Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

MILD HEAD INJURY ET CAUSA


INTRACEREBRAL HEMORRHAGE

Disusun oleh:
dr. Puti Piranti

Pendamping:
dr. M. Syaifur Rohman

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIDERES


MAJALENGKA
2016
BAB I
STATUS PASIEN

A. KETERANGAN UMUM
Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 26 tahun
Alamat : Rajagaluh
Pekerjaan : Pekerja serabutan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status Marital : Belum menikah
Masuk Rumah Sakit : 30 Maret 2016, pukul 19.00 WIB

B. ANAMNESIS
Keluhan utama: Nyeri kepala
Anamesa khusus:
Os datang ke IGD RSUD Cideres diantar oleh keluarganya dengan keluhan
nyeri kepala sejak 8 jam SMRS. Nyeri kepala berdenyut terus menerus, tidak
berputar. Sekitar 10 jam SMRS mengalami kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari motor,
tidak menggunakan helm. Kepala bagian belakang terbentur trotoar. Terdapat memar
di kepala bagian belakang kanan os. Keluhan disertai dengan mual dan muntah
menyembur sebanyak 3 kali, berisi sisa makanan. Os juga dikeluhkan menjadi
linglung dan kadang mengamuk.
Keluhan tidak disertai dengan adanya penurunan kesadaran. Keluhan tidak
disertai adanya perdarahan telinga, hidung, maupun mulut. Keluhan juga tidak
disertai kejang. Kelemahan anggota gerak dan bicara pelo disangkal.
Selain keluhan tersebut, os juga mengalami luka lecet pada kaki kaki kanan
dan kirinya. Riwayat darah tinggi sebelumnya tidak ada

1
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Status Generalis
a. Kesadaran: GCS: E3 V6 M5: 14
b. Tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 96 x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 36,7 0 C
Respirasi : 22 x/menit
c. Kepala : hematome (+) a/r occipital dextra
Tengkorak : krepitasi (-)
Mata : pupil bulat isokor ɵ ODS 3mm/3mm, RC +/+
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Racoon eyes -/-
Telinga : perdarahan -/-, battle sign -/-
Hidung : PCH (-), perdarahan -/-, krepitasi (-)
Mulut : perdarahan (-)
d. Leher : JVP 5+2 cm H2O, Deviasi trakea (-), Retraksi suprasternal (-)
e. Thorax
Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (-), jejas (-)
Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
Iktus cordis : ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Batas jantung: tidak dilakukan
Auskultasi : VBS kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-
Bunyi jantung S1 S2 murni reguler, murmur (-)
f. Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-)
Palpasi : lembut, nyheri tekan (-), defans muskular (-)
Hepar/Lien: tidak teraba

2
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
g. Ekstremitas : Akral hangat, Capillary refill <2”
a/r cruris dectra et sinistra: multiple vulnus excoriatum

II. Status Neurologis


a. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kanan Kiri
Laseque : >70˚ >70˚
Kernig : >135˚ >135˚

b. Nervus Kranialis
N.I : tidak dilakukan pemeriksaan
N.II : Visus: tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi: tidak dilakukan pemeriksaan
N.III, N.IV, N.VI
Kedudukan bola mata : ortoforia - ortoforia
Pergerakan bola mata :
 Nasal : normal
 Temporal : normal
 Atas : normal
 Bawah : normal
 Temporal bawah : normal
Pupil :
o Bentuk : Bulat / bulat

3
o Diameter : 3 mm / 3 mm
o Refleks cahaya langsung : +/+
o Refleks cahaya tidak langsung : +/+
N.V
Cabang motorik : Baik
Cabang sensorik oftalmikus : Baik/ Baik
Cabang sensorik maksilaris : Baik/ Baik
Cabang sensorik mandibularis : Baik/ Baik

N.VII
Motorik orbitofrontal : Parese (-)
Motorik orbikularis okuli : Parese (-)
Motorik orbikularis oris : Parese (-)
Pengecapan lidah : tidak dilakukan pemeriksaan

N.VIII : tidak dilakukan pemeriksaan


N.IX, N.X : tidak dilakukan pemeriksaan
N.XI : tidak dilakukan pemeriksaan
N.XII : lidah di tengah, atrofi (-), fasikulasi (-)

c. Motorik
Kekuatan otot 5|5
5|5
d. Sensorik: hypestesi (-)
e. Fungsi cerebellar dan koordinasi : tidak dilakukan pemeriksaan
f. Fungsi luhur : tidak dilakukan pemeriksaan
g. Fungsi Otonom : miksi, defekasi, sekresi keringat t.a.k.

4
h. Refleks fisiologis
 Biseps : tidak dilakukan pemeriksaan
 Triseps : tidak dilakukan pemeriksaan
 Kremaster : tidak dilakukan pemeriksaan
 Patella : N/N
 Tumit : N/N

i. Refleks patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : -/-
 Gordon : -/-
 Schaefer : -/-
 Chaddock : -/-

D. USULAN PEMERIKSAAN
 Laboratorium
Darah rutin:
Hb 12,6 g/dl
Ht 38,2%
Leukosit 8.700/mm3
Trombosit 275.000/mm3
Kimia darah:
GDS 126 g/dl
Ureum/kreatinin 32/0,8
SGOT/SGPT 27/22
 Foto rontgen schedel AP-lateral
 CT-Scan kepala non kontras

5
Hasil CT-Scan

E. DIAGNOSIS KERJA
Mild head injury et causa intracerebral hemorrhage a/r fossa posterior dextra
+ multiple vulnus excoriatum ar cruris dextra et sinistra
F. PENATALAKSANAAN
Airway: clear
Breathing: clear
Circulation: clear
Pre-operatif :
 Head up 30°
 O2 2-4 liter via nassal canul

6
 IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit
 Manitol 4x150 cc iv
 Fosmycin 2x1 gram iv
 Kalnex 3x1 amp iv
 Vit. K 3x1 amp iv
 Ketorolac 2x1 amp iv
 Ranitidine 2x1 amp iv
 Piracetam 3x3 gram iv
 Dilakukan perawatan luka lecet kaki

Operatif :
Craniotomy evakuasi

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah
trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau
kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang
terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan
keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat
peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka
yang menembus tengkorak.
Intracerebral hemorrhage atau perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang
terjadi di otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak.
Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di
jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi
otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral
hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal
ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah
sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak dapat
diperbaiki lagi. Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu jaringan
fibrosa, padat, dapat digerakan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan

8
trauma eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat lapisan lemak dan lapisan
membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh darah besar yang bila robek,
sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan kehilangan darah
bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung
vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit sampai ke
dalam tengkorak.

Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam
disebut tabula interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea
anterior, media, dan posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan tertimbun
dalam ruang epidural.

9
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
circulus Willisi. Vena-vena otak tidak memiliki jaringan otot di dalam dindingnya
yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke sinus venosus cranialis.

C. ETIOPATOFISIOLOGI
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer.
Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak,
jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar
otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak),
fraktur impresi maupun perforasi.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup. Cedera kepala
yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah
dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf,
perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan
cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa
di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan
tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam
tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas
bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak,
keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong cerebellum dan batang otak melalui
lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini
bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung
dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan
kerusakan otak yang hebat. Cedera otak sekunder dapat berakibat fatal, sebagaimana
dijelaskan dalam bagan berikut.

10
D. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus., dengan 105nya meninggal sebelum tiba di rumah sakit.
Kecelakaan lalu lintas merupakan 48-53% penyebab cedera kepala, sedangkan 20-
23% lainnya disebabkan oleh jatuh, dam 3-9% sisanya karena tindak kekerasan,
olahraga, rekreasi, dan kegiatan lainnya.
Perdarahan intraserebral sendiri cukup banyak disebabkan oleh cedera kepala.
Selain itu, perdarahan intraserebral juga sering disebbakan kasus nontrauma, yaitu
sebagai akibat hipertensi yang pada akhirnya ,erusak dinding pembuluh darah, ruptur
aneurisma, amyloid angiopathy, gangguan hemostasis, atau konsumsi antikoagulan.
Predileksi perdarahan intraserebral terbanyak di ganglia basal (40-50%), regio
lobaris (20-50%), thalamus (10-15%), pons (5-12%), cerebellum (5-10%), dan bagian
batang otak lain (1-5%).

11
E. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1. Berdasarkan derajat beratnya
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk mengklasifikasikan derajat
cedera kepala untuk menunjukkan tingkat keparahan dan prognosis. Pada
kenyataannya, kebutuhan tindakan operatif dua kali meningkat ketika GCS turun dari
15 ke 14. Berikut adalah klasifikasi cedera kepala berdasarkan derajat beratnya.
 Cedera kepala ringan (GCS 13-15), mortalitas 0,1%
 Cedera kepala sedang (GCS 9-12), mortalitas 10%
 Cedera kepala berat (GCS <9), mortalitas 40%
Banyak peneliti merekomendasikan agar pasien dengan GCS 13 termasuk ke
dalam klasifikasi cedera kepala sedang, karena lebih tingginya insidensi injury
intrakranial dan outcome yang lebih buruk dari pasien tersebut.

2. Berdasarkan morfologi
Cedera kepala berdasarkan area yang terlibat, dapat dibagi menjadi fraktur
dan cedera intrakranial.
 Fraktur
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.
Mungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata,
mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi
pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai basis cranii. Patah
tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar
tengkorak bisa merobek meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar
diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga yang
menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau muka
(sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang memasuki
tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta

12
kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak
memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau
posisinya bergeser.

 Cedera otak intrakranial.


Cedera otak intrakranial terbagi menjadi fokal dan difus. Cedera fokal seperti
hematoma subdural, hematoma epidural, kontusio serebri, perdarahan
subarachnoid, dan perdarahan intrakranial. Cedera difus seperti cedera
aksonal difusa.

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pasien cedera kepala bergantung kepada jenis cedera
kepalanya. Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya
cukup baik mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada
penderita yang kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu tingkat
kesadaran melalui GCS, kekuatan fungsi motorik, ukuran pupil dan responnya
terhadap cahaya, dan gerakan bola mata.
1. Perdarahan intraserebral
Dapat terjadi perubahan tingkat kesadaran (50%), nausea dan vomitus (40-
50%), nyeri kepala (40%), kejang (6-7%), dan defisit neurologis fokal. Manifestasi
klinisnya tergantung ukuran dan lokasi perdarahan. Dari pemeriksaan fisik bisa
didapatkan hipertensi, demam, perdarahan retina, penurunan kesadaran, pupil
anisokor. Defisit neurologis fokal berdasarkan letak lesinya:
 Putamen: hempiaresis kontralateral, hipestesi kontralateral, contralateral
conjugate gaze, homonymous hemianopia, afasia, apraxia.
 Thalamus: hempiaresis kontralateral, hipestesi kontralateral, homonymous
hemianopia, contralateral conjugate gaze, afasia, apraxia, miosis, bingung.
 Lobar: hempiaresis kontralateral, hipestesi kontralateral, homonymous
hemianopia, contralateral conjugate gaze ,afasia, apraxia, abulia.

13
 Nucleus caudatus: hempiaresis kontralateral, contralateral conjugate gaze,
bingung.
 Batang otak: quadriparesis, penurunan GCS signifikan, ocular bobbing, miosis,
instabilitas otonomik.
 Cerebellum: ataxia, kelemahan wajah ipsilateral, hipestesi ipsilateral, gaze
paresis, gangguan keseimbangan.

2. Epidural hematome
Epidural hematome adalah perdarahan yang terletak antara duramater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media
(paling sering), vena diploica, sinus venosus duralis. Perdarahan biasanya terjadi
dengan fraktur tengkorak bagian temporoparietal yang mana terjadi laserasi pada
arteri atau vena. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara duramater
dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut akan
memaksa duramater untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma menjadi
massa yang mengisi ruang.
Gejala klinis yang khas adalah adanya lucid interval (adanya periode sadar
diantara 2 periode tidak sadar). Gejala paling menonjol yaitu penurunan kesadaran
secara progresif. Gejala lain yang sering tampak adalah bingung, penglihatan kabur,
nyeri kepala hebat, keluar cairan darah dari hidung atau telinga, mual muntah,
berkeringat, pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

14
3. Subdural hematome
Subdural hematome adalah hematom yang terletak diantara lapisan duramater
dan arachnoid, dengan sumber perdarahan dapat berasal dari bridging vein (paling
sering), a/v cortical, sinus venosus duralis.
SDH dibagi menjadi akut (sampai 3 hari post trauma) dengan gejala
penurunan kesadaran dan terganggu tanda vitalnya, perdarahan dapat sedikit namun
melebar luas, sering disertai lateralisasi. Kemudian SDH subakut (3 hari-3 minggu
post trauma) dengan gejala adanya penurunan kesadaran, namun disertai perbaikan
status neurologik yang perlahan-lahan. Perdarahan yang terjadi lebih tebal namun
belum membentuk kapsul. Pada jangka waktu tertentu, pasien memperlihatkan tanda-
tanda neurologik yang memburuk kembali. Dan terakhid SDH kronik (>3 minggu
post trauma), dimana perdarahan membentuk kapsul, saat tersebut gejala yang terasa
adalah nyeri kepala. Kapsul gtersebut terus membesar dan mudah ruptur, jika
volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang.

15
4.Kontusio serebri (memar otak)
Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang
hemoragik pada daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh
pada kontusio dan robek pada laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal
dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang
akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya
adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan BBB (blood brain barrier).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos cranium
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap
cedera kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang
tengkorak.

2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan
sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk
melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya
perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau
terhadap perkembangan perdarahan pada otak.

H. PENATALAKSANAAN
1. Manajemen Airway, breathing, circulation. Bebaskan jalan nafas, untuk pasien
cedera kepala berat dilakukan intubasi. Untuk penanganan breathing berikan
oksigen. Lakukan stabilisasi kardiopulmonal, resusitasi cairan bila ada tanda-
tanda syok. Pertahankan tekanan sistolik >90 mmHg. Posisikan pasien dalam
posisi head up.

16
2. Setelah kondisi pasien stabil, perhatikan kemungkinan cedera spinal. Adanya
cedera/ luka robek atau tembus. Lakukan pemeriksaan neurologis secara detail.
3. Foto rontgen tengkorak. Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
4. CTscan kepala. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala,
kecuali pada pasien – pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
5. Observasi
6. Terapi simtomatik dapat diberikan. Apabila terdapat tanda-tanda tekanan tinggi
intrakranial dapat diberikan manitol 20% 0,5-1g/kgBB. Dapat diberikan anti
vomitus apabila pasien muntah. Apabila kejang dapat diberikan antikovulsan.
Pasien dengan cedera kepala sedang dan berat harus dirawat. Adapun untuk
pasin cedera kepala ringan kriteria rawatnya adalah:
1. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam
2. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit
3. Penurunan tingkat kesadaran
4. Nyeri kepala sedang hingga berat
5. CT scan abnormal (adanya fraktur, perdarahan)
6. Otorrhea, rhinorrhea
7. Semua cedera tembus
8. Indikasi sosial (tidak ada pendamping di rumah)
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang
setelah dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah
sakit bila timbul gejala-gejala (observasi 1 x 24 jam) seperti :
 Mengantuk dan sukar dibangunkan
 Mual dan muntah hebat
 Kejang
 Nyeri kepala bertambah hebat
 Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
 Gelisah

17
Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai
berikut:
1. Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial
2. Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial
3. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
4. Tanda fokal neurologis semakin berat
5. Terdapat gejala TTIK (sakit kepala hebat, muntah proyektil)
6. Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari
3 mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang.

I. PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan
beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh
beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan
fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur
penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya,
semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa
area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer
kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa
mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan
kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan
lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak.
Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari
kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita
cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa

18
sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah
kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit: Dian


Rakyat. Jakarta: 2009.
2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU,
Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta: EGC; 2005.
3. David, Bernath. Head Injury. Available at: www.emedicine.medscape.com.
Accessed on: 10 May 2016.
4. Liebeskid, DS. Intracranial hemorrhage. Available at:
www.emedicine.medscape.com. Accesed on: 10 May 2016.
5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on: 10 May 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai