) baik secara in vitro maupun in vivo3 sehingga menyebabkan
penurunan produksi glukosa dan meningkatkan oksidasi asam lemak di dalam sel-sel hepar
(hepatocytes), otot-otot dan di dalam jaringan ovarium31
15
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Metformin dan PCOS
Velazquez dkk32 pertama kali melaporkan penggunaan metformin sebagai obat untuk PCOS,
dan hasilnya membuktikan bahwa metformin memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan
kadar serum LH, total dan free testosterone dan menyebabkan peningkatan kadar serum FSH
dan SHBG pada wanita obesitas dengan PCOS. Genazzani dkk33 memperlihatkan adanya
modifikasi yang signifikan pada sekresi spontan LH dan perbaikan fungsi reproductive axis
setelah pemakaian metformin pada wanita PCOS yang tidak obesitas.
Kolodziejczyk dkk34 mengobati 39 wanita dengan PCOS dan hiperinsulinemia puasa dengan
metformin, menemukan penurunan yang signifikan pada insulin puasa dan total testosterone
dan juga meningkatkan SHBG sehingga menurunkan free testosterone index. Sebagai
tambahan, juga ditemukan penurunan yang signifikan pada mean BMI, waist-to-hip ratio,
hirsutism, acne dan juga memperbaiki siklus menstruasi. Tetapi tidak terdapat perubahan
pada kadar LH atau LH-to-FSH ratio. Penurunan testosterone dan free index nya yang paling
tinggi terjadi pada pasien dengan hiperandrogenemia yang berat.
Peranan metformin dalam memperbaiki induksi ovulasi pada wanita penderita PCOS melalui
beberapa cara meliputi menurunkan kadar insulin, merubah efek insulin pada ovarium dalam
pembentukan androgen, proliferasi sel-sel theca dan pertumbuhan endometrium. Dan juga
melalui efek langsung pada penghambatan gluconeogenesis di ovarium sehingga menurunkan
produksi androgen di ovarium.35 Attia dkk membuktikan adanya penghambatan pada
produksi androgen pada sel theca manusia. Yang juga penting, kerja metformin tidak
menyebabkan peningkatan sekresi insulin, sehingga tidak terjadi hipoglikemia. Dalam
beberapa penelitian juga dijumpai kemungkinan penurunan berat badan dengan pemakaian
metformin jangka panjang dan hal ini merupakan suatu keuntungan bagi PCOS.36,37
Dalam suatu penelitian prospektif pada wanita obesitas dengan PCOS, Nestler dkk
membandingkan metformin dan placebo selama pemberian dalam 35 hari. Bila tidak terjadi
ovulasi, diberikan lagi CC bersamaan dengan metformin atau placebo. Ternyata dalam
penelitian tersebut, terdapat perbaikan OGTT pada 19 dari 21 wanita (90%) di kelompok
metformin dan hanya 2 dari 25 wanita (8%) di kelompok placebo. Secara keseluruhan,
ovulasi spontan ataupun yang respons terhadap CC terjadi pada 31 dari 35 wanita (89%) yang
diberikan pengobatan dengan metformin dibandingkan dengan hanya 3 dari 26 wanita (12%)
yang diberikan placebo.
17
Universitas Sumatera Utara
Dalam suatu meta-analysis, kombinasi antara metformin dan CC secara signifikan
memperbaiki rerata ovulasi dan kehamilan (OR 4.39 dan 2.67) apabila dibandingkan dengan
pemakaian CC saja. Hasil ini menyimpulkan bahwa pemberian kombinasi (metformin dan
CC) adalah pengobatan yang menjadi pilihan pada wanita PCOS dengan resistensi CC.
Dengan kata lain, wanita yang gagal untuk ovulasi dengan CC mungkin akan mendapat
manfaat bila ditambahkan dengan metformin.
Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi efek samping ini seperti dimulai dari dosis
yang kecil dan kemudian menaikan dosis obat secara bertahap, mengurangkan frekuensi
pemberian dengan pemakaian dosis yang lebih tinggi.
American Diabetes Association (ADA) dan European Society for the study of Diabetes
(EASD) dalam suatu konsensus bersama juga menyatakan adanya kesulitan dalam pemberian
metformin IR yang disebabkan oleh pemberian yang memerlukan beberapa kali dan efek
samping yang ditimbulkan sehingga dapat mengurangi kepatuhan pasien terhadap
pengobatan. Selain menganjurkan pemberian dengan cara tersebut diatas, dalam konsensus
itu juga dianjurkan untuk pemakaian metformin XR yang dapat diberikan satu kali sehari
dengan efek samping yang lebih minimal sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan.45
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Peter Timmins dkk7 pada tahun 2002 memperkenalkan
suatu bentuk controlled-release delivery system (GelShield Diffusion System) yang dipakai
pada formula XR dari metformin. Sistem ini menggunakan pendekatan dua fase yang
heterogen yang terdiri dari suatu inner solid particulate phase dan outer solid continuous
phase. Inner solid particulate phase berisi granula tersendiri dari metformin-associated XR
polymer, sedangkan outer solid continuous phase terdiri dari XR polymer yang berbeda yang
tidak mengandung metformin, dimana granula atau partikel dari inner phase tersebar
didalamnya.
Setelah pemberian metformin XR, polymer dari outer solid phase akan mengalami hidrasi
dan menyebabkan perubahan tablet menjadi suatu gel-like mass. Perubahan bentuk ini dapat
membantu secara sementara untuk mencegah transit dari tablet melalui pylorus (bila
diberikan bersama makanan), sehingga secara efektif memperpanjang masa penempatan
didalam lambung.
Setelah pelepasan dari inner solid particulate phase, metformin tersebar melalui outer phase
dan siap untuk diserap. Rerata pelepasan dari metformin XR secara signifikan lebih lambat
20
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan metformin IR, hal ini dibuktikan secara in vitro dimana metformin IR
melepaskan 90 % kandungan obatnya dalam waktu 30 menit sedangkan metformin XR
melepaskannya dalam waktu lebih dari 10 jam. Karakter ini mengindikasikan suatu kontrol
yang baik dari pelepasan obat metformin XR sehingga merendahkan potensial dari
penumpukan obat. Bila diberikan bersamaan dengan makan malam, GelShield Diffusion
System dari metformin XR berkerja seirama dengan fisiologi yang normal dari pengosongan
saluran pencernaan yang lambat pada malam hari yang menghasilkan suatu perpanjangan
masa penyerapan dari metformin sehingga dapat diberikan dengan dosis satu kali sehari.
Setelah pemberian metformin IR, kadar puncak dalam plasma (cmax) akan dicapai dalam 2
sampai 3 jam (tmax) sedangkan pada metformin XR kadar puncak tersebut dicapai dalam 7
jam. Akan tetapi hal ini tidak mengurangi penyerapan metformin XR seperti yang ditunjukan
dalam AUC yang sebanding dengan metformin IR.
Gambar 7. Rerata kadar plasma berbanding waktu pada pemberian metformin IR dan metformin XR
(Dikutip dari Timmins P)
21
Universitas Sumatera Utara
Davidson J dkk46 dalam suatu penelitian membandingkan toleransi saluran pencernaan
terhadap metformin XR dan metformin IR, ternyata dalam penelitian tersebut metformin XR
menimbulkan efek samping terhadap saluran pencernaan lebih sedikit dibandingkan dengan
metformin IR. Hal ini mendukung penggunaan metformin XR sebagai pengganti metformin
IR. Dalam suatu review, Jabbour S dkk47 menemukan pemakaian metformin XR memberikan
pengontrolan glikemik sama atau lebih baik dibandingkan dengan metformin IR dengan efek
samping yang lebih kecil. Walaupun dengan dosis kecil 500 mg sehari, metformin XR masih
efektif dalam memperbaiki resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
22
Universitas Sumatera Utara